Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat, dan sangat
potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil penelitian, dari sekian banyak
jenis tanaman obat, baru 20-22% yang dibudidayakan. Sedangkan sekitar 78%
diperoleh melalui pengambilan langsung (eksplorasi) dari hutan. Potensi
tanaman obat di Indonesia, termasuk tanaman obat kehutanan, apabila dikelola
dengan baik akan sangat bermanfaat dari dalam bidang kesehatan dan industri
kefarmasian.

Negara

berkembang

mempunyai

peranan

penting

dalam

penyediaan bahan baku produk farmasi (38% untuk medical dan aromatic plants,
24% untuk vegetables saps dan extract, dan 11% untuk vegetables alkaloids)
(Dephut, 2010).
Salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai pengobatan adalah
sambiloto. Sambiloto atau Andrographis paniculata (Burm.f.) atau yang dikenal
king of bitter, yang tergolong family Acanthaceae, merupakan salah satu tanamn
obat yang telah banyak digunakan untuk pengobatan tradisional di India, Cina,
Thailand, Jepan, Scandinavia, Malaysia, dan Indonesia. Secara kimia sambiloto
mengandung diterpena, flavonoid, stigmasterol, alkane, keton, aldehid, mineral
(kalsium, natrium, kalium), asam kersik, dan damar. Komponen utamanya adalah
andrografolid, yang merupakan senyawa diterpen lakton yang memiliki berbagai
aktivitas farmakologis, yang banyak terdapat pada bagian daun dan batang
(Rosidah dkk., 2012).
Sambiloto mempunyai berbagai macam manfaat bagi kesehatan manusia.
Berbagai efek farmakologi dari sambiloto adalah antiinflamasi, antibakteri,
antipiretik, antioksidan, antiparasitik, hepatoprotektif, dan antidiabetes (Kumar et
al., 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa sambiloto dapat digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit, seperti hepatitis, demam, influenza, dan disentri
(Dalimartha, 2006). Beberapa dari hasil penelitian secara empiris, sambiloto
dapat menurunkan kadar lipid dalam darah (Dzulkarnain dkk., 1996). Di samping
itu, tanaman ini juga mempunyai potensi yang besar sebagai sumber hayati
untuk keperluan biopharmaceutical industry serta dapat dikembangkan dalam
industri fitofarmaka (Adelyna, 1999). Telah diketahui juga bahwa ekstrak
terpurifikasi

Andrographis

paniculata

(Burm.

f.)

Nees

dan

isolatnya

(andrografolid) dapat menurunkan kadar trigliserida dan LDL pada tikus yang
diberi diet tinggi fruktosa dan lemak namun tidak menunjukkan penurunan kadar
kolesterol secara signifikan (Nugroho et al, 2012).
Kandungan senyawa yang ditemukan pada keseluruhan tanaman, daun
dan batang yang diekstraksi dengan etanol atau metanol mengandung lebih
dari 20 diterpenoid dan lebih dari 10 flavonoid. Andrografolid adalah diterpenoid
utama yang kandunganya paling banyak

dan juga merupakan

senyawa

fitokimia paling aktif dalam sambiloto. Selain Andrografolid, senyawa lain yang
terdapat di dalam sambiloto adalah deoksiandrografolid-19--D-glukosida dan
neo-andrografolid yang keseluruhannya diisolasi dari daun, 14-deoksi-11,12didehydroandrografolid (andrografolid- D), homoandrografolid, andrografan,
andrografon, andrografosterin, dan stigmasterol (Siripong et al, 1992).
Banyaknya

kandungan

kimia

yang

terkandung

dalam

sambiloto,

menyebabkan perlunya dilakukan suatu proses pemisahan, isolasi serta


identifikasi untuk mendapatkan senyawa tunggal berupa andrografolid. Hal inilah
yang melatarbelakangi pentingnya dilakukan suatu pemisahan, isolasi, dan
identifikasi senyawa andrografolid dalam tanaman sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm. f.) Nees).
1.2 Tujuan

Mengetahui cara penapisn fitokimia dari suatu bahan alam

Mengetahui metode-metode yang dibutuhkan untuk proses isolasi

Mengetahui cara isolasi kumarin dari herba sambiloto

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana cara mengisolasi andrografolid dari matriks yang terdapat

pada herba sambiloto?


Bagaimana metode identifikasi andrografolid pada herba sambiloto ?

Anda mungkin juga menyukai