Anda di halaman 1dari 24

Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup .............................................................................................1
1.3 Tujuan & Manfaat .........................................................................................1
Bab II. Isi
2.1 Dasar Hukum Pengusahaan Migas ..............................................................2
2.2 Aktivitas Migas di Sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi) ................................3
2.3 Skema Penunjukan / Pemilihan Blok Migas .................................................5
2.4 Perjalanan Undang Undang Migas ...........................................................6
2.5 Perjalanan Perjanjian / Kontrak Bagi Hasil ...................................................8
2.6 Tantangan UU No. 22 Thn. 2001 ................................................................18
2.7 Mengawal Revisi Undang Undang Migas Menuju Lahirnya UU Migas Yang
Konstitusional ............................................................................................ 20

Lampiran

Gb. 1. Skema Tahap Eksplorasi ................................................................................. 4


Gb. 2. Skema Tahap Produksi .................................................................................. 4
Gb. 3. Skema Alur Direct Offer Tender ..................................................................... 5
Gb. 4. Grafik Resiko Investasi Migas ........................................................................ 6
Gb. 5. Skema Alur KBH I ........................................................................................... 9
Gb. 6. Profil Produksi Migas Indonesia ................................................................... 10
Gb. 7. Skema Alur KBH II ........................................................................................ 12
Gb. 8. Skema Alur KBH III ....................................................................................... 14
Gb. 9. Skema Alur UU No. 2 / 2001 ........................................................................ 15
Gb. 10. Tabel Perbedaan UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001 ...................... 16
Gb. 11. Tabel Perbedaan Skema ALur Undang Undang No. 8 Thn. 1971 dgn UU No.
2 / 2001 ................................................................................................................... 17
Gb. 12. Tabel Issue dan Rekomendasi UU No. 22 Thn. 2001 ................................ 18
Gb. 13. Penyederhanaan Ijin Migas ....................................................................... 19

Bab 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perjalanan tata kelola migas di Indonesia pasca konsesi hasil dari penjajahan

adalah sekitar tahun 1960. Dalam perkembangannya, undang undang tata kelola
migas mengalami perubahan perubahan mengikuti perkembangan kondisi dan
gejolak dalam dan luar negeri. Penulis mencoba membahas perubahan perubahan
dan perkembangan undang undang tata kelola migas tersebut.
1.2

Ruang Lingkup
Makalah ini akan mencakup perjalanan undang undang tata kelola migas dari

beberapa periode waktu dan tantangan yang dihadapi di masa globalisasi pada saat ini.
1.3

Tujuan Dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas yang diberikan
2. Penulis mencoba untuk memahami undang undang tata kelola migas dan
perkembangannya
3. Penulis mencoba untuk berpendapat mengenai undang undang tata kelola
migas, perkembangannya dan tantangan yang dihadapi

1|Page

Bab 2
ISI

2.1

Dasar Hukum Pengusahaan Migas


Dalam pengusahaan dan pengelolaan migas, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan berupa undang undang yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur dan
mengelola, adapun undang undang yang digunakan sebagai berikut :
1.

UUD 1945 Pasal 33


Ayat 2 : tjabang-tjabang produksi jang penting bagi negara dan menguasai
hadjat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
Ayat 3 : bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnya
dikuasai

oleh

negara

dan

dipergunakan

untuk

sebesar-besarnja

kemakmuran rakjat.
2.

UU No.44 1960 Pasal 2


segala bahan galian minjak dan gas bumi jang ada di dalam wilayah hukum
pertambangan indonesia merupakan kekajaan nasional jang dikuasai oleh
negara.

Dari menggunakan dasar undang undang tersebut dapat ditarik kata kunci, yaitu arti
dari Menguasai. Salah satu interpretasidari kata menguasai tersebut adalah
pemerintah atas Negara menguasai semua hak yang terkandung dalam sumber daya
migas, yaitu hak milik (property right mineral right), hak mempergunakan (mining
right), dan hak menjual (economic right).
Dengan melihat arti penting komoditas minyak dan gas, maka pemerintah
mengeluarkan peraturan undang undang yang lebih detail, yaitu :
1.

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang no.44 tahun 1960 tentang


pertambangan migas.

2.

Undang-undang no.8 tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan minyak


dan gas bumi negara (pertamina).

2|Page

3.

Keputusan presiden no.11 tahun 1990 tentang pokok-pokok organisasi


pertamina.

Di

dalamnya

terdapat

Badan

Pembinaan

Pengusahaan

Kontraktor Asing (BPPKA).


4.

Adanya

Undang-Undang

No.22

Tahun

2002

menjadikan

PRP

UU

No.44/1960 dan UU No.8/1971 menjadi tidak berlaku, tetapi peraturan


pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU
No.22/2002 atau belum ada penggantinya (BAB XIV Ketentuan Penutup,
Pasal 66)
2.2

Aktivitas Migas di Sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi)


Pada masa sebelum adanya perundangan migas, masa konsesi, beberapa blok

migas telah dioperasikan oleh pihak asing, yang kemudian menggunakan status
sebagai KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Sehingga perundangan mengatur tata
kelola migas baik yang dikelola oleh pemerintah maupun KKKS asing. Pemerintah akan
memperhatikan langkah langkah aktivitas migas di sektor hulu untuk acuan
penyusunan perundangan dan kebijakan yang berkaitan tentang komoditas migas
nasional. Sehingga didapatkan perundangan dan kebijakan yang dapat menggerakkan
roda komoditas migas dan menjaga nasionalisasi komoditas migas itu sendiri. Adapun
langkah langkah aktivitas eksplorasi dan produksi, antara lain sebagai berikut :
1.

Evaluasi cekungan

2.

Indentifikasi prospek

3.

Pemboran eksplorasi

4.

Rencana pengembangan

5.

Pengembangan dan produksi awal

6.

Evaluasi kembali rencana pengembangan

7.

Pemboran infill dan workovers

8.

Enhanced recovery

9.

Penurunan produksi lapangan

10. Meninggalkan lapangan

3|Page

Khususnya KKKS asing akan memperhatikan kebijakan migas pemerintah untuk dikaji
perihal keekonomiannya. Karena tahap tahap pengusahaan migas sektor hulu masih
mengandung unsur ketidak-pastian. Berikut alur skema kegiatan eksplorasi dan
produksi migas :
A. Tahap Eksplorasi

Gb. 1. Skema Tahap Eksplorasi

B. Tahap Produksi

Gb. 2. Skema Tahap Produksi

4|Page

2.3

Skema Penunjukan / Pemilihan Blok Migas

Karena setiap keputusan yang berkaitan dengan komoditas migas merupakan


hak kepemilikan (property right mineral right), hak mempergunakan (mining right), dan
hak menjual (economic right) dari pemerintah, maka pemerintah akan menggunakan
skema penunjukan / pemilihan blok migas. Adapun skema penunjukan / pemilihan blok
migas dengan ketentuan sebagai berikut :
1.

No Membership / Mailing List

2.

No negotiation

3.

Firm commitment based on activities

4.

Penandatanganan pihak pemerintah adalah badan pelaksana migas / satuan


kerja khusus migas

5.

Mekanisme Penawaran Wilayah Kerja Dapat Melalui Direct Offer Tender


Atau Regular Tender

Skema alur direct offer tender adalah sebagai berikut :

Gb.3. Skema Alur Direct Offer Tender

Adapun blok blok yang ditawarkan meliputi :


1.

Available Blocks : Blok Migas Yang Masih Tersedia

2.

Proposed Blocks : Pengajuan Oleh Perusahaan Yang Berminat

3.

Joint Study : Kajian Bersama Oleh Perusahaan Yang Berminat


5|Page

Gb.4. Grafik Resiko Investasi Migas

2.4

Perjalanan Undang Undang Migas


Perjanjian / kontrak pengusahaan komoditas migas nasional terdiri dari beberapa

jenis, antara lain :


1. Konsesi
2. Kontrak karya (contract of work)
3. Kontrak bagi hasil (production sharing contract)
4. Technical assistance contract
5. Joint operation agreement

6|Page

Pemerintah dalam membuat perjanjian menggunakan beberapa parameter yang


kemudian diterapkan melalui ketentuan ketentuan dalam isi perjanjian tersebut,
antara lain :
1. Masa Berlaku Perjanjian
2. Relinquishment (Pelepasan Blocks)
3. Employment and Training Nationals (ToT)
4. Preferensi penggunaan barang dan jasa produk lokal (TKDN)
5. Pemasaran migas
6. Domestic Market Obligation
7. Kewajiban Pengilangan
8. Investasi Minimum
9. Rencana Kerja
10. Bonus Tunai
11. Jaminan Pelaksanaan
12. Pajak
13. Penyediaan Informasi
14. Perlindungan Lingkungan
15. Abandonment, Pemindahan dan Reklamasi
Perkembangannya pemerintah menggunakan perjanjian / kontrak bagi hasil (production
sharing contract) yang kemudian menjadi salah satu jenis kontrak migas yang terkenal
yang berasal dari Indonesia.

7|Page

2.5

Perjalanan Perjanjian / Kontrak Bagi Hasil


Pemerintah menggunakan kontrak bagi hasil terilhami dari perjanjian adat di

nusantara, yaitu Undang Undang No. 8 Tahun 1971. Isi kandungan penting dalam
undang undang tersebut adalah
Kepada pertamina disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan migas
indonesia, dan diberikan kuasa pertambangan yang batas-batasnya wilayah serta
syarat-syaratnya ditetapkan oleh presiden atas usul menteri
Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk
kontrak production sharing
Dan dalam perkembangannya, kontrak bagi hasil ini mengalami beberapa kali
perubahan mengikuti dinamika migas nasional maupun dunia. Perubahan perubahan
kontrak bagi hasil antara lain sebagai berikut :
2.5.1 Kontrak Bagi Hasil Generasi I (1965 1975)
Kontrak bagi hasil pada masa ini merupakan kontrak bagi hasil pertama setelah
masa konsesi. Adapaun isi kandungan penting terdiri dari :
1. Cost recovery dibatasi maksimum 40% dari revenue
2. Pembagian ETS (equity to be split) : pertamina 65%, kontraktor 35%
3. Kontraktor wajib menyisihkan 25% dari bagiannya untuk pasar domestik
(dmo / domestic market obligation) dan mendapat imbalan sebesar us$ 0.20
per barel.
**DMO adalah kewajiban kontraktor untuk menyisihkan dari bagiannya untuk pasar
domestik, maksimum 25%. DMO mendapat imbalan lebih murah dari harga pasar.
Contoh :
Kebutuhan domestik (ditentukan pemerintah) = 1.000.000 bpd
Produksi = 150.000 bbl
Cost oil = 50.000 bbl
Bagian kontraktor = 26,7857% x 100.000 bbl = 26.786 bbl
DMO = 25% x 26.786 bbl = 10.714 bbl
8|Page

Gb. 5. Skema Alur KBH I

Adapun kejadian kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil generasi I
adalah :

1973 : krisis energi, harga minyak meningkat pesat

Awal 1974 dilakukan amandemen : harga minyak dasar ditentukan us$ 5/bbl di
mana kontraktor mendapat bagian 35%. dari kelebihan kelebihan harga riel
kontraktor mendapat bagian 15%, dan pemerintah 85%.

1975 : IRS (internal revenue service) tidak memberlakukan tax credit kepada
perusahaan yang beroperasi di indonesia

9|Page

Gb. 6. Profil Produksi Migas Indonesia

10 | P a g e

2.5.2 Kontrak Bagi Hasil Generasi II (1976 1988)


Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting
antara lain :
1. Tidak ada batasan cost recovery
2. Kapital didepresiasi 7 tahun secara DDB (Double Declining Balance)
3. Non Kapital Langsung di-recovery
4. ETS : 0,6591 : 0,3409 (minyak); dan 0,3182 : 0,6818 (gas) untuk
pemerintah dan kontraktor
5. Kontraktor membayar pajak pendapatan 45% dan pajak deviden 20%
(terhadap sisanya)
6. Untuk lapangan baru, kontraktor mendapat investment credit 20% dari
kapital, dan pembebasan dmo untuk 5 tahun pertama produksi
**Biaya Non Kapital adalah meliputi

Operation
Labour, material and services daily operations.
Oil and Gas field production facilities operations
Secondary recovery operations
Storage handling transportation and delivery operations
Gas well operations
Gas transportation and delivery operations
Gas processing auxiliaries and utilities, and
Other operating activities incl. Repairs and maintenance

Office, service & General Administration


General services: technical and related services.
Material services
Transportation
Rental of specialized and heavy engineering equipment
Site rentals and other rentals of services and property
Personal expenses
11 | P a g e

Public relations, and Other expenses

Production Drilling
Objective penetrating proven reservoir
Labour, material and services used in well drilling
Delineation well
Redrilling deepening or recompleting wells, and
Access roads leading directly to wells

Exploratory Drilling
Objective finding unproven reservoir
Labor, material and services used in well drilling
Access roads leading directly to wells

Gb. 7. Skema Alur KBH II

12 | P a g e

Adapun kejadian kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil generasi II
adalah :

Kriteria komersialitas lapangan yang menjadi rujukan pertamina adalah bahwa


pemerintah minimum memperoleh 49% dari revenue. hal ini menyulitkan
pengembangan lapangan marginal dan sub-komersial lain.

Pertamina mendefinisikan lapangan marjinal sebagai lapangan yang produksinya


selama 2 tahun pertama sebesar 10.000 barel (15 bpd)

1986 : harga minyak yang jatuh di bawah us$ 10/bbl menyebabkan ets menjadi
kecil atau nol sehingga pemerintah tidak mendapat bagian.

2.5.3 Kontrak Bagi Hasil Generasi III (1988 2000)


Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting
antara lain :
1. Diterapkan ftp (first trenche petroleum) 20%
2. Lapangan baru, harga minyak dmo dinaikkan menjadi 10% dari harga
ekspor.
3. Pemberian investment credit tidak terikat oleh kriteria perolehan
pemerintah minimum 49%
4. Insentif bagi hasil sesudah pajak untuk frontier area (pre-tertiary reservoir
dan kegiatan eor) :
a. s/d 50.000 bpd, pembagian 0,80 : 0,20
b. 50.000 - 150.000 bpd, pembagian 0,85 : 0,15
c. > 150.000 bpd, pembagian 0,90 : 0,10
5. Dan untuk marginal field
a. daerah konvensional, pembagian 0,80 : 0,20
b. daerah frontier, pembagian 0,75 : 0,25

13 | P a g e

**FTP (First Trenche Petroleum) adalah jumlah minyak yang diambil (diamankan) lebih
dahulu sebagai equity to be split (minyak yang akan dibagi) sebelum dikurangi cost
recovery
FTP diterapkan pada kontrak bagi hasil generasi iii untuk menjamin agar pemerintah
memperoleh bagiannya dari hasil lifting seberapapun besar cost recovery

Gb. 8. Skema Alur KBH III

2.5.4 Kontrak Bagi Hasil Era UU No. 22 / 2001 (2001 - Sekarang)


Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting
antara lain :
BAB I (ketentuan umum) pasal 1 ayat 19:
Kontrak kerjasama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja
sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih
menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat

14 | P a g e

Gb. 9. Skema Alur UU No. 2 / 2001

Adapun kejadian kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil pada era ini
adalah :
1. Vonis bp migas yang dimandatkan uu nomor 22 tahun 2001 untuk
mengelola kegiatan hulu migas dinyatakan inkonstitusional
2. Panjangnya ijin birokrasi

Jumlah izin di sektor hulu sejak pra-eksplorasi hingga pasca


eksploitasi mencapai antara lain :
341 jenis izin
17 instansi pemberi izin
6000 dokumen.

Teorinya membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk komersialisasi


cadangan migas, namun realitanya ada yang mencapai 17 tahun

3. Oil crisis; harga crude oil yang mencapai peak 42 usd/bls

moratorium aktivitas migas sektor hulu terutama kegiatan ekplorasi


(seismic & drilling)

4. Tidak menariknya (oil crisis, birokrasi, sosial-politik, dll) penawaran blok


migas bagi investor
5. Defisit produksi migas vs kebutuhan migas nasional
15 | P a g e

2.5.5 Perbedaan antara UU No. 8 Thn.1971 dengan UU No. 21 Thn.2001

Gb. 10. Tabel Perbedaan UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001

Dari tabel diatas terlihat perbedaan yang mendasar perihal regulator dan operator.
Peran Pertamina sebagai regulator pada UU No. 8 Thn 1971 digantikan oleh
pemerintah yang kemudian menunjuk badan pelaksana. Dan peran posisi Pertamina
menjadi operator yang sejajar dengan para operator KKKS lainnya.

16 | P a g e

KBH I (1965 - 1975)

KBH III (1988 - 2000)

KBH II (1976 1988)

No.22 /2001

Gb. 11. Tabel Perbedaan Skema ALur UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001

17 | P a g e

2.6

Tantangan UU No. 22 Thn. 2001

Gb. 12. Tabel Issue dan Rekomendasi UU No. 22 Thn. 2001

Pada tabel diatas dapat diketahui isu isu yang menjadi hambatan untuk perkembangan migas
nasional, antara lain :
A. Ketidak-pastian Hukum Migas
Hal ini terlihat ketika BP (Badan Pelaksana) Migas dibubarkan karena tidak
mempunyai dasar hukum yang menaungi
Sehingga kami berharap agar minimal legalitas BP MIgas dapat segera dibuatkan.
Yang kemudian dapat menjadi citra baik dalam industry migas nasional.
B. Panjangnya Birokrasi Ijin Migas

18 | P a g e

Gb. 13. Penyederhanaan Ijin Migas

Penyederhanaan ijin birokrasi Migas sedang dilakukan dengan memangkas


beberapa ijin dan menjadikan menjadi 1 atap pengurusan melalui BKPM (Badan
Koordinasi Penanaman Modal)
C. Keekonomian
Saat ini masih masa oil crisis (harga minyak mentah mencapai titik terendah, $ 42 /
bls), sehingga para investor menkaji seluruh aktivitas hulu mereka. Diharapkan agar
pemerintah dapat memberikan insentive agar para investor mendapat titik
keekonomian ketika melakukan aktivitas migas, terutama aktivitas hulu migas
(eksplorasi).
Kemudian, diharapkan agar pemerintah dapat bergeser ke daerah timur Indonesia.
Terutama cekungan cekungan migas yang berada di laut dalam.
D. Sosial

19 | P a g e

Masalah sosial mengganggu operasional kegiatan migas nasional. Hal ini sedikit
banyak karena peran dan porsi pemerintah daerah masih belum bisa maksimal.
Pemerintah daerah kadang beropini bahwa mereka tidak mau menjadi penonton di
daerah mereka sendiri. Diharapkan peran dan porsi pemerintah daerah dapat
ditingkatkan, sehingga mereka dapat ikut andil memelihara kelancaran operasional
industri migas.

2.7

Mengawal Revisi UU Migas Menuju Lahirnya UU Migas Yang Konstitusional


Mengutip pemikiran Dr H. Kurtubi Anggota Komisi VII DPRRI Fraksi Partai

Nasdem, perihal tata kelola UU Migas No. 22/2001 bahwa :


A. Bertentangan dengan Konstitusi
1. Menganut pola B to G. Pemerintah menurunkan derajat dirinya sendiri
untuk menjadi sejajar dengan invstor. Pemerintah harus mentaati isi
kontrak yang ditandatanganinya, meskipun dikemudian hari isi kontrak
sangat merugikan negara.
2. Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Negara kepada Pemerintah,
oleh Menteri KP diserahkan ke Investor/Kontraktor.Note: KP adalah
WEWENANG untuk melakukan kegiatan ekpslorasi dan eksploitasi.
3. Menganut prinsip UNBUNDLING dimana antara hulu (eksplorasi dan
eksploitas) dipisahkan secara tegas dengan kegiatan hilir (Kilang,
distribusi dan penjualan)
B. Merugikan Negara secara financial
1. BP Migas bukan Perusahaan Negara tetapi BHMN, sehingga migas
bagian negara harus dijual LEWAT PIHAK ke3.
2. BP Migas a.l. Bertugas mengontrol semua biaya2 yang dikeluarkan oleh
Kontraktor,

namun

BP

migas

tidak

pernah

melakukan

kegiatan

perminyakan.
3. Blok yang sudah selesai kontrak, TIDAK BISA diambil alih/dioperasikan
oleh BP Migas

20 | P a g e

4. Semua benda2 modal/asset yang dibeli oleh Kontraktor dengan dana cost
recovery, tidak bisa di handle secara ekonomi
5. Sertifikasi asset yang ada diperut bumi (proven reserves) tidak bisa
dilakukan oleh BP Migas, akibatnya pihak lain (kontraktor) yang
melakukannya.
6. Pertamina yang akan mengolah minyak mentah dari Konyraktor, harus
dibeli lewat Pihak Ketiga.
C. Menciptakan sistem Tata Kelola yang Tidak Efisien dan menghambat Investasi
Eksplorasi
1. Jumlah karyawan BP Migas sekitar 15 X jumlah karyawan BKKA/
Direktorat MPS sewaktu masih dibawah Pertamina
2. Proses investasi eksplorasi menjadi sangat panjang dan birokratik karena
BP Migas sebagai penandatangan kontrak, bukanlah Pemegang Kuasa
Pertambangan.
3. UU Migas mencabut azas LEX SPESIALIS di industri migas nasional
D. Dampak Dari UU Migas No.22/2001 Setelah diimplementasikan selama 14
Tahun
1. Produksi minyak mentah sangat rendah dan terus turun karena sejak UU
Migas nyaris tidak ada penemuan cadangan/lapangan mgas baru yang
significant. Meski secara geologis potensi sumber daya migas relatif
masih sangat besar dan harga minyak dunia relatif sangat tinggi.
2. Kilang BBM tidak pernah dibangun karena yang bertanggung jawab atas
pemenuhan kebutuhan BBM tidak lagi Pertamina melainkan Pemerintah
(Pemerintah mengandalkan pasar yang akan memenuhi kebutuhan
BBM), sementara Pemerintah setiap 5 tahun berganti.
3. Cadangan terbukti yang masih diperut bumi dijadikan agunan oleh Pihak
yang Tidak Berhak (Kontraktor)
4. Munculnya banyak Kasus Korupsi BP Migas/SKK Migas
E. Solusi: Ganti UU Migas No.22/2001 Dengan UU Migas yang Konstitusional
Untuk Mempercepat Kemakmuran Rakyat. Dengan Prinsips Pokok:
21 | P a g e

1. Perlunya ketegasan status kepemilikan oleh Negara akan asset migas


yang ada diperut bumi (berupa proven reserves). Migas baru menjadi
Kontraktor, setelah migas diproduksikan, dibagi dan berada dititik serah.
2. Agar kepemilikan oleh Negara tersebut bisa efektif dan bermanfaat untuk
sebesar2 kemakmuran rakyat, maka kepemilikan oleh Negara tersebut
harus

diwakilkan/didelegasikan

(Pertamina)

dalam

bentuk

kepada

pemberian

PERUSAHAAN
KUASA

NEGARA

PERTAMBANGAN

KEPADA Pertamina. Pertamina dibentuk dengan UU dan TIDAK BOLEH


dijual.
3. SKK Migas dilikwidasi dan digabung dengan Pertamina. BPH Migas
dilikwidasi dengan Ditjen Migas, agar sistem menjadi efisien dan tidak
ribet.
4. Pertamina berkewajiban memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri,
memaksimumkan penerimaan migas, meningkatkan jumlah proven
reserves dengan bekerjasama dengan Kontraktor Asing dan Swasta
Nasional
5. Pemberlakuan prinsip LEX SPESALIS
6. Kontrol yang ketat terhadap Pertamina, termasuk lewat Non-listed public
company

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai