tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat, insiden
penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun
menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih
merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi
pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang meninggal
karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih 1%10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis dan
pengobatan disediakan oleh WHO (Thomas K Chin, 2008).
Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir
tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada
populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan
penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan
infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3% dari
penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup
A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4%
didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta
Hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil (Chakko S. et al, 2001).
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara
berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000.
Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years
(DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju
hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat
merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada
beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada
anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi
di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per
100.000 di China. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004
data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO,
2004).
Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per
100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR
sebesar 1,9- 4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan
Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak
sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).
LO.3.4 KLASIFIKASI
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantung
yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanya
riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa dengan
ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita tersebut
mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan tidak
didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan
adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta.
Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi
mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.
a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa
anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi
pemendekan katup, sehingga daun katup tidakdapat tertutup dengan sempurna.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya
regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja
jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa
insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan,karena tidak terdapat
kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik
insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit
ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat,
terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah,
berat badan turun, pucat.
b. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi
mitral(tidak dapat menutup sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral
(tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan
akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yangdapat
menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat
c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar
kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi
aortadapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan
ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan
yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta
ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR
memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut
dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Halini dapat dikaitkan
bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi
klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.
d. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana
lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejalagejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut
termasuk gagal jantung dan kematian mendadak.Pemeriksaan fisik pada
stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan
denyut arteri melambat.
Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut
imunologi, dimana reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan
menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, dengan
cara :
1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,
2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada
pejamu yang hiperimun,
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan
pejamu yang secara antigenic sama seperti streptococcus,
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan.
Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang
menyerang jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit.
Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting, karena :
1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.
Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap
komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering
terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan
miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat. Peradangan di endokardium
biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50% kasus adalah katup mitral, yang
mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang
ditunjukkan dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di
sepanjang pinggir daun katup. Proses ini mengganggu penutupan katup yang
efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada
dinding jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel
besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset
sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam
rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu
pengisian ventrikel sehingga volume sekuncup berkurang.
Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling
sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan
fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung.
Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi
limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di
miokard yang merupakan patognomonik DR.
LO.1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kriteria Duke:
a. Kriteria Patologis
Mikro-organisme di vegetasi (kultur atau
histologi)
Mikro-organisme di emboli atau abses
b. Kriteria Klinis
2 kriteria mayor
1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
5 kriteria minor
intrakardiak
Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis demam
rematik/penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya:
1.Dua gejala mayor atau
2.Satu gejala mayor dengan dua gejala minor
Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu
diagnosis demam rematik yaitu:
1.Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA
2.Pada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
o Pharynx heperemis
o Kelenjar getah bening membesar
o Pembengkakan sendi
o Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
o Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
2. Palpasi
Nyeri tekan persendian
Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
3. Auskultasi
Murmur sistolik injection dan friction rub
Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup
A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan
diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A
atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki
angka spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%,
sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman
tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif
bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak.
Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.
Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak
dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).
Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut
demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di
tenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive
protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh
obat antirematik.
5. Pemeriksaan Imaging
a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema
paru yang merupakan gejala gagal jantung.
b. Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya
disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat
ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam
beberpa minggu sampai bulan.
Pasien dengan carditis sedang sampai
berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan
dilakukan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal,
fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari
katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.
6. Kateterisasi jantung
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada
kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral
dan aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.
7. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.
AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik,
block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
Pasien
dengan
penyakit
jantung
rematik juga dapat
terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral
yang kronis dan dilatasi atrium.
8. Pemeriksaan histologi
Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan
makrofag) dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.
Arthritis Rheumatoid
Artritis
et
causa
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
infeksi
LO.1.9 PENATALAKSANAAN
Anak-anak<2 tahun: tidak 2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO , 5-10 tahun: 20-35
mcg/kg PO
LO.1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi berupa:
Mitral stenosis
Mitral regurgitasi
Stenosisaorta dan regurgitasi aorta
Congestive heart failure(CHF)
memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam
perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang
terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi
pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari
tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada perbenihan
yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari
dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa
strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat
selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Agen
penyebab adalah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan
utama atau pada serangan ulang.
Daftar Pustaka
Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf
Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Corwin J. E. 2009. Buku saku patofisiologi ed. 3. Jakarta: EGC
Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai
penerbit FKUI: Jakarta
Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam
Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Wahab samik, penyakit jantung anak,EGC,2003 hal 166,179