Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
PENDAHULUAN............................................................................................................1
LATAR BELAKANG.......................................................................................................1
PEMBAHASAN...............................................................................................................5

BAB II
PERMBAHASAN
A. TATA CARA PELAKSANAAN JANAIZ
1. MENJELANG AJAL
Apabila orang yang sakit sedang menghadapi ajalnya (sakaratulmaut), maka dianjurkan
bagi anggota keluarga atau yang hadir di tempat itu utk menciptakan suasana tenang dan tidak
gaduh, serta di sunnahkan untuk melakukan :
1. Talqin, yaitu

menuntun orang

yang sedang menghadapi

ajalnya (sakaratulmaut)

untuk mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah.


2. Menghadapkan ke arah kiblat dalam keadaan berbaring dengan posisi badan miring ke
sebelah kanan.
3. Membacakan surat Yaa Siin.
4. Menutupkan kedua matanya bila telah meninggal.
5. Menyelimutinya agar tidak terbuka, dan supaya rupanya yang berubah tertutup dari
pandangan.
6. Segera menyelenggarakan pemakamannya bila telah diyakini kematiannya (telah diakui
oleh dokter atau orang-orang yang telah berpengalaman/menyaksikan beberapa ematian
sebelumnya).
7. Membayar hutangnya.
2. SESAAT SETELAH MENINGGAL DUNIA (SEBELUM DIMANDIKAN, DIKAFANI,
DISHALATKAN, DAN DIKUBURKAN)
1. Diutamakan mengucapkan inna lillahi wa inna illahi raajiuun dan berdoa kepada Allah,
jika mengalami kematian salah seorang keluarganya, atau mendengar berita kematian
seorang muslimin / muslimat.
2. Disunnahkan memberitahukan kematian seseorang kepada kaum kerabat dan handai
taulannya.
3. Menangisi Mayat.
Para ulama telah Ijma bahwa menagisi mayat itu hukumnya boleh, asal tidak disertai
ratapan dan pekikan.
4. Menangis Meraung-raung (An-niyahah)
Menangis dengan meraung-raung tidak diperbolehkan, bahkan ada beberapa hadits
5.
6.
7.
8.

yang mengharamkannya.
Dibolehkan berkabung bagi wanita yang keluraganya mengalami kematian.
Disunnahkan menyediakan makanan bagi keluarga yang meninggal.
Boleh menyediakan kain kafan dan makam sebelum meninggal.
Sunnah meminta meninggal pada salah satu tanah suci, disunnahkan meminta meninggal

pada salah satu tanah suci Mekkah dan Madinah.


9. Pahala bagi orang yang kematian anak.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : Tidak
seorang manusia muslimpun, yang mengalami kematian tiga orang anak yang belum
dibebani dosa (belum baligh), kecuali akan dimasukkan Allah kedalam surga, disebabkan
belas kasihNya kepada anak- anak itu.

10. Usia umat Muhammad SAW antara 60 hingga 70 tahun.


11. Taziyah (melayat)
Melayat ahli mayat/keluarga yang ditinggalkannya itu sunnah dalam tiga hari sesudah ia
meninggal dunia, yang lebih baik adalah sebelum ia dikuburkan. Tujuan melayat adalah
menghibur ahli mayat/keluarga yang ditinggalkannya untuk selalu bersabar, jangan
berkeluh kesah, mendoakan mayat supaya mendapatkan ampunan, dan juga supaya
malapetaka itu berganti dengan kebaikan.
3. PENYELENGGARAAN JENAZAH
Wajib hukumnya menyelenggarakan jenazah, hingga harus dimandikan, di kafani, dishalatkan,
dan di makamkan.
a) MEMANDIKNNYA HUKUMNYA
Jumhur ulama berpendapat bahwa memandikan mayat muslim hukumnya adalah Fardlu
Kifayah, artinya bila sudah dilaksanakan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban
seluruh Muslim.
A. MEMANDIKAN SEBAGIAN TUBUH MAYAT
Imam Syafii, Ahmad dan Ibnu Hazmin berpendapat bahwa hendaklah bagian tubuh
tersebut dimandikan, dikafani dan di sembahyangkan
B. ORANG YANG MATI SYAHID TIDAK DIMANDIKAN
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : Janganlah kamu memandikan merekakarena setiap
luka atau setiap tetes darah akan semerbak dengan bau yang wangi pada hari kiamat.
C. CARA MEMANDIKAN
Yang wajib dalam memandikan mayat itu ialah menyampaikan air satu kali keseluruh
tubuhnya, walaupun ia sedang junub atau haidh sekalipun. Lebih utama meletakkan mayat
ditempat yang gak tinggi, ditanggalkan pakaiannya dan ditaruh diatasnya sesuatu yang dapat
menutupi auratnya (Hal ini berlaku, jika mayat itu bukan mayat seorang anak kecil).
Ketika memandikan itu tidak boleh hadir kecuali orang yang diperlukan kehadirannya.
Dan hendaklah yang akan memandikan itu orang yang jujur, saleh dan dapat dipercaya, agar ia
hanya menyiarkan dari pengalamannya nanti mana- mana yang baik dan menutupi mana-mana
yang jelek yang di temukan pada si mayat
Ia wajib berniat, karena dialah yang terpanggil untuk memandikannya. Setelah itu hendaklah
dimulainya dengan memijat perut mayat dengan lunak, untuk mengeluarkan isinya kalau ada.
Serta hendaklah dibersihkannya najis yang terdapat

di

badannya,

dan ketika

hendak

membersihkan auratnya, hendaklah dilapisinya tangan dengan kain, karena menyentuh aurat
itu hukumnya haram. Kemudian hendaklah diwudhukannya mayat itu seperti wudhu akan
sembahyang.

Setelah itu hendaklah dimandikan tiga kali dengan air dan sabun atau dengan air bidara, dengan
memulainya pada bagian kanan. Seandainya tiga kali itu tidak cukup, misalnya belum bersih
dan sebagainya, maka hendaklah dilebihinya menjadi lima atau tujuh kali. Jika telah selesai
memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan degan kain atau handuk yang bersih,
agar kain kafannya tidak basah ,lalu ditaruh diatasnya minyak wangi.
Jumhur ulama menganggap makruh memotong kuku, begitupun mencabut rambut kumis,
ketiak atau kemaluan mayat, walaupun sehelai. Tetapi Ibnu Hazmin membolehkannya. Mereka
sepakat bahwa seandainya dari dalam perutnya keluar sesuatu setelah mandi dan sebelum
dikafani, maka wajib mencuci tubuh yang kena najis itu. Tetapi tentang mengulangi kembali
memandikannya terdapat pertikaian. Ada ulama yang mengatakan tidak wajib. Ada pula ulama
yang mengatakan wajib mewudhukannya. Dan ada ulama yang berpendapat wajib mengulangi
mandi kembali.
Hikmah mencampur air dengan kapur barus seperti disebutkan oleh paraulama, ialah karena
baunya yang harum, justru pada saat hadirnya malaikat. Juga ia mengandung khasiat yang baik
untuk mengawetkan dan mengeraskan tubuh mayat hingga tidak cepat busuk, begitupun
untuk mengusir binatang-binatang buas. Dan seandainya kapur barus itu tidak ada, boleh
diganti dengan bahan- bahan lain yang mengandung semua atau sebagian dari khasiatkhasiatnya.
D. TAYAMMUM BAGI MAYAT DI WAKTU TAK ADA AIR
Jika tak ada air, hendaklah mayat ditayammumkan, berdasarkan firman Allah SWT yang
artinya: jika kamu tidak memperoleh air, maka hendaklah bertayammum!. (QS.An-Nisaa :
43). Dan sabda Rasulullah SAW yang artinya :
Dijadikan tanah bagiku sebagai mesjid dan untuk pembersihan.
Begitu juga ditayamumkan menjadi sangat di anjurkan, jika tubuh si mayat akan bertambah
hancur dan terpisah-pisah seandainya dimandikan. Juga wanita yang meninggal ditengah lakilaki asing(tanpa ada muhrimnya), atau laki-laki yang meninggal ditengah wanita-wanita
asing(tanpa ada muhrimnya), maka hanya ditayamumkan saja, tidak perlu di mandikan.
E. SUAMI MEMANDIKAN ISTERI ATAU SEBALIKNYA
Para fuqaha sependapat atas bolehnya wanita memandikan suaminya. Tetapi mereka berbeda
pendapat tentang boleh tidaknya suami memandikan isterinya.
F. WANITA MEMANDIKAN ANAK KECIL
Berkata Ibnul Mundzir: Semua ulama yang dikenal telah ijma bahwa wanita boleh
memandikan anak yang masih kecil

b) MENGAFANI MAYAT
A. HUKUMNYA
Mengafani mayat dengan apa saja yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain,
hukumnya adalah fardhu kifayah.
B. HAL-HAL YANG DIUTAMAKAN
Mengenai kain kafan ini disunatkan hal-hal berikut :
1. Hendaklah bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh, dan Hendaklah putih warnanya
2. Hendaklah diasapi dengan kemenyan dan wangi-wangian
3. Bagi laki-laki hendaklah tiga lapis, sedang bagi wanita lima lapis.
C. MENGAFANI MAYAT ORANG YANG SEDANG IHRAM
Jika seorang yang sedang melakukan ihram meninggal, maka ia dimandikan seperti orang yang
bukan ihram, dan dikafani dengan pakaian ihramnya itu. Kepalanya tidak ditutupi dan tidak
diberi minyak wangi, karena masih berlakunya hukum ihram kepadanya.
D. MAKRUH BERLEBIH-LEBIHAN DALAM KAIN KAFAN
Hendaklah kain kafan itu yang bagus tetapi tidak terlalu mahal harganya atau sampai seseorang itu
memaksakan sesuatu yang diluar kemampuannya.
E. KAIN KAFAN DARI HARTA / MODAL SENDIRI
Jika seorang meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta, maka biaya mengafaninya diambilkan
dari hartanya itu. Seandainya ia tidak berharta, maka menjadi kewajiban bagi orang yang memikul
nafkahnya. Dan jika tidak ada orang yang wajib menafkahinya, maka kain kafannya diambilkan
dari perbendaharaan negara(Baitul mal) muslimin.

c) MENYEMBAHYANGKAN JENAZAH
A. HUKUMNYA
Telah disepakati oleh imam-imam ahli fiqih bahwa menyembahyangkan mayat itu hukumnya
fardhu kifayah.
B. SYARAT-SYARATNYA
Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka disyaratkan padanya syarat-syarat yang telah
diwajibkan pada shalat-shalat fardhu lainnya, baik berupa kesucian yang sempurna dan bersih dari
hadats besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat.
D. RUKUN-RUKUNNYA
Rukun shalat jenazah adalah :
1. Berniat.
2. Berdiri bagi yang kuasa.
3. Empat kali takbir
4. Membaca Al-fatihah secara sir(bisik-bisik)
5. Membaca Shalawat Nabi secara sir(bisik-bisik)
Shalawat dan salam atas Nabi itu diucapkan dengan kalimat manapun juga. Dan seandainya
seseorang mengucapkan Allahumma shalli ala muhammad maka itu sudah cukup. Tetapi
mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah lebih utama seperti: Ya Allah, limpahkanlah
karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga muhammad,sebagaimana telah engkau limpahkan atas
Nabi Ibrahim serta keluarga Ibrahim, dan berilah berkah kepada Muhammad serta

keluarga

Muhammad sebagaimana telah engkau berikan kepada Ibrahim serta keluarga Ibrahim, diantara
seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah, Maha Terpuji Lagi Maha Mulia.
6. Berdoa
Disunnatkan mengucapkan salah satu doa dari doa-doa berikut :

6.1. Kata Abu Hurairah, Rasulullah SAW mengucapkan


berikut :

doa waktu shalat jenazah sebagai

Artinya: Ya Allah, Engkau Tuhannya, engkau yang menciptakannya, Engkau yang menunjukinya
menganut islam, dan Engkau pula yang mencabut nyawanya serta Engkau lebih mengetahui
batin dan lahirnya. Kami datang sebagai perantara

untuk mohon pertolongan baginya, maka

ampunilah dosanya.
(Hadist diatas diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud).
6.2. Diterima dari Aut bin Malik, katanya, Saya dengar Rasulullah SAW bersabda (yakni
ketika

ia

menyembahyangkan

jenazah)

Artinya: Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, maafkan dia, selamatkan dia, muliakan dia,
lapangkan tempatnya,dan bersihkanlah dia dengan air, air salju dan air embun. Sucikan dia dari
dosa sebagai halnya kain yang putih, bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya
dengantempat kediaman yang lebih baik, begitupun keluarga serta istrinya dengan yang lebih
berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka. (HR. Muslim).
6.3. Diterima dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW menyembahyangkan
jenazah, maka sabdanya waktu berdoa :

Artinya: Ya Allah, berilah keampuan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati, yang kecil
atau yang besar, laki-laki atau wanita, yang hadir maupun sedang bepergian. Ya Allah, siapa-siapa
yang Engkau wafatkan, mohon di wafatkan dalam keimana! Ya Allah, janganlah kami terhalang
buat beroleh pahalanya, dan janganlah kami disesatkan sepeninggalnya. (HR. Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dan jika jenazah tersebut seorang anak, disunatkan bagi yang menyembahyangkan mengucapkan
doa :

Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia bagi kami sebagai titipan, sebagai imbuhan dan simpanan
(HR. Bukhari dan Baihaqi dari ucapan Hasan) Berkata Nawawi : Jika yang meninggal itu
seorang anak kecil, laki-laki atau perempuan, cukuplah ia membaca : Ya Allah, berilah
keampuan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati, tetapi ditambah dengan :

Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia sebagi imbuhan bagi kedua orang tuanya, sebagai titipan dan
simpanan, menjadi cermin perbandingan dan pemberi syafaat, dan beratkanlah denan timbangan
keduanya, dan limpahkanlah kesabaran atas hati mereka, serta hindarkanlah fitnah dari mereka
sepeninggalnya, dan janganlah mereka terhalang buat mendapatkan pahalanya (HR. Bukhari dan
Baihaqi dari ucapan Hasan)
7. Doa Setelah Takbir ke -empat
Disunatkan berdoa setelah takbir ke-empat, walaupun seseorang telah berdoa setelah takbir ketiga. Berkata Syafii setelah takbir ke-empat itu hendaklah membaca :Allahumma la tahrimula
ajrahu wala taftinna badahu (Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya, dan
hindarkanlah fitnah dari kami sepeninggalnya).
8. Memberi Salam
d) KAIFIAT ATAU TATA CARA SHALAT JENAZAH
Setelah dipenuhinya semua syarat shalat hendaklah orang yang akan mengerjakan shalat
jenazah itu berdiri lurus dan berniat menyembahyangkan jenazah di depannya, lalu mengangkat
kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram. Kemudian meletakkan tangan kanan diatas tangan
kiri dan mulai membaca Al-Fatihah. Setelah itu membaca takbir lagi dan membaca shalawat nabi,
lalu takbir ketiga dan berdoa untuk jenazah, kemudian takbir ke-empat dan berdoa lagi. Dan
akhirnya memberi salam.
A. TEMPAT BERDIRI IMAM TERHADAP MAYAT PRIA DAN WANITA
Menurut sunnah hendaklah imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah laki- laki, dan sejajar
dengan pinggang jenazah perempuan.
B. MENYEMBAHYANGKAN JENAZAH LEBIH DARI SATU

Jika kebetulan ada beberapa mayat, terdiri dari laki-laki atau wanita saja, hendaklah dibariskan
satu persatu diantara imam dan kiblat, agar semuanya berada di depan imam. Dan hendaklah
yang ditaruh di dekat imam itu yang lebih utama, lalu mereka di shalatkan bersama-sama sekaligus.
C. SUNAT MEMBENTUK TIGA SHAF, DAN MERATAKANNYA
Disunatkan bagi orang-orang yang menyalatkan jenazah itu membentuk tiga shaf dan berbaris
lurus. Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Malik bin Hubairah, bahwa ia mendengar
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : Tidak seorang muminpun yang meninggal, kemudian di
shalatkan oleh umat Islam yang banyaknya sampai tiga shaf, kecuali akan diampuni dosanya.
Oleh sebab itu Malik bin Hubairah selalu berusaha membentuk tiga shaf, jika jumlah orang yang
shalat jenazah itu tidak banyak. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah Juga oleh Turmudzi yang
menyatakannya hasan, serta oleh Hakim yang menyatakannya shahih)
E. ORANG YANG KETINGGALAN DALAM SHALAT JENAZAH
Orang yang ketinggalan membaca takbir dalam shalat jenazah, disunahkan untuk mengqadhanya
secara berturut-turut. Menurut Ibnu Umar, Hasan, Alyub Sakhtiyani, dan Auzai, tidak perlu ia
mengqadho takbir yang tertinggal, tetapi terus memberi salam bersama Imam.
F. MENYALATKAN BAYI YANG KEGUGURAN
Janin (bayi) yang gugur yang belum berumur empat bulan dalam kandungan, tidaklah dimandikan
dan di shalatkan. Hanya di balut dengan secarik kain, lalu di tanam. Demikianlah pendapat fuqaha.
Jika janin (bayi) tersebut telah berusia empat bulan atau lebih dan menunjukkan ciri-ciri hidup,
maka menurut kesepakatan fuqaha, hendaklah dimandikan dan di shalatkan. Seandainya tidak
menunjukkan tanda-tanda hidup, maka menurut golongan Hanafi, Malik, Auzai dan Hasan, tidak
lah perlu di shalatkan.
G. SHALAT TERHADAP ORANG YANG TEWAS DALAM MENGGELAPKAN HARTA
RAMPASAN,

YANG BUNUH DIRI, DAN ORANG-ORANG DURHAKA LAINNYA

Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang menggelapkan harta rampasan, yang bunuh diri,
dan orang-orang durhaka lainnya hendaklah di shalatkan.
Berkata Ibnu Hazim :Hendaklah di shalatkan setiap orang yang beragama Islam, baik ia seorang
yang budiman atau durjana, tewas sewaktu menjalani hukuman, waktu merampok, atau waktu
mendurhaka. Demikian juga halnya terhadap orang yang berbuat bidah,

selama tidak jatuh

kepada kufur, juga terhadap orang yang bunuh diri atau membunuh orang lain. Walau ia adalah
orang yang paling jelek dimuka bumi ini, namun saat meninggal ia masih dalam keadaan Islam,
tidak berikrar/menyatakan keluar dari Islam, maka kita harus tetap berpedoman terhadap sabda
Nabi SAW Shalatkanlah sahabatmu, sedangkan setiap muslim itu merupakan sahabat bagi kita.
Maka orang yang melarang menyolatkan seorang muslim, berarti ia telah mengeluarkan ucapan
yang berat sekali tanggung-jawabnya. Apalagi orang yang fasik itu lebih memerlukan doa saudarasaudaranya sesama mumin, dari pada orang budiman yang di rahamti Allah.

Diterima pula riwayat yang syah bahwa Atha menyalatkan anak zina, begitupun ibunya yang
melakukan perzinahan itu, sepasang orang yang dikutuk, orang yang di hukum pancung,
dihukum rajam, orang yang lari dari medan pertempuran lalu di bunuh. Kata Atha Saya tidak
meningglakan sholat terhadap orang yang membaca La ilaha illal lah.
Qatadah juga mengatakan :Sepengetahuanku tak seorangpun ulama yang menghindari shalat
terhadap orang yang mengucapakan La ilaha illal lah. Juga Hasan berkata :Hendaklah
dishalatkan orang yang mengucapakan La ilaha illal lah dan ia sembahyang menghadap kiblat.
Hal itu merupakan syafaat baginya.
H. SHALAT TERHADAP ORANG KAFIR
Tidak boleh bagi seorang muslim menyalatkan orang kafir, berdasarkan firman Allah SWA yang
artinya : Dan janganlah kamu shalatkan seorangpun diatara mereka yang meninggal buat selamalamanya! Dan janganlah kamu berdiri di makamnya buat berdoa. Mereka telah ingkar kepada
Allah dan Rasulnya. (QS.At-Taubah:85), dan di ayat lain Allah berfirman : Tiadalah sepatutnya
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang- orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi
mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. Dan permintaan
ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang
telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu
adalah musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. (QS.At-Taubah:113-114)
I. SHALAT DI MAKAM
Dibolehkan menyalatkan mayat yang telah dikubur pada sembarang waktu, walau ia telah di
shalatkan sebelum di kuburkan.

Dari beberapa hadits diatas terlihat bahwa Rasulullah SAW

menyalatkan syuhada korban perang Uhud, setelah berselang masa delapan tahun.
J. SHALAT GHAIB
Boleh melakukan shalat terhadap mayat yang ghaib, yang jenazahnya tidak ada dihadapan kita.
Tata cara pelaksanaannya sama dengan shalat jenazah yang telah di bahas sebelumnya. Berkata
Ibnu Hazmin : Mayat ghaib itu di shalatkan secara berjamaah dengan memakai imam. Rasulullah
SAW telah menyalatkan Najasyi ra yang mangkat di Habsyi bersama para sahabat yang berdiri
bershaf- shaf. Hal ini merupakan ijma yang tak dapat diingkari.
e) MENGUBURKAN
A. MEMBAWA JENAZAH KE KUBUR
Sesudah Mayat dimandikan, di kafani, dan di shalatkan, lalu di bawa ke kubur, dipikul pada emapt
penjuru. Berjalan membawa jenazah hendaklah dengan segera. Berjalan mengantarkan jenazah
adalah suatu amal kebaikan. Caranya, sebagaian ulama berpendapat bahwa orang yang

mengantarkan jenazah itu sebaiknya berjalan lebih dahulu dari mayat (mazhab Syafii); sedangkan
sebagian ulama yang lain berpendapat, sebaiknya orang yang mengantar itu berjalan di belakang
mayat (mazhab Abu Hanifah).
B. MENGUBURKAN MAYAT
Kewajiban yang keempat terhadap mayat ialah menguburkannya. Hukum menguburkan mayat
ialah fardhu kifayah atas yang masih hidup. Dalamnya kuburan sekurang-kurangnya tidak tercium
bau busuk mayat itu dari atas kubur dan tidak bisa dibongkar olEh binatang buas. Sebab tujuan
menguburkan mayat adalah untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orangorang yang berada di sekitar tempat itu.
Lubang kubur disunatkan memakai lubang lahat jika tanah pekuburan itu keras. Lubang lahat
adalah relung di lubang kubur tempat meletakkan mayat, kemudian di tutup dengan papan, bambu
atau sebagainya.
C. BEBERAPA SUNAT YANG BERKAITAN DENGAN KUBUR

1. Ketika memasukkan mayat ke dalam kubur, disunnahkan menutupi bagian atas dengan kain atau
yang lainnya kalau mayat itu perempuan.
2. Kuburan itu disunahkan ditinggikan kirta-kira sejengkal dari tanah biasa, agar bisa diketahui.
3. Kuburan lebih baik didatarkan dari pada di munjungkan
4. Menandai kuburan dengan batu atau yang lainnya disebelah kepalanya
5. Menaruh kerikil (batu-batu kecil) diatas kuburan
6. Meletakkan pelepah yang basah diatas kuburan.
7. Menyiram kuburan dengan air
8. Sesudah mayat dikuburkan, orang yang mengantarkannya disunnahkan berhenti sebentar untuk
mendoakannya (memintakan ampun dan minta supaya ia mempunyai keteguhan dalam menjawab
pertanyaan malaikat.
D. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN KUBURAN
1. Menembok kuburan
2. Duduk diatasnya
3. Membuat rumah diatasnya
4. Membuat tulisan-tulisan diatasnya
5. Membuat pekuburan menjadi masjid
E. MEMINDAHKAN MAYAT
Hukum membawa mayat dari negeri tempat meninggalnya untuk di kuburkan di negeri lain,
sebagian ulama berpendapat

bahwa hukumnya haram, karena di khawatirkan akan merusak

kehormatan si mayat. Tetapi sebagian ulama lain berpendapat hal itu tidak ada halangan, asal terjaga
dengan baik, karena asal hukum sesuatu adalah harus (boleh), sementara untuk hal ini tidak ada dalil
yang mengharamkannya.
F.MEMBONGKAR KUBURAN
Apabila mayat sudah dikubur tidak boleh dibongkar (haram dibongkar) karena hal itu akan
merusak kehormatan si mayat kecuali terjadi beberapa hal berikut :
1. Mayat yang di kubur belum di mandikan, atau belum dikafani
2. Mayat yang di kubur belum di shalatkan
3. Mayat yang di kubur tidak menghadap ke kiblat
4. Dikuburkan di tanah yang dirampas
5. Dikuburkan dengan kain yang di rampas, sedangkan si pemilik minta dikembalikan
6. Jatuh suatu barang yang berharaga kedalam kuburan tersebut
Jika terjadi salah satu dari hal-hal tersebut diatas, maka kuburan boleh di bongkar selama mayat belum
membusuk. Sementara membongkar kuburan yang sudah lama, tidak ada halangan asal mayat sudah

hancur. Untuk mengetahui berapa lamanya baru hancur, hendaklah ditanyakan kepada yang ahli
tentang hal itu, karena keadaan tempat tidak sama, bergantung kepada keadaan tanah ditempat itu,
kering atau basah.
Taziah atau melawat adalah berkunjung ke rumah orang yang sedang tertimpa musibah kematian,
untuk menghiburnya. Dalam hal ini kita dianjurkan menguatkan mental mereka dan menasehatinya
agar mereka tetap bersabar. Selain itu kita dianjurkan memberikan sumbangan baik berupa uang
maupun makanan. Sebab keluarga yang tertimpa musibah sibuk dengan kesedihan masing-masing,
sehingga tidak sempat menjamu para tamu yang datang. Abullah bin Jafar ra. mengatakan, sewaktu
datang berita terbunuhnya Jafar, Rosulullah saw. bersabda, "Hendaklah kamu membuat makanan
untuk keluarga Jafar, karena telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkan mereka".(HR.
Imam yang lima, kecuali Nasai)

Anda mungkin juga menyukai