Anda di halaman 1dari 14

LI.

1 Memahami dan Menjelaskan PJR


LO.1.1 DEFINISI
Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat
jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit
jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR),
yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.
Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang
merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas
(Underwood J.C.E, 2000).
Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut
adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta
hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis,
korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).
LO.3.2 ETIOLOGI
Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.
Streptococcus -hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis
grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis
M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia.
Hanya faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan
dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan
puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.
LO.3.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika
Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana
1,8 juta di antaranya menderita PJR. (Ulfah A., 2000) Statistik rumah sakit di
Negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari
penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan
PJR (Afif A., 2008)
Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan
Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 19801984. (Boestan I.N., 2007) Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999
adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun (Asdie A.H.,
2000) Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1 (Chandrasoma P,
2006).
DR Akut dan PJR diduga hasil dari respon autoimun, namun patogenesis yang
pasti masih belum jelas. Walaupun PJR adalah penyebab utama kematian 100

tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat, insiden
penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun
menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih
merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi
pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang meninggal
karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih 1%10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis dan
pengobatan disediakan oleh WHO (Thomas K Chin, 2008).
Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir
tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada
populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan
penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan
infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3% dari
penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup
A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4%
didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta
Hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil (Chakko S. et al, 2001).
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara
berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000.
Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years
(DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju
hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat
merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada
beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada
anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi
di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per
100.000 di China. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004
data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO,
2004).
Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per
100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR
sebesar 1,9- 4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan
Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak
sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).
LO.3.4 KLASIFIKASI
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantung
yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanya
riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa dengan
ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita tersebut
mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan tidak
didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan

adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta.
Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi
mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.
a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa
anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi
pemendekan katup, sehingga daun katup tidakdapat tertutup dengan sempurna.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya
regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja
jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa
insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan,karena tidak terdapat
kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik
insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit
ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat,
terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah,
berat badan turun, pucat.
b. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi
mitral(tidak dapat menutup sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral
(tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan
akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yangdapat
menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat
c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar
kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi
aortadapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan
ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan
yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta
ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR
memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut
dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Halini dapat dikaitkan
bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi
klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.
d. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana
lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejalagejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut
termasuk gagal jantung dan kematian mendadak.Pemeriksaan fisik pada
stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan
denyut arteri melambat.

LO.3.5 MANIFESTASI KLINIK


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di
bagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman BetaStreptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya,
keluhan biasanya berupa demam,batuk,rasa sakit waktu menelan,tidak jarang di
sertai muntah bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis
sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan
lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar. Infeksi ini
biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 1014 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 13 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulanbulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung
reumatik
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa
fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
LO.1.6 PATOFISIOLOGI
Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari
antigenSGA setelah 1-4 minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus
di faring. Terdapat dua mekanisme yang diajukan sebagai pathogenesis dari
demam reumatik :
1. Respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi,
2. Efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.

Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut
imunologi, dimana reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan
menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, dengan
cara :
1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,
2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada
pejamu yang hiperimun,
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan
pejamu yang secara antigenic sama seperti streptococcus,
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan.
Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang
menyerang jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit.
Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting, karena :
1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.
Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap
komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering
terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan
miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat. Peradangan di endokardium
biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50% kasus adalah katup mitral, yang
mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang
ditunjukkan dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di
sepanjang pinggir daun katup. Proses ini mengganggu penutupan katup yang
efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada
dinding jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel
besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset
sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam
rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu
pengisian ventrikel sehingga volume sekuncup berkurang.
Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling
sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan
fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung.
Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi
limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di
miokard yang merupakan patognomonik DR.

LO.1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kriteria Duke:
a. Kriteria Patologis
Mikro-organisme di vegetasi (kultur atau
histologi)
Mikro-organisme di emboli atau abses

b. Kriteria Klinis
2 kriteria mayor
1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
5 kriteria minor

intrakardiak
Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis demam
rematik/penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya:
1.Dua gejala mayor atau
2.Satu gejala mayor dengan dua gejala minor
Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu
diagnosis demam rematik yaitu:
1.Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA
2.Pada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
o Pharynx heperemis
o Kelenjar getah bening membesar
o Pembengkakan sendi
o Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
o Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
2. Palpasi
Nyeri tekan persendian
Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
3. Auskultasi
Murmur sistolik injection dan friction rub
Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup
A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan
diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A
atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki
angka spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%,
sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.

3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman
tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif
bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak.
Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.
Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak
dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).
Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut
demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di
tenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive
protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh
obat antirematik.
5. Pemeriksaan Imaging
a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema
paru yang merupakan gejala gagal jantung.
b. Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya
disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat
ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam
beberpa minggu sampai bulan.
Pasien dengan carditis sedang sampai
berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan
dilakukan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal,
fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari
katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.
6. Kateterisasi jantung
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada
kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral
dan aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.
7. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran


PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak
digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV
block tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik,
block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

Pasien
dengan
penyakit
jantung
rematik juga dapat

terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral
yang kronis dan dilatasi atrium.
8. Pemeriksaan histologi
Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan
makrofag) dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

LO.1.8 DIAGNOSIS BANDING

Arthritis Rheumatoid

Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada


artritis reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendisendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat
salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan
lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor
(+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.

Sickel cell Anemia/ leukemia

Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang


significant (< 7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang.
Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada
perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada
sumsum tulang.

Artritis
et
causa
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.

infeksi

Karditis et causa virus

Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat


menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia
dan gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik (MI). Tidak terdapat
murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena
pada virus disertai dengan valvulitis.
Keadaan mirip chorea
Multiple tics
repetitif.

merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan

Cerbral palsy gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa:


kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal
bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang
bermacam-macam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit
kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD
(ventrikel septum defect) dan ASD (atrium septum defect).
Gambaran klinis yang mendasari:

Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising


pansistolik murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV
parasternal kiri.

Adanya keluhan sesak napas akibat gagal jantung


Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan anamnesis
yang teliti terhadap tumbuh kembang anak. Biasanya berat badan
anak menurun (pada kasus berat) dan terdeteksi dini anak lebih kecil
( < 1 thn).

LO.1.9 PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.


2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug
of choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.
3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.
Tirah baring
Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama
pasien dengan karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis,
karena bila sendi yang mengalami inflamasi dipergunakan untuk melakukan
aktivitas berat akan menyebabkan kerusakan sendi permanen.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi (baik
golongan OAINS ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obatobatan inotropik.
Antibiotik
1. Penicillin G benzathine
Merupakan drug of choice untuk demam rematik.
Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian
Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000
U IM satu kali pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2
juta U IM satu kali pemberian. Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin
dan 300,000 U procaine penicillin dapat digunakan pada anak yang lebih
kecil
2. Penicillin G procaine
Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian
Bayi dan anak dengan berat badan <27 kg: 600.000 U IM - 1,2 juta Unit
IM.
3. Amoxicillin
Amoxicillin merupakan obat alternatif untuk terapi demam rematik.
Dosis dewasa: 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari
Anak <12 tahun: 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak
melebihi 3 g/hari. Anak >12 tahun: sama seperti orang dewasa
4. Erythromycin
Merupakan DOC untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
Dosis dewasa: 1 g/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari
Anak-anak: 30-50 mg/kg/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari
Azithromycin
5. Azithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin.
Dewasa: 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg/hari untuk 4 hari
berikutnya.
Anak-anak: 10 mg/kg pada hari pertama diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari
berikutnya

Obat-obat anti inflamasi


Obat anti inflamasi diberikan untuk mengobati inflamasi dan menghilangakan
rasa nyeri dengan derajat ringan hingga sedang. Bila terjadi karditis yang
disertai dengan kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif maka inflamasi
harus diatasi dengan kortikosteroid (prednison).
1. Aspirin
Dosis dewasa: 6-8 g/hari PO selama 2 bulan atau sampai ESR (Erithrocyte
Sedimentation Rate) kembali normal
Anak-anak: 80-100 mg/kg/hari selama 2 bulan atau sampai ESR kembali
normal
2. OAINS (Naproxen)
Dosis dewasa: 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga
1.5 g/hari
Anak-anak <2 tahun: tidak diberikan
>2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari
3. Kortikosteroid (Prednison)
Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan
kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison
adalah menghilangkan ataupun mengurangi inflamasi miokardium. Dosis
prednison:
Dewasa: 60-80 mg/hari PO
Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).
Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian
(Poestika Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah
pemakaian selama 2-3 minggu
4. Neuroleptic agents (Haloperidol)
Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi.
Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan
untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian
obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan
istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol:
Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari
Anak-anak: <3 tahun: tidak diberikan
3-12 tahun: 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari.
>12 tahun: sama seperti dosis dewasa
5. Inotropic agents (Digoxin)
Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi
tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik.
Kelemahan jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat
ataupun pemberian diuretik dan vasodilator (D. Manurung, 1998; Meador,
2009). Dosis pemberian digoxin:
Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian

Anak-anak<2 tahun: tidak 2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO , 5-10 tahun: 20-35
mcg/kg PO
LO.1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi berupa:
Mitral stenosis
Mitral regurgitasi
Stenosisaorta dan regurgitasi aorta
Congestive heart failure(CHF)

Rekurensi paling sering terjadi pada


tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh
(Parillo, 2010; Meador 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)


diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung). Endokarditis infeksiosa adalah inflamasi pada endokardium yang
biasanya melibatkan katup dan jaringan sekitarnya yang terkait dengan agen
penyebab infeksi.
LO.1.11 PROGNOSIS
Prognosis membaik jika :
DR tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi akan sangat baik jika
bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut DR/membaik.
Prognosis memburuk jika :
Gejala karditis lebih berat Ternyata DR akut dengan dengan payah jantung
akan sembuh 30% pada tahun 5 pertama dan 40% setelah 10 tahun Penelitian
melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat
mempengaruhi angka kematian DR ini. Penelitian melaporkan selama 10
penelitian menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan
dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat
tanpa adanya kekambuhan DR ataupun infeksi.
LO.1.12 PREVALENSI FAKTOR RESIKO
LO.1.13 MORFOLOGI (PA)
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun
berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan
oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding
pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram
positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari
kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak

memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam
perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang
terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi
pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari
tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada perbenihan
yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari
dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa
strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat
selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Agen
penyebab adalah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan
utama atau pada serangan ulang.
Daftar Pustaka
Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf
Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Corwin J. E. 2009. Buku saku patofisiologi ed. 3. Jakarta: EGC
Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai
penerbit FKUI: Jakarta
Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam
Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Wahab samik, penyakit jantung anak,EGC,2003 hal 166,179

Anda mungkin juga menyukai

  • PBL SK 3
    PBL SK 3
    Dokumen10 halaman
    PBL SK 3
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Kedkel
    Skenario 1 Kedkel
    Dokumen8 halaman
    Skenario 1 Kedkel
    nabilahfajriah
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up 3 Blok Emergensi
    Wrap Up 3 Blok Emergensi
    Dokumen26 halaman
    Wrap Up 3 Blok Emergensi
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Tugas PBL SK 2
    Tugas PBL SK 2
    Dokumen29 halaman
    Tugas PBL SK 2
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Mandiri Hemato SK 1
    Mandiri Hemato SK 1
    Dokumen11 halaman
    Mandiri Hemato SK 1
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 GIT
    Skenario 2 GIT
    Dokumen27 halaman
    Skenario 2 GIT
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Git sk1
    Git sk1
    Dokumen31 halaman
    Git sk1
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • PBL Ipt 1
    PBL Ipt 1
    Dokumen25 halaman
    PBL Ipt 1
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Tugas PBL SK 2
    Tugas PBL SK 2
    Dokumen29 halaman
    Tugas PBL SK 2
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • DM2RETINOPATI
    DM2RETINOPATI
    Dokumen65 halaman
    DM2RETINOPATI
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up SK 2 Reproduksi
    Wrap Up SK 2 Reproduksi
    Dokumen47 halaman
    Wrap Up SK 2 Reproduksi
    erinvera
    Belum ada peringkat
  • PBL Neuro Skenario 2
    PBL Neuro Skenario 2
    Dokumen39 halaman
    PBL Neuro Skenario 2
    Anugrah Nurul Fitri
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 GIT
    Skenario 2 GIT
    Dokumen27 halaman
    Skenario 2 GIT
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 1
    PBL Skenario 1
    Dokumen8 halaman
    PBL Skenario 1
    Dira Sari Puji Astuti
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 GIT
    Skenario 2 GIT
    Dokumen27 halaman
    Skenario 2 GIT
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Git sk1
    Git sk1
    Dokumen31 halaman
    Git sk1
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Blok Ipt
    Skenario 1 Blok Ipt
    Dokumen20 halaman
    Skenario 1 Blok Ipt
    Elisa Fata Marokeh TedadEspochacha
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 GIT
    Skenario 2 GIT
    Dokumen27 halaman
    Skenario 2 GIT
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat
  • PBL Ipt 1
    PBL Ipt 1
    Dokumen25 halaman
    PBL Ipt 1
    adyzkamarshalivia
    Belum ada peringkat