Oleh:
Juventus Welly
NIM:95014308
Taty Yuniarti
NIM: 95014318
(Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air)
Daftar Isi
Daftar Isi........................................................................................................................ ii
Daftar Gambar............................................................................................................... v
Daftar Tabel ................................................................................................................ vii
Bab I
I.1
I.2
I.3
Bab II
II.1
II.2
II.4
Parameter Beban (Load) Gelombang Yang Dibangkitkan Oleh Angin ..... II-3
II.4.1
II.4.2
II.4.3
ii
II.5
II.5.1
II.5.2
II.5.3
II.5.4
II.5.5
II.6
Bab III
III.1
III.2
Bab IV
IV.1
IV.2
IV.3
IV.4
IV.5
IV.6
IV.7
Bab V
iii
V.1
V.2
V.3
V.4
V.5
V.6
V.6.1
V.6.2
Bab VI
iv
Daftar Gambar
Gambar V-4. Distribusi Peluang Kegagalan Gabungan (Z) berbagai periode ulang V-7
v
vi
Daftar Tabel
Tabel II-1. Klasifikasi kedalaman perairan (Sumber: CERC, 1984) .................... II-6
Tabel IV-1. Pedoman pemilihan gelombang rencana (Yuwono 1982) ............... IV-3
Tabel V-1. Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) Pantai Taludaa ............................ V-4
Tabel V-2. Periode Gelombang (T) Pantai Taludaa .............................................. V-5
Tabel V-3 Parameter statistik gelombang di perairan Pantai Tembok .................. V-2
Tabel V-4. Rekapitulasi tinggi gelombang signifikan tiap tahun .......................... V-3
Tabel V-5. Periode ulang hasil peramalan gelombang (dari gelombang signifikan
tahunan) .................................................................................................. V-4
Tabel V-6. Parameter statistik revetment sebagai tahanan (resistance) ............... V-6
Tabel V-7. Perhitungan kehandalan revetment (metode safety margin) .......... V-10
vii
Bab I Pendahuluan
Salah satu kelemahan revetment adalah terjadi gerusan (scouring) di bagian tumit
struktur tersebut akibat adanya overtopping dari gelombang yang datang. Semakin
tinggi elevasi revetment maka semakin aman struktur tersebut dari bahaya gerusan.
Untuk itu, maka perlu dilakukan suatu analisa kehandalan bangunan untuk
mengetahui tingkat kehandalan revetment terhadap suatu beban run-up akibat
gelombang agar dapat diketahui seberapa besar resiko yang akan dihadapi dimasa
mendatang.
I-1
kapasitas
bangunan
pelindung
pantai
sebagai
tahanan
I-2
Bab II
Tinjauan Pustaka
Studi kehandalan revetment sebagai salah satu struktur pelindung pantai dilakukan
oleh Dirmansyah di Tahun 2009. Studi ini mengambil lokasi penelitian di Pantai
Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Kehandalan revetment perlu ditinjau
terhadap gaya-gaya yang terjadi serta memberikan suatu rekomendasi alternatif
penanganan pengaman pantai yang cocok baik secara teknis maupun estetis untuk
mengamankan sarana dan prasarana dari bahaya abrasi pantai untuk menunjang
pemanfaatan Pantai Kalianda sebagai pantai wisata. Pada saat ini di Banding Resort
telah dibangun revetment yang ditempatkan sejajar dengan garis Pantai Kalianda
terbuat dari tumpukan buis beton dan tumpukan batu pada sisi mukanya sebagai
pelindung kaki revetment. Ada 2 (dua) komponen yang ditinjau untuk analisa
kehandalannya, yakni tahanan (resistance) berupa tinggi revetment rata-rata yaitu 2,5
m, sedangkan beban (load) berupa run-up gelombang dihitung dengan menggunakan
grafik irribaren dimana sudut struktur revetment () =1.
Analisis yang dilakukan adalah analisis pasang surut untuk menentukan elevasi acuan
desain bangunan, peramalan gelombang dengan masukan data angin jamjaman kurun
waktu 1995-2004 yang diperoleh dari Stasiun Pengamatan Serang Banten untuk
mendapatkan tinggi dan periode gelombang rencana serta analisis perubahan garis
pantai dengan bantuan software Genesis. Dari hasil analisis, didapatkan bahwa
bangunan revetment Pantai kalianda memiliki tingkat kehandalan yang tidak aman
atau faktor keamanan dibawah satu terhadap overtopping, dan faktor keamanan
terhadap gaya geser dan guling mempunyai nilai dibawah satu, yang berarti tidak
aman terhadap beban gelombang. Rekomendasi untuk pengembangan kawasan
Banding Resort adalah membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater) yang
II-1
dikombinasikan dengan metode beachfill sehingga fungsi dari kawasan pantai sebagai
tempat wisata mempunyai estetika dan terkesan nyaman. (Dirmansyah 2015)
Amsori melakukan penelitian di Tahun 2015 untuk mengkaji risiko overtopping pada
revetment akibat run up gelombang laut. Penelitian ini mengambil studi kasus di
Pantai Tembok, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pantai Tembok merupakan
pantai yang sangat rawan terhadap bahaya abrasi pantai yang setiap saat menerjang
dan akan membahayakan keselamatan aset di sepanjang pantai. Selain akibat abrasi,
juga adanya aktivitas penduduk yang juga turut dipengaruhi oleh aktivitas penduduk
yang melakukan penambangan batu kecil dan juga pasir, sehingga daya dukung garis
pantai terpengaruh. Untuk menanggulangi hal tersebut maka Pemerintah Provinsi
Bali melalui Balai Wilayah Sungai Bali-Penida, Kementerian Pekerjaan Umum
membangun revetment dari bahan batu belah untuk melindungi kawasan Pantai
Tembok dari abrasi serta limpasan gelombang ke darat di sepanjang 666 meter.
Dalam penulisan ini, analisis yang dilakukan meliputi peramalan gelombang laut
berdasarkan data angin dari Tahun 1994-2008, perhitungan transformasi gelombang,
gelombang pecah dan run-up, serta analisis risiko overtopping akibat run-up
gelombang laut dengan metode-metode: integrasi langsung, safety margin/safety
factor, first order-second moment dan monte carlo. Berdasarkan hasil kajian risiko
overtopping dengan metode tersebut menunjukkan bahwa bangunan revetment di
Pantai Tembok, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki tingkat kehandalan yang aman
terhadap risiko overtopping yang diakibatkan oleh rayapan/run-up gelombang.
(Amsori 2015)
II-2
Secara umum gelombang dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu (U.S. Army Corps
of Engineers 2008):
1. Gelombang pendek (wave of short period)
Yaitu gelombang dengan periode kurang dari 5 menit. Gelombang ini sering
dikenal dengan ombak dan dapat diakibatkan oleh angin, gempa dan gerakan
kapal. Bentuk gelombang pendek biasanya tidak teratur (irreguler).
2. Gelombang panjang (long wave)
Yaitu gelombang dengan periode beberapa jam. Gelombang panjang sering
dikenal dengan pasang surut yang terjadi akibat gaya tarik menarik antara bumi
dan benda-benda ruang angkasa terutama bulan dan matahari.
Gelombang laut terbentuk karena adanya angin yang bertiup diatas permukaan laut.
Di dalam mempelajari gelombang laut ada 2 (dua) istilah yang biasa dipakai
II-3
1. Sea (ombak) adalah gelombang yang masih berada di daerah yang masih
dipengaruhi angin yang bentuknya sangat tidak teratur
2. Swell (alun) adalah gelombang yang telah ke luar dari daerah pengaruh angin
yang bentuknya teratur dan mempunyai panjang gelombang besar.
Gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk melalui 3 (tiga) faktor, yaitu:
(Hutabarat 2006)
1. Besarnya kecepatan angin
2. Lamanya angin bertiup (durasi)
3. Panjang daerah pengaruh angin (fetch)
Mekanisme terbentuknya gelombang laut oleh angin yaitu bila di atas permukaan laut
yang tenang terdapat angin yang bertiup maka mula-mula akan terbentuk gelombanggelombang kecil yang disebut ripples (riak). Ripples di sini berperanan dalam
membentuk kekasaran muka laut yang dapat membantu transfer energi dari angin.
Bila angin terus berhembus maka akan terbentuk gelombang-gelombang yang lebih
panjang (besar) dan memiliki tinggi yang semakin membesar yang disebabkan
adanya transfer energi dari angin. Pada saat tertentu tinggi gelombang tidak dapat
terus bertambah walaupun angin terus berhembus, karena tercapai suatu kondisi
dimana tinggi gelombang berhenti untuk bertambah diakibatkan tercapainya
keseimbangan antara energi yang ditransferkan dengan energi yang terdissipasi oleh
peristiwa pecahnya gelombang. Gelombang terbentuk dalam kondisi ini disebut fully
developed sea. (Departement of ARMY Waterways Experiment Station 1984)
Menurut SPM (1984), kecepatan penjalaran gelombang disebut kecepatan fasa atau
kecepatan rambat gelombang (C) diformulasikan sebagai:
L
................... ( II-1)
T
II-4
gL
2d
tanh
........... ( II-2)
2
L
C
puncak
z
x
a
lembah
d
Dasar, z = -d
Persamaan
................... (
persamaan
L
T
II-1),
gL
2d
tanh
2
L
berikut: C
gT
2d
tanh
2
L
.......(II-3)
II-5
angular
gelombang
Dari
...................
C
persamaan
(
II-1)
L
T
dan
gT
2d
tanh
.......(II-3)dapat
2
L
diperoleh persamaan untuk panjang gelombang sebagai fungsi dari kedalaman dan
periode gelombang sebagai berikut:
gT 2
2d
L
tanh
..........( II-4)
2
L
gT 2
2
dimana:
tanh
4 2 d
..........( II-5)
T 2g
L = panjang gelombang
g = percepatan gravitasi
T = periode gelombang
d = kedalaman laut
II-6
gL
2d
tanh
........... (
2
L
II-1)
L
T
dan
II-2) dapat
diturunkan menjadi:
C
gL0
L
0 ...............( II-6)
2
T
dan
C0
gT
................................. ( II-7)
2
Jika digunakan satuan meter dan detik, konstanta g/2 sama dengan 1,56 m/dtk 2
maka:
C0
gT 9,81
dan
L0
gT 9,81
Jika kedalaman relatif menjadi dangkal, yaitu 2d/L <1/4 atau d/L < 1/25,
persamaan (2.1) dapat disederhanakan menjadi:
C gd ......... ( II-10)
Untuk memperkirakan tinggi gelombang (H) dan perioda gelombang (T) akibat
adanya angin besar, arah dan durasi tertentu diperlukan hindcasting gelombang.
Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air.
Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut sehingga
permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang
kecil di permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan
menjadi semakin besar dan apabila angin berhembus terus akan terbentuk
II-7
gelombang. Semakin besar dan semakin lama angin berhembus akan semakin
besar gelombang yang terbentuk.
Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan
mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan
gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah. Gelombang yang menjalar dari
laut lepas memasuki perairan pantai mengalami transformasi yaitu:
1. Kecepatan gelombang akan berkurang karena pengaruh gesekan dasar
2. Panjang gelombang menjadi pendek
3. Gelombang mengalami pembelokan arah penjalaran atau gelombang mengalami
refraksi. Refraksi gelombang terjadi karena perubahan kecepatan gelombang
ketika memasuki perairan pantai.
4. Bila gelombang membentur ujung dari pemecah gelombang (breakwater) atau
bangunan pantai lainnya, maka akan terjadi difraksi gelombang.
5. Bila gelombang membentur suatu dinding penghalang, akan terjadi pemantulan
gelombang yang disebut refleksi gelombang.
6. Tinggi gelombang akan membesar sebelum ia pecah.
II.4.1.1 Pendangkalan
Selain perubahan pada kecepatan rambat dan panjang gelombang, tinggi gelombang
yang merambat ke pantai juga berubah. Fenomena ini disebut pandangkalan
(shoaling). Bila diasumsikan tidak ada energi yang hilang, maka tinggi gelombang
dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip kekekalan fluks energi. Fluks energi
di setiap lokasi adalah tetap sehingga fluks energi di perairan dalam akan sama
dengan fluks energi di lokasi yang ditinjau.
II-8
H
=
H0
n 0 C0
=
nC
C0
= Ks
2nC
(II-11)
dimana
Ks
= koefisien shoaling
Apabila gelombang yang datang dari perairan dalam ke perairan dangkal membentuk
sudut dengan garis kontur kedalaman, maka perubahan kecepatan rambat gelombang
akan mengakibatkan pembelokan arah gelombang menyesuaikan dengan kontur
kedalamannya. Efek pembelokan ini disebut refraksi gelombang. Sketsa refraksi
gelombang disajikan dalam Error! Reference source not found..
Menurut Yuwono dalam buku Teknik Pantai (1982), perubahan besarnya sudut
akibat adanya pengaruh refraksi dihitung dengan rumus Snellius, yaitu:
sin 1 c1
.......................................................................................... ( II-12)
sin 2 c 2
b 2 cos 2
Bila perhitungan ditinjau terhadap karakteristik perairan dalam (o, Ho), maka rumus
tersebut dapat berubah menjadi:
sin
C
........................................................................................... (II-14)
sin o C o
II-9
b
cos
........................................................................................... (II-15)
bo cos o
Hx
cos o
Ks Kr Ks
................................................................ (II-16)
Ho
cos x
dimana:
x
Hx
Ho
Kr
Ks
= Koefisien pendangkalan.
cos o
cos
Pada Gambar II-3, disajikan sketsa penurunan rumus Snellius. Sekitar tahun 1957
Wiegel dan Arnold melakukan percobaan refraksi pada gelombang yang
II-10
dimana:
H(A) = Tinggi gelombang di A
H(P) = Tinggi gelombang di P
KD(A) = Koefisien difraksi di titik A.
II-11
Puncak gelombang
Arah gelombang
HP
P
Rintangan
II-12
Pada suatu saat kecepatan maju dari puncak-puncak partikel melebihi dari kecepatan
rambat gelombang itu sendiri. Pecahnya gelombang ini biasanya terjadi pada saat
gelombang mendekati pantai, dimana puncak gelombang menjadi tajam dan
kedalamannya mencapai seperempat dari tinggi gelombang dan akhirnya terjadi
gelombang pecah. Sebagai pengecualian dapat terjadi pula pada perairan dalam, di
mana tinggi gelombang H melebihi sepertujuh dari panjang gelombang, yaitu
bergantung dari kecepatan angin dan keadaan dasar lautan.
Jadi dari perairan dalam hingga ke lokasi kedalaman di mana gelombang pecah
terjadi masih berlaku rumus berikut:
H x Ks Kr H o ................................................................................. ( II-18)
Sedangkan dari lokasi gelombang pecah pertama hingga pada kedalaman d = 0,
digunakan rumus MUNK:
II-13
Gambar II-5. Sketsa perambatan gelombang dari perairan dalam ke perairan dangkal.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk menentukan lokasi gelombang pecah dan
juga karakteristik gelombang itu. Salah satu cara tersebut adalah dengan membuat
grafik hubungan antara H, d dan seperti contoh Gambar 2.17.
Gambar II-6. Grafik hubungan antara tinggi gelombang, sudut datang gelombang dan
kedalaman.
Cara lain yang digunakan untuk menentukan dan memperoleh karakteristik dari
gelombang pecah adalah dengan cara membuat grafik yang berdasarkan kemiringan
topografi dari suatu pantai.
gelombang
atau
Hindcasting
gelombang
dimaksudkan
untuk
memperkirakan tinggi gelombang (H) dan perioda gelombang (T) akibat adanya
angin yang mempunyai besar, arah, dan durasi tertentu. Data angin didapat dari
stasiun pengukuran angin terdekat dari lokasi studi dengan kurun waktu 10 tahun
terakhir. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya
ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga
permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak atau gelombang
kecil di permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan
menjadi semakin besar dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk
gelombang. Semakin besar dan semakin lama angin berhembus, akan semakin besar
gelombang yang terbentuk.
Penaksiran gelombang di laut dalam dapat dilakukan dengan cara grafis
menggunakan nomogram sebagai fungsi dari kecepatan angin, panjang fetch dan
lama angin bertiup atau cara analisis emperis Metoda Sverdrup-Munk-Bretschneider
atau dikenal dengan Metoda SMB sesuai dengan rumus-rumus dan langkah-langkah
perhitungan sebagai berikut:
gt
U A
gF
68,8 2
U
2/3
gt
1. Bandingkan, jika
U
A
maka:
.......................................................................... (II-20)
II-15
gH mo
U 2
A
U
0,2433 H mo 0,2433. A ............................................ (II-21)
gT
dan p
UA
gt
7,15 10 4
2. Jika
U A
2/3
U A
....................................................................... (II-23)
g
U 2
A
0,0016 gF2
1/ 2
H mo
U
0,0016 A
g
gF
. 2
U A
1/ 2
.............. (II-24)
dan
gTP
UA
gF
0,2857 2
U
1/ 3
U
TP 0,2857. A
g
gF
U A
1/ 3
....................... (II-25)
gt
Fmin =
68,8 U A
3/ 2
UA
.................................................................... (II-26)
g
II-16
Keterangan:
g
Tp
Dalam bentuk bagan alir, metode penaksiran gelombang disajikan pada Gambar II-7
Gambar II-7. Diagram alir proses hindcasting gelombang dari data angin
II-17
dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Angin merupakan penyebab utama terjadinya
gelombang di laut lepas.
U*
z z
ln ................................................................. (II-27)
z0 L
di mana:
II-18
U* = kecepatan geser
= koefeisien Von Karman (= 0,4)
z
zo = kekasaran permukaan
L
1/ 7
............................................................................. (II-28)
dikelompokkan terhadap delapan penjuru arah angin (Utara, Timur Laut, Timur,
Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut) dengan kecepatan angin
dalam satuan knot, dimana:
- 1 knot
= 1 mil laut/jam
- 1 mil laut
- 1 knot
= 0,515 meter/detik
U 2,16U s
7/9
........................................................................................ (II-29)
dimana:
Us= kecepatan angin yang diukur di kapal;
U = kecepatan angin terkoreksi (knot)
U W ............................................................................................... (II-30)
UL
dimana:
Uw = kecepatan angin di laut;
UL = kecepatan angin di darat.
II-20
Grafik hubungan antara UW dengan UL disajikan di dalam Gambar 2.9. Rumusrumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang mengandung variabel U A , yaitu
faktor tegangan angin (wind stress factor) yang dapat dihitung dari kecepatan angin.
Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin seperti yang dijelaskan di atas,
kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan
rumus berikut:
Daerah pembentukan gelombang dibagi dalam 8 (delapan) arah mata angin utama.
Setiap mata angin utama memiliki 9 (sembilan) garis fetch dengan sudut antaranya
5. Garis fetch ditarik dari titik pembentukan gelombang hingga menyentuh daratan
(pulau).
Fetch efektif untuk masing-masing arah utama dihitung dengan persamaan berikut:
Feff
X cos ..................................................................................(II-32)
cos
i
dimana:
Feff = panjang fetch efektif
Xi
= sudut
antara
fetch
ke-i
dengan
arah
utama
(derajat).
II.5.5 Run-Up
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut akan naik
(run-up) pada permukaan bangunan. Elevasi bangunan yang direncanakan bergantung
pada run up dan limpasan yang dijinkan. Run-up tergantung pada bentuk dan
kekasaran bangunan, kedalaman air di kaki bangunan, kemiringan dasar laut di depan
bangunan, dan karakteristik gelombang. Karena banyaknya variabel yang
berpengaruh, maka besarnya run-up sulit ditentukan secara analitis. Karena itu run-up
ditentukan dari hasil percobaan di laboratorium yang dituangkan dalam grafik yang
dapat digunakan untuk bangunan dengan permukaan miring dengan berbagai tipe
material. Formula yang umum adalah formula Irribaren yang menyatakan besarnya
run-up adalah fungsi dari bilangan Irribaren.(Triatmodjo, 1996).
Ir
tg
1/ 2
H
L0
........................................................................................... (II-33)
Dimana:
Ir = Bilangan Irribaren
= Sudut kemiringan sisi bangunan yang menghadap ke laut
H = Tinggi Gelombang di lokasi bangunan
L0= Panjang Gelombang di laut dalam
II-23
atau
Tahanan
SF
Beban
Dengan penjelasan bahwa adalah angka keamanan yang harus lebih kecil atau sama
dengan satu, sedangkan SF adalah angka keamanan yang harus lebih besar dari satu.
Atau dengan model PDF Normal menggunakan parameter tahanan rata-rata ( R ) dan
Beban rata-rata ( L ) yang bersifat random. Namun dalam dunia engineering tidak
dikenal istilah random. Yang dikenal adalah tahanan nominal (Rn) atau beban
nominal (Ln), sehingga;
II-24
Rn
SF ........................................................................................(II-34)
Ln
Dimana;
R n R R 1 R
Ln L L 1 1 L
dengan L=50% - 2%
Pr
R L
R L
R
R
L
L
..... (II-35)
II-25
Bab III
Gambaran Lokasi
III-1
penduduk bahkan
III-3
Bab IV
Metodologi
Tinjauan Pustaka
Pembahasan Hasil
Selesai
IV-1
penaksiran
atau
hindcasting
gelombang
dimaksudkan
untuk
memperkirakan tinggi gelombang (H) dan perioda gelombang (T) akibat adanya
angin yang mempunyai besar, arah dan durasi tertentu (Triatmodjo, 1999).
Data angin didapat dari stasiun pengukuran angin terdekat dari lokasi studi dengan
kurun waktu 10 tahun pengukuran. Adapun data angin untuk pelaksanaan studi ini
berasal dari Stasiun Jalaludin Gorontalo untuk kurun waktu pencatatan angin
Tahun 1994 2003 (10 tahun pencatatan).
Peramalan gelombang dilakukan dengan mengikuti metode yang diberikan dalam
Shore Protection Manual (Coastal Engineering Research Center, US Army Corp
of Engineer), Volume I Edisi Tahun 1984 dan dengan bantuan program computer
microsoft office excel dalam menyelesaikan formulanya maka didapatkan hasil
berupa tinggi dan periode gelombang. Dalam penelitian ini digunakan program
Dina-Hindcast untuk memperoleh perkiraan tinggi dan periode serta arah
gelombang.
IV.3 Tinggi Gelombang
Tinggi gelombang hasil peramalan merupakan tinggi gelombang signifikan (H S )
Selain tinggi gelombang HS ada gelombang lainnya, yaitu:
HS
= rata-rata
H10 = 1,27 HS
H5 = 1,37 HS
H1 = 1,67 HS
Dari data ramalan ditentukan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang
tertentu: 10, 20, 50 dan 100 tahun.
IV-2
IV-3
( ) = 2
(IV-1)
gelombang
dipengaruhi
oleh
besaran
besaran
gelombang
struktur dalam keadaan pecah maka tinggi gelombang di dekat struktur akan
dihitung dengan menggunakan persamaan gelombang pecah jika tidak dalam
kondisi pecah maka penghitungan tinggi gelombang di dekat struktur
menggunakan analisa refraksi dan shoaling.
III.5 Run-up Gelombang dan Distribusi Run-up Gelombang
Dengan diketahui tinggi gelombang di kaki struktur revetment maka
denganbantuan grafik Irribaren tinggi run-up gelombang selanjutnya dapat
diketahui.Berbagai penelitian dilakukan untuk menentukan run-up gelombang dan
telahdilakukan di laboratorium. Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus
empirisberupa Bilangan Irribaren sebagai berikut:
=
0.5
( )
0
( IV-2)
dimana:
Ir
= Bilangan Irribaren
L0
Dengan menggunakan data hasil refraksi dan gelombang pecah dari berbagai
kondisi gelombang yang ada, maka dapat diketahui bentuk distribusi run-up
gelombang di Pantai tersebut. Jika distribusi run-up gelombang yang terbentuk
tidak mengikuti distribusi normal, maka tinggi run-up gelombang akan
ditransformasi dengan metode PPCC sedemikian rupa sehingga distribusi run-up
yang terjadi akan mengikuti distribusi normal. Persamaan PPCC yang digunakan
untuk melakukan transformasi adalah:
=
( 2 1)
( IV-3)
Dimana :
Xtr =
Tinggi run-up
= konstanta Tranformasi
IV-5
IV-6
Bab V
Data angin yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jalaluddin merupakan data
angin darat di konversi ke bentuk angin laut. Untuk mengkonversi data tersebut
digunakan rumus :
U A 0.71U 1.2 3
V-1)
Dimana :
UA
= Angin laut
= Angin darat
Dari rumus tersebut di atas diperoleh data angin seperti terlihat pada Tabel 4.5 di
bawah ini.
Tabel 1. Faktor Tegangan Angin UA (m / detik) (Sumber : BWS Sulawesi II)
Tahun
Jan
Feb Mar
Apr
Mei
Jun
1994
7,798
7,798
7,798
7,278
9,358
1995
12,997
8,838
8,838 10,397
1996
10,397
9,358
9,358
1997
10,397
7,798
9,358
1998
9,358
1999
Jul
Agust Sep
Nop
Des
6,758
8,838
7,798
7,798
7,798
8,318
7,798
6,238
9,877
8,318
7,798
7,798
6,238
7,798
12,997
7,798
8,838
10,397 12,997
7,798
9,358
8,838
9,358
7,798
7,798
7,798
6,238
7,798
9,358
7,798
7,798
7,798
9,358
9,358
10,397
8,838
8,318
8,838
7,798
10,397
2000
7,798
8,318
7,798
10,397
9,358
8,838
9,877
10,397
7,798
2001
7,798
7,798
9,358
8,318
10,917
9,358
9,358
7,798
9,358
2002
9,358
10,397 9,358
7,798
7,798
8,318
7,798
10,397
2003
8,318
10,397 9,358
7,798
8,838
9,358
9,358
7,798
8,318
12,477
7,798
Okt
8,318
Untuk mendapatkan prediksi tinggi gelombang ditentukan dulu nilai fetch dengan
rumus :
V-1
Feff
X cos
cos
i
(V-2)
Dari pengukuran panjang fetch di peta maka didapat nilai Feff = 185,5569 km.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar V-1. Setelah mendapatkan data
angin dan fetch selanjutnya melalui Grafik penetuan tinggi dan periode
gelombang dengan menggunakan data kecepatan angin dan fetch (lihat lampiran)
diperoleh Tinggi dan Periode Gelombang. Adapun hasil prediksi tinggi
gelombang dan periode gelombang dari tahun 1994 - 2003 diperlihatkan pada
Tabel V-1 dan Tabel V-2. Berdasarkan arah angin, maka arah gelombang yang
terjadi dominan dari utara. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan tinggi
gelombang rata-rata berkisar antara 0,84 4,89 m. Hasil perhitungan tinggi
gelombang dari data kecepatan angin menunjukkan bahwa tinggi gelombang
signifikan.
V-2
V-3
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
1994
1,21104
1,21104
1,21104
1,08665
1,6019
0,96574
1,87465
1,87465
1,87465
1,87465
1,87465
1,46894
1995
2,58836
1,46894
1,46894
1,87465
1,21104
1,21104
1,21104
1,33857
1,21104
0,8487
1,7372
1,33857
1996
1,87465
1,6019
1,6019
1,21104
1,21104
0,8487
1,21104
2,58836
1,21104
1,46894
1,87465
2,58836
1997
1,87465
1,21104
1,6019
1,21104
1,87465
1,87465
1,87465
2,58836
1,6019
1,46894
1,6019
1,21104
1998
1,6019
1,87465
2,58836
2,58836
1,21104
1,21104
0,8487
1,21104
1,6019
1,21104
1,21104
1,21104
1999
1,6019
2,29816
2,88379
1,87465
1,87465
1,6019
1,87465
1,46894
1,33857
1,46894
1,21104
1,87465
2000
1,21104
1,21104
4,89128
1,33857
1,33857
1,21104
1,87465
1,6019
1,46894
1,7372
1,87465
1,21104
2001
1,21104
1,21104
1,87465
1,21104
1,21104
1,6019
1,33857
2,01407
1,6019
1,6019
1,21104
1,6019
2002
1,6019
1,87465
1,6019
1,21104
1,21104
1,33857
2,58836
1,87465
2,15528
1,87465
1,21104
1,87465
2003
1,33857
1,87465
1,6019
1,21104
1,46894
1,6019
1,6019
2,44255
1,21104
1,33857
1,21104
1,33857
V-4
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
1994
4,58982
4,58982
4,58982
4,37985
5,17687
4,16169
5,53761
5,53761
5,53761
5,53761
5,53761
4,98778
1995
6,35428
4,98778
4,98778
5,53761
4,58982
4,58982
4,58982
4,79227
4,58982
3,93457
5,36001
4,79227
1996
5,53761
5,17687
5,17687
4,58982
4,58982
3,93457
4,58982
6,35428
4,58982
4,98778
5,53761
6,35428
1997
5,53761
4,58982
5,17687
4,58982
5,53761
5,53761
5,53761
6,35428
5,17687
4,98778
5,17687
4,58982
1998
5,17687
5,53761
6,35428
6,35428
4,58982
4,58982
3,93457
4,58982
5,17687
4,58982
4,58982
4,58982
1999
5,17687
6,0407
6,65271
5,53761
5,53761
5,17687
5,53761
4,98778
4,79227
4,98778
4,58982
5,53761
2000
4,58982
4,58982
8,31327
4,79227
4,79227
4,58982
5,53761
5,17687
4,98778
5,36001
5,53761
4,58982
2001
4,58982
4,58982
5,53761
4,58982
4,58982
5,17687
4,79227
5,71004
5,17687
5,17687
4,58982
5,17687
2002
5,17687
5,53761
5,17687
4,58982
4,58982
4,79227
6,35428
5,53761
5,87764
5,53761
4,58982
5,53761
2003
4,79227
5,53761
5,17687
4,58982
4,98778
5,17687
5,17687
6,1995
4,58982
4,79227
4,58982
4,79227
V-5
gelombang
yang
terjadi
mengikuti
Distribusi
Rayleigh
seperti
V-1
= 0,01352+0.0262T-0.0167
Gambar V-3. Grafik hubungan antara tinggi gelombang (H) dengan perioda
gelombang (T)
Parameter statistik dari data gelombang hasil hindcasting tersebut adalah:
Tabel V-3 Parameter statistik gelombang di perairan Pantai Tembok
N=
k=
Hrms =
lebar kls =
203
9
0.546053
0.295667
V-2
Tahun
Tinggi Gelombang
(meter)
Perioda (detik)
1994
1.87465
5.53761
1995
2.58836
6.35428
1996
2.58836
6.35428
1997
2.58836
6.35428
1998
2.58836
6.35428
1999
2.88379
6.65271
2000
4.89128
8.31327
2001
2.01407
5.71004
2002
2.58836
6.35428
10
2003
2.44255
6.1995
V-3
Tabel V-5. Periode ulang hasil peramalan gelombang (dari gelombang signifikan
tahunan)
Return
Period
(Year)
Perioda
Tinggi
Gelombang
Gelombang(meter)
(detik)
200
100
50
25
10
5
3
2
4.8287
4.6229
4.3981
4.1482
3.7611
3.398
3.0596
2.704
8.3317
8.1462
7.9435
7.7181
7.3691
7.0417
6.7366
6.416
Formula yang
(VI-2)
V-4
Dimana:
V-5
Rerata, = 3 ( + + )
1
= nilai tengah
2.6
2.4
max
(u)
(meter)
x2
2.80
2.6
0.0009862
0.08
V-6
V.6
0.9
0.8
0.7
0.6
Tr=2
0.5
Tr=5
0.4
Tr=10
0.3
Tr=25
0.2
Tr=50
0.1
Tr=100
0
-2
-1
ketinggian (meter)
Gambar V-4. Distribusi Peluang Kegagalan Gabungan (Z) berbagai periode ulang
Besarnya peluang kegagalan yang terjadi dapat dicari pula dengan menggunakan
sebuah Probability Density Function (PDF) setelah dilakukan inteferensi Z = R-L
(R = rerata revetment, L = rerata run-up). PDF inteferensi (gabungan)
V-7
tersebut seperti terlihat pada Gambar V-4, dimana besarnya peluang kegagalan
merupakan luasan yang dibatasi oleh kurva dan di sebelah kiri garis x=0.
Sumbu-x
merupakan
ketinggian
run-up
sedangkan
sumbu-y merupakan
(V-3)
Jika R dan L merupakan variabel acak yang independen, maka rata-rata nilai SM
adalah sebagai berikut:
= +
( V-4)
= 2 + 2
(V-5)
jika R dan L secara statistik bebas berbeda dan mengikuti distribusi normal, maka
peluang kehandalan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini (Mays 2011)
= [
2 +2
(V-6)
Dimana dan berarti nilai tahanan dan beban, secara berturut-turut; dan
adalah standar deviasi untuk tahanan dan beban.
V-8
Hasil
perhitungan
peluang
kehandalan
dan
kegagalan/risiko
terjadinya
V-9
Elev.
Ln
Rn
SF
(L2-L2)1/2
R-L
Resiko %
Kehandalan
2.600
2.126
0.477
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.44711
2.466
1.0076
0.48
0.47
16.33
83.67%
5.00
2.600
2.143
0.478
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.46547
2.466
1.0001
0.49
0.46
17.31
82.69%
10.00
2.600
2.151
0.479
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.47402
2.466
0.9966
0.49
0.45
17.76
82.24%
25.00
2.600
2.162
0.485
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.48927
2.466
0.9905
0.49
0.44
18.66
81.34%
50.00
2.600
2.169
0.489
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.49861
2.466
0.9868
0.50
0.43
19.22
80.78%
100.00
2.600
2.174
0.489
2.600
0.082
25.00%
5.00%
2.50415
2.466
0.9846
0.50
0.43
-0.98
-0.94
-0.92
-0.89
-0.87
-0.86
19.53
80.47%
V-10
Risiko
20.00
19.50
Resiko (%)
19.00
18.50
18.00
Risiko
17.50
17.00
16.50
16.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Kala Ulang
Resiko (%)
1.0050
1.0000
0.9950
SF
0.9900
0.9850
0.9800
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Kala Ulang
V-11
Gambar V-7. Grafik hubungan risiko dan Faktor Keamanan Metode Safety Factor
Grifik hubungan resiko dan factor keamanan pada Gambar V-7
di atas
sebesar 17,318 %.
V.6.2 Metode First Order-Second Moment
Metode first order second moment (FOSM) secara prinsip hampir sama dengan
konsep yang dilakukan berdasarkan metode safety margin. Dengan data nilai
V-12
ratarata dan variannya tersebut, maka dapat ditentukan besarnya nilai indeks
kehandalan (reliability index) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
=
= () = 1 ()
(V-7)
(V-8)
V-13
Risiko VS Kehandalan
22.00
84.00%
83.50%
20.00
83.00%
18.00
Risiko (%)
16.00
Kehandalan,
Pr (%)
Kehandalan
82.50%
Risiko
82.00%
81.50%
14.00
81.00%
12.00
80.50%
10.00
2.120
2.130 Tinggi2.140
2.160ulang 2.170
Runup (m) 2.150
menurut periode
80.00%
2.180
Gambar V-8. Grafik kehandalan dan kegagalan revetment terhadap tinggi run-up
menurut kala ulang
Dari hasil kehandalan dan kegagalan revetment terhadap tinggi run-up gelombang
pada Gambar V-8. nilai kehandalan bangunan revetment pada titik nol terjadi saat
tinggi run up 5.19 m, sehingga terjadi overtopping dari limpasan laut sebesar
100%.
V-14
Bab VI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan dalam tesis ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Nilai angka keamanan (safety factor = SF) bangunan revetment berkisar
0.9846-1.0076
2. Nilai peluang risiko kegagalan terjadinya overtopping bangunan
revetment akibat run-up berkisar antara 16.33% - 19.53 %.
3. Analisis kehandalan pada bangunan revetment yang diakibatkan oleh
run-up gelombang berkisar antara 80.47 % - 98.966 %.
4. Nilai angka keamanan (safety factor = SF) kritis yakni pada saat SF = 1
terjadi pada saat tinggi run-up
VI-1
Daftar Pustaka
Amsori, Pian. 2015. Kajian Risiko Overtopping Pada Revetment Akibat Run-Up
Gelombang Laut (Studi Kasus Pantai Tembok, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali). Bandung: MPSDA ITB.
Departement of ARMY Waterways Experiment Station, Crops of Engineers.
1984. Shore Protection Manual. Washington. D.C: U.S Goverment
Printing Office.
Dirmansyah. 2015. Kajian Kinerja Bangunan Pengaman Pantai Kalianda di
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Bandung: MPSDA ITB.
Hutabarat, Sahala. 2006. Pengantar oseanografi . Jakarta: UI-Press.
Mays, Larry W. 2011. Water Resources Engineering, 2nd Edition. Hoboken: John
Wiley & Sons, Inc.
Sakia, R.M. 1992. Journal of the Royal Statistical Society. Series D (The
Statistician). Dalam The Box-Cox Transformation Technique: A Review,
168-172. New Jersey: Wiley for the Royal Statistical Society.
Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.
U.S. Army Corps of Engineers. 2008. Coastal Engineering Manual. Washington:
DEPARTMENT OF THE ARMY.
Yuwono, Nur. 1982. Teknik PantaI. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga
Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM.