ABSTRAK
Penelitian tentang pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zae mays L.) yang
ditumpangsarikan dengan kedelai (Glycine max L.) telah dilakukan dilahan kering di
jorong Batu Hampar Nagari Kampung Tangah Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten
Agam mulai bulan Juni sampai September 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
dan mempelajari pertumbuhan dan hasil tanaman jagung dan kedelai secara tumpang sari.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4 perlakuan dan 4
kelompok. Perlakuan yang dilakukan adalah: Jagung tanpa tumpangsari (MJ), Kedelai
tanpa tumpangsari (MK), tumpangsari jagung kedelai waktu tanam sama (TS1) dan
Jagung tumpangsari kedelai waktu tanam beda 2 minggu (TS2). Hasil percobaan ini
memberikan pengaruh nyata terhadap berat tongkol tanpa kelobot tanaman jagung, Hasil
tanaman jagung per plot dan per ha, tinggi tanaman kedelai, berat 100 biji kering tanaman
kedelai, Hasil per plot dan per ha tanaman kedelai. Berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman jagung dan total luas daun jagung. Pola tanam tumpangsari jagung dengan
kedelai waktu tanam sama menghasilkan NKL terbaik yaitu 1.15.
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu
tanaman pangan yang memiliki peranan
strategis dan bernilai ekonomis serta
mempunyai
peluang
untuk
dikembangkan. Jagung sebagai sumber
utama karbohidrat dan protein setelah
beras, disamping itu jagung juga
berperan sebagai bahan baku industri
pangan, industri pakan, dan bahan bakar
(Siregar, 2009).
Produksi jagung nasional untuk
tahun 2009-2014 dengan rata-rata
peningkatan produksi sebesar 2.5 juta
ton/tahun. Produksi jagung nasional
tahun 2011 sebesar 17.64 juta ton
pipilan kering atau turun sebanyak
684,39 ribu ton dibandingkan tahun
2010 yaitu sebesar 16.95 juta ton.
Penurunan produksi jagung nasional
terjadi di Jawa, sedangkan produksi
jagung Sumatera Barat meningkat dari
tahun 2010
sebanyak 354.262 ton
menjadi 471.849 ton (Anonim, 2012).
Tanaman jagung umumnya
ditanam monokultur, namun dalam
upaya
intensifikasi
lahan
dapat
ditumpangsarikan
dengan
kedelai.
Intensifikasi
adalah usaha untuk
mengoptimalkan lahan pertanian yang
ada (Ahira, 2011). Ekstensifikasi
peluangnya kecil karena terbatasnya
lahan pertanian produktif. Intensifikasi
merupakan pilihan yang perlu terus
dikembangkan, yang pelaksanaannya
dapat diwujudkan antara lain dalam
bentuk sistem tanam tumpangsari.
Warsana (2009) menyatakan, sistem
tanam tumpangsari adalah salah satu
usaha sistem tanam dimana terdapat dua
atau lebih jenis tanaman yang berbeda
ditanam secara bersamaan dalam waktu
relatif sama atau berbeda dengan
penanaman berselangseling dan jarak
tanam teratur pada sebidang tanah yang
sama.
Pola
sistem
tumpangsari
mengakibatkan terjadi kompetisi secara
intraspesifik
dan
interspesifik.
Kompetisi dapat berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan dan produksi
Penyiraman
Setelah
benih
ditanam,
dilakukan penyiraman satu kali sehari ,
kecuali bila tanah telah lembab (hujan),
penyiraman sampai 1 minggu sebelum
berbunga.
9.
Pengendalian
penyakit
hama
dan
E.
Pengamatan
Tabel 1 : Nilai konstanta dari jumlah daun dan pada daun ke-i yang diukur
Jumlah/daun ke
Nilai konstanta
8/5
4,1844
9/5
5,0390
10/6
5,4416
11/7
6,3911
12/7
6,7134
13/8
6,7892
14/9
7,1199
15/9
7,7282
Sumber
:
Dartius
(1986).
5. Tinggi Tanaman Kedelai (cm)
3. Berat tongkol tanpa kelobot (g)
Pengamatan terhadap berat
tongkol tanpa kelobot dihitung pada
saat panen
4. Berat pipilan kering /plot dan / ha.
Setelah biji jagung dijemur
sampai diperoleh kadar air sekitar 14%,
dilakukan penimbangan berat biji
pipilan kering untuk setiap 4 tanaman
sampel/plot. Hasil pipilan kering dalam
ukuran plot dikonversikan ke dalam luas
lahan 1 hektar dengan rumus:
Luas ha (10000 m2)
Y=
Luas plot ( 3.75 m2 )
per plot.
hasil
10
Yjk
= Produksi jagung
tumpangsari dengan kedelai
Yjj
Ykj
= Produksi kedelai
tumpangsari dengan Jagung
Ykk
secara
secara
Keterangan:
Tabel 2. Tinggi tanaman jagung dan kedelai pada pola tanam tumpangsari.
Tinggi Tanaman Jagung
Pola Tanam
(cm)
=
MJ
TS1
TS2
188,1
184,7
174,6
KK = 3.93
Pola Tanam
MK
TS1
TS2
KK = 3.75
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DMRT
taraf 5 %.
Tabel
2.
Memperlihatkan
tumpangsari jagung dengan kedelai
tidak berpengaruh terhadap tinggi
tanaman jagung. Tinggi tanaman jagung
pola tanam monokultur (MJ) mencapai
188,1 cm, TS1= 174,6 cm dan TS2
184,7 cm. Tidak berpengaruhnya pola
tanam terhadap tinggi tanaman jagung
karena tanaman jagung tinggi dari
tanaman kedelai sehingga tidak ada
halangan
cahaya
untuk
sampai
ketanaman jagung. Cahaya sangat
dibutuhkan dalam proses fotosintesis
sebagaimana yang disampaikan oleh
(Dwidjoseputro, 2004) bahwa tanaman
butuh cahaya yang lebih banyak untuk
11
Gambar 1.
12
Gambar 2.
Perbedaan Tinggi Tanaman Kedelai
Pada
Gambar
2
dapat
dengan kedelai dengan waktu tanam
ditunjukkan perbedaan tinggi tanaman
yang bersamaan.
kedelai, angka 1 menunjukkan tanaman
B. Total Luas Daun Jagung
kedelai yang lebih tinggi pada perlakuan
Nilai total luas daun tanaman
pola tanam tumpangsari jagung dengan
jagung dengan perlakuan pola tanam
kedelai yang berbeda waktu tanam
tumpang sari tanaman jagung dan
selama 2 minggu, angka 2 menunjukkan
kedelai tidak ditentukan oleh perlakuan
tinggi tanaman kedelai pada perlakuan
pola tanam tumpangsari jagung dan
pola tanam tumpangsari tanaman jagung
kedelai, data rata-rata luas daun tanaman
jagung pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas daun tanaman jagung pada pola tanam tumpangsari dengan kedelai.
Pola Tanam
MJ
TS1
TS2
6280.19
5502.07
6030.92
KK = 15.61
Angka-angka pada lajur total luas daun berbeda tidak nyata menurut uji F taraf 5 %.
Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa rata-rata
total luas daun tanaman jagung tidak
berbeda secara statistik baik pada
perlakuan secara monokultur ataupun
perlakuan dengan sistem tumpang sari,
seiring dengan nilai tinggi tanaman, hal
ini disebabkan karena persaingan yang
terjadi tidak terlalu besar antara tanaman
jagung ataupun tanaman jagung dengan
tanaman kedelai.
Luas daun tanaman akan
berkaitan dengan kemampuan tanaman
dalam menyerap cahaya matahari untuk
melakukan
aktifitas
fotosintesis
tanaman, semakin luas daun maka
13
KK = 7.81
Angka-angka pada lajur berat tongkol tanpa kelobot diikuti oleh huruf yang sama berbeda
tidak nyata menurut uji DMRT taraf 5 %.
Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa
pola tanam monokultur tanaman jagung
memperlihatkan nilai berat tongkol
tanpa kelobot lebih tinggi daripada pola
tanam tumpang sari jagung dengan
kedelai, baik dalam rentang waktu
tanam yang sama ataupun dalam rentang
waktu tanam kedelai 2 minggu setelah
tanam jagung, hal ini menunjukkan
bahwa persaingan antara tanaman
jagung dan kedelai lebih berpengaruh
jika dibandingkan dengan persaingan
antara tanaman jagung. Peningkatan
berat tongkol berhubungan erat dengan
besar fotosintat yang dialirkan ke bagian
tongkol, apabila transport fotosintat
kebagian tongkol tinggi maka semakin
besar tongkol yang dihasilkan. Dalam
hal ini yang berperan menentukan hasil
tanaman adalah hasil fotosintat yang
terdapat pada daun. Batang yang di
transfer saat pengisian biji ( Falah,
2009). Berat tongkol tanpa kelobot
dihitung berdasarkan berat bersih
masing-masing tongkol tanaman jagung
sebelum pemisahan tongkol dengan biji
tanaman.
14
KK = 5.18
Angka-angka pada lajur berat 100 biji diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata
menurut DMRT taraf 5 %.
Jika
dibandingkan
dengan
deskripsi tanaman kedelai, berat 100 biji
varietas anjasmoro dapat mencapai 12
gram, sedangkan hasil yang didapatkan
pada pola monokultur hanya mencapai
8.4 gram lebih rendah dari deskripsi
tanaman, hal ini diduga karena
ketersedian hara yang belum mencukupi
untuk kebutuhan tanaman kedelai,
tanaman kedelai merupakan tanaman
bersimbiosis dengan bakteri rizobium
dalam memenuhi kebutuhan hara,
berkemungkinan bakteri yang terdapat
didalam tanah tersedia dalam jumlah
sedikit sehingga ketersediaan hara bagi
kedelai juga sedikit dan mengurangi
pertumbuhan tinggi tanaman kedelai
yang ditanam secara monokultur.
Tingginya nilai berat 100 biji
tanaman kedelai yang ditanam secara
monokultur
dibandingkan
dengan
tanaman
kedelai
dengan
pola
tumpangsari
disebakan
karena
persaingan antara tanaman kedelai
dalam
mendapatkan
faktor-faktor
tumbuh seperti hara, cahaya ataupun
ruang tumbuh tidak telalu tinggi,
sedangkan pada pola tanam tumpangsari
dengan luas lahan yang relatif sama
terjadi persaingan yang signifikan akibat
15
Berat
pipilan
jagung
berhubungan dengan hasil panen bersih
biji tanaman jagung, berat pipilan
tanaman jagung per plot ataupun per
hektar dipengaruhi oleh perlakuan pola
tanam tumpang sari tanaman jagung
dengan kedelai (lampiran 6d dan 6e),
data berat pipilan per plot dan per hektar
tersaji pada Tabel 7.
Tabel 6. Hasil pipilan jagung dan kedelai pada pola tanam tumpangsari.
Hasil jagung
Hasil kedelai
Pola Tanam
Kg/plot
t/ha
Kg/plot
t/ha
MK
4.26 a
11.23
0.35 a
0.93
TS1
3.69 b
9.70
0.10 b
0.27
TS2
3.30 b
8.69
0.09 b
0.23
KK = 8.32
KK = 8.32
Angka-angka pada lajur hasil per plot diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata
menurut DMRT taraf 5 %.
Sesuai
dengan
deskripsi
tanaman potensi pipilan kering yang
dihasilkan mencapi 10 ton/ha, namun
hasil pipilan kering yang didapatkan
melebihi deskripsi yang ada yaitu
mencapai 11.23 ton/ha, hal ini disebakan
karena kondisi tanah yang cukup hara
dan lingkungan yang sesuai bagi
tanaman jagung sehingga hara tersebut
dapat diserap dengan sempurna tanpa
adanya gangguan komptetisi dari
tanaman yang lain. Sebaliknya pada
tanaman jagung yang ditumpangsarikan
dengan tanaman kedelai mennjukkan
hasil yang sedikit lebih rendah dari
deskripsi tanaman, hal ini dipengaruhi
oleh kompetisi tanaman.
Pada tanaman kedelai, hasil
tanaman kedelai pada pola tanam
monokultur lebih rendah dari deskripsi
tanaman seharusnya yaitu 0.93 ton/ha.
Potensi hasil seharusnya dapat mencapai
1.68 ton/ha, rendahnya hasil tanaman ini
diduga karena serapan hara yang kurang
maksimal pada tanaman kedelai hal ini
seiring dengan pengamatan tinggi
16
Kompetisi
terjadi
apabila
tanaman mencapai tingkat pertumbuhan
tertentu dan akan semakin keras dengan
pertambahan ukuran tanaman dengan
umur. Kemampuan suatu tanaman
dipengaruhi oleh kemampuan suatu
organ yang melakukan kompetisi. Daun
dan akar merupakan bagian yang
berperan aktif dalam kompetisi. Daun
yang memiliki luas permukaan lebar,
daun yang banyak, lebar, dan tersebar di
seluruh
tubuh
tanaman
akan
meningkatkan kompetisi, akibatnya
kompetisi tanaman pun tinggi sehingga
dapat menurunkan hasil tanaman
(Indayani et al. ,2000).
Jumlah pertanaman per satuan
luas merupakan faktor penting untuk
mendapatkan
hasil
yang
tinggi.
Pengaruh jarak tanaman yang lebar
dapat menaikakan hasil tiap tanaman.
Sebaliknya
jarak
yang
sempit
mengakbatkan persaingan pemanfaatan
cahaya, air, unsur hara dan faktor
tumbuh lainnya diantara tanaman yang
tumbuh berdekatan Sarjiyah (2002).
Syarif(2004) menyatakan bahwa
dalam menyusun sistem tumpangsari
perlu memperhatikan kepekaan tanaman
terhadap persaingan selama daur
hidupnya. Banyak tanaman pada periode
tertentu jelas sangat sensitif dan
cekaman
pada
periode
tersebut
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil.
Agar persaingan antara jenis tanaman
sekecil mungkin, maka perlu diatur agar
permintaan sumber daya pertumbuhan
tertinggi untuk masing-masing jenis
tanaman tidak terjadi pada waktu yang
bersamaan.
Hasil tanaman berkaitan dengan
efektifitas serapan hara tanaman serta
kegiatan fotosintesis tanaman, apabila
salah satu hal diatas terganggu baik
akibat persaingan ataupun kekurangan
hara maka sangat memungkinkan
terjadinya penurunan hasil tanaman
tersebut (Supriyatman, 2001)
Tanaman kedelai yang ternaungi
mengakibatkan berat biji hasil tanaman
tersebut
menjadi
sedikit
karena
kurangnya fotosintat yang dihasilkan
oleh tanaman terganggunya aktifitas
17
Tabel 7. NKL pada pola tanam tumpangsari tanaman jagung dengan kedelai.
Pola Tanam
Hasil jagung
t/ha
Hasil kedelai
t/ha
0.93
Xi
Yi
1.00
MJ
TS1
0.27
TS2
MK
NKL
Xj
Yj
-
0.29
9.70
0.86
1.15
0.23
0.24
8.69
0.77
1.01
11.23
1.00
1.009
1.00
18
Pengaruh
terhadap
19
Meifrina. Widiwurjani, W. H.
Nugroho, B. Guritno. 2000,
Kompetisi Tanaman Bawang
Daun (Allium fistulosum) dan
Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt) Pada Sistim
Tumpangsari
Akibat
Pengaturan
Penanaman.
Fakultas Pertanian, Unibraw
20
21