Anda di halaman 1dari 9

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

PERBEDAAN INDIVIDU DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK


SERTA IMLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
Oleh
Arifmiboy
Dosen STAIN Bukittinggi
Abstract
Every student is an individual as a unique person that has different intelligence, talent, learning style,
personality, and temperament. It is important for teachers to recognize and understand individual
differences of their fellows so that they can select the best way to carry out the learning activity well.
There are five items of individual differences discussed in this paper, namely: (1) intelligence; (2) talent
(3) learning style (4) personality and (5) temperament. Furthermore, each student commits different
steps of cognitive development for his own. Due to these phenomena, teachers need to consider and
arrange learning strategy which is suitable with students characteristics and cognitive development.
Key words: Individual Differences, Cognitive Development, Implication to Learning Process
PENDAHULUAN
Sebagai seorang guru harus dapat memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam
membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh
unsur yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana
peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim. Guru memiliki peranan yang
sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai ujung tombak di dalam
implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat perhatian.
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk
melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa.
Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar
sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Begitu pentinya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya sebagai calon
guru kita harus mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan
kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola
proses belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses belajar mengajar tentunya harus mampu
meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran, pelaksanaan dan pengelolaan
pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada
peserta didik dan juga membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang mengalami
kesulitan belajar. Salah satu tugas yang dilaksanakan guru disekolah adalah memberikan pelayanan
kepada siswa agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah.
Guru mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam
keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru
harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru
merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar dan karenanya guru harus
menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang disampaikan dengan kata lain guru
harus menciptakan suatu kondisi belajar yang sebagik-baiknya bagi peserta didik, inilah yang tergolong
kategori peran guru sebagai pengajar.
Disamping peran sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembimbing artinya
memberikan bantuan kepada setiap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuan diri secara maksimal terhadap sekolah. Untuk dapat
menjalankan fungsinya sebagai pendidik maupun pengajar, guru mesti mengetahui banyak hal tentang
perbedaan individu dan serta pertumbuhan dan perkembangan kognitif peserta didik.
Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pada umumnya, istilah pertumbuhan dan perkembangan digunakan secara
interdepedensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua prose situ tidak dapat dipisahkan, tetapi
ISSN 1693-2617

LPPM UMSB

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

dapat dibedakan untuk memperjelas penggunaanya. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik
secara kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah
perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu.
Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel
yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke asal). Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai
proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam
bentuk proses aktif berkesinambungan. Hasil pertumbuhan, antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif
badan anak, seperti berat, panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pada system jaringan syarat dan
pertumbuhan-pertumbuhan struktur jamani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan
sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.
Sedangkan, perkembangan adalah perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan yang lebih
dewasa. Atau dapat pula diartikan bahwa perkembangan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi
baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun latihan.
PERBEDAAN INDIVIDU
Peserta didik sebagai individu pada hakikatnya merupakan pribadi yang unik, karena setiap
peserta didik memiliki intelegensi, bakat, gaya belajar, kepribadian dan temperamennya masing-masing.
Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi seorang pendidik untuk mengenali, dan memahami
perbedaan individu dari peserta didik, sehingga ia dapat mengambil langkah dan cara terbaik dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun perbedaan individual yang dimiliki peserta didik adalah
sebagai berikut: (1) intelegensi; (2) bakat (3) gaya belajar (4) kepribadian dan (5) temperamen.
A. INTELEJENSI
1. Pengertian Intelijensi
Istilah inteligensi berasal dari kata latin intelligere yang berarti menghubungkan atau
menyatukan satu sama lainnya (to organize, to relate, to bind together). Intelegensi adalah potensi
biologis dan psikologis untuk mengatasi masalah dan menciptakan hasil-hasil yang dihargai oleh
suatu budaya. Atau intelegensi adalah keahlian untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk
beradaptasi, serta belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Menurut Binet sifat hakikat dari
intelegensi tersebut ada tiga macam yaitu :
a. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu.
Makin cerdas seseorang, akan semakin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, punya inisiatif
sendiri, tidak menunggu perintah saja, serta tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan
suasana lain. Prof. Waterink seorang mahaguru di Ansterdam, menyatakan bahwa menurut
penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa intelijensi dapat diperbaiki atau dilatih. Belajar
berfikir hanya diartikannya, bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan tetapi tidak berarti
bahwa kekuatan berfikir bertambah baik.
b. Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri, kemampuan
untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Makin cerdas seseorang makin dapat dia
belajar dari kesalahannya, kesalahan yang telah dibuatnya tidak mudah diulangi lagi.
c. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai tujuan yang akan
dicapai. Jadi makin cerdas seseorang dia makin dapat menyesuaikan cara-cara menghadapi
sesuatu dengan semestinya, dan makin dapat bersikap kritis.
William Stern dalam Crow and Crow, mengemukakan batasan intelijensi sebagai berikut:
Intelijensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelijensi sebagian
besar tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh
terhadap intelijensi seseorang.
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa:
a. Intelijensi itu adalah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan
didalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya turut
mempengaruhi intelijensi seseorang.
b. Kita hanya dapat mengetahui intelijensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang
tampak.
2. Jenis-jenis Kecerdasan/Intelijensi
Berbicara tentang jenis-jenis kecerdasan, dikenal dengan istilah multiple intelligences atau
disebut dengan kecerdasan jamak, adalah berbagai keterampilan dan bakat yang dimiliki siswa untuk
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
2

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran (Fleetham, 2006). Gardner menemukan


delapan macam kecerdasan jamak, yakni: (1) kecerdasan verbal-linguistik, (2) logis-matematis, (3)
visual-spasial, (4) berirama-musik, (5) jasmaniah-kinestetik, (6) inter-personal, (7) intrapersonal, dan
(8) naturalistik.
Selanjutnya, Walter McKenzie (2005) dalam bukunya Multiple Intelligences and
Instructional Technology, telah memasukkan kecerdasan eksistensial sebagai salah satu bagian dari
kecerdasan jamak. Bahkan McKanzie telah merumuskanberbagai strategi, media, dan teknologi yang
dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan eksistensial tersebut. Mike Fleetham (2006)
juga dalam bukunya Multiple inteiligences in Practice: enhancing self-esteem and learning in the
classroom merumuskan berbagai instrumen, aktivitas pembelajaran, dan profesi yang mungkin dapat
dicapai bagi mereka yang memiliki kecerdasan eksistensial yang tinggi.
McKenzie (2005) menggunakan roda domain kecerdasan jamak untuk memvisualisasikan
hubungan tidak tetap antara berbagai kecerdasan, yang dikelompok kan kedalam tiga wilayah yaitu
interaktif, analitik, dan Introspektif.

Domain interaktif terdiri atas kecerdasan verbal, interpersonal, dan kinestetik. Domain
analitik terdiri dari kecerdasan music, logis, dan kecerdasan naturalistik, dan domain introspektif terdiri
atas kecerdasan eksistensial, intrapersonal, dan visual
3. Percobaan Kohler tentang Intelijensi
Dalam penyelidikannya terhadap intelijensi, Kohler mengadakan eksperimen-eksperimen
dengan hewan. Seekor sinpanse (semacam beruk yang besar) yang dikurung di dalam sebuh kandang. Di
luarkandang diletakan sebuah pisang yang tidak terjangkau oleh binatang itu, di dalam kandang terdapat
sebatang kongkat, terlihat oleh Kohler sinpansi tersebut berusaha menjangkau pisang itu dengan
tangannya namun tidak sampai, sampai pada akhirnya simpanse tersebut mampu menjangkau pisang
dengan menggunakan tongkat yang ada di dalam kandang tersebut.
Dari percoban-percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada kerja (Simpanse) telah terdapat permulaan alat (tongkat dan peti) bedanya dengan
manusia alat tersebut tidak disempurnakan, tidak disimpan, dan tidak mencari-cari.
b. Manusia dapat menemukan alat, dan bagi manusia tiap-tiap alat dapat diubah-ubah fungsinya.
c. Beberapa hewan (hewan tertentu dapat menanggapai sesuatu.
d. Antara intelijensi manusia dengan hewan terdapat perbedaan yang mendasar terutama dan
terpenting, manusia dapat bantuan bahasa yang dapat dikembangkannya

ISSN 1693-2617

LPPM UMSB

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelijensi


Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelijensi yaitu:
a. Pembawaan
b. Kematangan
c. Pembentukan (seperti kegiatan-kegiatan pembelajaran di sekolah)
d. Minat dan pembawaan yang khas
e. Kebebasan (manusia memiliki metode-metode yang dapat ditentukannya)
5. Tes Intelijensi
Dapatkah kecerdasan/intelijensi (IQ) itu di ukur?, bagaimanakah kita dapat menentukkan seseorang itu
cerdas atau tidak?, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan tes yang disebut
tes intlijensi.
Orang pertama yang menenukan tes intelijensi ini adalah seorang dokter berkebangksaan Prancis, Alfred
Biner dan pembantunya Simon. Sehingga tesnya terkenal dengan tes Biner-Simon yang diumumkan
antara tahun 1908-1911 yang diberi nama Chelle matrique de linterligence, atau Skala pengukuran
intelijensi. Tes Biner-simon tediri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompokkelompokkan berdasarkan umur (untuk anak-anak 3 -15 tahun).
Seperti:
Mengulang kalimat-kalimat yang pendek dan panjang
Mengulang deretan angka-angka
Memperbandingkan berat timbangan
Menceriterakan isi gambar-gambar
Menyebutkan nama masing-masing warna
Menyebut nama-nama mata uang
B.

Bakat
Bakat (aptitude) dari peserta didik perlu dan penting dikenali oleh pendidik sedini mungkin,
sebab seseorang akan lebih berhasil kalau dia belajar dalam lapangan yang sesuai dengan bakatnya,
demikian pula dalam lapangan kerja, seseorang akan lebih berhasil kalau dia bekerja dalam lapangan
yang sesuai dengan bakatnya.
Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan
dan dilatih lebih lanjut. Terkait dengan bakat, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para
ilmuwan, diantaranya adalah :
a. William B. Michael (dalam Sumadi Suryabrata, 2010) menyatakan bakat adalah:
An aptitude may be defined as a person's capacity or hypothetical potential, for acquisition of a
certain more or less weeldefined pattern of behavior involved in the performance of a task respect to
which the individual has had little or no previous training.
Mengacu kepada pernyataan Michael tersebut, maka bakat itu adalah kemampuan individu untuk
melakukan suatu tugas, yang sedikit sekali tergantung pada latihan.
b. Bingham sebagaimana dikutip Sumadi Suryabrata (2010) menyatakan bakat sebagai berikut :
Aptitude ... as a condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an individuals ability
to acquire with training some (usuallyapecified) knowledge, skill, or set of responses such as the
ability to speak a language, to produce music, etc.
Dengan demikian Bingham menitikberatkan bakat pada segi apa yang dapat dilakukan oleh individu
setelah mendapatkan latihan.
c. Guilford (dalam Surnadi Snryabrata, 2010) menyatakan bahwa ;
"... Aptitude pertains to abilities to perform. There are actually as many abilities as there are actions
to be performed, hence traits of this kind are very numerous".
Jadi Guilford menyatakan bahwa bakat mencakup tiga dimensi psikologis, yaitu : (1) dimensi
perceptual, (2) dimensi psiko-motor, dan (3) dimensi intelektual. Setiap dimensi mengandung faktorfaktor psikologis yang lebih khusus lagi, misalnya faktor memori, reasoning, dan sebagainya. Variasi
bakat timbul karena variasi dalam kombinasi, korelasi dan intensitas faktor-faktor tersebut.

ISSN 1693-2617

LPPM UMSB

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

Terdapat dua jenis bakat, yaitu: bakat umum apabila kemampuan yang berupa potensi itu
bersifat umum, misalnya bakat intelektual umum, sedangkan bakat khusus apabila kemampuan yang
berupa potensi itu bersifat khusus, misalnya bakat akademik, bakat kinestetik, bakat seni, atau bakat
sosial.
C. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara yang digunakan seseorang dalam menggunakan kemampuannya.
Terdapat dua dikotomi gaya belajar dan berpikir, yaitu: (1) gaya implusif/reflektif, disebut juga sebagai
tempo konseptual, yakni kecenderungan seseorang untuk bereaksi cepat (implusifl. atau rnenggunakan
banyak waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi jawabannya (refleltif), (2) gaya
mendalam/dangkal adalah sejauh mana murid mempelajari materi pelajaran dengan suatu cara yang
membantu mereka memahami makna materi (gaya mendalam), atau sekedar mencari apa-apa yang perlu
dipelajari (gaya dangkal).
Siswa juga memiliki perbedaan gaya belajar. Berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan
yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka gaya belajar
individu dibagi dalam tiga tipe gaya belajar yaitu: (1) gaya belajar visual (melalui penglihatan), (2) gaya
belajar auditif (melalui pendengaran), dan (3) gaya belajar kinestetik (melalui aktivitas tangan).
Sementara itu berdasarkan kemampuan mental, gaya belajar dapat dikategorikan rnenjadi empat bagian,
yaitu: (1) gaya belajar konkret-sekuensial, (2) gaya belajar abstrak-sekuensial, (3) gaya belajar konkretacak, dan (4) gaya belajar abstrak-acak.
Implikasinya dalam pembelajaran guru dapat menerapkan teknik dan model pembelajaran yang
bervariasi yang dapat mengakomodir semua gaya belajar siswa
tersebut secara bergantian, karena tidak ada suatu metode, strategi, ataupun model pembelajaran yang
paling baik, semuanya tergantung pada karakteristik materi pelajaran dan karekteristik peserta didik.
D.

Kepribadian
Kepribadian (personalities) adalah pemikiran, emosi, dan perilaku khas yang dipakai
seseorang untuk beradaptasi dengan dunianya. Berdasarkan aspek biologis, kepribadian dibagi menjadi
empat kelompok besar, yaitu: (1) sanguinis, adalah orang yang gembira, yang senang hatinya, mudah
untuk membuat orang tertawa, dan bisa memberi semangat pada orang lain, tetapi kelemahannya adalah
dia cenderung impulsive, yaitu orang yang bertindak sesuai emosi atau keinginannya, (2) plegmatik,
adalah orang yang cenderung tenang, diari luar cenderung tidak beremosi, tidak menampakkan perasaan
sedih atau senang. Orang ini memang cenderung bisa menguasai dirinya dengan cukup baik, ia
introspektif sekali, memikirkan ke dalam, bisa melihat, menatap dan memikirkan masalah-masalah yang
terjadi di sekitarnya. Kelemahan orang plegmatik adalah ia cenderung mengambil mudahnya, tidak mau
susah, sehingga suka mengambil jalan pintas yang paling mudah dan gampang, (3) melankolis, adalah
orang yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, yang paling sempurna dan dia memang adalah
seseorang yang mengerti estetika keindahan hidup ini. Kelemahan orang melankolis, ia mudah sekali
dikuasai oleh perasaan dan cukup sering perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan
murung, (4) koleris, adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah
seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa
melaksanakan tugas dengan setia dan akan bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya.
Kelemahan orang yang berciri koleris adaiah kurangnya kemampuan untuk bisa merasakan perasaan
orang iain (empati), belas kasihannya terhadap penderitaan orang lain juga agak minim, karena
perasaannya kurang bermain.
Selanjutnya dalam referensi psikologi juga ditemukan pengklasifikasian kepribadian ke dalam
tujuh tipe berikut ini yaitu: (1) tipe ambisius, (2) tipe tenang, (3) tipe pencemas, (4) tipe tidak ambil
peduli, (5) tipe pencuriga, (6) tipe tergantung, dan (7) tipe formal.
Adapun faktor utama yang mempengaruhi kepribadian, yaitu: (1) keterbukaan (openness), (2)
stabilitas emosional (conscientiousness), (3) ektraversi (extraversion), (4) kepatuhan (agreeabIeness),
dan (5) kepekaan nurani (neuroticism).
E. Temperamen
Tempramen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan.
Menurut Allport (dikutip oleh Hall, Lindzey & Campbell, 1998), temperamen adalah disposisi perilaku
individu yang berkaitan erat dengan determinan biologis atau fisiologis. Oleh sebab itu temperamen
sedikit sekali mengalami modifikasi di dalam perkembangan. Dalam hal ini peranan faktor keturunan
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
5

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

pada temperamen lebih besar dari pada peranan faktor keturunan pada aspek-aspek kepribadian yang
lain.
Selanjutnya menurut Chaplin (1995) temperamen adalah disposisi reaktif
seseorang. Pengertian disposisi dalam hal ini adalah totalitas terorganisir dari kecenderungankecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara
tertentu. Selain itu disposisi dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang realitif terusmenerus atau menerangkan kualitas yang menetap dan konsekuen dari tingkah laku. Dalam kaitan
dengan watak, G. Ewald lebih melihat temperamen sebagai yang tetap seumur hidup, yang tak
mengalami perkembangan, karena temperamen
bergantung pada konstelasi hormon-hormon, sedangkan konstelasi hormon-hormon
itu tetap selama hidup. Sebaliknya watak, walaupun pada dasarnya telah ada tetapi masih mengalami
pertumbuhan atau perkembangan. Watak sangat bergantung pada faktor-faktor eksogen (lingkungan
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya). Terdapat tiga tipe tempramen, yaitu: (1) anak mudah (easy
child), biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru, (2) anak sulit (dfficult child), cenderung beraksi negatif, cenderung agresif, lamban
dalam menerima pengalaman baru, dan (3) anak lambat bersikap hangat (slow-to-warm-up child),
biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas
mood yang rendah.
F. Implikasi Perbedaan Individu Terhadap Pembelajaran.
Berhubung para siswa memiliki perbedaan individu baik perbedaan intelejensi, bakat, gaya
belajar, kepribadian, dan perbedaan tempramen, maka guru harus mampu melaksanakan pembelajaran
dengan mempertimbangkan perbedaan individu/kelompok, yakni dengan cara: (1) memvariasikan waktu
yang dibutuhkan setiap anak, (2) memvariasikan perhatian, (3) memanfaatkan orang-orang, dan (4)
memvariasikan metode pengajaran.
PROSES PERKEMBANGAN KOGNITIF
Sebelum berbicara tentang proses dan segala hal tentang perkembangan kognitif pada anak,
perlu kiranya memahami apa yang dimaksud dengan kognitif tersebut. Kognitif adalah salah satu ranah
dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari
tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan
bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh
orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada
aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus
yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik
misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus
memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu? Jean
Piaget pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia
kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan organisasi dapat
dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri
menjadi sistem - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap
organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Piaget yakin bahwa kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi
adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
A.

Teori Perkembangan Kognitif


Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami
dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget perkembangan
kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau
kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
6

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan
dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya.
Tahap tahap Perkembangan kognitif pada anak menurut Piaget membagi perkembangan
kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia:
1. Periode sensorimotor (usia 02 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat
bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi
penting dalam enam sub-tahapan :
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai
duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi
objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan
belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
f.
Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.
2. Periode praoperasional (usia 27 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan
semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat
walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan
muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata
dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di
permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami
tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan,
kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang
sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki
perasaan.
3. Periode operasional konkrit (usia 711 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Prosesproses penting selama tahapan operasional konkrit adalah : Pengurutankemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling
kecil. Klasifikasikemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
7

MENARA Ilmu

4.

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

berperasaan). Decenteringanak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu


permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap
cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibilityanak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasimemahami bahwa
kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrismekemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu
baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu
sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi
abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak
mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit

ANALISIS
Allah SWT. telah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna, setiap anak yang dilahirkan
berada dalam keadaan fitrah, yang dapat diartikan bahwa setiap anak telah memiliki potensi-potensi
dasar yang siap untuk dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Disisi lain manusia
dikenal sebagai makhluk yang unik, artinya setiap manusia memiliki perbedaan-perbedaan satu sama
lainnya dalam segala hal, seperti inteligensi, bakat, minat, kepribadian, temprament, gaya belajar, dan
sebagainya.
Tujuan pendidikan adalah bagaimana potensi-potensi dasar tersebut dapat dikembangkan secara
optimal sehingga manusia tersebut dapat hidup dengan baik baik dapat hidup bersama sebagai makhluk
sosial, mampu bersosialisasi satu sama lainnya, mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya serta
mampu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya. Untuk dapat terwujudnya tujuan
tersebut tentunya pembelajaran benar-benar dikelola dengan baik
Perbedaan individu (students differences) tentunya berdampak terhadap proses pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru di kelas. Pembelajaran tentunya mesti mempertimbangkan kondisi-kondisi
heterogen siswa dalam kelas. Amatlah penting bagi guru memahami perbedaan-perbedaan individu
tersebut, sehingga guru dapat menyusun dengan tepat subuah strategi dalam pembelajarannnya. Jika
kondisi-kondisi atau perbedaan-perbedaan individu tersebut tidak diperhatikan, tentunya sulit bagi guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Disisi lain seorang guru juga mesti memahimi bagaimana proses perkembangan kognitif pada
anak. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa ada empat periode dalam perkembangan kognitif
pada anak yaitu: Periode sensorimotor (usia 02 tahun), Periode praoperasional (usia 27 tahun),
Periode operasional konkrit (usia 711 tahun), dan Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai
dewasa). Preriode-periode tersebut umum terjadi pada setiap anak, sehingga kondisi tersebut mestilah
dipertimbangkan oleh guru.
Dengan memahami kondisi-kondisi siswa tersebut diharapkan dapat memberikan dasar dalam
menetapkan strategi pembelajaran yang didesain oleh guru, menghadirkan pengalaman-pengalaman
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
8

MENARA Ilmu

Vol. IX Jilid 1 No.56 Maret 2015

belajar yang bermanfaat bagi perkembangan siswa, juga diharapkan mempermudah siswa dalam
membentuk pengetahuannya.
Kaum konstruktivis berasumsi bahwa terbentuknya pengetahuan dikepala seorang anak apabila
anak itu sendiri secara aktif yang membangun pengetahuannya melalui pengalaman-pengalaman yang
bermakna sedikit demi sedikit. Pandapat ini berasumsi bahwa pengetahuan itu tidak bisa ditransfer oleh
guru secara langsung, karena pengtahuan hanya bisa dibentuk oleh anak itu sendiri. Untuk itu tugas guru
adalah memfasilitasi, menghadirkan pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna bagi sisiwa
sehingga sulit untuk dilupankan oleh siswa.
Berhubung para siswa memiliki perbedaan individu baik perbedaan intelejensi, bakat, gaya
belajar, kepribadian, dan perbedaan tempramen, maka guru harus mampu melaksanakan pembelajaran
dengan mempertimbangkan perbedaan individu/kelompok, yakni dengan cara: (1) memvariasikan waktu
yang dibutuhkan setiap anak, (2) memvariasikan perhatian, (3) memanfaatkan orang-orang, dan (4)
memvariasikan metode pengajaran.
KESIMPULAN
Peserta didik sebagai individu pada hakikatnya merupakan pribadi yang unik, karena setiap
peserta didik memiliki intelegensi, bakat, gaya belajar, kepribadian dan temperamennya masing-masing.
Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi seorang pendidik untuk mengenali, dan memahami
perbedaan individu dari peserta didik, sehingga ia dapat mengambil langkah dan cara terbaik dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun perbedaan individual yang dimiliki peserta didik adalah
sebagai berikut: (1) intelegensi; (2) bakat (3) gaya belajar (4) kepribadian dan (5) temperamen. Ada
empat periode dalam perkembangan kognitif pada anak yaitu: Periode sensorimotor (usia 02 tahun),
Periode praoperasional (usia 27 tahun), Periode operasional konkrit (usia 711 tahun), dan Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Periode-periode tersebut senantiasa berlaku pada
setiap anak dalam perkembangannya Dengan perbedaan individu dan perkembangan kognitif pada anak,
maka mengisyaratkan kepada guru untuk menghadirkan pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai
dengan perbedaan-perbedaan individu siswa serta perkembangan kognitifnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bringueir. 1980. Conversation with Jean Piaget. Chicago: University of Chicago.
Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology, Active Learning Edition. Bagian Pertama, Edisi
Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Eggen, Paul, dan Kauchack, Don. 2007. Educational Psychology seventh edition : Windows on
Classroom. international Edition : New jersey.
Sujiono, dan Yuliani. 2007. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Bahan Ajar. Universitas Negeri
Jakarta, 2007.
Santrock, W, John. 2003. Life-Span Development. McGraw-Hill.
Hurlock, B., Elizabeth. Child Development Sixth Edition. Ab., Meitasai Tjandrasa & Muslichah
Zarkasih, 2000. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sunarto dan Hartono, Agung. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Jamaris, Martini. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Penamas Murni.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/02/perkembangan-sosioemosional/
Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo

ISSN 1693-2617

LPPM UMSB

Anda mungkin juga menyukai