Pendahuluan
Air bemeluang untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme non patogen maupun patogen. Pada
prinsipnya air di alam tidak dianggap steril, sehingga untuk keperluan makan dan minum hams dilakukan
sterilisasi air, misalnya dengan perebusan, radiasi, ozonisasi, penyaringan, pemberian kaporit, dll.
Penentuan kualitas air bersih atau air minum ditentukan berdasarkan pemeriksaan terhadap berbagai
komponen yaitu fisik, kimiawi, biologik, radioaktivitas dan mikrobiologik.
Makanan dapat tercemar melalui beberapa eara dan berasal dari berbagai sumber, antara lain seperti
melalui tangan pengolah makanan yang memiliki infeksi kulit, droplets, sisa kotoran hewan, peralatan
makanan, air, tanah dsb. Pengolah dan penyaji makanan dapat mencemari makanan terutama
melalui jar-jari tangannya. Pada keadaan ini bakteri penyebab terutama adalah bakteri enterik yang
ditemukan-ar feses dan Staphylococcus sp. yang merupakan flora tangan, kulit dan saluran nafas atas
terutama hidung. Pengetahuan dan penerapan higiene serta tata cara yang benar di dalam mengolah
makanan menjadi faktor utama pada keadaan mi.
A. Pemeriksaan Mikrobiologi Air Minum
Kualitas air minum secara mikrobiologi ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya bakteri indikator
yaitu Escherichia coli. Ditemukannya bakteri E. coli di dalam air memberikan indikasi adanya
peneemaran oleh mikroorganisme patogen. E. coli adalah bakteri oportunis yang banyak ditemukan
di dalam usus besar manusia clan hewan menyusui sebagai flora normal, sehingga apabila E. coli
ditemukan di dalam air maka air tersebut telah tereemar oleh feses manusia atau hewan. Di dalam
persyaratan mikrobiologi parameter yang digunakan adalah jumlah total balderi coliform (total
conform) dan jumlah bakteri coliform fekal (total fecal coliform).
Syarat kualitas air minum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/Menkes/SkiVII/2002, tanggal 29 Juli 2002 adalah sebagai berikut:
1.
Total Coliform = 0
2.
Coliform fekal = 0
1.
Pembiakan air pada kaldu laldosa yang dilengkapi dengan tabung durham.
Jika gas terbentuk setelah inkubasi pada 35 0,5C selama 2 x 24 jam, pemeriksaan dilanjutkan
Pembiakan pada BGLB (Brilliant Green Bile Lactose Broth) yang dilengkapi
dengan tabung durham.
Suhu inkubasi bagi uji Total Coliform adalah 35 0,5C, selama 2 x 24 jam dan untuk uji
Fecal Coliform adalah 44,5 0,2 C, selama 2 x 24 jam.
Jumlah tabung dengan pertumbuhan bakteri yang menghasilkan gas dicocokkan dengan tabel
MPN.
Untuk memastikan ada tidaknya Escherichia coli dalam sampel air yang diperiksa dilakukan uji
lengkap (Completed Test) dari hasil biakan dengan gas pada Confirmed Test. Pada uji lengkap digunakan
medium selektif padat (EMB atau Endo) dan pemeriksaan biokimiawi (terutama indol, merah metil,
Voges Proskauer, dan sitrat).
Tugas Mahasiswa
1. Mengamati, mencatat dan mendiskusikan peragaan pemeriksaan air
2.
1 ml
3
0,1 ml
3
Jumlah tabung dengan gas +Jumlah tabung dengan gas +Jumlah tabung dengan gas +
2. Confirmed Test
BGLB (35 0,5C)
10 ml
1
1 ml
3
Jumlah tabung
0,1 ml
3
gas +
gas +
gas +
1 ml
3
0,1 ml
3
gas +
3. Completed Test
Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri coliform yang tumbuh dan
menghasilkan gas didalam BGLB yang dilakukan pada confirmed test. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara melakukan kultur mikroorganisme yang tumbuh di BGLB pada agar selektif EMB
(eosin methylene blue) atau endo. Isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan uji biokimiawi
terutama indol, merah metil, Voges Prokauer dan Sitrat.
B. Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan
Pemeriksaan mikrobiologi makanan digunakan untuk mencari penyebab keracunan
makanan, juga untuk memenuhi persyaratan kualitas makanan secara mikrobiologi yang
ditetapkan oleh Badan POM, KEMENKES.
Pembuktian bahwa makanan adalah penyebab penyakit bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Bakteri (strain bakteri) yang ditemukan pada makanan hams sesuai baik secara fenotip maupun
genotip dengan bakteri penyebab penyakit yang ditemukan pada spesimen klinis, yang dapat berupa
muntahan atau feses. Pemeriksaan makanan pada kasus keracunan makanan ditujukan untuk
mengisolasi dan identifikasi mikroorganisme penyebab, serta pembuktian adanya toksin yang
dihasilkan bakteri dengan bahan dan cara pemeriksaan yang memerlukan biaya cukup tinggi.
Prosedur pemeriksaan makanan adalah sebagai berikut:
25 Gram sampel makanan dihaluskan dan dihomogenisasi dengan Buffered Pepton Water
(BPW) sampai volume 250 ml, kemudian dilakukan:
1.
Total Plate Count (TPC) digunakan untuk menentukan jumlah bakteri pada sampel makanan
yang diperiksa.
2.
1.
Pembiakan untuk mengetahui adanya bakteri patogen pada makanan yang diperiksa
menggunakan medium selektif yang sesuai, misalnya: bakteri Salmonella, Shigella pada agar
SS; Vibrio pada agar TCBS; E. coli pada agar Endo/EMB dan Staphylococcus aureus pada
MSA.
2.
Apabila memungkinkan pemeriksaan dilanjutkan dengan deteksi adanya toksin yang dihasilkan
Widen.
Ketentuan tentang makanan yang memenuhi syarat secara mikrobiologi sangat tergantung pada
jenis makanan dan diatur sesuai Keputusan Dirjen pengawasan Obat dan Makanan No.
03726/B/SK/ VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Makanan.
Contoh: Daging asap
Batas maksimum:
TPC = 5 x104
MPN = 10
Salmonella negatif
Staphylococcus aureus negative
Perlu diketahui, di negara maju dan juga negara Asia Tenggara sudah ditentukan cemaran aflatoksin
(metabolit sekunder dari spesies jamur Aspergillus) yang dapat ditoleransi. Aflatoksin sangat berbahaya
karena merupakan karsinogen yang poten. Di Indonesia cemaran aflatoksin didalam makanan belum
diatur oleh Badan POM.
Tugas Mahasiswa
1. Mengamati, mencatat dan mendiskusikan peragaan pemeriksaan air
2.
Air
10-1
10-2
3
1 0-
-4
1 0-
10-5
10-6
10-7
10-8
Kontrol
TPC =.............................../gram
2.
10-1
1 2
1 0-3
2
10-2
2
10-3
2
10-2
2
10-3
2
3. Identifikasi Patogen
Media
SS Agar
SS Agar
MSA
Endo/EMB
Identifikasi
Salmonella sp.
Hasil
Shigella sp.
Staphylococcus aureus
Eschericia coli
Pertanyaan
1. Mikroorganisme apa sajakah yang tidak boleh ditemukan pada makanan dan minuman?
2. Jelaskan spesimen apa saja yang harus diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab kasus
keracunan makanan!
3. Daftar Pustaka
Brooks GF., Caro11 KC., Butel JS., Morse SA., Mietzner TA. Enteric gram-negative rods
(Enterobacteriaceae). In: Jawetz, Melnick & Adelberg's medical microbiology. 25th ed. Mc
graw Hill-Lange. USA, 2010. P. 213-24.
Christenson ML. Rotaviruses. In: Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH.
Manual of clinical microbiology. 6th ed. American Society for Microbiology. USA, 1995.
p.1012-6.
Lim PL., Tam FC., Cheong YM., Jegathesan M. One-step 2-minute test to detected typhoid
specific antibodies based on particle separation in tubes. J. Clin. Microbiol. 1998;36(8):22718.
Miller JM. A guide to specimen management in clinical microbiology. ASM Press. Washington
DC, 1996.
WHO. Enteric fever. In: Guidelines on standard operating procedures for microbiology. 2006.
(www.searo. who.intlenlsectionl0/sectionl7/section53/section482_1794.htm diunduh pada
tanggal 24 januari 2012)
11
0
6. Pendahuluan
7. Pada tahun 1964, virus Epstein-Barr (EBV) diidentifikasi sebagai virus penyebab
karsinoma nasofaring. Kemudian, beberapa virus onkogenik manusia telah diidentifikasi
termasuk Kaposi sarcoma-associated herpes virus (KSHV), human papillomavirus (HPV),
virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), human T lymphotropic virus (HTLV-1).
Berdasarkan genomnya, virus onkogenik terbagi menjadi dua sub-kategori, yaitu virus
onkogenik DNA (EBV, KSHV, HPV dan HBV) dan RNA (HCV dan HTLV-1).
8.
Virus onkogenik menginduksi onkogenesis dengan mengganggu sistem seluler
normal menjadi tidak normal. Adanya gangguan sistem kerja dan sinyal seluler menyebabkan sel
berproliferasi secara terus menerus dan bersifat abadi (immortal). Untuk mencapai tahap tersebut,
virus antara lain memproduksi protein yang dapat menghambat fungsi atau mendegradasi protein
supresi tumor.
9. Secara normal, sel-sel yang terinfeksi virus onkogenik dapat dieliminasi melalui
apoptosis sel atau bertahan dalam keadaan infeksi kronis. Infeksi kronis yang persisten oleh virus
onkogenik dapat .menyebabkan onkogenesis. Oleh karena itu, dalam praktikum ini akan dikenalkan
beberapa karakteristik virus onkogenik pada manusia dan beberapa uji penting dalam
mendiagnosis virus onkogenik untuk tatalaksana pasien kanker.
10.Tujuan Praktikum
11.Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1.
Mengetahui virus-virus yang berkaitan dengan penyakit kanker pada manusia
(virus onkogenik)
2.
Mengetahui uji mikrobiologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi virus onkogenik
pada pasien kanker
12.
13.A. Virus Onkogenik
A.1.
14.
EBV dikelompokkan ke dalam famili y-heipesvirus manusia. EBV menginfeksi
lebih dari 90% orang dewasa di seluruh dunia. Berdasarkan patogenesis virus tersebut, sekali
seseorang terinfeksi melalui rute oral atau transplantasi organ, virus tetap laten dalam limfosit B
seumur hidup. Virus ini juga dapat mentransformasi limfosit B dan menginduksi sel tersebut
sehingga berkembang menjadi beberapa penyakit kanker, seperti penyakit limfoma Burkitt,
karsinoma nasofaring, limfoma sel NK, penyakit Hodgkin, dan X-linked lymphoproliferative.
A.2.
18.HBV adalah virus DNA yang dikelompokkan ke dalam famili Hepadnaviridae. Virus
dapat mengintegrasikan genomnya pada genom hospesnya, sehingga menyebabkan transformasi sel
hati. HCV adalah virus RNA untai positif yang dikelompokkan ke dalam famili Flaviviridae. Kedua
virus ini adalah penyebab karsinoma hepatoseluler yang merupakan peringkat kelima dari penyakit
kanker dan penyebab kematian urutan ketiga di seluruh dunia.
A.3.
19.HTLV-I adalah retrovirus pada manusia yang dikaitkan dengan adult T cell
leukemia/lymphoma (ATL) dan beberapa penyakit yang dimediasi limfosit.
20.B. Pemeriksaan Mikrobiologi yang Umum Digunakan untuk Mendiagnosis Virus
Onkogenik
B.1.
Virus Epstein-Barr (EBV) penyebab limfoma Burkitt
21.Genom EBV pada limfoma Burkitt dapat dideteksi dengan hibridisasi Southern blot,
hibridisasi in situ dengan probe DNA atau RNA yang dilabel, atau amplifikasi dengan teknik PCR.
African Burkitt' lymphoma hanya mengekspresi antigen inti EBNA1 sedangkan limfoma lain yang positif
EBV mengekspresikan EBNA1 dan protein membran laten LMP1 dan LMP2. Limfoma imunoblastik,
sebaliknya mengekspresi protein EBNA 1, 2, 3A, 3B, 3C, -LP, LMP1 and LMP2 akibat gangguan atau
defisiensi respon imun hospesnya.
B.2.
22.DNA EBV (EBNA1, LMP1 atau LMP2) lebih sering dideteksi dengan teknik PCR. Protein
EBNA1 juga bisa dideteksi menggunakan uji imunofloresen.
B.1.
23.
Diagnosis dilakukan dengan mendeteksi sekuen DNA KSHV menggunakan teknik
PCR dan/atau Southern blotting dengan probe berlabel dilanjutkan dengan analisis sekuen DNA.
B.2.
genotipe HPV menggunakan primer konsensus. Saat ini sudah dideteksi 140 genotipe HPV. Diantara
genotipe tersebut. diketahui 14 HPV risiko tinggi (HPV-16, -18, -31, -33, -35, -39, -45, -51, -52, -56,
-58, -59, -66 dan -68: yang dikaitkan dengan penyebab kanker serviks. HPV-16 dan -18
merupakan penyebab 70% kankei serviks. Untuk membedakan tipe HPV (genotyping assays),
yang umum digunakan adalah uji berbasi1 teknik hibridisasi menggunakan probe berlabel spesifik
genotipe HPV.
25.
26.