Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan mental berat yang mengenai 24
juta orang di dunia, yakni sekitar 7 orang setiap 1000 populasi orang dewasa,
kebanyakan pada usia 15-35 tahun.1 Skizofrenia masuk ke dalam peringkat 10
teratas penyebab gangguan hendaya pada seluruh populasi di seluruh dunia.2
Insidensi penderita skizofrenia setiap tahunnya ialah 1 : 4000 orang. Hal
ini menyatakan bahwa sekitar 1,5 juta orang terdiagnosis skizofrenia per tahun.
Di Amerika, terdapat 2,2 juta orang yang menderita skizofrenia. Sedangkan di
negara-negar Asia, sperti Cina dan India, ditemukan sekitar 6-12 juta orang
terdiagnosis skizofrenia.1 Tahun 2013, WHO menyatakan bahwa 90 persen
penderita skizofrenia ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia.3
Berdasarkan survei Kementerian Sosial tahun 2008, penderita skizofrenia
di Indonesia ada 650.000 orang. Sekitar 30.000 orang dipasung dengan alasan
agar tidak membahayakan orang lain atau menutupi aib keluarga. 4 The
Indonesian Psychiatric Epidemologic pada 2004 pernah membuat survei yang
menunjukkan, 18,5 persen orang dewasa di Indonesia mengalami gangguan
jiwa.
Skizofrenia termasuk penyakit yang dapat disembuhkan, terutama jika
pengobatan dilakukan pada gangguan awal. Namun, sebanyak 80 persen
penderita gangguan mental skizofrenia ternyata belum terobati. Sebagian
penderita gangguan jiwa ini menjadi tidak produktif, bahkan ditelantarkan
sebagai psikotik yang berkeliaran di jalan-jalan. Meskipun sebenarnya telah
ditemukan intervensi (farmakologi dan psikososial) efektif dalam penanganan
skizofrenia. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Istilah Skizoprenia diperkenalkan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss),
berasal dari bahasa Yunani, skhizo = split / membelah, dan phren = mind /
pikiran, yang secara harafiah berarti terbelahnya/ terpisahnya antara emosi dan
1

pikiran/intelektual.5 Skizofrenia merupakan penyakit mental serius dan


biasanya kronis, yang mengenai aspek perilaku, berpikir, dan emosi.6
Menurut DSM-IV, skizofrenia adalah penyakit kronik,

yang

dikarakteristikan oleh pertubasi dalam fungsi kognisi, afek dan perilaku,


dimana semuanya memiliki aspek bizzare.7
Sedangkan menurut PPDGJ-III, skizofrenia merupakan suatu deskripsi
sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan phersepsi, serta oleh afek yang
tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (blunt). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.8
2.2

Epidemiologi
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir
1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. 9
Dikatakan, skizofrenia terjadi pada 1-1,5% populasi umum di Amerika, yang
berarti lebih dari 3 juta orang Amerika menderita penyakit ini. 10 National
Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup
sebesar 1,3%. Kira-kira 0,025-0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia
dalam satu tahun. Walaupun dua per tiga dari pasien yang diobati tersebut
membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya sekitar setengah dari semua
pasien skizofrenik mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada keparahan
penyakit.11 Meskipun perbandingan penderita pria dan wanita hampir sama
besar, pria lebih cenderung mengalami onset lebih awal dibanding wanita. 7
Lebih dari setengah pasien skizofrenia ialah pria tetapi hanya sepertiga pasien
skizofrenia wanita mendapat perawatan di rumah sakit. 11 Usia puncak untuk
pria adalah 16-25 tahun. Kebanyakan wanita mengalami gejala beberapa tahun
kemudian, dimana insidensi pada wanita ialah setelah usia 30 tahun. Rata-rata
usia onset untuk pria adalah 18 tahun pada pria dan 25 tahun pada wanita.
Skizofrenia relatif lebih jarang pada pasien dibawah 10 tahun, atau lebih dari
40 tahun.1
Pasien skizofrenia memiliki rasio mortalitas dua kali lebih tinggi
dibanding orang normal, dan lebih cenderung menderita penyakit fisik.
2

Peningkatan mortalitas terjadi pada beberapa tahun pertama setelah admisi atau
diagnosis awal. Faktor yang berkontribusi pada fase awal termasuk bunuh diri,
atau dengan faktor berikutnya, antara lain gangguan kardiovaskular, akibat
gaya hidup beberapa pasien, dengan kebiasaan meroko berat dan adanya
obesitas.12
2.3

Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi skizofrenia, seperti pada gangguan mental lainnya, tidak
sepenuhnya dimengerti dan diketahui secara pasti. Penyebabnya multipel, yang
merupakan interaksi antara gangguan genetik, gangguan perkembangan atau
biologis di otak, dan faktor lainnya yang mendukung terjadinya gangguan
mental ini.10
Genetik
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,
kompleks

dan

poligen.

Sesuai

dengan

penelitian

hubungan

darah

(konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga.9 Orang


yang memiliki saudara dekat menderita skizofrenia, terdapat probabilitas 10%
akan menderita skizofrenia. Dimana pada keturunan pertama, terdapat 5%
prevalensi menderita skizofrenia. Kembar monozigot memiliki risiko tertinggi,
sekitar 40-65% untuk menderita skizofrenia, sedangkan kembar dizigot
memiliki kemungkinan 10-15%.10 Anak yang mempunyai orang tua skizofrenia
namun diadopsi oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama
dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tua yang
skizofrenia.9,11 Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada
keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan
kepribadian ambang dan skizotipal, gangguan obsesif-kompulsif, dan
kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan
antisosial.9
Biologis
Daerah otak utama yang terlibat dalam skizofrenia adalah struktur
limbik, lobus frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan
patologi primer di daerah lain. Dua jenis penelitian telah melibatkan sistem
limbik sebagai suatu tempat potensial untuk patologi primer pada sekurangnya
suatu bagian, kemungkinan bahkan pada sebagian besar, pasien skizofrenia.
Talamus dan batang otak juga terlibat karena peranan talamus sebagai
3

mekanisme pengintegrasi dan kenyataan bahwa batang otak dan otak tengah
adalah lokasi utama bagi neuron aminergik asenden.11
Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga
dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan
penyakit, atrofi bilateral lobus temporal medial, dan lebih spesifik yaitu girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala, disorientasi spasial sel piramid
hipokampus, dan penurunan volum korteks prefrontal dorsolateral. Misalnya,
gangguan hipokampus dikaitkan dengan gangguan memori dan atropi lobus
frontasli dihubungkan dengan gejala negatif skizofrenia.
Adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal (CSS),
limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan
transmisi dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis serebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal, kelainan
RRG, EP P300 auditorik, sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan waktu
reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan benda.9
Biokimia
Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter
sentral, yakni terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis
dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama :
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin)

pada

skizofrenia, yang bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps


(tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang
terjadi sukar dibedakan, secara klinis, dengan psikosis skizofrenia
paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu,
amfetamin juga memperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus
akumben, dan putamen pada skizofrenia.
Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5HT2A) dan kelebihan nor-epinefrin di forebrain limbik (terjadi pada penderita
skizofrenia).9
Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang
ke rumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien
yang tinggal bersama keluarga yang hostil, memperlihatkan kecemasan yang
berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat
4

pengeritik (disebut Ekspresi Emosi Tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak


dibebaskan oleh keluarganya.
Beberapa pasien mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis
dan aneh pada keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tidak logis. Pada tahun 1956, Betson menggambarkan suatu
karakteristik ikatan ganda yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga
untuk

merespons

pesan

yang

bentuknya

kontradiktif

sehingga

membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi


keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak
skizofrenia.9
2.4

Klasifikasi
Klasifikasi skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III8 yaitu :
1. Skizofrenia Hebefrenik13
Gambaran utama terdapatnya :
Inkoherensi yang jelas (pikiran yang disorganized)
Efek yang mendatar, tak serasi (incongrous) atau ketolol-tololan (silly).
Sering disertai dengan cara tertawa kekanak-kanakan (giggling), senyum
yang menunjukkan rasa puas diri, atau senyum yang hanya dihayati
sendiri.
Tidak ada waham sistematis yang jelas, tetapi sering terdapat waham atau

halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir


sebagai suatu kesatuan.
Keadaan seperti tersebut di atas akan menyebabkan hendaya sosial yang
parah, disertai dengan kepribadian pramorbid yang buruk, onset pada usia
muda (biasanya antara 15-25 tahun) dan berlangsung perlahan-lahan, serta
perjalanan penyakit yang kronik tanpa remisi (penyembuhan) yang berarti.
2. Skizofrenia Paranoid
Kriteria berikut terpenuhi:
Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi pendengaran

sering.
Tak satu pun dari berikut ini menonjol: bicara tidak teratur, perilaku

tidak teratur atau katatonik, atau afek datar atau tidak pantas.
Suatu skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi oleh satu atau lebih hal
berikut ini, yaitu :
Waham kejar
Waham kebesaran
Waham cemburu
Halusinasi yang berisi kejaran atau kekerasan
5

Kadangkala disertai dengan kecemasan yang tak berfokus, suka


bertengkar/berdebat, dan tindak kekerasan. Terdapat kebingungan tentang
identitas jenis. Hendaya dalam fungsi tidak menonjol apabila isi wahamnya
tidak disentuh. Kekacauan perilakunya jarang terjadi. Demikian pula respon
afektifnya seringkali tetap baik. Kadang-kadang ditemukan hubungan
interpersonal yang kaku, formal atau sangat mendalam. Onset skizofrenia tipe
paranoid pada umumnya terjadi dalam usia lebih lanjut dibanding tipe lainnya.
Tipe ini paling stabil dan paling sering.
3. Skizofrenia Katatonik
Suatu jenis skizofrenia dimana gambaran klinis didominasi oleh setidaknya
dua hal berikut:
imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan oleh katalepsi (termasuk
fleksibilitas wax) atau stupor
aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tanpa tujuan dan
tidak dipengaruhi oleh rangsangan eksternal)
negativisme ekstrim (perlawanan tampaknya tanpa motif untuk semua
instruksi

atau pemeliharaan

sikap kaku terhadap

upaya

untuk

dipindahkan) atau sifat bisu/ mutisme


keanehan pada gerakan seperti yang dibuktikan oleh sikap (asumsi
sukarela pada postur yang tidak pantas atau aneh), gerakan stereotipik,
tingkah laku yang menonjol, atau meringis menonjol
ekolalia atau ekopraksia
4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)
Suatu jenis skizofrenia yang gejalanya memenuhi kriteria A, yakni
pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang
menonjol (misalnya kebingungan, inkoheren) namun kriteria tidak terpenuhi
untuk tipe paranoid, tidak terorganisir, katatonik.
5. Depresi Pasca Skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul
sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia
masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala
yang menetap tersebut dapat berupa gejala positif atau negatif (biasanya lebih
sering gejala negatif). Sebagai pedoman diagnostiknya, ialah :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi


sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling
sedikit dua minggu
6. Skizofrenia Residual
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku ekstenstrik, asosiasi longgar, atau pikiran tak logis).bukuajarpsikiatri
Suatu jenis skizofrenia dimana kriteria berikut terpenuhikaplan:
Tidak adanya delusi yang menonjol, halusinasi, bicara tidak teratur, dan

tingkah laku tidak teratur atau katatonik.


Masih terdapat gangguan terus menerus, seperti yang ditunjukkan oleh
adanya gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tercantum dalam
kriteria A untuk skizofrenia, hadir dalam bentuk yang lebih lemah
(misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak

lazim).
Terbukti bahwa penyakit itu sedang berlanjut, seperti afek yang tumpul
atau tak serasi (inappropriate), penarikan diri dari pergaulan sosial,

tingkah laku eksentrik, pikiran tak logis, atau pelonggaran asosiasi.


7. Skizofrenia Simpleks
Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara
meyakinkan

karena bergantung pada pemastian

perkembangan

yang

berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari


skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi
lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan
perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan
penarikan diri secara sosial.
8. Skizofrenia Lainnya
9. Skizofrenia YTT
Terdapat gejala psikotik yang jelas, yang tidak dapat diklasifikasikan dalam
salah satu kategori yang telah disebut di atas, atau yang memenuhi lebih dari
kriteria satu tipe.
Suatu tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya ditandai dengan
waham yang jelas, halusinasi, inkoherensi, atau tingkah laku kacau.
Tak memenuhi kriteria dari salah satu tipe yang telah disebut di atas,
atau memenuhi lebih kriteria satu tipe.
7

2.5

Patogenesis dan Patofisiologi12,14


Secara umum diakui bahwa skizofrenia memiliki etiologi multifaktorial,
dengan beberapa kerentanan gen berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk
menghasilkan berbagai fenotipe dalam spektrum skizofrenia. Teori patogenesis
perlu mencakup semua tingkat struktur dan fungsi otak , dari tingkat dasar
neuroanatomi, melalui temuan neurokimia, neurofisiologi dan neuropsikologi,
dan melalui gejala. Sampai sekarang, para ahli hanya memiliki pemahaman
yang sangat parsial dari mekanisme ini.
FENOMENOLOGI
Gangguan kepribadian Skizotipal adalah ditandai dengan gejala positif atau
seperti psikotik dan gejala negatif atau defisit. Gejala psikotik mencakup ideide dari referensi, distorsi kognitif atau persepsi, dan pemikiran magis. Dalam
analisis faktor dengan subyek skizotipal, didefinisikan secara lebih luas berupa
adanya dua faktor penyebab lain yang muncul seperti defisit gejala sosial atau
interpersonal dan biasanya terdapat faktor ketiga berupa disorganisasi kognitif
atau gejala paranoid. Dimensi ini mungkin memiliki patofisiologi yang
mendasari terjadinya skizofrenia.15
STRUKTUR PENCITRAAN DAN STUDI ANATOMIS
Ditemukan bahwa kelainan struktural otak pada skizofrenia ialah adanya
pembesaran ventrikel lateral, tetapi dengan tingkat pembesaran yang relatif
kecil, sekitar 25% dari populasi rata-rata. Kembar monozigot berperan untuk
skizofrenia yakni dapat dibedakan dari kembarannya atas dasar adanya
ventrikulomegali dan penurunan volume kortikal temporal. Banyak kelainan
morfologi lainnya telah dilaporkan. Orang dengan skizofrenia tampaknya
memiliki otak yang sedikit lebih kecil dengan pelebaran sulkus dan
pengurangan volume kortikal, terutama di lobus temporal. Sejumlah temuan
lainnya juga telah dilaporkan. Sebagian besar adalah non - spesifik dan
menceritakan sedikit tentang patogenesis, tetapi ada beberapa petunjuk untuk
proses-proses yang mungkin terlibat. Biasanya kelainan perkembangan langka,
seperti agenesis korpus kalosum, stenosis aquaduktus, kavum septum
pelusidum, hamartoma otak dan malformasi arteriovenous, frekuensinya
meningkat pada skizofrenia. Pada tingkat seluler, adanya bukti perpindahan
neuronal menunjukkan kemungkinan beberapa kegagalan dalam migrasi
neuronal, sebuah proses yang terjadi terutama selama trimester kedua
8

perkembangan janin. Beberapa temuan menyatakan adanya kemungkinan dari


proses neurodegeneratif. Bukti menunjukkan bahwa sebagian besar kelainan
otak yang terlihat pada skizofrenia, terdapat saat onset pertama dan non progresif. Selanjutnya , penanda neuro-degenerasi, seperti protein yang terkait
dengan respon glial. Penanda ekstraserebral pada perkembangan janin yang
abnormal memberikan dukungan langsung bagi gagasan bahwa perkembangan
neuron abnormal juga terlibat dalam skizofrenia. Kelainan dermatoglifik
dianggap lebih sering terjadi pada skizofrenia.
NEUROKIMIA
Neurotransmiter utama yang terlibat dalam patogenesis dan pengobatan
skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Teori terbaru juga melibatkan
glutamin dan asam - aminobutyric ( GABA ).
Dopamin
Saat ini ada lima jenis reseptor dopamin yang diidentifikasi dalam sistem
saraf manusia : D1 sampai D5. Reseptor D1 dan D5 memiliki kerja yang mirip
dimana mereka berdua merangsang pembentukan cAMP oleh aktivasi
stimulasi protein G -coupled. Reseptor D2 sampai D4 berperan mengaktivasi
inhibitor G-protein, sehingga menghambat pembentukan cAMP. Reseptor D2
yang lebih berpengaruh di mana-mana daripada reseptor D3 atau D4. Reseptor
D3 secara berbeda terletak di nukleus akumben (salah satu inti septum dalam
sistem limbik) dan reseptor D4 terutama terkonsentrasi di korteks frontal. Ada
sejumlah jalur atau traktus dopaminergik yang berbeda. Saluran nigrostriatal
dari substantia nigra dalam otak tengah ke corpus striatum. Saluran ini
terutama memiliki peran dalam kontrol motor, meskipun striatum ventral
memiliki peran dalam reward dan diarahkan pada tujuan perilaku. Degenerasi
sel-sel di substansia nigra menyebabkan penyakit Parkinson idiopatik, dengan
memblokir reseptor dopamin. Pada pemutusan jalur ini ditemukan bahwa efek
samping antipsikotik klasik parkinsonian akan muncul. Saluran mesolimbik/
mesokortikal memiliki sel tubuh di daerah tegmental ventral berdekatan
dengan substantia nigra. Saluran ini memproyeksikan sistem limbik dan
neokorteks di samping striatum. Persarafan dopaminergik ini memasok sinyal
ke permukaan medial dari lobus frontal dan parahipokampus dan korteks
cingulata, yang menjadi bagian dari sistem limbik. Diperkirakan bahwa saluran
ini adalah letak di mana obat antipsikotik dapat memberikan efek
9

menguntungkan. Jalur utama ketiga disebut saluran tuberoinfundibular. Sel


tubuh untuk saluran ini berada di inti arkuata dan daerah periventrikular
hipotalamus. Mereka diproyeksikan ke infundibulum dan hipofisis anterior.
Aktivitas dopamin di dalam saluran ini untuk menghambat pelepasan
prolaktin.

Blokade

reseptor

ini

dengan

antipsikotik

menghilangkan

penghambatan dari pelepasan prolaktin dan menyebabkan prolaktinemia.


Dopamin disintesis sebagai bagian dari jalur umum untuk katekolamin.
Dopamin dimetabolisme oleh dua enzim, yakni monoamine oxidase tipe B
( MAO - B ), yang merupakan intraneuronal, dan lainnya, katekol - O - metil
transferase ( COMT ), merupakan ekstraneuronal. Metabolit primer dopamin
adalah asam homovanillic ( HVA ).
Serotonin
Hipotesis serotonergik skizofrenia mendahului hipotesis dopaminergik
dan berasal dari temuan oleh Woolley dan Shaw pada tahun 1954, bahwa
halusinogen LSD bertindak melalui serotonin. Ada interaksi neuroanatomi dan
fungsional dari 5 - HT dan sistem dopaminergik sehingga memblokir reseptor
5 - HT2A yang dapat meningkatkan transmisi dopaminergik. Antipsikotik
atipikal, berbeda dengan antipsikotik tipikal, dimana semua memiliki afinitas
yang lebih tinggi untuk reseptor 5 - HT2A daripada reseptor D2. Dalam hal
respon pengobatan, ada korelasi respon neuroendokrin serotonergik dengan
perbaikan gejala pada clozapine dan data awal menunjukkan bahwa variasi alel
pada gen reseptor 5 - HT2A bervariasi, dan dapat memprediksi respon
pengobatan. Studi PET pada kepadatan reseptor 5 - HT2A pada pasien obat
yang persisten dengan skizofrenia, telah gagal untuk menunjukkan perbedaan
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Penelitian sebelumnya dengan PET
dan SPET telah menunjukkan bahwa obat antipsikotik ' atipikal ' dan baru
seperti clozapine , risperidone , olanzapine dan sertindole semua menyebabkan
menginhibisi reseptor 5 - HT2A kortikal pada dosis klinis yang relevan.
Lebih dari sembilan reseptor serotonin yang berbeda (5-HT) telah
diidentifikasi. Reseptor 5 - HT1A, 5 - HT2A, 5 - HT2C, dan 5 - HT3
merupakan reseptor yang paling ekstensif dipelajari. Tempat utama sel tubuh
serotonergik adalah di daerah pons atas dan otak tengah. Daerah klasik untuk
5-HT yang mengandung neuron adalah nukleus median dan raphe dorsalis.
Neuron dari inti raphe pada ganglia basalis dan berbagai bagian dari sistem
limbik, memiliki distribusi yang luas di seluruh korteks serebral selain koneksi
10

serebelar. Semua reseptor 5 - HT yang diidentifikasi sampai saat ini adalah


reseptor G- protein coupled, kecuali 5 - HT3, yang merupakan ligan saluran
Na+/K+. 5-HT disintesis dari triptofan oleh hidroksilase triptofan. 5 - HT
terutama dipecah oleh monoamine oxidase dan metabolit utamanya adalah 5 HIAA.
Neurotransmiter Lain
Ada penemuan target neurokimia alternatif dalam skizofrenia. Yang
pertama yang harus dipertimbangkan adalah gamma aminobutyric acid
(GABA).

GABA

tampaknya

memiliki

peran

regulasi

pada

fungsi

dopaminergik. Bukti menunjukkan bahwa keseimbangan GABA berkurang.


Terdapat bukti bahwa penelitian postmortem manusia menunjukkan adanya
pengurangan GABAnergik berkorelasi dengan konsentrasi dopamin yang
meningkat. Dengan demikian, adalah mungkin bahwa pada skizofrenia ada
pengurangan dalam fungsi GABAnergik yang mengarah ke disregulasi
dopamin dan produksi gejala psikotik. Neurotransmiter lain, yakni disfungsi
glutamatergik, terutama di tingkat reseptor N - methyl - D - aspartate
(NMDA), juga telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Obat yang
antagonis pada reseptor NMDA, seperti ketamin dan phencyclidine,
memproduksi gejala positif, negatif dan neurokognitif yang merupakan ciri
khas skizofrenia. Ada bukti bahwa propsikotik tersebut akibat efek obat ini
dapat dimediasi melalui peningkatan pelepasan glutamat yang bekerja pada
reseptor non - NMDA. Jika fungsi reseptor NMDA ini menurun akan dapat
menghambat kerja glutamatergik untuk neuron GABAergic yang selanjutnya
akan mengatur neuron pada daerah seperti korteks frontal dan daerah limbik.
Dengan demikian, penurunan kontrol inhibisi neuron ini dapat meningkatkan
elektroaktivasi di daerah tersebut dan menghasilkan gejala psikotik. Dengan
demikian, pengurangan pelepasan glutamat pada semua reseptor glutamat juga
mungkin memiliki peran dalam meningkatkan gejala pada skizofrenia.
PSIKOFISIOLOGI
Masalah penelitian penting dalam etiologi skizofrenia adalah kesulitan
dalam mendefinisikan

fenotipe. Salah satu tujuan utama

penelitian

psikofisiologi dalam skizofrenia telah mengidentifikasi penanda sifat yang


mungkin mengidentifikasi orang-orang yang rentan untuk terjadinya gangguan
bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala. Dua penanda sifat menjanjikan
11

telah muncul. Gangguan pelacakan mata, yaitu kelainan gerakan mata


mengejar halus, telah dijelaskan pada orang dengan skizofrenia dan keluarga
mereka. Kelainan pada pendengaran yang berpotensi membangkitkan
skizofrenia juga telah dijelaskan, misalnya amplitudo berkurang dan
meningkatkan latensi dalam respon P300 terhadap stimulus pendengaran
'eksentrik', yang muncul untuk menunjukkan kelainan.
NEUROPSIKOLOGI
Berbagai teori mencantumkan mekanisme yang menghubungkan
neuropsikologi abnormal pada skizofrenia dan teknik neuroimaging fungsional
telah mulai memberikan makna penting dalam mengungkap hal ini. Misalnya,
gejala skizofrenia mungkin timbul dari kegagalan proses atensi atau
'pemusatan pikiran', dan sebagai akibatnya, kemampuan untuk membedakan
antara rangsangan internal dan eksternal mungkin terganggu. Gangguan
kemauan, yang jelas penting di tingkat klinis, juga mungkin memiliki substrat
neuropsikologi tertentu. Memahami hubungan antara gejala-gejala, fungsi
kognitif dan neurokimia telah menjadi tujuan baru yang penting dalam meneliti
mekanisme aksi obat. Defisit kognitif pada skizofrenia termasuk premorbid IQ
yang lebih rendah, serta defisit lebih terbatas, misalnya dalam memori dan
fungsi eksekutif. Beberapa defisit neuropsikologi hadir jauh sebelum
timbulnya skizofrenia. Dua studi kohort besar dari Inggris telah mendukung
gagasan bahwa defisit skizofrenia mungkin terlihat sejak awal kehidupan,
dengan bukti gangguan hasil tes pendidikan dan perilaku sosial menghindar.
Ciri-ciri kepribadian skizoid dapat mencerminkan defisit dalam kognisi dan
perilaku sosial yang merupakan bagian dari proses penyakit itu sendiri.
Kelainan perilaku sosial, gerakan dan postur tubuh juga telah dilaporkan.
2.6

Manifestasi Klinis16
Gejala karakteristik Skizofrenia melibatkan berbagai disfungsi kognitif
dan emosional yang meliputi persepsi, pemikiran inferensial, bahasa dan
komunikasi,

pemantauan

perilaku,

mempengaruhi,

kelancaran

dan

produktivitas berpikir dan berbicara, hedonis kapasitas, kemauan dan


dorongan, dan perhatian. Tidak ada gejala tunggal yang patognomonik dari
Skizofrenia, diagnosis dilihat dari tanda dan gejala yang berhubungan dengan
gangguan fungsi pekerjaan atau sosial.
12

Gejala khas dapat dikonseptualisasikan ke dalam dua kategori: positif


dan negatif. Gejala positif muncul untuk mencerminkan kelebihan atau distorsi
fungsi normal, sedangkan gejala negatif muncul untuk mencerminkan
penurunan atau hilangnya fungsi normal. Gejala positif meliputi distorsi dalam
isi pikiran (delusi), persepsi (halusinasi), bahasa dan pemikiran proses (bicara
tidak teratur), dan self-monitoring perilaku (tingkah laku tidak teratur atau
katatonik). Gejala positif dapat terdiri dari dua dimensi yang berbeda, yang
mungkin berhubungan dengan mekanisme saraf yang berbeda yang mendasari.
"Dimensi psikotik" termasuk delusi dan halusinasi, sedangkan "dimensi
disorganisasi" meliputi bicara tidak teratur dan perilaku. Gejala negatif
termasuk pembatasan dalam jangkauan dan intensitas ekspresi emosional
(afektif perataan), dalam kelancaran dan produktivitas berpikir dan berbicara
(alogia), dan di inisiasi perilaku yang diarahkan pada tujuan (avolisio).
GEJALA POSITIF SKIZOFRENIA
Gejala positif skizofrenia tampaknya mencerminkan kelebihan atau
distorsi fungsi normal dan meliputi:
Delusi: Meskipun delusi aneh dianggap karakteristik utama pada Skizofrenia,
"bizarreness" mungkin sulit untuk dinilai pada budaya yang berbeda. Delusi
dianggap aneh jika mereka jelas tidak masuk akal dan tidak dimengerti dan
tidak berasal dari pengalaman hidup biasa. Contoh dari delusi aneh adalah
keyakinan seseorang bahwa orang asing telah menghilangkan organ internal
miliknya dan diganti dengan organ orang lain tanpa meninggalkan luka atau
bekas luka. Sebuah contoh dari delusi tidak aneh adalah keyakinan palsu
seseorang bahwa ia berada di bawah pengawasan polisi.
Delusi yang mengekspresikan kehilangan kontrol atas pikiran atau tubuh
umumnya termasuk ke delusi aneh, ini termasuk keyakinan seseorang bahwa
dirinya telah dibawa pergi oleh beberapa kekuatan luar, atau pikiran alien telah
dimasukkan ke dalam pikirannya, dimana tubuh atau tindakannya sedang
dimanipulasi oleh kekuatan luar. Jika ditemukan hanya gejala tunggal delusi
bizzare, sudah memenuhi Kriteria A untuk Skizofrenia.
Halusinasi: Halusinasi dapat terjadi dalam setiap modalitas sensorik (misalnya
auditori, visual, penciuman, pengecapan, dan taktil), namun halusinasi
pendengaran ialah yang paling umum terjadi. Halusinasi pendengaran biasanya
dialami sebagai suara, yang dikenal atau asing, yang dianggap berbeda dari
pikiran orang itu sendiri. Halusinasi harus terjadi dalam konteks sensorium
13

yang sebenarnya. Halusinasi yang terjadi saat tertidur (hipnagogik) atau


bangun (hipnopompik) dianggap dalam batas pengalaman normal. Pengalaman
terisolasi berupa mendengar nama seseorang disebut atau pengalaman yang
tidak memiliki kualitas suatu persepsi eksternal (misalnya, senandung yang
didengar di kepala seseorang) tidak boleh dianggap sebagai gejala Skizofrenia
atau gangguan psikotik lainnya. Halusinasi dapat menjadi bagian normal dari
pengalaman religius dalam konteks budaya tertentu. Beberapa jenis halusinasi
pendengaran (yaitu dua atau lebih suara bercakap-cakap dengan satu sama lain
atau suara yang memberi komentar mengenai pikiran atau perilaku seseorang)
telah dianggap sebagai karakteristik Skizofrenia. Jika halusinasi jenis ini yang
hadir, maka hanya gejala tunggal ini sudah dapat memenuhi kriteria A.
Berpikir Terorganisasi: "Gangguan Pikiran Formal" telah dikatakan
merupakan fitur yang paling penting dari Skizofrenia. Karena kesulitan dalam
mengembangkan definisi tujuan "gangguan pikiran" dan karena dalam
pengaturan klinis kesimpulan tentang pemikiran terutama didasarkan pada cara
bicara individu, konsep bicara terdisorganisasi telah ditekankan dalam definisi
untuk Skizofrenia. Pembicaraan pasien skizofrenia dapat menjadi tidak teratur
dalam berbagai cara. Pasien bisa "menyelinap keluar jalur" dari satu topik ke
topik lain ("derailment" atau "asosiasi longgar"); jawaban atas pertanyaan
mungkin sedikit terkait atau sama sekali tidak berhubungan ("trangensialitas"),
dan, jarang, dapat terjadi pidato begitu parah sehingga hampir tidak dimengerti
dan menyerupai afasia reseptif dalam kemampuan berbahasa ("inkoherensi"
atau "word salad"). Karena bicara disorganisasi ringan adalah umum dan tidak
spesifik, gejala harus cukup berat untuk mengganggu komunikasi yang efektif
secara substansial. Bicara atau berpikir agak parah dapat terjadi selama periode
prodromal dan residual dari Skizofrenia.
Perilaku Tidak Terorganisir Berat: Perilaku tidak terorganisir berat dapat
bermanifestasi dalam berbagai cara, mulai dari kekonyolan seperti anak kecil
sampai agitasi tidak terduga. Masalah dapat terjadi dalam bentuk apapun pada
perilaku, menyebabkan kesulitan dalam aktivitas hidup sehari-hari seperti
menyiapkan makanan atau menjaga kebersihan. Orang mungkin tampak acakacakan, dapat berpakaian dalam cara yang tidak biasa (misalnya, mengenakan
mantel ganda, syal, dan sarung tangan pada hari yang panas), atau mungkin
menampilkan dengan jelas perilaku seksual yang tidak pantas (misalnya,
14

masturbasi publik) atau agitasi spontan dan tidak terduga (misalnya , berteriak
atau mengumpat). Sebagai contoh, beberapa gejala berupa perilaku gelisah,
marah, atau agitasi tidak boleh dianggap sebagai bukti konkret adanya
Skizofrenia, terutama jika motivasi dapat dimengerti.
Perilaku Motor Katatonik : Perilaku Motor Katatonik termasuk penurunan
bermakna pada reaktivitas terhadap lingkungan, terkadang mencapai derajat
ekstrim berupa ketidakwaspadaan komplit (stupor katatonik), mempertahankan
postur kaku dan tidak mau bergerak (negatifisme katatonik), asumsi tidak
wajar atau postur bizzare (postur katatonik), atau tidak bertujuan dan aktivitas
motor berlebihan tidak terstimulasi (kegembiraan katatonik).
GEJALA NEGATIF SKIZOFRENIA
Gejala negatif dari Skizofrenia terjadi pada derajat morbiditas yang
berhubungan dengan gangguan. Tiga gejala negatif yang termasuk definisi
Skizofrenia ialah :
Pendataran Afektif : Pendataran afektif biasa terjadi dan dikarakteristikan
dengan wajah pasien yang imobil dan tidak responsif, dengan kontak mata
minimal dan berkurangnya gerakan tubuh. Meskipun orang dengan pendataran
afek dapat tersenyum dan melakukan pemanasan, variasi ekspresi emosinya
hampir sebagian besar berkurang. Hal ini dapat berguna dalam mengobservasi
orang yang berinteraksi dengan kelompok untuk menentukan adanya
pendataran afek yang persisten, untuk memenuhi kriteria.
Alogia (Kemiskinan Bicara): Alogia dimanifestasikan oleh jawaban yang
singkat, datar dan kosong. Individu dengan alogia tampaknya memiliki
penurunan pikiran yang tercermin dalam penurunan kelancaran dan
produktivitas pidato. Ini harus dibedakan dari keengganan untuk berbicara,
penilaian klinis diperlukan pada pengamatan dari waktu ke waktu dan dalam
berbagai situasi.
Avolisio: Avolisio ditandai oleh ketidakmampuan untuk memulai dan bertahan
dalam kegiatan yang terarah. Pasien dapat duduk untuk jangka waktu yang
lama dan menunjukkan sedikit minat untuk berpartisipasi dalam kegiatan kerja
atau sosial.
Meskipun biasanya pada Skizofrenia, gejala negatif sulit untuk
dievaluasi karena gejala tersebut terjadi pada sebuah keberlanjutan dengan
normalitas, relatif tidak spesifik, dan mungkin karena berbagai faktor lain
(termasuk gejala efek samping positif dari pengobatan, depresi, lingkungan
15

yang tidak menstimulasi, atau demoralisasi) . Jika gejala negatif yang akan
dinilai secara jelas disebabkan salah satu faktor, maka tidak harus
dipertimbangkan dalam membuat diagnosis Skizofrenia.
2.7

Perjalanan Penyakit9
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai penyakit
yang berlangsung terus-menerus, episodik dengan atau tanpa gejala residual di
antara episode, atau episode tunggal dengan remisi sempurna atau parsial.
Gejala-gejala cenderung tumpang tindih, dan diagnosis dapat berpindah dari
satu subtipe ke subtipe lain sesuai dengan perjalanan waktu (baik dalam satu
episode atau dalam episode berikutnya). Gejala prodromal berupa cemas,
gundah, teror, atau depresi pada umumnya mendahului munculnya gangguan
skizofrenia, yang berbentuk akut atau bertahap. Gejala prodromal dapat
berlangsung berbulan-bulan sebelum diagnosis pasti dibuat. Umumnya gejala
prodromal muncul pada usia belasan tahun terakhir atau 20-an awal. Kejadian
pencetus seperti trauma, emosi, obat dan perpisahan dapat memicu episode
penyakit.
Akhirnya, setelah bertahun-tahun, gejala klinik, pada beberapa pasien,
cenderung berubah menjadi gambaran umum seperti penarikan diri dari
hubungan sosial, afek datar, pikiran idiosinkrasi, dan adanya gangguan fungsi
sosial dan personal (pada waktu yang sama, perjalanan penyakit menjadi lebih
stabil, dengan gejala-gejala akut lebih sedikit dan episode kekambuhan lebih
jarang).

2.8

(a)

Diagnosis
Pedoman diagnostik dari PPDGJ-III untuk Skizofrenia8 :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
- Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau

(b)

umum mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
16

- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
(c)

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

(d)

suara yang berbicara).


- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;
(h) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih.
17

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
atitude), dan penarikan diri secara sosial.
Kriteria diagnosis Skizofrenia menurut DSM-IV 16
A. Gejala Karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing hadir untuk
sebagian besar waktu selama periode 1 bulan (atau kurang jika berhasil
diobati):
Delusi
Halusinasi
Pidato tidak terorganisir (misalnya, sering derailment atau inkoherensi)
Tingkah laku tidak teratur atau katatonik
Gejala negatif, yaitu, afektif datar, alongia, atau avolisi
Catatan: Hanya satu gejala Kriteria A dibutuhkan jika delusi yang aneh atau
halusinasi terdiri dari suara yang mengomentari tentang perilaku atau pikiran
seseorang, atau dua atau lebih suara bercakap-cakap satu sama lain.
B. Disfungsi Sosial / Pekerjaan: Untuk sebagian besar waktu sejak terjadinya
gangguan, satu atau lebih bidang utama fungsional seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri yang nyata di bawah tingkat
yang dicapai sebelum onset (atau saat awal berada dalam masa kanak-kanak
atau

remaja,

kegagalan

untuk

mencapai

tingkat

yang

diharapkan

interpersonal, akademik, atau pekerjaan prestasi).


C. Durasi: Tanda terus-menerus dari gangguan berlangsung selama minimal 6
bulan. Periode 6 bulan harus menyertakan minimal 1 bulan gejala (atau
kurang jika berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase
aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau sisa. Selama
periode

prodromal

atau

residual,

tanda-tanda

gangguan

dapat

dimanifestasikan oleh hanya gejala negatif atau dua atau lebih gejala
tercantum dalam kriteria A yang ada dalam bentuk yang dilemahkan
(misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
D. Skizoafektif dan gangguan mood dengan pengecualian: Skizoafektif dan
gangguan mood dengan fitur psikotik telah dikesampingkan karena baik (1)
18

tidak ada Episode Depresif Mayor, Manik, atau Campuran yang telah terjadi
bersamaan dengan gejala aktif-fase, atau (2) jika episode mood telah terjadi
selama gejala-fase aktif, total durasinya telah relatif singkat dengan durasi
periode aktif dan residual.
E. Zat / Kondisi Medis Umum dengan pengecualian: Gangguan tidak
disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum.
F. Hubungan Gangguan Perkembangan Pervasif: Jika ada riwayat Autistik
atau gangguan perkembangan pervasif, diagnosis tambahan skizofrenia
dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga hadir untuk
setidaknya satu bulan (atau kurang jika berhasil diobati).
2.9

Diagnosis Banding13
Psikiatrik
1)
Gangguan Mental Organik
Seringkali menunjukkan gejala yang menyerupai skizofrenia,
misalnya didapatkan waham, halusinasi, inkoherensi, dan afek yang
tumpul atau tidak serasi.
Sindrom Waham Organik akibat amfetamin atau feksiklidin,
gambarannya sangat mirip dengan gejala skizofrenia.
Walaupun suatu fase aktif skizofrenia dapat dimulai dengan
kebingungan, adanya disorientasi atau gangguan daya ingat memberi
2)

petunjuk kuat bahwa gangguan tersebut adalah gangguan mental organik.


Gangguan Skizofreniform
Gejala mungkin identik dengan skizofrenia, tetapi lamanya kurang

3)

dari enam bulan. Deteriorasi lebih ringan dan prognosis lebih baik.
Psikosis reaksi singkat
Gejala berlangsung kurang dari 1 bulan sebagai akibat stres
psikososial. Onset harus akut (dari suatu keadaan non psikotik sampai
keadaan psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang).
Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam
jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama.
Harus ada keadaan emosional yang beranekaragamnya. Walaupun gejalagejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada secara cukup
konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode manik atau

4)

episode depresif.
Gangguan Afektif Berat
19

Pada gangguan afektif berat, perkembangan waham atau halusinasi


timbul sesudah suatu periode gangguan afektif. Atas dasar itu diagnosis
skizofrenia tidak ditegakkan. Gangguan skizofrenia dapat disertai dengan
sindrom afektif berupa episode manik atau episode depresi berat yang
timbulnya sesudah gejala psikotik apapun, atau apabila jangka waktu
sindrom afektif itu secara relatif lebih pendek dari jangka waktu gejala
5)

psikotik yang khas itu.


Gangguan Skizoafektif
Gangguan mood (alam perasaan) muncul serempak dengan gejala
skizofrenia, tapi delusi dan halusinasi harus terdapat selama 2 minggu
tanpa gejala mood (alam perasaan) mencolok selama fase tertentu
penyakit itu.
Prognosis gangguan ini lebih baik daripada yang diharapkan untuk
skizofrenia lainnya dan lebih buruk dari gangguan mood (alam

6)

perasaan).
Gangguan Delusional
Delusi yang sistematis, kepribadiannya utuh dan relatif berfungsi baik,
tanpa halusinasi mencolok ataupun gejala skizofrenia lain. Timbul di usia

7)

dewasa pertengahan sampai pada usia lanjut.


Gangguan Kepribadian
Umumnya tanpa gejala psikotik dan jika ada, cenderung berlangsung
transien (sementara) dan tak mencolok.
Gangguan kepribadian yang sering membingungkan untuk deferensial ini

8)

adalah gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan paranoid.


Gangguan Perkembangan Pervasif
Diagnosis ini dibuat jika muncul diantara usia 30 bulan dan 12 tahun.
Meski perilaku mungkin sangat aneh dan deteriorasi, tak dijumpai
waham, halusinasi, atau gangguan bentuk pikiran yang jelas, misalnya

9)

longgarnya asosiasi.
Retardasi Mental
Menunjukkan gangguan intelek, perilaku dan suasana perasaan yang
mirip skizofrenia.
Tidak ditemukan tanda psikotik yang mencolok dan terdapat fungsi
bertingkat rendah dan konstan yang tidak bersifat deteriorasi. Jika

10)

terdapat skizofrenia, maka diagnosis dapat dibuat serempak.


Gangguan Obsesif Kompulsif Hipokondriasis-Fobia
Hipokondriasis lebih jarang lagi gangguan fobik sering mempunyai ide
berlebihan sehingga gejalanya sukar dibedakan dengan waham.
20

Akan tetapi pasien, obsesif-kompulsif menyadari, paling tidak sampai


pada derajat tertentu, gejala dan pikirannya tidak rasional, meskipun
11)

gejala dan pikiran itu tetap mendominasi mereka.


Kepercayaan atau penghayatan dari kelompok agama atau tradisi atau
kebudayaan tertentu
Sulit dibedakan dari halusinasi atau waham. Bila hal ini berlaku atau
diterima di kalangan tersebut, hendaknya keadaan itu tidak dinyatakan
sebagai bukti terdapatnya gangguan psikosis.

Medis dan Neurologi11


a. Zat diinduksi amfetamin, halusinogen, belladonna alkaloid, halusinasi alkohol,
barbiturat penarikan, kokain, phencyclidine
b. Epilepsi epilepsi lobus temporal yang terutama
c. Neoplasma, penyakit serebrovaskular, atau trauma, terutama frontal atau
limbik
d. Kondisi lain
Porfiria intermiten akut
AIDS
B12 defisiensi
Keracunan karbon monoksida
Lipoidosis cerebral
Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Fabry
Penyakit Fahr
Penyakit Hallervorden-Spatz
Keracunan logam berat
Herpes ensefalitis
Homocystinuria
Penyakit Huntington
Leukodystrophy metachromatic
Neurosifilis
Hidrosefalus tekanan normal
Penyakit disebabkan makanan yg kurang baik
Lupus eritematosus sistemik
Sindrom Wernicke-Korsakoff
Penyakit Wilson
2.10 Tatalaksana11
Pengobatan
Meskipun obat antipsikotik merupakan andalan pengobatan untuk
skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial,
termasuk psikoterapi, dapat menambah perbaikan klinis. Kompleksitas
21

skizofrenia biasanya membuat setiap pendekatan terapeutik tunggal memadai


untuk menangani gangguan multifaktor. Modalitas

psikososial harus

diintegrasikan ke dalam rejimen pengobatan obat dan harus saling mendukung.


Pasien dengan skizofrenia akan mendapat manfaat lebih dari penggunaan
kombinasi obat antipsikotik dan pengobatan psikososial daripada dari
farmakologi yang digunakan sendiri.
Rawat Inap
Rawat inap diindikasikan untuk tujuan diagnostik, untuk stabilisasi obat,
untuk keselamatan pasien karena keinginan bunuh diri atau pembunuhan, dan
tingkah laku tidak teratur, termasuk ketidakmampuan untuk mengurus
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Membangun
hubungan yang efektif antara pasien dan sistem dukungan masyarakat juga
merupakan tujuan utama rawat inap. Rawat inap jangka pendek dari 4 sampai 6
minggu yang sama efektifnya dengan rawat inap jangka panjang. Rencana
perawatan rumah sakit harus berorientasi terhadap isu-isu praktis perawatan
diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Selama rawat inap, pasien
harus dikoordinasikan dengan fasilitas aftercare, termasuk rumah keluarga
mereka, keluarga asuh, atau rumah perawatan. Pusat perawatan dan kunjungan
rumah oleh terapis atau perawat dapat membantu pasien tetap keluar (rawat
jalan) dari rumah sakit untuk waktu yang lama dan dapat meningkatkan
kualitas kehidupan sehari-hari mereka.
Farmakoterapi
Pengenalan klorpromazin ( Thorazine ) pada tahun 1952 dapat menjadi
kontribusi yang paling penting untuk pengobatan penyakit jiwa. Henri Laborit,
seorang ahli bedah di Paris, melihat bahwa pemberian klorpromazin kepada
pasien sebelum operasi mengakibatkan keadaan yang tidak biasa di mana
mereka tampak kurang cemas tentang prosedur. Klorpromazin kemudian
terbukti efektif dalam mengurangi halusinasi dan delusi, serta kegembiraan. Itu
juga mencatat bahwa hal ini menyebabkan efek samping yang muncul mirip
dengan Parkinsonisme.
Antipsikotik mengurangi gejala psikotik dan mengurangi tingkat
kekambuhan. Sekitar 70 persen pasien yang diobati dengan antipsikotik
apapun mencapai remisi. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
skizofrenia memiliki berbagai macam sifat farmakologis, tapi semua berbagi
kapasitas untuk menginhibitor reseptor dopamin postsinaptik di otak.
22

Antipsikotik dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama: antipsikotik


konvensional lebih tua, yang juga telah disebut antipsikotik generasi pertama
atau antagonis reseptor dopamin, dan obat-obat baru, yang telah disebut
antipsikotik generasi kedua atau antagonis serotonin dopamin (SDA).
Clozapine (Clozaril), antipsikotik pertama yang efektif dengan
mengabaikan efek samping ekstrapiramidal, ditemukan pada tahun 1958 dan
pertama kali dipelajari selama 1960-an. Namun, pada tahun 1976, tercatat
bahwa clozapine dikaitkan dengan risiko besar agranulositosis. Properti ini
mengakibatkan keterlambatan dalam pengenalan clozapine. Pada tahun 1990,
clozapine

akhirnya

menjadi

tersedia

di

Amerika

Serikat,

namun

penggunaannya dibatasi untuk pasien yang merespon buruk terhadap agen


lainnya.
Tahapan Penanganan Skizofrenia
Pengobatan Psikosis Akut
Gejala psikotik akut membutuhkan perhatian segera. Pengobatan selama
fase akut berfokus pada mengurangi gejala psikotik paling parah. Fase ini
biasanya berlangsung dari 4 sampai 8 minggu. Skizofrenia akut biasanya
terkait dengan agitasi yang berat, yang dapat berasal dari gejala seperti delusi
paranoid, halusinasi, atau kecurigaan, atau dari penyebab lain, termasuk
penyalahgunaan stimulan. Pasien dengan akatisia dapat muncul gelisah ketika
mereka mengalami perasaan subjektif dari kegelisahan motorik. Membedakan
akatisia dari psikotik agitasi bisa sulit, terutama ketika pasien tidak mampu
menjelaskan pengalaman internal mereka. Jika pasien yang menerima onat
yang berhubungan dengan efek samping ekstrapiramidal (antipsikotik generasi
pertama), uji coba dengan obat antikolinergik anti-Parkinson, benzodiazepin,
atau propranolol (Inderal) dapat membantu dalam membuat diagnosis.
Dokter memiliki sejumlah pilihan untuk mengelola agitasi yang
dihasilkan dari psikosis. Antipsikotik dan benzodiazepin dapat mengakibatkan
efek yang cepat untuk menenangkan pasien. Dengan pasien yang sangat
gelisah, administrasi intramuskular antipsikotik menghasilkan efek yang lebih
cepat. Sebuah keuntungan dari antipsikotik adalah bahwa injeksi intramuskular
tunggal obat haloperidol (Haldol), fluphenazine (Prolixin, Permitil), olanzapine
(Zyprexa), atau ziprasidone (Geodon) sering menenangkan tanpa khawatir
akan sedasi berlebihan. Antipsikotik potensi rendah sering dikaitkan dengan
sedasi dan hipotensi postural, terutama ketika diberikan intramuskular.
23

Ziprasidone dan olanzapine intramuskular sama dengan per oral, dimana obat
tersebut tidak menyebabkan efek samping ekstrapiramidal selama pengobatan
akut. Hal ini dapat menjadi keuntungan tersendiri. Sedangkan haloperidol atau
fluphenazine dapat menyebabkan distonia akut atau akatisia pada beberapa
pasien. Obat olanzapine oral (Zydis) dapat digunakan sebagai alternatif jika
tidak dapat dilakukan injeksi intramuskular.
Benzodiazepin juga efektif untuk agitasi selama psikosis akut.
Lorazepam (Ativan) memiliki keuntungan penyerapan yang baik ketika
diberikan secara oral atau intramuskular. Penggunaan benzodiazepin juga dapat
mengurangi jumlah antipsikotik yang diperlukan untuk mengontrol pasien
psikotik.
Beberapa studi menunjukkan bahwa lebih lama waktu antara onset
pertama psikosis dan memulai pengobatan berhubungan dengan hasil yang
buruk. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa
pengobatan tertunda dapat memperburuk prognosis pasien. Namun, data ini
tidak berarti bahwa semua pasien perlu segera diobati. Penundaan singkat
dapat mengizinkan dokter untuk mengembangkan evaluasi diagnostik lebih
menyeluruh dan menyingkirkan penyebab perilaku abnormal, seperti
penyalahgunaan zat, stres yang ekstrim, penyakit medis, dan penyakit kejiwaan
lainnya.
Pengobatan Selama Stabilisasi dan Pemeliharaan Tahap
Pada tahap stabil atau pemeliharaan, penyakit ini dalam tahap relatif
remisi. Tujuan selama fase ini adalah untuk mencegah psikotik kambuh dan
untuk membantu pasien dalam meningkatkan taraf kemampuannya. Sebagai
obat yang lebih baru telah diperkenalkan dengan secara substansial
mengurangi risiko tardive dyskinesia, salah satu perhatian utama tentang
pengobatan jangka panjang telah berkurang. Selama fase ini, pasien biasanya
dalam keadaan relatif remisi dengan gejala psikotik minimal. Pasien yang
stabil yang diselenggarakan pada antipsikotik memiliki tingkat kekambuhan
lebih rendah dibandingkan pasien yang memiliki obat mereka dihentikan. Data
menunjukkan bahwa 16-23 persen pasien yang menerima pengobatan akan
mengalami kekambuhan dalam waktu satu tahun dan 53-72 persen akan
kambuh tanpa obat. Bahkan pasien yang hanya memiliki satu episode memiliki
empat dari lima kemungkinan kambuh setidaknya sekali selama 5 tahun
berikutnya. Menghentikan obat ini meningkatkan risiko lima kali lipat.
24

Meskipun pedoman yang diterbitkan tidak membuat rekomendasi definitif


tentang durasi pengobatan pemeliharaan setelah episode pertama, data terakhir
menunjukkan bahwa 1 atau 2 tahun mungkin tidak memadai. Ini adalah
perhatian khusus ketika pasien telah mencapai status pekerjaan yang baik atau
terlibat dalam program pendidikan karena mereka memiliki banyak kehilangan
jika mereka mengalami dekompensasi psikotik lain. Hal ini umumnya
direkomendasikan

bahwa

pasien

multiepisode

menerima

pengobatan

pemeliharaan untuk setidaknya 5 tahun , dan banyak ahli merekomendasikan


farmakoterapi secara terbatas .
Mengelola Efek Samping
Pasien akan sering mengalami efek samping dari suatu antipsikotik
sebelum mereka mengalami perbaikan klinis. Jika respon klinis mungkin
tertunda selama beberapa hari atau minggu setelah obat dimulai, efek samping
dapat segera dimulai. Untuk obat potensi rendah, efek samping ini mungkin
termasuk sedasi, hipotensi postural, dan efek antikolinergik, sedangkan obat
potensi tinggi cenderung menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.
Efek Samping Ekstrapiramidal
Dokter memiliki beberapa alternatif untuk mengobati efek samping
ekstrapiramidal. Ini termasuk mengurangi dosis antipsikotik (yang paling
sering adalah DRA), menambahkan obat anti-Parkinson, dan mengubah pasien
ke SDA yang cenderung kurang menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.
Yang paling efektif obat anti-Parkinson adalah antikolinergik obat antiParkinson. Namun, obat ini memiliki efek samping sendiri, termasuk mulut
kering, sembelit, penglihatan kabur, dan sering, kehilangan memori. Juga, obat
ini sering hanya sebagian efektif, meninggalkan pasien dengan jumlah besar
berlama-lama dengan efek samping ekstrapiramidal. Alfa 2 bloker, seperti
propranolol, juga sering efektif untuk mengobati akatisia. Kebanyakan pasien
merespon dosis antara 30 dan 90 mg per hari.
Jika antipsikotik konvensional yang

diresepkan,

dokter

dapat

mempertimbangkan profilaksis obat anti-Parkinson untuk pasien yang


mungkin akan mengalami efek samping yang mengganggu ekstrapiramidal. Ini
termasuk

pasien

yang

memiliki

riwayat

sensitivitas

efek

samping

ekstrapiramidal dan mereka yang sedang dirawat dengan dosis relatif tinggi
obat potensi tinggi. Profilaksis obat anti-Parkinson juga dapat ditunjukkan
ketika obat-potensi tinggi diberikan untuk pria muda yang cenderung memiliki
25

kerentanan meningkat untuk mengembangkan distonia. Sekali lagi, pasien ini


harus menjadi kandidat untuk obat-obat baru.
Beberapa orang sangat sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal
pada dosis yang diperlukan untuk mengendalikan psikosis mereka. Bagi
banyak pasien, efek samping pengobatan mungkin tampak lebih buruk
daripada penyakit itu sendiri. Pasien-pasien ini harus ditangani secara rutin
dengan SDA karena agen ini menghasilkan jauh lebih sedikit efek samping
ekstrapiramidal dari Dras. Namun, orang-orang yang sangat sensitif bahkan
dapat mengalami efek samping ekstrapiramidal pada SDA. Risperidone dapat
menyebabkan efek samping ekstrapiramidal bahkan pada dosis rendah
misalnya, 0,5 mg, tetapi keparahan dan risiko yang meningkat pada dosis
tinggi misalnya, lebih dari 6 mg. Olanzapine dan ziprasidone juga terkait
dengan Parkinsonisme dan akatisia.
Tardive diskinesia
Sekitar 20 sampai 30 persen pasien pada pengobatan jangka panjang
dengan DRA konvensional akan menunjukkan gejala tardive dyskinesia. Tiga
sampai lima persen pasien muda yang menerima DRA ternyata dilaporkan
mengalami tardive dyskinesia setiap tahunnya. Risiko pada pasien usia lanjut
yang jauh lebih tinggi. Tardive diskinesia dapat mempengaruhi cara berjalan,
bernapas, makan, dan berbicara. Individu yang lebih sensitif terhadap efek
samping ekstrapiramidal akut tampaknya lebih rentan untuk mengembangkan
tardive dyskinesia. Pasien dengan komorbiditas kognitif atau gangguan mood
juga mungkin lebih rentan terhadap tardive dyskinesia dibandingkan dengan
hanya skizofrenia.
Terjadinya gerakan abnormal biasanya terjadi baik saat pasien menerima
antipsikotik dalam waktu 4 minggu atau penghentian antipsikotik oral atau 8
minggu setelah antipsikotik tidak digunakan. Obat baru memiliki risiko tardive
diskinesia lebih rendah. Namun, risiko tardive dyskinesia tidak ada pada SDA.
Rekomendasi untuk mencegah dan mengelola tardive dyskinesia
meliputi (1) menggunakan dosis efektif terendah dari antipsikotik, (2)
menetapkan hati-hati anak-anak, orang tua pasien, dan pasien dengan
gangguan mood, (3) memeriksa pasien secara teratur untuk bukti tardive
dyskinesia, (4) mempertimbangkan alternatif untuk antipsikotik yang
digunakan dan mempertimbangkan pengurangan dosis ketika tardive
dyskinesia didiagnosis, dan (5) mempertimbangkan sejumlah pilihan jika
26

tardive dyskinesia memburuk, termasuk menghentikan antipsikotik atau


beralih ke obat yang berbeda. Clozapine telah terbukti efektif dalam
mengurangi tardive dyskinesia berat atau dyskinesia distonia.
Efek Samping Lainnya
Sedasi dan hipotensi postural dapat menjadi efek samping penting bagi
pasien yang sedang dirawat dengan DRA - potensi rendah, seperti
perphenazine. Efek ini sering paling parah selama dosis awal dengan obat
tersebut. Akibatnya, pasien yang dirawat dengan medikasi ini, terutama
clozapine, mungkin memerlukan beberapa minggu untuk mencapai dosis
terapi. Meskipun sebagian besar pasien memiliki efek toleransi terhadap sedasi
dan hipotensi postural, efek sedasi dapat terus menjadi masalah. Pada pasien
ini, mengantuk di siang hari dapat mengganggu upaya pasien untuk kembali ke
kehidupan masyarakat.
Semua Dras, serta SDA, meningkatkan kadar prolaktin, yang dapat
menyebabkan galaktorea dan haid tidak teratur. Peningkatan jangka panjang
dalam prolaktin dan inhibitor yang dihasilkan dalam gonadotropin - releasing
hormone dapat menyebabkan penekanan hormon gonad. Hal ini dapat
memiliki efek pada libido dan fungsi seksual. Ada juga kekhawatiran bahwa
prolaktin tinggi dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan
menyebabkan osteoporosis. Kekhawatiran tentang hiperprolaktinemia, fungsi
seksual, dan kepadatan tulang didasarkan pada pengalaman bahwa ketinggian
prolaktin berhubungan dengan tumor dan penyebab lainnya.
Pemantauan Kesehatan Pasien yang Menerima Antipsikotik
Karena efek dari SDA pada metabolisme insulin, psikiater harus
memantau sejumlah indikator kesehatan, termasuk BMI, glukosa darah puasa,
dan profil lipid. Pasien harus ditimbang dan BMI dihitung untuk setiap
kunjungan selama 6 bulan setelah perubahan pengobatan.
Efek Samping Clozapine
Clozapine memiliki sejumlah efek samping yang membuat obat sulit
untuk dikelola. Yang paling serius adalah risiko agranulositosis. Kondisi ini
berpotensi fatal terjadi pada sekitar 0,3 persen pasien yang diobati dengan
clozapine selama tahun pertama paparan. Selanjutnya, risikonya jauh lebih
rendah. Akibatnya, pasien yang menerima clozapine di Amerika Serikat
diharuskan untuk berada dalam program pemantauan darah mingguan untuk 6
bulan pertama dan dua mingguan pemantauan untuk 6 bulan ke depan. Setelah
1 tahun pengobatan tanpa masalah hematologi, pemantauan dapat dilakukan
27

bulanan. Clozapine juga dikaitkan dengan risiko tinggi efek samping dari
antipsikotik lainnya. Risiko mencapai hampir 5 persen pada dosis lebih dari
600 mg. Pasien yang terdapat kejang dengan clozapine biasanya dapat
ditangani dengan mengurangi dosis dan menambahkan antikonvulsan,
biasanya asam valproat (Depakene). Miokarditis telah dilaporkan terjadi pada
sekitar 5 pasien per 100.000 pasien-tahun. Efek samping lain dengan clozapine
termasuk hipersalivasi, sedasi, takikardia, kenaikan berat badan, diabetes,
demam, dan hipotensi postural.
Terapi Biologi Lainnya
ECT telah dipelajari pada skizofrenia akut dan kronis. Studi pada pasien
onset baru menunjukkan bahwa ECT memiliki efek yang sama efektifnya
dengan obat antipsikotik dan lebih efektif daripada psikoterapi. Studi lain
menunjukkan bahwa suplementasi obat antipsikotik dengan ECT lebih efektif
daripada obat-obatan antipsikotik saja. Obat antipsikotik harus diberikan
selama dan setelah pengobatan ECT. Meskipun psychosurgery tidak lagi
dianggap sebagai pengobatan yang tepat, hal ini masih dilakukan secara
eksperimental untuk kasus parah/ berat.
Terapi Psikososial
Terapi psikososial meliputi berbagai metode untuk meningkatkan
kemampuan sosial, swasembada, keterampilan praktis, dan komunikasi
interpersonal pada pasien skizofrenia. Tujuannya adalah untuk memungkinkan
orang-orang yang sakit parah untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
kejuruan untuk hidup mandiri. Pengobatan tersebut dilakukan pada banyak
situs : rumah sakit, klinik rawat jalan, pusat kesehatan mental, rumah sakit
hari, dan rumah sosial.
Pelatihan Keterampilan Sosial
Pelatihan ketrampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Seiring dengan terapi farmakologi, terapi ini dapat
langsung mendukung dan berguna untuk pasien. Selain gejala psikotik terlihat
pada pasien dengan skizofrenia, gejala juga terlihat pada cara orang
berhubungan dengan orang lain, termasuk kontak mata buruk, respon lama,
ekspresi wajah aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, dan persepsi
yang tidak sesuai atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan
keterampilan perilaku melalui penggunaan rekaman video orang lain dan
pasien, permainan peran dalam terapi, dan pekerjaan rumah untuk
keterampilan khusus dapat dilakukan. Pelatihan keterampilan sosial telah
28

terbukti mengurangi tingkat kekambuhan yang diukur dengan kebutuhan untuk


rumah sakit.
Terapi Berorientasi Keluarga
Pasien dengan skizofrenia sering dibuang dalam keluarga. Keluarga
pasien dapat dilakukan terapi dengan kursus singkat namun intensif (sesering
setiap hari). Terapi harus fokus pada situasi sekarang dan harus termasuk
mengidentifikasi dan menghindari situasi yang berpotensi merepotkan
keluarga. Jika masalah muncul dengan pasien dalam keluarga, tujuan terapi
ialah harus dapat menyelesaikan masalah dengan cepat .
Dalam hal ingin membantu, anggota keluarga sering mendorong pasien
dengan skizofrenia untuk melakukan aktivitas seperti biasa yang terlalu cepat,
baik dari ketidaktahuan tentang gangguan maupun dari penolakan terhadap
pasiennya. Terapis harus membantu baik keluarga dan pasien untuk memahami
dan belajar tentang skizofrenia dan harus mendorong diskusi dari episode
psikotik dan peristiwa-peristiwa yang mengarah ke skizofrenia ini. Keluarga
sering mengabaikan episode psikotik, umum terjadi, seringkali karena rasa
malu sehingga tidak memanfaatkan episode psikotik dini yang terjadi. Gejala
psikotik sering menakut-nakuti anggota keluarga. Berbicara secara terbuka
dengan psikiater dan dengan keluarga pasien skizofrenia sering memudahkan
semua pihak. Terapis dapat langsung melakukan terapi keluarga untuk aplikasi
jangka panjang dari mengurangi stres dan strategi penanggulangan dan
melakukan reintegrasi bertahap pasien dalam kehidupan sehari-hari.
Terapis harus mengontrol intensitas emosional keluarga. Ekspresi
berlebihan selama sesi dapat merusak proses pemulihan pasien dan merusak
terapi keluarga yang berpotensi sukses di masa depan. Beberapa studi telah
menunjukkan bahwa terapi keluarga sangat efektif dalam mengurangi kambuh.
2.11 Prognosis11,13
Prognosis baik bila :
1) Onset akut dengan faktor pencetus jelas
2) Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik (termasuk kemunculan di
usia lebih lanjut)
3) Gejala alam perasaan (khususnya depresi)
4) Subtipe paranoid
5) Kemungkinan subtipe katatonik. Bukti tertentu bahwa skizofrenia katatonik
mungkin berkaitan dengan gangguan alam perasaan dan ternyata pasien ini
bereaksi lebih baik terhadap ECT.
6) Menikah
29

7) Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaan


8) Predominasi gejala positif
9) Konfusi (bingung)
10) Tegang, cemas, dan hostilitas
11) Sistem pendukung baik
Prognosis buruk berkaitan dengan :
1. Kemunculan bertahap (onset insidious) tanpa faktor pencetus.
2. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang buruk (termasuk munculnya
3.
4.
5.
6.
7.
8.

penyakit pada usia lebih dini).


Perilaku menyendiri (autistik).
Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi.
Tidak menikah.
Riwayat keluarga skizofrenia.
Riwayat persalinan sulit pada waktu kelahiran.
Adanya tanda dan gejala neurologik. Termasuk fungsi kognitif buruk pada uji

neuropsikiatrik formal dan gangguan pada CT scan dan PET scan.


9. Predominan gejala negatif.
10. Kelompok pendukung buruk atau tidak ada.
Ditinjau dari prognosis keseluruhan, beberapa peneliti telah mengajukan suatu
perhitungan yang longgar yaitu 1/3 hidup normal, 1/3 terus mengalami gejala
berarti tapi mampu berfungsi di masyarakat dan 1/3 lagi mungkin sangat
terganggu dan sering butuh rawat inap.

30

Anda mungkin juga menyukai