Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Hiperaldosteronisme merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan
sekresi aldosteron. Hiperaldosteron dapat dibagi menjadi primer dan sekunder.
Hiperaldosteron primer (Sindroma Conn) dapat dikarenakan oleh adanya
tumor/neoplasma

adrenokorteks

yang

meningkatkan

sekresi

aldosteron,

mekanisme pasti ini belum jelas. Pada hiperaldosteron sekunder, pelepasan


aldosteron terjadi sebagai respons atas pengaktifan system renin-angiotensin.1
Hiperaldosteron Primer (Sindroma Conn) seperti yang sudah dijelaskan di
atas bahwa sindroma ini disebabkan oleh adanya neoplasma adrenokorteks yang
menyekresi aldosteron berlebihan. Meskipun pada awalnya dianggap langka,
hiperaldosteronism primer (PH) sekarang dianggap salah satu penyebab umum
dari hipertensi sekunder (HTN). Walaupun penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa aldosteronoma adalah penyebab paling umum dari PH (70-80% dari
kasus), kemudian epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi PH karena
hiperplasia adrenal bilateral idiopatik (IAH) lebih besar dari yang diyakini
sebelumnya. Laporan-laporan ini menyarankan bahwa IAH mungkin bertanggung
jawab atas sebanyak 75% kasus PH. Selain itu, laporan menggambarkan sindrom
langka PH dicirikan oleh fitur histologis perantara antara adenoma adrenal dan
hiperplasia adrenal.2
Gejala klinisnya adalah hipertensi esensial benigna, disertai sakit kepala,
jarang dijumpai edema. Gejala yang terpenting adalah hipokalemia idiopatik
(tanpa penyebab yang jelas). Kadang-kadang pasien mengalami hipokalemia yang
mempengaruhi ginjal atau system nueromuskuler seperti poliuria, nokturia,
parestesia, kelemahan otot, hiporefleksi episodic atau paralisis. Hipokalemia
merupakan gejala terpenting, jarang ditemukan normokemia.Diagnosis ditegakkan
dengan kadar aldosteron yang tinggi dan renin yang rendah. Pengobatan dapat
menggunakan spironolakton untuk menghilangkan gejala hiperaldosteronisme.
Sementara pilihan perawatan untuk aldosteronoma adalah pembedahan, serta
pengobatan pilihan untuk keadaan ini adalah terapi medis dengan antagonis
aldosteron.1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Definisi
Hiperaldosteronisme

adalah

keadaan

dimana

kelenjar

adrenal

menghasilkan hormon aldosteron secara berlebihan, gejala klinisnya adalah


hipertensi esensial benigna, disertai sakit kepala, dan jarang dijumpai edema. 1
Gejala yang terpenting adalah hipokalemia (K < 3,0 mMol/L) tanpa sesuatu sebab
yang jelas seperti pemakaian diuretik atau muntah muntah. Kadang-kadang
pasien mengalami simptom hipokalemia yang mempengaruhi ginjal atau sistem
neuromuskular seperti poliuria, nokturia, parestesia, kelemahan otot, hiporefleksi
episodik atau paralisis.4
2.2

Etiologi
Setengah sampai tigaperempat pasien mengalami adenoma adrenal soliter,

kecil, dengan penampang berwarna kuning. Sisanya mengalami hiperplasia


adrenokortikal

mikro/makronoduler.

Gambaran

patologi

disebabkan

oleh

hipertensi dan hipokalemia.4


2.3

Epidemiologi
Kasus hyperaldosteronism primer merupakan kasus yang jarang terjadi,

dengan estimasi prevalensi kira-kira < 10 % dari semua kasus hipertensi, dimana
terjadi pada 5-15% dari total pasien dengan hypertensi sekunder. Prevalensinya
lebih tinggi (10-23%) pada pasien dengan terapi hipertensi resisten atau berat.2
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aldosteronoma adalah kasus
tersering pada kasus hyperaldosteronism primer (70-80% kasus). Kemudian studi
epidemiologi

berikutnya

menunjukkan

bahwa

prevalence

primary

hyperaldosteronism lebih bessar daripada yang diperkirakan sebelumnya (75%).2


Kasus

hyperaldosteronism

primer

meliputi

aldosterone-producing

adenomas (APAs), aldosterone-producing renin-responsive adenomas (AP-RAs),

bilateral adrenal (glomerulosa) hyperplasia atau IAH, primary adrenal hyperplasia


(PAH), adan bentuk lain dari hyperaldosteronism primer.2
2.4

Faktor Risiko
Adapun faktor resiko dari hyperaldosteronism primer adalah:
a. Wanita lebih sering daripada laki-laki (2:1).
b. Umur antara 30-50 tahun.
c. Juga berhubungan dengan peningkatan Renal Cysts (sacs in the
kidneys).

2.5

Patogenesis
Peningkatan jumlah produksi aldosteron oleh adrenal pada kebanyakan

kasus disebabkan oleh adenoma atau hiperplasia adrenal yang menyebabkan


meningkatnya

hormon

aldosteron.

Peningkatan

aldosteron

meningkatkan

reabsorpsi sodium dan air pada tubulus distal ginjal, sehingga terjadi retensi
sodium dan air yang dapat menyebabkan hipertensi. Hal tersebut terjadi simultan
dengan peningkatan ekskresi kalium dan ion hidrogen. Banyaknya ekskresi
kalium menyebabkan tubuh mengalami hipokalemia (K<3mMol/L). Banyaknya
ekskresi ion hidrogen menyebabkan tubuh mengalami metabolik alkalosis. Pada
hiperaldosteronism primer, terjadi 3 keadaan utama, yaitu hipertensi, hipokalemia,
dan metabolik alkalosis yang menimbulkan rangkaian gejala lainnya sebagai
komplikasi. Peningkatan aldosteron karena kelainan adrenal (primer) ditandai
dengan penurunan ACTH dan kadar renin yang normal, tidak seperti pada
hiperaldosteronism sekunder.
2.6

Manifestasi Klinis
Pasien dengan hyperaldosteronism primer tidak datang dengan temuan

klinis yang khas, dan indeks kecurigaan yang tinggi berdasarkan riwayat pasien
adalah penting dalam membuat diagnosis.3
Kejadian umum dimana hyperaldosteronism primer harus dipertimbangkan
mencakup:
a. Pasien dengan hipokalemia spontan atau tanpa alasan, terutama bila
pasien juga menderita hipertensi.1

b. Pasien yang berkembang menjadi hipokalemia berat dan/menetap pada


pengaturan dosis potasium-wasting diuretic rendah sampai sedang.
c. Pasien dengan refractory hypertension (HTN).2
Temuan klinis yang dapat terjadi pada pasien seperti:
a. Hipertensi (HTN) - Kondisi ini hampir selalu terjadi, meskipun
beberapa kasus hyperaldosteronism primer tidak berhubungan dengan
b.
c.
d.
e.

hipertensi.
Lemah.
Distensi perut.
Ileus dari hipokalemia.
Temuan terkait dengan komplikasi HTN seperti gagal jantung,
hemiparesis

karena

stroke,

carotid

bruits,

abdominal

bruits,

proteinuria, insufisiensi ginjal, ensefalopati hipertensi, dan perubahan


retina hipertensi.3
2.7

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis

adalah:
-

Level plasma aldosteron yang meningkat

Kalium plasma rendah (kurang dari 3 mmol/L). Pemeriksaan ini juga


untuk membedakan dengan hipertensi esensial. Kadar renin plasma
turun (untuk membedakan dari hiperaldosteronism sekunder yang
meningkat kadar reninnya). Rasio aldosteron per renin plasma >750.

Kaliuresis, kadar kalium dalam urin >3 mmol/hari

Serum bikarbonat >31mEq/L

CT scan

MRI

NP-59 iodocholesterolscintigraphy, untuk membedakan adenoma dan


hiperplasia

Adrenal vein sampling (AVS), untuk membedakan adenoma dan


hyperplasia, untuk menentukan pilihan terapi (medikamentosa atau
pembedahan)

2.8

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari Hiperaldosteronisme adalah Adrenal


adenoma, Eklampsia, Karsinoma adrenal, Ensefalopati, hipertensi, Bedah adrenal,
Hipertensi, Sindrom Bartter, C-11 hidroksilase Defisiensi, Hipokalemia, C-17
hidroksilase Defisiensi, Alkalosis metabolik, Carney Kompleks, Stenosis Arteri
Renal, Sindrom Conn, Renovascular Hipertensi, Sindrom Cushing.4
2.9

Terapi
Adapun tujuan utama terapi hiperaldosteronism primer meliputi:
a. Normalisasi tekanan darah
b. Normalisasi level serum potasium dan elektrolit
c. Normalisasi level serum aldosteron
2.9.1 Terapi medis (obat-obatan)
Pada terapi PH non-bedah, terapi obat merupakan pilihannya. Obat
yang menjadi pilihan utama untuk kebanyakan variant dari PH non-bedah
adalah

spironolactone,

yang

digunakan

untuk

mencapai

normoaldosteronism dan mengontrol tekanan darah. Pada pasien yang


tidak

merespon

terhadap

terapi

spironolactone,

dapat

digunakan

potassium-sparing diuretics lainnya seperti amiloride dan triamterene.4


Berbagai antihipertensi dapat digunakan untuk mengontrol tekanan
darah seperti dihydropyridine calcium channel blockers (nifedipine) yang
secara langsung menghambat produksi aldosterone. Meskipun signifikan
pada hipertensi, level aldosterone, volume plasma, dan konsentrasi serum
potassium tetap tidak berubah walaupun dengan terapi nifedipine. Hal ini
tidak bisa diterangkan secara patofisiologi.4
Beberapa obat yang dipakai antara lain:
a. Aldosterone Antagonists
Agent ini berkompetisi dengan receptor sites aldosterone,
menurunkan edema dan ascites.
Spironolactone (Aldactone)
Secara kompetitif mengikat reseptor pada aldosteronedependent sodium-potassium bertukar tempat pada distal
convulated tubules (DCT). Meningkatkan ekskresi sodium dan
air dan menahan potassium, dimana ini merupakan efek
diuretic dan antihipertensi. Pemberian spironolactone saja atau

dengan diuretic lainnya bekerja pada proximal renal tubule.


Pada orang dewasa biasanya diberikan dalam dosis 25-200
mg/d PO (peroral) pada dosis tunggal atau divided doses,
sedangkan anak-anak 3,3 mg/kg PO qd atau dibagi q6-12h.
Pemberian spironolactone harus dihindari pada kehamilan,
hipersensitivitas, anuria, acute renal insufficiency karena dapat
menyebabkan dilutional hyponattremia, asidosis ringan, dan
gynecomastia, disfungsi ginjal akut, dan hyperkalemia.
Eplerenone (INSPRA)
Secara selektif memblok aldosterone pada reseptor
mineralocorticoid di epitel (ginjal) dan nonepitel (jantung,
pembuluh darah, dan otak) sehingga menurunkan tekanan
darah dan mereabsorpsi sodium. Pada orang dewasa diberikan
dengan dosis 50 mg PO qd; dosis dapat ditingkatkan setelah 4
minggu tapi tidak lebih dari 100 mg/d. Pemberian eplerenone
juga harus dihindari pada kehamilan, hypersensitivitas,
hyperkalemia atau pemberian dengan obat-obatan yang
meningkatkan

potassium,

diabetes

type

dengan

mikroalbuminuria, renal insufficiency sedang hingga berat


(CrCl<50 mL/min atau serum creatinine level >2 mg/dL [lakilaki] atau >1.8 mg/dL pada perempuan)
b. Potassium-sparing diuretics
Obat ini digunakan sebagai second-line untuk terapi PH akibat
nonlateralizing disease dan atau lateralizing disease yang
kontraindikasi dengan pembedahan. Sering digunakan dengan
antihipertensif lainnya untuk mencapai kontrol tekanan darah
yang

baik,

karena

potassium-sparing

diuretics

bukan

antihipertensi yang poten.


Triamterene (Dyrenium)
Potassium-sparing diuretic memiliki natriuretic properties yang
relatif lemah. Efek diuretic pada distal renal tubule untuk
menghambat reabsorpsi sodium dalam pertukaran potassium
dengan hydrogen. Peningkatan ekskresi sodium dan penurunan
kehilangan

potassium

dan

hydrogen

yang

berlebih

berhubungan dengan hydrochlorothiazide. Pada orang dewasa,

triamterene diberikan dengan dosis 100-300 mg PO qd. Jangan


diberikan pada orang hamil, hipersensitivitas, level serum
potassium tinggi (>5,5 mEq/L), gangguan fungsi ginjal (anuria,
renal insufficiency akut dan kronis, gangguan ginjal yang
signifikan), diabetes (hiperkalemia dilaporkan dapat terjadi
pada penderita diabetes yang menggunakan potassiumconserving agents tanpa ada gangguan ginjal).4
Adapun efek samping obat ini meliputi:
1. Efek gastro-intestinal (jaundice, pancreatitis, gangguan
nafsu makan, perubahan rasa, mual,muntah, diarrhea,
konstipasi, anorexia, iritasi lambung, cramping)
2. Efek CNS (drowsiness, fatigue, insomnia, sakit kepala,
pusing, mulut kering, depresi, cemas, vertigo, restlessness,
paresthesias)
3. Efek Cardiovascular (tachycardia, nafas pendek, nyeri
dada, orthostatic hypotension)
4. Efek Renal (gagal ginjal akut, acute interstitial nephritis,
batu ginjal yang tersusun dari triamterene yang berkaitan
dengan materi kalkulus lainnya, dan perubahan warna urin)
5. Efek
Hematologic
(leukopenia,
agranulocytosis
thrombocytopenia, aplastic anemia, hemolytic anemia,
megaloblastosis)
6. Efek Ophthalmic (xanthopsia, transient blurred vision)
7. Hipersensitivitas(eg, anaphylaxis, photosensitivity, rash,
urticaria, purpura, necrotizing angiitis [vasculitis, cutaneous
vasculitis],

demam,

respiratory

distress

[termasuk

pneumonitis])
8. Efek lainnya (kram otot dan weakness, penurunan gairah
seksual, sialadenitis)
Amiloride (Midamor)
Amiloride memiliki aktivitas potassium-conserving pada
pasien dengan terapi kaliuretic-diuretic. Amiloride bukan
merupakan aldosterone antagonist, dan efek sampingnya
terlihat tanpa ada aldosterone. Efeknya adalah menghambat
reabsorpsi sodium pada distal convulated tubule, cortical
collecting tubule, dan collecting duct. Hal ini menyebabkan

menurunnya potensial negative lumen tubular dan menurunkan


sekresi potassium dan hydrogen dan ekskresi komponen yang
berkaitan.
Amiloride biasanya bekerja dalam 2 jam setelah pemberian
dosis oral. Efek pada ekskresi elektrolit mencapai puncak
antara 6-9 jam dan berakhir sekitar 24 jam. Puncak level
plasma dalam 3-4 jam dan plasma half-live bervariasi dari 6-9
jam. Amiloride tidak dimetabolisme di hati dan ekskresinya
tidak diubah oleh ginjal. Sekitar 50% dosis amiloride
diekskresi dalam urin dan 40% di kotoran dalam waktu 72 jam.
Efeknya kecil pada filtrasi glomerular atau aliran darah renal.
Amiloride jarang diberikan dalam dosis tunggal karena
meningkatkan risiko hiperkalemia. Dosis tunggal hanya ketika
terjadi hipokalemia persisten dan dengan titrasi yang hati-hati
disertai

pemantauan

level

serum

elektrolitnya. Adapun

dosisnya pada orang dewasa adalah 5-20 mg/d PO. Jangan


diberikan pada penderita dengan kehamilan, hipersensitivitas;
peningkatan level serum potassium (>5.5 mEq/L), pasien yang
diterapi

dengan

obat

potassium-conserving

lainnya

(spironolactone, triamterene), suplemen potassium dalam


bentuk obat, gangguan fungsi ginjal (BUN level >30 mg/dL
atau serum creatinine levels >1.5 mg/dL), renal insufficiency
akut atau kronis, dan diabetic nephropathy.4
2.9.2 Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi pilihan utama variant primary
hyperaldosteronism (PH), yaitu typical aldosteronomas dan primary
adrenal hyperplasia(PAH). Sebelum operasi, berdasarkan diagnosa
konfirmasi biokimia dan anatomi, pasien harus diterapi dengan
spironolactone 3-5 minggu. Ini berfungsi sebagai alat diagnostik tambahan
(mengkonfirmasikan diagnosis PH) dan sebagai sarana untuk memprediksi
respons tekanan darah yang dapat diharapkan pada postsurgery.
Adrenolectomy

melalui

laparotomy

formal

atau

dengan

teknik

laparoscopic. Pilihan laparoscipic jika pada pasien tidak bisa dilakukan

laparotomy formal. Sebelum operasi, pasien harus menerima sedikitnya 810 minggu terapi medis untuk menurunkan tekanan darah dan untuk
memperbaiki sindrom metabolik yang sering dikaitkan dengan PH. Pasca
operasi, profil metabolisme harus dimonitor secara seksama. Kebanyakan
pasien tidak menjadi hypomineralocorticoidism permanen dan karenanya
tidak memerlukan penggantian fludrocortisone. Pada pasien aldostrenomas
dengan kontraindikasi pembedahan diberikan terapi ethanol atau acetic
acid injeksi perkutan. Teknik ini perlu skill yang tinggi.4
2.9.3

Diet
Selain pembedahan dan terapi obat-obatan, harus diimbangi

dengan asupan gizi yang sesuai dan cukup. Dianjurkan diet rendah garam,
walaupun berpengaruh terhadap control tekanan darah pada PH, dapat
member hasil false-negative pada test biokimia.4
2.10

Komplikasi
Komplikasi spesifik berhubungan dengan komplikasi hipertensi kronis

(infark myokard, cerebrovascular disease, gagal jantung kongestif) dan juga


berkaitan dengan terapi spesifik (reaksi obat dan komplikasi pembedahan).3
Pertimbangkan diagnosis pada semua orang dengan hipertensi dan
hipokalemia. Membuat diagnosis yang benar merupakan cara untuk mencapai
kontrol tekanan darah yang adekuat sehingga mencegah kontrol hipertensi yang
buruk.4
2.11

Prognosis
Pasien yang menderita hiperalodosteron kemungkinan

mengalami

komplikasi tekanan darah tinggi, dan memiliki resiko tinggi untuk mengalami
angina, gagal ginjal, stroke dan serangan jantung. Pada hiperaldosteron primer
yang disebabkan oleh adenoma soliter, kemungkinan pasien memiliki prognosis
yang baik. Setelah tumor dihilangkan maka tekanan darah akan menurun, dan
sekitar

70%

pasien

akan

mengalami

remisi.

Sementara

pada

pasien

hiperaldosteron primer yang disebabkan oleh adrenal hiperplasia kemungkinan


tekanan darah pasien akan tetap tinggi dan pada pasien ini dapat diberikan obat
antihipertensi.4

BAB III
SIMPULAN
Hiperaldosteronisme

adalah

keadaan

dimana

kelenjar

adrenal

menghasilkan hormon aldosteron secara berlebihan. Hiperaldosteron dapat dibagi


menjadi primer dan sekunder. Kasus hyperaldosteronism primer merupakan kasus
yang jarang terjadi. Gejala yang terpenting adalah hipokalemia (K < 3,0 mMol/L)
tanpa sesuatu sebab yang jelas. Diagnosis ditegakkan dengan kadar aldosteron
yang tinggi dan renin yang rendah. Setengah sampai tigaperempat pasien
mengalami adenoma adrenal soliter kecil, sisanya mengalami hiperplasia
adrenokortikal mikro- atau makronoduler. Gambaran patologi disebabkan oleh
hipertensi dan hipokalemia. faktor resiko dari hyperaldosteronism primer adalah
Wanita lebih sering daripada laki-laki (2:1), Umur antara 30-50 tahun, dan Juga
berhubungan dengan peningkatan Renal Cysts (sacs in the kidneys).
Pada hiperaldosteronism primer, terjadi 3 keadaan utama, yaitu hipertensi,
hipokalemia, dan metabolik alkalosis yang menimbulkan rangkaian gejala lainnya
sebagai komplikasi. Peningkatan aldosteron karena kelainan adrenal (primer)
ditandai dengan penurunan ACTH dan kadar renin yang normal, tidak seperti pada
hiperaldosteronism sekunder.

Adapun

tujuan

utama

terapi

hiperaldosteronism

primer

meliputi

normalisasi tekanan darah, normalisasi level serum potassium dan elektrolit, dan
normalisasi level serum aldosteron. Ada dua jenis terapi yang bisa diberikan,
antara lain terapi bedah dan non-bedah. Pada terapi PH non-bedah, terapi obat
merupakan pilihannya. Obat yang menjadi pilihan utama untuk kebanyakan
variant dari PH non-bedah adalah spironolactone. Pada pasien yang tidak
merespon terhadap terapi spironolactone, dapat digunakan potassium-sparing
diuretics lainnya seperti amiloride dan triamterene. Pembedahan merupakan terapi
pilihan

utama

aldosteronomas

variant
dan

primary
primary

hyperaldosteronism
adrenal

(PH),

yaitu

typical

hyperplasia(PAH).

Pada

pasien

aldostrenomas dengan kontraindikasi pembedahan diberikan terapi ethanol atau


acetic acid injeksi perkutan. Selain pembedahan dan terapi obat-obatan, harus
diimbangi dengan asupan gizi yang sesuai dan cukup.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Cruz DN, Perazella MA. Hypertension and hypokalemia: unusual

2.

syndromes. Conn Med. Feb 1997;61(2):67-75. [Medline].


Hall JE, Granger JP, Smith MJ Jr. Role of renal hemodynamics and arterial

3.

pressure in aldosterone "escape". Hypertension. 1984;6:1183.


Yokota N, Bruneau BG, Kuroski de Bold ML, et al. Atrial natriuretic
factor

significantly

contributes

to

the

mineralocorticoid

escape

phenomenon. Evidence for a guanylate cyclase-mediated pathway. J Clin


4.

Invest. Nov 1994;94(5):1938-46. [Medline]. [Full Text]


Uwaifo, Gabriel. Hyperaldosteronism, Primary:

Treatment

&

Medication.emedicine. Sanofi-Aventis US. (cited 2009) available from :


http://emedicine.medscape.com/article/127080-diagnosis

Anda mungkin juga menyukai