___________________________________
ETIOLOGI
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal
mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda
ekuina. Dibidang olah-raga, tersering karena menyelam
pada air yang sangat dangkal.
KLASIFIKASI
Sebelum membicarakan macam-macam cedera tulang belakang
serta kord spinal secara khusus, akan dibicarakan dulu
secara garis besar. Harus diingat bahwa cedera tulang
belakang mempunyai komponen tulang dan komponen saraf
hingga pengelolaan akan ditentukan oleh faktor-faktor
dari kedua aspek tersebut.
A. CEDERA TULANG
a. Stabil
Cedera yang stabil adalah bila fragmen tulang tidak
mempunyai kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain
yang terjadi pada saat cedera. Komponen arkus neural
intak, serta ligamen yang menghubungkan ruas tulang
belakang, terutama ligamen longitudinal
posterior,
tidak robek. Cedera stabil diakibatkan oleh tenaga
fleksi, ekstensi dan kompresi yang sederhana terhadap
kolumna tulang belakang dan tersering tampak pada
daerah toraks bawah serta lumbar. Fraktura baji badan
ruas tulang belakang yang diakibatkan oleh fleksi akut
pada tulang belakang adalah contoh yang umum dari
fraktura stabil.
b. Tak stabil
Fraktura mempunyai kemampuan untuk bergerak
lebih
jauh. Kelainan ini disebabkan oleh adanya elemen rotari
terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak
keutuhan arkus neural, baik akibat fraktura
pada
pedikel
dan lamina, maupun oleh dislokasi
sendi
apofiseal.
B. CEDERA NEUROLOGIS
a. Tanpa defisit neurologis
Pemeriksaan klinis tak menunjukkan
neurologis.
adanya
kelainan
TEMUAN KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus
dimana setelah cedera pasien mengeluh nyeri serta
terbatasnya pergerakan leher dan pinggang. Deformitas
klinis mungkin tidak jelas dan kerusakan neurologis
mungkin tidak tampak pada pasien yang juga mengalami
cedera kepala atau cedera berganda. Tidak lengkap
pemeriksaan pada suatu cedera bila fungsi anggota gerak
belum dinilai untuk menyingkirkan kerusakan akibat
cedera tulang belakang.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Karena alasan diatas, perlu dilakukan
pemeriksaan
radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien
cedera kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil
di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan bila tetap
diduga
adanya cedera tulang
belakang,
radiograf
selanjutnya diambil lagi termasuk tampilan oblik bila
perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada
fleksi serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan
melalui mulut terbuka perlu untuk memperlihatkan proses
odontoid pada bidang antero-posterior.
PENGELOLAAN
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis
yang masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis,
tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah
serta mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan
neural. Reduksi atas subluksasi untuk mendekompres kord
spinal dan tindakan immobilisasi tulang belakang untuk
melindungi kord spinal adalah merupakan dasar dari
tindakan.
Operasi lebih awal diindikasikan untuk dekompresi
neural, fiksasi internal, atau debridemen luka terbuka.
Pasien dengan kelainan patologis kompresif dan defisit
neurologis tidak lengkap atau dengan defisit neurologis
progresif adalah kandidat operasi dekompresi gawat
darurat. Fiksasi internal elektif dilakukan pada pasien
dengan ketidakstabilan tulang belakang, cedera ligamen
tanpa fraktura, deformitas tulang belakang progresif,
cedera yang tak dapat direduksi, fraktur yang nonunion.
Mediator sekunder dari cedera adalah perubahan
diakibatkan
Pengelolaan Hemodinamik
Bila pasien hipotensif, cari sumber perdarahannya dan
atasi. Syok neurogenik mungkin tertutupi oleh syok
hemoragik.
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya aliran
adrenergik dari sistema saraf simpatetik pada jantung
dan vaskulatur perifer setelah cedera diatas tingkat
T6. Terjadi hipotensi, bradikardia, dan hipotermi. Syok
neurogenik akan lebih mengganggu distribusi volume
intravaskuler dari pada menyebabkan hipovolemi sejati.
Atropin, dopamin, atau fenilefrin harus dipertimbangkan
untuk mengobati syok neurogenik, yang tak berreaksi
atas penggantian volume intravaskuler.
Syok spinal berbeda dari sindroma fisiologik syok
neurogenik. Syok spinal menunjukkan kehilangan lengkap
aktifitas motori, sensori dan refleks segmental dengan
flaksiditas dibawah tingkat cedera. Keadaan ini mungkin
berakhir setelah 6 minggu. Bila syok spinal bertahan
lebih dari 24 jam, prognosis untuk ambulasi betul-betul
tidak ada. Akhir dari syok spinal akan ditunjukkan oleh
kembalinya refleks spinal, namun fenomena ini belum
dimengerti.
Selama fase akut setelah cedera, beberapa jalur
intravena perifer ukuran besar (no. 16) dan pengamat
tekanan darah melalui jalur arteri dipasang,
dan
Pengelolaan Respiratori
Disfungsi respirasi bisa terjadi karena
kegagalan
ventilatori akibat hilangnya fungsi neural
dengan
paralisis muskulatur toraks. Mungkin juga karena atau
eksaserbasi dari beberapa faktor parenkhimal. Tindakan
terhadap kelainan patologi dan pencegahan terhadap
kelainan pulmoner sekunder atau didapat sangat penting.
Pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk,
pernafasan dalam, spirometri insentif, dan pernafasan
bertekanan positif yang sinambung dengan masker adalah
cara mempertahankan ekspansi paru-paru atau kapasitas
residual fungsional. Tekanan pernafasan positif yang
sinambung dengan masker merupakan cara optimal untuk
mempertahankan
kapasitas residual fungsional
pada
pasien yang tidak diintubasi. Cara ini digunakan dalam
usaha mencegah pamakaian ventilasi mekanik.
Pasien dengan saraf frenik intak (C3,4,5) dengan
trauma kord spinal servikal tengah atau toraks mungkin
semula tampil dengan gas darah normal dan memburuk atau
mengalami dekompensata secara akut dengan kegagalan
pernafasan. Hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori
dan otot interkostal menimbulkan gangguan pengembangan
toraks dan menyebabkan atelektasis progresif. Dada
fungsinya menjadi inkompeten dan kurang compliant.
Gangguan fungsi ventilatori, sekret, dan infeksi
bronkhopulmoner, serta keadaan lain yang menyebabkan
eksaserbasi insufisiensi respirasi haruslah ditindak
efektif. Trakheostomi dilakukan bila pasien tak mungkin
dilepaskan dari ventilator. Umumnya bila ventilasi
diperlukan, lebih dari dua minggu.
Gangguan Koagulasi
Koagulopati intravaskuler diseminata jarang terjadi
pada cedera kord spinal terbatas, bila dibandingkan
dengan cedera kepala berat. Namun pasien paralisis
mempunyai risiko besar atas terjadinya trombosis vena
dalam dan emboli paru-paru.
Heparin dosis mini (5000 U subkutan, 2-3 kali
sehari), ranjang yang berosilasi, ekspansi volume,
stoking elastik setinggi paha, stoking pneumatik anti
emboli, antiplatelet serta anti koagulasi dianjurkan
untuk pencegahan, namun belum ada cara yang superior.
Pengelolaan Genitourinari
Setelah cedera, kandung kemih menjadi atonik secara
akut. Kateter Foley yang indwelling harus sejak semula
digunakan untuk mengamati output cairan dan untuk
mencegah distensi kandung kemih. Kateterisasi berkala
kandung kemih dimulai setelah keadaan medikal pasien
stabil
dan dilakukan untuk mempertahankan
volume
kandung kencing dibawah 400ml. Kateterisasi intermiten
dan bersih mengurangi risiko sistitis dan pielonefritis
pada pasien dengan kandung kemih neurogenik. Antibiotik
profilaktik tidak dianjurkan, namun infeksi spesifik
harus segera diobati.
Ulkus Dekubitus
d. Transplantasi tendon.
Perbaikan mobilitas:
a. Latihan dengan kaliper dan kruk untuk pasien
tulang belakang bawah.
b. Latihan kursi roda untuk pasien dengan otot
belakang dan tungkai tak berfungsi.
c. Kendaraan khusus untuk dijalan raya.
cedera
tulang
2. Rehabilitasi psikologis
Pertama dimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan merancang kembali keinginan dan rencana.
Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri
datang dari ketidakpastian finansial, sosial serta
seksual yang semuanya memerlukan semangat, hal-hal yang
menjamin dan bantuan.
3. Penerimaan dirumah
Pelebaran pintu, pengadaan ram dan bahkan perancangan
kembali rumah agar memudahkan pasien dengan kursi roda.
Perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan
dapur hingga menghilangkan ketergantunag pada orang
lain.
4. Latihan untuk pekerjaan
Pasien yang bekerjanya duduk mungkin hanya memerlukan
sedikit pengaturan. Yang bekerja dengan mobilitas yang
lebih tinggi atau kerja fisik harus dilatih dalam
keterampilan baru dan didaftarkan sebagai orang cacad
hingga dapat kembali kepekerjaan bermanfaat.