Anda di halaman 1dari 5

17/09/13

Merawat Pengetahuan Ulos - Analisa : Berita Medan & Sekitarnya

Pencarian Berita
Cari

Cari

Login
Username

Password

Login

Masukkan informasi login.


Sign Up
Username

Nama Lengkap

Email

Password

Sign Up

Semua field registrasi harus diisi.

Analisa Daily
Membangkitkan partisipasi rakyat dalam pembangunan.
HOME
MANCANEGARA
OLAHRAGA
KOTA
NASIONAL
EKONOMI
SEMUA
KATEGORI
18
SPECIAL
OFFERING
SEARCH
LOGIN

E-PAPER
17-09-2013
CUACA
Medan

Hujan Ringan
Suhu: 23 - 31

KURS
17-09-2013

analisadaily.com/news/47235/merawat-pengetahuan-ulos

1/5

17/09/13

Merawat Pengetahuan Ulos - Analisa : Berita Medan & Sekitarnya

KLASEMEN

SURAT PEMBACA
SUARA PENUMPANG
HASIL QUIZ
15 September 2013

REKAMAN LENSA

Merawat Pengetahuan Ulos


Kategori berita:RebanaArtikel dimuat pada: 15 Sep 2013, 00:48:00 WIB
Oleh: Jones Gultom. Ulos merupakan satu dari sekian banyak produk kebudayaan yang diciptakan nenek moyang orang Batak. Fungsi utamanya
adalah sebagai penanda. Karena itu, ulos dipakai untuk tujuan-tujuan tertentu berdasarkan klasifikasinya. Lazimnya masyarakat tradisi di berbagai
belahan dunia, yang kerap mendasarkan produk kebudayaannya dengan nilai-nilai, ulos juga demikian.

Dalam kebudayaan Batak, ulos bahkan terkait dengan proses penciptaan manusia. Kisah itu sudah dimulai dari riwayat Si Boru Deak Parujar. Ulos
analisadaily.com/news/47235/merawat-pengetahuan-ulos

2/5

17/09/13

Merawat Pengetahuan Ulos - Analisa : Berita Medan & Sekitarnya

bersentuhan langsung dengan dasar-dasar kosmologi Batak. Dia menjadi penghubung antara dunia atas dengan dunia tonga. Menjadi penyambung
suara Tuhan dengan manusia.

Proses pembuatan ulos juga ritualis. Ada tonggo-tonggo (doa), tabas (mantra) dan nyanyian khusus. Setiap kali memanfaatkan hasil alam, baik
sebagai bahan dasar ataupun zat pewarna, juga digelar ritual. Bahkan bagian-bagian dari alat tenun yang dipakai memiliki penamaan yang simbolis.
Karena melalui prosesi itu, pembuatan satu ulos pun bisa memakan waktu berminggu-minggu. Mulai dari pemintalan benang, pewarnaan, proses
tenun, sampai penyempurnaan.

Malah menurut Budayawan Batak, Idris Pasaribu, ada ulos yang dikerjakan beramai-ramai sesuai dengan spesifikasi pembuatnya. Contoh, dasarnya
dikerjakan si A sedangkan motifnya dikerjakan oleh orang lain. Karena proses pembuatannya yang berpindah-pindah tempat dan tangan, maka
wajar jika dia memerlukan waktu sampai berbulan-bulan dengan harga yang sangat mahal. Biasanya ulos ini adalah pesanan raja-raja.

Sebagai satu produk kebudayaan yang sangat mendasar bagi orang Batak, tidak heran jika dalam setiap aktivitasnya, baik yang bersifat ritual
maupun konteks penyelenggaraan adat, ulos selalu ikut mewarnai prosesi. Bisa dikatakan, ulos ditemukan di hampir semua aspek kehidupan
masyarakat Batak. Kebutuhan terhadapnya terus meningkat hingga saat ini.

Kini dengan perkembangan zaman, pembuatan ulos semakin mudah. Ulos masuk dalam industri tekstil yang memproduksinya secara massif. Ulos
mengalami perkembangan yang pesat. Beragam corak, bentuk dan bahan terus bermunculan. Harganya pun jauh lebih murah.

Sejalan dengan itu, penggunaannya kian meluas. Dia tidak hanya dipakai dalam ritual dan perjamuan adat. Ulos merambah wilayah art, khususnya
seni dekoratif. Ulos tidak hanya milik orang Batak. Dia menjadi universal. Sayangnya perkembangan itu kontraproduktif dengan nasib penenun ulos
sendiri. Penenun ulos tidak lagi berproduksi. Akibatnya pengetahuan terhadap ulos itupun perlahan hilang.

Kegelisahan inilah yang menjadi tema diskusi Pulang Kampung III yang digelar Suara Sama dengan Jendela Toba, di Jalan Stella, MedanSelayang, 4 September 2013 lalu. Diksusi itu dihadiri sejumlah penggiat budaya Batak, antara lain Irwansyah Harahap dan Rithaony Hutajulu, Idris
Pasaribu, Zulkarnaen Siregar, Mangaliat Simarmata, Jones Gultom, perwakilan dari Parmalim dan juga sejumlah mahasiswa pasca sarjana dari
Fakultas Ilmu Budaya USU.

Dalam kesempatan itu, Sandra Niessen dan Mja Nashir yang menjadi penyaji, menyuguhkan kekhawatirannya akan pengetahuan di balik ulos yang
kini hilang. Niessen membagi pengalamannya meneliti ulos sejak tahun 1970-an di Tanah Batak.

Di masa itu, dia masih menemui banyak sekali penenun ulos serta mendapat pengetahuan dari mereka. Data-data itu dia kumpulkan menjadi sebuah
buku. Buku itu dia serahkan kepada para penenun.

Ketika dia kembali beberapa puluh tahun kemudian, dia tak lagi mendapati penenun. Ketika melanjutkan penelitiannya Niessen kehilangan fakta
seperti yang termuat dalam bukunya sendiri.

Atas dasar itulah, Niessen menggalakkan program Pulang Kampung dan mulai merevitalisasi proses tenun ulos serta berbagai pengetahuan yang
ada di dalamnya, dalam bentuk film dokumenter, berjudul Rangsa ni Tonun.

Hal sama juga dirasakan Nashir yang turut membantu Niessen. Musnahnya pengetahuan menenun ulos dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya, sama
saja dengan hilangnya dasar hidup orang Batak. Lelaki berdarah Jawa ini menyebut, menenun ulos berarti mempertahankan hubungan manusia
analisadaily.com/news/47235/merawat-pengetahuan-ulos

3/5

17/09/13

Merawat Pengetahuan Ulos - Analisa : Berita Medan & Sekitarnya

dengan penciptanya.

Merawat Nilai

Membicarakan produk kebudayaan masa lalu adalah sesuatu yang dilematis. Selalu muncul kesan mendua. Ada semangat untuk mempertahankan
nilai-nilai lama yang sepertinya selalu bertentangan dengan perkembangan zaman.

Demikian juga dengan ulos. Di satu sisi, ada kesedihan jika pengetahuan tentang ulos itu hilang. Pada ruang yang lain, kita tak berdaya melawan
sistem pasar. Memang, rasanya terlalu mudah untuk serta-merta menyerahkan persoalan itu kepada masing-masing perspektif orang.

Harus diakui, hilangnya penenun ulos, merupakan cikal bakal lenyapnya sebuah pengetahuan tentang ulos. Paling tidak penenun mempunyai
keterikatan dengan nilai-nilai ulos. Mereka menjadi semacam penjaga gawang. Yang saya maksud pengetahuan di sini adalah sebagai berikut.
Pertama, nilai-nilai yang terkandung di dalam ulos yang berkaitan dengan falsafah dan keyakinan spiritual kosmologis orang Batak. Pengetahuan ini
penting sebagai refrensial dalam mengidentifikasi holistik Batak. Serta memahami pola laku yang mendasari masyarakatnya.

Kedua, hilangnya sebuah kebiasaan pada orang Batak yang menterjemahkan nilai-nilai itu dalam bentuk benda yang implementatif. Secara
psikologis, dapat dilihat, bahwa petenun ulos tidak hanya seorang yang terampil menenun, juga harus memiliki kecakapan dan pengetahuan terhadap
kebatakan.

Hal ini juga terjadi pada aspek kehidupannya lainnya pada masyarakat Batak. Akibatnya terjadi pergeseran pola hidup orang Batak. Yang dulunya,
arif terhadap alam dan memperhatikan detail, kini menjadi pragmatis.

Ketiga, hilangnya instrument kebudayaan lain yang tak kalah penting nilai-nilainya. Antara lain doa, mantra atau nyanyian yang biasa digunakan ketika
seseorang akan memulai atau sedang menenun ulos. Seperti kita tahu, banyak instrument pendukung suatu produk kebudayaan yang hilang,
dikarenakan tidak ada lagi induk (ruang) baginya.

Demikian pula dengan ulos. Hilangnya penenun ulos berpengaruh terhadap pengetahuan yang ada padanya. Pengetahuan yang hilang itu sejalan lurus
dengan hilangnya ruang bagi ulos itu sendiri. Saya maksud ruang di sini, adalah tempat dimana fungsi ulos itu diberdayakan sesuai dengan nilainilai yang ada padanya. Yang terjadi dewasa ini adalah ketimpangan. Dimana ulos semakin berkembang, tetapi pengetahuan, nilai-nilai dan ruangnya
tidak lagi ditemukan.

Kondisi yang sama juga dapat kita temukan dalam musik Batak. Bagaimana prosesi ritual meminta tuah ni gondang, bisa dilakukan jika pemusik
Batak tidak lagi menggunakan seperangkat gondang sabangunan. Jika kemudian ada penyesuaian antara media dengan nilai-nilai itu sendiri, tentulah
harus dibangun berdasarkan falsafah dan argumentasi yang kuat.

Apakah ini memungkinkan? Tentu saja! Kita bisa belajar dari cara-cara yang dilakukan sekte gereja tertentu, yang hanya dengan 2 abad mampu
membongkar-ulang ke-Batak-an serta menanamkan nilai-nilai baru dalam masyarakat Batak. Media hanyalah alat, nilai-nilai itulah yang perlu
direkonstruksi dan diterjemahkan ulang meski bisa jadi ke dalam wujudnya tak lagi asli.

0
Like

0
Tw eet

analisadaily.com/news/47235/merawat-pengetahuan-ulos

4/5

17/09/13

Merawat Pengetahuan Ulos - Analisa : Berita Medan & Sekitarnya

Share di Facebook
Berita Terkait
SUMUT

Pameran Ulos Batak Sepi Pengunjung


SUMUT

Keluarga Besar Sihombing Doakan Passiona-Insanuddin


KOTA

Opera Perempuan di Pinggir Danau Kembali Naik Pentas di Siantar dan Balige

Berita Terkini
Pengamanan Presiden ke Aceh libatkan 2.500 TNI/Polri
Dibaca 15 kali
Upah pekerja IKM masih fleksibel
Dibaca 23 kali
Fuad Rahmany paparkan isi rapat KKSK soal Century
Dibaca 17 kali
Rupiah terpuruk Garuda naikkan tarif 5 persen
Dibaca 21 kali
Mirza Adityaswara jadi Deputi Gubernur Senior BI
Dibaca 24 kali
Kemenag luncurkan SIPP-Je di Embarkasi Surakarta
Dibaca 20 kali
Jerman beri bantuan 458 juta euro untuk Indonesia
Dibaca 29 kali
Telp: +6261-4513554
Alamat: Jl.Ahmad Yani
Bila anda mempunyai kritik, saran, atau sesuatu yang ingin diajukan atau dipertanyakan,
silahkan hubungi email kami melalui:

Opini dan Surat Pembaca: online@analisadaily.com


Iklan koran: iklan@analisadaily.com
Iklan website, kritik dan saran: iklanonline@analisadaily.com

Harian Analisa - Membangkitkan Partisipasi Rakyat Dalam Pembangunan


Copyright 2013 By Analisa | All Rights Reserved

analisadaily.com/news/47235/merawat-pengetahuan-ulos

5/5

Anda mungkin juga menyukai