SKRIPSI
KIKI KURNIATI
0806458321
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
KIKI KURNIATI
0806458321
vi
BIODATA
Nama
: Kiki Kurniati
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Alamat E-mail
: kiki.kurniati16@yahoo.com
Universitas Indonesia
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul Pengaruh Penggunaan Kontrasepsi Hormonal terhadap Kejadian Lesi
Prakanker Leher Rahim pada Wanita yang Melakukan Pemeriksaan Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) di Tiga Puskesmas di Jakarta Timur Tahun
2011 ini dengan tepat waktu. Skripsi ini mengangkat tema mengenai kanker
leher rahim (serviks) yang banyak diderita oleh perempuan Indonesia dan menjadi
penyebab kematian kedua pada perempuan. Deteksi dini kanker leher rahim dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan kematian akibat kanker ini.
Metode deteksi dini yang murah dan mudah dilakukan adalah metode IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Penulis berharap penulisan skripsi ini
dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi penulis pada khususnya melainkan
bagi pembaca dan untuk perkembangan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Martya Rahmaniati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan doanya kepada penulis
hingga penulisan skripsi ini selesai,
2. Bapak dr. Iwan Ariawan, MSPH dan Ibu dr.Telly Purnamasari Agus,
M.Epid selaku penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji
skripsi ini dan memberikan kritik serta saran agar skripsi ini menjadi lebih
baik,
3. Bapak/Ibu Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat pada umumnya dan
Departemen Biostatistik khususnya, yang telah mengajarkan banyak halhal baru. Semoga ilmu yang selama ini diperoleh dapat dimanfaatkan
dengan baik.
4. Teman-teman seperjuangan Biost08 (Indah, Rahma, Loli, Gita, Kades,
Asti, Almas, Cici, Pituy, Fatma, Dita, Alice, Yulia, Indah Tri, Ami, Fiza,
Hanny, Rani, Zizi, Umi, Shelly, dan Mbak Yul) yang menjadi penguat
bahwa kita tak pernah salah memilih departemen. Youre super girl!
Universitas Indonesia
viii
5. Kedua orang tua penulis, my lovely Mamah dan Bapak, kedua adik tercinta
( Rara dan Ajul ) serta my lovely big family yang senantiasa mendoakan
dan memberikan dukungan juga motivasi untuk segera menyelesaikan
pendidikan sarjana ini,
6. Sahabat-sahabatku tersayang, geng rangers (Mba Git, Tante Rahma, Tante
Indah, DeLoli), Fiona, Intan, Nurina, Balgis, Nungki thanks to come in
my life. We are young forever! J
7. Semua teman-teman dimanapun berada yang memberikan semangat dan
motivasi baik langsung maupun tidak langsung, baik nyata maupun maya,
tetap berarti untukku. J
8. Tak lupa juga kepada para Khairunnisaers (mba Desti, Uwi, Nova, Mba
Hajar, Mba Hesti, dan Indah) yang telah menjadi keluarga baru buat
diriku, mungkin diriku tak akan bertahan selama empat tahun di sini kalo
tanpa kehadiran kalian. :)
9. Ibu Eni Yuwarni yang telah direpotkan dan membantu penulis dalam
mengatasi kegalauan menjelang hari-H. hehehe
10. Bapak-bapak tukang fotokopi di sekitar Puskesmas Jatinegara, Puskesmas
Matraman, dan Puskesmas Duren Sawit yang telah berjasa sehingga
penulis dapat membawa data yang dibutuhkan ke Depok. Makasih Pak.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat dituliskan satu per satu.
Akhir kata, semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah dilakukan
untuk membantu penyusunan skripsi ini. Mungkin skripsi ini memang masih
terdapat kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna membuat skripsi ini
lebih baik dan lebih bermanfaat.
Penulis
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Kiki Kurniati
Program Studi
Judul
Universitas Indonesia
xi
ABSTRACT
Name
: Kiki Kurniati
Study Programme
Title
of cervical lesions. This study uses a case-control study design with secondary
data derived from medical records of early detection of cervical cancer in three
health centers in East Jakarta district. The number of samples studied was 86
cases and 258 control. The results of this study found that there was a statistically
significant association between contraceptive use and the incidence of cervical
lesions (p-value <, where = 0.05), women who use non-hormonal
contraception has 4 times higher risk to have cervical lesions compared with
women who never used any contraceptive method, while the risk of women using
hormonal contraception are no different from women who never used a
contraceptive method to have cervical lesions.
Key words
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR ISI
1.2
1.3
1.4
Tujuan Penelitian.............................................................................................................. 6
1.5
Manfaat Penelitian............................................................................................................ 6
1.6
2.2
2.3
Umur ....................................................................................................................... 11
2.3.2
2.3.3
Status Sosio-ekonomi.............................................................................................. 12
2.3.4
2.3.5
xiii
2.4
2.3.6
2.3.7
2.3.8
2.3.9
Paritas ...................................................................................................................... 14
2.3.10
2.4.2
Kolposkopi .............................................................................................................. 15
2.4.3
2.5
2.6
Kontrasepsi ..................................................................................................................... 17
2.6.1
2.6.2
3.2
3.3
3.4
Hipotesis ......................................................................................................................... 26
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
5.2
5.3
5.4
5.5
xiv
5.6
5.7
Paritas ............................................................................................................................. 35
5.8
5.9
5.10
Hubungan antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Lesi
Prakanker Leher Rahim ................................................................................................................ 36
5.11
5.11.2
5.11.3
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
BAB 7 KESIMPULAN................................................................................................................. 52
7.1
KESIMPULAN .............................................................................................................. 52
7.2
SARAN .......................................................................................................................... 52
Universitas Indonesia
xv
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
xvi
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
xvii
DAFTAR SINGKATAN
IVA
WHO
HPV
: Human Papillomavirus
SKRT
PMS
HSV
KB
: Keluarga Berencana
KLR
NIS
SVA
ASI
AKDR
HIV
AIDS
IMS
OR
: Odds Ratio
CI
: Confident Interval
FCP
FKUI
RSCM
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat turut
Universitas Indonesia
seperti Indonesia, kanker leher rahim merupakan kanker yang lebih banyak
diderita oleh wanita dibandingkan dengan kanker payudara.
Berdasarkan data IARC (International Agency of Research on Cancer)
tahun 2008, kanker leher rahim berada di urutan ketiga seluruh kanker pada
perempuan dengan incidence rate 16 per 100.000, kasus baru yang ditemukan
8,7% dengan jumlah kematian 8,2% per tahun dari seluruh kasus kanker pada
perempuan di dunia.19
Di Asia Tenggara, kanker leher rahim menempati urutan kedua dari
seluruh kanker pada perempuan dengan incidence rate 22 per 100.000, kasus baru
yang ditemukan 20,6% dengan jumlah kematian 18,1% per tahun dari seluruh
kasus kanker pada perempuan. Kanker leher rahim merupakan penyebab utama
kematian perempuan akibat kanker di Asia Tenggara.
Di Indonesia, insidens kanker masih belum dapat diketahui secara pasti
karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan.2 Namun,
data IARC tahun 2008 memperkirakan insidens kanker leher rahim di Indonesia
adalah 12 per 100.000, kasus baru yang ditemukan 8,8% dengan jumlah kematian
7,2% per tahun dari seluruh kasus kanker pada perempuan.
Human Papilloma Virus (HPV) diduga kuat sebagai penyebab dari kanker
leher rahim, hal tersebut bahkan tidak diragukan lagi kebenarannya.3 Akan tetapi,
HPV saja tidak cukup dalam menimbulkan kanker leher rahim, ada kofaktor yang
memodifikasi terjadinya kanker leher rahim pada wanita yang didiagnosa positif
HPV. Kofaktor tersebut antara lain adalah penggunaan kontrasepsi, merokok,
paritas tinggi, pernah atau sedang menderita penyakit menular seksual (PMS), dan
positif Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 2.3
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu program Keluarga
Berencana (KB) untuk mengendalikan jumlah kelahiran agar tidak terjadi ledakan
penduduk. Sejak ditemukan pada awal tahun 1960-an, diperkirakan lebih dari 60
juta wanita di seluruh dunia telah menggunakan kontrasepsi oral.4 Dalam
penelitian Moreno,et al.,tahun 2002 menemukan bahwa wanita yang terinfeksi
HPV dan menggunakan kontrasepsi oral selama lebih dari 5 tahun, 3 kali lebih
berisiko untuk terkena kanker serviks dibandingkan dengan yang tidak pernah
menggunakan kontrasepsi oral. Selain itu, wanita yang menggunakan kontrasepsi
Universitas Indonesia
oral lebih rentan untuk terpajan HPV dibandingkan dengan yang menggunakan
kontrasepsi perintang (barrier) atau yang tidak pernah berhubungan seksual. Akan
tetapi, di Paraguay, Filipina, dan Thailand, ditemukan bahwa pernah
menggunakan kontrasepsi oral tidak berasosiasi dengan kanker leher rahim.5
Penelitian Hannaford (1991) mengenai keterkaitan penggunaan metode
kontrasepsi menemukan bahwa kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko kanker
serviks, kontrasepsi barrier (penghalang) dapat menurunkan risiko kanker serviks,
dan metode kontrasepsi lainnya tidak mengubah risiko terkena kanker serviks.
Penggunaan kontrasepsi non-hormonal seperti diafragma dan kondom tidak
berasosiasi dengan risiko kanker leher rahim.40 Menurut Parrazini et al (1989),
kontrasepsi barrier memiliki efek menurunkan risiko kanker serviks seiring
peningkatan lama penggunaannya.
Wanita yang didiagnosa positif HPV dan memiliki riwayat merokok dapat
meningkatkan risiko terkena kanker leher rahim.6 Peningkatan tren merokok di
kalangan wanita muda dapat meningkatkan insidens kanker leher rahim di masa
yang akan datang. Selain itu, kontribusi merokok diperkirakan mencapai 30%
terhadap perkembangan sel-sel kanker.7
Kofaktor lainnya seperti umur, status pernikahan, tingkat pendidikan dan
paritas ditemukan tidak berasosiasi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim
dalam hasil penelitian Li, et al., pada tahun 2010. Akan tetapi, pada tahun yang
sama Cibula et al. menyatakan merokok, umur pertama kali melahirkan dan
paritas menjadi kofaktor yang memodifikasi risiko kanker leher rahim pada
wanita yang didiagnosa HPV positif.
Dari beberapa kofaktor yang berkaitan dengan infeksi HPV, peneliti
tertarik untuk meneliti pengaruh penggunaan kontrasepsi dan beberapa faktor lain
dengan kejadian lesi prakanker leher rahim. Peneliti ingin mengetahui secara lebih
mendalam mengenai hubungan riwayat kontrasepsi dan faktor-faktor lain seperti
umur, tingkat pendidikan, pekerjaan suami, status merokok, umur pertama kali
menikah, jumlah pasangan seks, paritas dan deteksi dini KLR terhadap kejadian
lesi prakanker leher rahim.
Kanker leher rahim dapat dicegah dengan melakukan deteksi dini melalui
penapisan (skrining). Metode penapisan yang dianjurkan oleh WHO adalah
Universitas Indonesia
Papanicolau Test atau lebih dikenal dengan Pap Smear. Metode tersebut telah
digunakan secara luas di negara-negara maju. Akan tetapi, untuk negara-negara
berkembang, metode Pap Smear belum dapat diakses secara luas karena peralatan
dan biaya pemeriksaan yang cukup mahal. Oleh sebab itu, skrining kanker serviks
dilakukan dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang lebih
sederhana namun tingkat sensitivitasnya tinggi.
Di Indonesia, program pengendalian kanker nasional menerapkan metode
IVA untuk skrining kanker leher rahim karena lebih murah, cepat, dan dapat
dilakukan oleh bidan terlatih, sedangkan metode pap smear lebih mahal,
memerlukan analisis laboratorium, dan harus dilakukan oleh dokter spesialis.2
Layanan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA dapat diperoleh di
puskesmas yang berada di wilayah DKI Jakarta, khususnya. Di Jakarta Timur,
terdapat 3 puskesmas yang menjadi pilot project program deteksi dini kanker
leher rahim dengan pemeriksaan IVA yang dimulai sejak tahun 2009 oleh
Kementrian Kesehatan. Akan tetapi, belum diketahui apakah terdapat pengaruh
penggunaan kontrasepsi dan faktor-faktor lainnya terhadap kejadian lesi
prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di Jakarta
Timur. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal
tersebut di 3 puskesmas di Jakarta Timur yaitu Puskesmas Jatinegara, Puskesmas
Matraman, dan Puskesmas Durensawit.
1.2
Rumusan Masalah
Kanker leher rahim merupakan kanker yang paling banyak diderita
perempuan di Indonesia. Kasus baru kanker serviks ditemukan 40-45 kasus per
hari dan diperkirakan setiap satu jam, seorang perempuan meninggal karena
kanker serviks.8 Human Papilloma Virus (HPV) diduga kuat sebagai penyebab
dari kanker leher rahim. Namun, virus HPV saja tidak cukup untuk menimbulkan
kanker leher rahim. Ada faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya modifikasi
terjadinya kanker leher rahim pada wanita yang terdiagnosa positif HPV. Faktor
tersebut adalah penggunaan kontrasepsi, merokok, paritas tinggi, pernah atau
sedang menderita penyakit menular seksual (PMS), dan positif Herpes Simplex
Virus (HSV) tipe 2.3
Universitas Indonesia
1.3
Pertanyaan Penelitian
Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah distribusi pasien berdasarkan penggunaan kontrasepsi,
umur saat periksa, umur pertama kali menikah, paritas, jumlah pasangan
seks, tingkat pendidikan, status merokok, deteksi dini KLR sebelumnya,
dan kejadian lesi prakanker pada wanita yang melakukan pemeriksaan
IVA di Jakarta Timur pada tahun 2011?
2. Bagaimana besar risiko penggunaan kontrasepsi dengan kejadian lesi
prakanker leher rahim setelah dikontrol oleh variabel perancunya?
3. Apakah faktor-faktor lainnya (umur saat periksa, umur pertama kali
menikah, paritas, jumlah pasangan seks, tingkat pendidikan, status
merokok, deteksi dini KLR sebelumnya) merupakan konfounder
hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian lesi
prakanker?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
Universitas Indonesia
prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di Jakarta
Timur pada tahun 2011.
1.4.2
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
Untuk mengetahui apakah faktor lainnya (umur saat periksa, umur pertama
kali menikah, paritas, jumlah pasangan seks, tingkat pendidikan, status
merokok, deteksi dini KLR sebelumnya) merupakan konfonder hubungan
penggunaan kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim pada
wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di Jakarta Timur pada tahun
2011
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
1.5.2
Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai beberapa faktor yang
berhubungan dengan lesi prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan
pemeriksaan deteksi dini dengan metode IVA. Hal tersebut diharapkan
masyarakat menjadi lebih tahu bagaimana meminimalkan risiko untuk kejadian
lesi prakanker leher rahim dan mencegah terjadinya kanker leher rahim.
Universitas Indonesia
1.5.3
Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan, wawasan serta analisa mengenai kejadian lesi
prakanker leher rahim serta pengetahuan mengenai metode deteksi dini yang
dapat dilakukan di pelayanan kesehatan primer.
1.5.4
lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian lesi
prakanker leher rahim yang diperiksa dengan metode IVA.
1.6
penggunaan kontrasepsi dan beberapa faktor lainnya (umur saat periksa, umur
pertama kali menikah, paritas, jumlah pasangan seks, tingkat pendidikan,
pekerjaan suami, status merokok, deteksi dini KLR sebelumnya) dengan kejadian
lesi prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di
Jakarta Timur pada tahun 2011. Waktu dilaksanakannya penelitian ini adalah
bulan April sampai Juni 2012.
Desain studi yang digunakan adalah desain studi case-control (kasuskontrol), dimana variabel outcome ditemukan terlebih dahulu, kemudian baru
menelusuri pajanan (exposure) pada waktu sebelumnya. Populasi penelitian ini
adalah semua wanita melakukan pemeriksaan IVA di puskesmas-puskesmas
kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur pada tahun 2011. Sampel yang
diambil adalah wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di 3 puskesmas
kecamatan terpilih yang berada di wilayah Jakarta Timur pada tahun 2011 dan
hasil pemeriksaannya menunjukkan IVA positif (kelompok kasus) atau IVA
negatif (kelompok kontrol). Tiga puskesmas yang dipilih adalah Puskesmas
Jatinegara, Puskesmas Matraman, dan Puskesmas Duren Sawit, karena ketiga
puskesmas tersebut sudah cukup lama memberikan layanan pemeriksaan IVA
kepada masyarakat dan memiliki kualitas data yang cukup baik.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data catatan medis
deteksi dini kanker leher rahim di 3 puskesmas kecamatan yang berada di wilayah
Jakarta Timur selama tahun 2011. Variabel yang diteliti adalah penggunaan
Universitas Indonesia
kontrasepsi, umur saat periksa, umur pertama kali menikah, paritas, jumlah
pasangan seks, tingkat pendidikan, pekerjaan suami, status merokok, deteksi dini
KLR sebelumnya sebagai variabel independen, serta kejadian lesi prakanker
sebagai variabel dependen.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
adanya sel atau jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat tidak
terkendali dan menyebar ke tempat lain dalam tubuh penderita. Sel kanker bersifat
ganas dan dapat menginvasi serta merusak sel-sel normal di sekitarnya sehingga
merusak fungsi jaringan tersebut. Penyebaran (metastasis) sel kanker dapat
melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker
dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam perjalanan
selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga membentuk massa tumor.9
Leher rahim merupakan bagian dari system reproduksi wanita yang berada di
daerah panggul, dan bagian terbawah dari rahim dan paling dekat dengan uterus.10
Definisi kanker leher rahim menurut Kementrian Kesehatan (2010) adalah
keganasan yang terjadi pada leher rahim (serviks) yang merupakan bagian
terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina). Dalam
National Cancer Institute (2008) dijelaskan bahwa kanker leher rahim atau kanker
serviks adalah kanker yang terbentuk di jaringan leher rahim, yaitu organ yang
menghubungkan rahim dan vagina. Biasanya kanker tumbuh secara lambat dan
tidak memiliki gejala, namun pada kanker leher rahim dapat ditemukan dengan
melakukan pemeriksaan Pap.
2.2
adalah infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV), yang biasanya menyerang
wanita usia reproduksi. Semua wanita yang terinfeksi HPV belum tentu akan
berkembang menjadi kanker leher rahim karena infeksi dapat disembuhkan dalam
waktu 8 sampai 24 bulan.11 Tidak semua HPV dapat menyebabkan kanker leher
rahim, ada dua tipe HPV, yaitu HPV risiko tinggi dan HPV risiko rendah. Yang
9
Universitas Indonesia
10
menjadi penyebab utama kanker leher rahim jika infeksi berlanjut adalah HPV
risiko tinggi, dengan tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, and 68.12
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat berhubungan dengan
proses metaplasia, yaitu proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel
skuamosa dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Masuknya mutagen
atau bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara genetik pada saat fase
aktif metaplasia menjadi sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi
di daerah transformasi.2
Sel yang mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan epitelnya
disebut displasia (Neoplasia Intraepitel Serviks/NIS), diawali dengan displasia
ringan, sedang, berat, karsinoma in-situ, dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif.2 Lesi displasia
Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan
dan berat ringannya kelainan sel.2
Karakteristik dari perjalanan kanker leher rahim adalah sebagai berikut.2
a. Infeksi HPV : biasa terjadi pada perempuan usia produktif; infeksi HPV
dapat berlanjut dan berkembang menjadi displasia, atau sembuh
b. Displasia ringan : bersifat sementara dan hilang sendiri; jika infeksi
berlanjut dapat menjadi displasia berat
c. Displasia sedang dan berat : keadaan yang berpotensi menjadi kanker leher
rahim, kondisi yang jarang ditemukan dibandingkan displasia ringan;
dapat berasal dari kondisi displasia ringan atau langsung dari infeksi HPV
d. Kanker invasif : perempuan dengan displasia berat berisiko tinggi untuk
menjadi kanker invasif, yang biasanya membutuhkan waktu bertahuntahun
Tingkatan atau staging pada kanker serviks ditentukan berdasarkan pada
tempat kanker ditemukan. Berikut ini adalah tahapan dari kanker serviks invasif
menurut National Cancer Institute tahun 2008.
a. Stadium I, dimana tumor telah menyerang leher rahim (serviks) di
bawah lapisan atas sel. Sel-sel kanker hanya ditemukan di serviks.
b. Stadium II, tumor telah meluas ke bagian atas vagina. Pada tahap ini
mungkin telah melebihi leher rahim ke dalam jaringan didekatnya
Universitas Indonesia
11
2.3
Umur
HPV ditransmisikan melalui hubungan seksual. Oleh karena itu, umur
yang rentan terkena infeksi HPV adalah umur reproduksi, yaitu umur kurang dari
50 tahun. Wanita yang berusia < 50 tahun lebih berisiko terinfeksi HPV 1,38 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita 50 tahun.12 Risiko kanker leher rahim
meningkat antara umur 20-30 tahun dan menurun pada umur > 50 tahun. Hal
tersebut mendorong program deteksi dini untuk menganjurkan wanita usia 20
sampai 50 tahun yang telah berhubungan seks untuk melakukan pemeriksaan
deteksi dini kanker leher rahim.
2.3.2
Status pernikahan
Status pernikahan terkait dengan hubungan seksual. Di Indonesia, karena
menanyakan jumlah pasangan seks atau pernah berhubungan seks masih dianggap
tabu dan tidak etis, maka yang ditanyakan adalah status pernikahan, yaitu
Universitas Indonesia
12
menikah, tidak menikah (belum menikah/ pernah menikah). Salah satu faktor
protektif untuk terinfeksi HPV adalah tidak melakukan hubungan seksual. Oleh
karena itu, wanita yang pernah melakukan hubungan seks memiliki risiko yang
lebih tinggi dibandingkan yang tidak melakukan hubungan seks. Akan tetapi, Li et
al (2010) menemukan bahwa wanita yang tidak menikah (termasuk belum
menikah, bercerai, dan janda) lebih rentan terinfeksi HPV 1,7 kali dibandingkan
wanita menikah.
2.3.3
Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko dari hampir semua penyakit
kronis. Oleh karena itu, salah satu tindakan preventif terhadap penyakit tidak
menular adalah dengan tidak merokok atau segera berhenti merokok. Dalam
kaitannya dengan kanker leher rahim, merokok tidak berhubungan secara
independen dengan terjadinya kanker leher rahim invasif. Akan tetapi, ditemukan
bahwa risiko meningkat 2 kali lipat pada wanita yang didiagnosis posititf HPV
tipe 16 atau 18 dan memiliki kebiasaan merokok.13 Selain itu, wanita yang positif
HPV dan merokok sigaret 6 batang per hari berisiko 3 kali lebih tinggi terhadap
kanker leher rahim dibandingkan dengan yang tidak merokok.14
2.3.5
13
Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi oral atau lebih dikenal dengan pil KB merupakan salah satu
faktor yang masih diduga berkaitan dengan terjadinya kanker leher rahim.1
Wanita yang didiagnosa positif HPV dan pernah menggunakan kontrasepsi oral >
5 tahun memiliki risiko 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak pernah
menggunakan kontrasepsi oral.5
Selain itu, wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal lebih mudah
untuk terpajan HPV dibandingkan dengan yang menggunakan kontrasepsi barrier
(penghalang) atau yang tidak pernah berhubungan seks.5 Hal tersebut
dimungkinkan karena penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi
perubahan lendir serviks dan perubahan respon imun sehingga meningkatkan
kerentanan serviks terhadap infeksi HPV.27
2.3.7
yakni sebelum usia 20 tahun dianggap sebagai faktor terpenting dan tertinggi.1
Umur pertama kali melakukan hubugan seks terkait erat dengan infeksi HPV yang
menjadi penyebab utama lesi prakanker leher rahim karena epitel serviks yang
belum matang sehingga meningkatkan kerentanan terhadap agen kanker dan
penyakit menular seksual lainnya.16 Hal tersebut dibenarkan oleh hasil penelitian
di Mozambik, wanita yang melakukan hubungan seks pertama kali pada usia 15
tahun berisiko 5 kali lebih tinggi terhadap kanker leher rahim dibandingkan
dengan yang melakukannya pada usia 20 tahun.16
Akan tetapi, penelitian lain menyatakan bahwa usia pertama kali berhubungan
seksual tidak secara independen berasosiasi dengan infeksi HPV, melainkan dapat
dijadikan sebagai prediktor dari jumlah pasangan seks selama hidup.15 Umur
pertama kali berhubungan seks dapat digunakan pula sebagai prediktor jumlah
pasangan seks dari seorang wanita. Semakin muda seorang wanita melakukan
Universitas Indonesia
14
hubungan seks pertamanya, maka semakin banyak pula pasangan seks yang ia
miliki.15
2.3.8
berasosiasi dengan peningkatan risiko kanker leher rahim pada wanita yang
didiagnosa HPV positif. Kedua virus tersebut diduga menginduksi terjadinya
inflamasi pada serviks yang dapat memicu kerusakan genotoksik melalui reaksi
oksidasi metabolit.15 Selain itu, Trichomonas vaginitis dapat meningkatkan
terjadinya lesi prakanker leher rahim hingga 1,74 kali pada wanita yang pernah
terinfeksi bakteri tersebut.12
2.3.9
Paritas
Paritas
baik bayi dalam keadaan hidup maupun mati. Penelitian di Mali menemukan
bahwa paritas berhubungan kuat dengan risiko kanker leher rahim, dimana wanita
yang memiliki
2.4
melakukan deteksi dini. Deteksi dini dengan penapisan (skrining) dapat dilakukan
Universitas Indonesia
15
dengan beberapa metode. Metode skrining kanker leher rahim diantaranya adalah
sebagai berikut.
2.4.1 Pap Smear
Pap smear atau Papanicolaou smear, juga dikenal dengan Pap Test
merupakan suatu metode dimana dilakukan pengambilan sel dari muluh rahim
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan biasanya dapat
ditentukan apakah sel yang ada di leher rahim masih normal, berubah menuju
kanker, atau telah berubah menjadi sel kanker. Selain itu, infeksi dan inflamasi
leher rahim juga dapat ditentukan dari pemeriksaan ini.1 Tingkat spesifitas Pap
smear adalah 98%, akan tetapi sensitivitasnya hanya 50%.11
2.4.2 Kolposkopi
Kelainan pada pemeriksaan Pap smear dapat ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan kolposkopi. Pemeriksaan kolposkopi bertujuan untuk membuktikan
adanya kelainan sel serviks (leher rahim). Pemeriksaan kolposkopi adalah
pemeriksaan dengan menggunakan alat kolposkop (alat untuk melihat adanya
kelainan epitel dan kelainan pembuluh darah). Alat tersebut dilengkapi dengan
pembesaran 5 hingga 50 kali, sehingga sel epitel dan pembuluh darah dapat
terlihat dengan jelas, dilakukan dengan atau tanpa penambahan asam asetat untuk
mengidentifikasi area yang abnormal. Jika terdapat kelainan epitel atau pembuluh
darah pada pemeriksaan kolposkopi, maka harus dibuktikan dengan pemeriksaan
patologi, yaitu dengan melakukan biopsi atau pengambilan sedikit sayatan
jaringan menggunakan alat loop tenaga listrnik. Hasil pemeriksaan patologi
merupakan diagnosis pasti kelainan.8
2.4.3 Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)
Metode IVA ini merupakan salah satu metode baru deteksi dini kanker
leher rahim. Metode ini dianggap lebih mudah, murah, dengan harapan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan cara
mengamati dengan menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah
diolesi dengan asam asetat atau asam cuka kadar 3%-5%. Jika terdapat lesi
prakanker, maka akan menampilkan waran bercak putih yang disebut acetowhite
epitelium.2
Universitas Indonesia
16
Untuk program skrining kanker leher rahim yang lebih baik, ACCP
(Alliancer for Cervical Cancer Prevention) menyarankan negara-negara dengan
sumber daya terbatas melaksanakan pemeriksaan IVA diikuti dengan krioterapi
(terapi beku). Walaupun sensitivitas IVA lebih rendah dibandingkan tes DNA
HPV, IVA ditambah krioterapi akan meningkatkan cakupan skrining yang
berdampak pada hasil program pencegahan kanker leher rahim yang lebih baik
dibandingkan tidak melakukan apapun atau hanya terbatas pada Pap smear dan tes
DNA HPV.18
Setelah pemeriksaan dilakukan, maka tidak perlu waktu yang lama untuk
memperoleh hasilnya. Klasifikasi hasil pemeriksaan IVA dapat dilihat dari tabel
di bawah ini.
Tabel 2.4.3 Kategori Klasifikasi IVA
Klasifikasi IVA
Tes Negatif
Kriteria Klinis
Halus, berwarna merah muda, seragam,
tidak bertekstur, ectropion, cervicitis,
kista Nabothy, dan lesi acetowhite tidak
signifikan
Tes Positif
terhubung,
atau
meluas
dari
squamocolumnar junction
Dicurigai Kanker
Sumber : Depkes,2010
Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negatif harus menjalani
penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil tes IVA positif
dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya 6 (enam) bulan
kemudian.
Universitas Indonesia
17
2.5
2.6
Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) telah lama diselenggarakan oleh
adalah
dengan
meningkatkan
pelayanan
kontrasepsi
untuk
Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah metode pencegahan kehamilan yang
18
b.
c.
Kontrasepsi implant
d.
a.
b.
Mual, pusing, dan nyeri payudara ringan pada masa awal penggunaan
(pada pil dan suntik)
Universitas Indonesia
19
Terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur, perdarahan berdak,
atau perdarahan sela sampai 10 hari (pada suntikan kombinasi maupun
progestin, dan implan)
2.6.2
20
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Teori
Penelitian ini menggabungkan beberapa teori yang dihasilkan penelitian-
penelitian terkait dengan faktor risiko kanker leher rahim. Kerangka teori tersebut
digambarkan dalam skema seperti berikut.
21
Universitas Indonesia
22
3.2
Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Lesi Prakanker
Leher Rahim
Penggunaan Kontrasepsi
Variabel Konfounding
1.
2.
3.
4.
Universitas Indonesia
3.3
Definisi Operasional
Tabel 3.3 Definisi Operasional
Variabel
Kejadian
Definisi
Cara Ukur
Rahim
hasil membentuk
keluaran
Hasil Ukur
Alat Ukur
untuk kanker
payudara
Skala
Ukur
Nominal
dan 1. Positif
formulir See&Treat
pemeriksaan dengan
IVA
oleh
dokter/bidan/perawat
Penggunaan
Metode
kontrasepsi Membuat
kontrasepsi
yang
terakhir baru
digunakan
sebelum membentuk
melakukan
payudara
dan
periksa
saat Usia
ulang
terakhir
pasien
tahun
KB
1. KB
variabel baru
Non
Hormonal
pemeriksaan IVA
Umur
pernah Ordinal
2. KB Hormonal
pada Melihat
payudara
Nominal
dan 1. 40 tahun
Universitas Indonesia
melakukan
medis
pemeriksaan
Status Merokok
Pernah
merokok Melihat
pada
dilakukan
medis
pasangan Membuat
dari
untuk kanker
pernah membentuk
dan 1. Ya
payudara
Nominal
payudara
Nominal
variabel baru
Tingkat
Jenjang
pendidikan Membuat
pendidikan
terakhir
yang baru
ditamatkan
oleh membentuk
wanita
untuk kanker
payudara
dan
(tamat Nominal
SMA/PT)
1. Rendah (tidak
sekolah/tidak
melakukan
tamat
SD/
pemeriksaan IVA
tamat SD/tamat
SMP
Paritas
Jumlah
anak
dilahirkan
yang Membuat
oleh baru
payudara
Nominal
Universitas Indonesia
wanita
yang membentuk
(Susanti,2009)
variabel baru
melakukan
pemeriksaan IVA
Umur
pertama Umur
kali menikah
pada
saat Membuat
pertama
kali baru
untuk kanker
membentuk
menikah/kawin
wanita
dan
0. 20 tahun
Nominal
1. < 20 tahun
melakukan
pemeriksaan IVA
Deteksi
dini Pernah
melakukan Membuat
baru
IVA/Pap
Smear membentuk
sebelumnya
payudara
dan
0. Ya
Nominal
1. Tidak
25
Universitas Indonesia
26
3.4
Hipotesis
Pada penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut.
a. Terdapat perbedaan proporsi penggunaan kontrasepsi berdasarkan kejadian lesi
prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan IVA di Jakarta
Timur pada tahun 2011
b. Variabel lain (umur saat periksa, umur pertama kali menikah, paritas, jumlah
pasangan seks, tingkat pendidikan, status merokok, deteksi dini KLR
sebelumnya) merupakan variabel perancu (konfounder) antara penggunaan
kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim pada wanita yang
melakukan pemeriksaan IVA di Jakarta Timur pada tahun 2011
Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan disain studi kasus-
kontrol (case-control) untuk meneliti faktor risiko atau determinan dari suatu
kejadian atau outcome yang jarang terjadi. Selain itu, disain studi ini digunakan
untuk melihat hubungan kausalitas (sebab-akibat) awal. Dalam penelitian ini,
faktor risiko yang diteliti adalah penggunaan kontrasepsi sebagai variabel
independen utama, sedangkan kejadiannya adalah lesi prakanker leher rahim.
4.2
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan medis deteksi
27
Universitas Indonesia
28
4.3
Dimana :
n = jumlah sampel
Z1 = kekuatan uji, (digunakan 0,84 untuk = 80%)
Universitas Indonesia
29
sampel minimal adalah 128, yaitu 128 untuk kasus dan 128 untuk kontrol. Akan tetapi,
karena jumlah kasus lebih sedikit dari 128 kasus, maka digunakan rasio kasus : kontrol
= 1 :3 ,sehingga jumlah kasus yang diperlukan dihitung dengan rumus sebagai berikut.
+1
2
3 + 1 128 512
=
=
= 85,33 = 85
2.3
6
=
Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2012 di Puskesmas
Jatinegara, Puskesmas Duren Sawit, dan Puskesmas Matraman. Dari ketiga puskesmas
tersebut diperoleh data kasus selama Januari hingga Desember tahun 2011 sebanyak 86
kasus, sedangkan untuk kelompok kontrol dipilih data yang dicatat pada bulan Juli
sampai Desember 2011 kemudian diseleksi kelengkapannya. Data yang terpilih untuk
kelompok kontrol ada sebanyak 261 dari ketiga puskesmas tersebut. Data kelompok
kontrol yang terdapat di ketiga puskesmas tersebut sebenarnya lebih dari 261, akan
tetapi karena puskesmas hanya menyimpan rangkapan dari formulir catatan deteksi dini
kanker leher rahim tahun 2011, maka hanya formulir yang diisi lengkap dan masih
dapat terlihat jelas saja yang dipilih.
4.5
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software (perangkat lunak)
statistik. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data antara lain data coding, data
editing, data structure, data entry dan data cleaning.
1. Data coding adalah kegiatan mengklasifikasi data dan memberi kode untuk
masing-masing kelas secara mutually exclusive dan exhaustive sesuai dengan
Universitas Indonesia
30
tujuan dikumpulkannya data. Kegiatan ini harus sudah mulai dipikirkan dan
dipertimbangkan pada saat mengembangkan instrumen penelitian.
2. Data editing adalah kegiatan menyunting data sebelum proses memasukkan
data, sebaiknya dilakukan di lapangan agar apabila terdapat data yang
salah/meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada informan/responden
yang bersangkutan.
3. Data structure, kegiatan membuat template/rangka sebelum proses memasukkan
data. Kegiatan ini dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan
dan jenis software yang digunakan.
4. Data entry, kegiatan memasukkan data ke dalam perangkat lunak (software)
yang digunakan, dapat lebih mudah dan cepat jika sebelumnya telah tersedia
template/rangka yang sesuai.
5. Data cleaning, kegiatan membersihkan data dari kesalahan-kesalahan dalam
pemasukan data, mengecek kembali apakah terdapat kesalahan entri atau bagian
yang masih kosong.
Pada penelitian ini, penulis melakukan tahapan-tahapan di atas kecuali data
editing karena data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan catatan medis
pasien yang tidak dapat disunting lagi.
Penulis melakukan data coding karena dari data catatan medis deteksi dini
kanker leher rahim (serviks) belum diberi kode. Formulir catatan medis deteksi dini
tersebut menggunakan metode check list dalam pengisiannya. Data coding harus
dilakukan untuk memudahkan pengentrian data ke dalam software statistik dan proses
analisis data selanjutnya.
Sebelum melakukan tahapan pemasukan data ke dalam software, penulis telah
membuat template dari formulir deteksi dini kanker leher rahim (serviks) tersebut
terlebih dahulu. Setelah tahapan pengentrian/pemasukan data selesai dilakukan, maka
pembersihan data dari kesalahan-kesalahan pengentrian dan data kosong (data missing)
harus dilakukan agar lebih mudah dalam melakukan tahapan analisis data.
Universitas Indonesia
31
4.6
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat,
bivariat, dan multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi dari semua variabel yang diteliti, baik dependen maupun independen. Analisis
bivariat untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
Pada penelitian ini, analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square
(X2) untuk variabel 2 kategori dan uji regresi logistik sederhana untuk variabel 3
kategori dengan tingkat kepercayaan (Confident Interval/CI) 95% dan nilai = 0,05.
Jika pada analisis bivariat diperoleh nilai-p < (nilai-p < 0,05) maka hipotesis nol (H0)
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statisik ada hubungan bermakna
antara variabel dependen dengan variabel independen yang diteliti.
Kemudian analisis lebih lanjut dilakukan dengan analisis multivariabel
menggunakan regresi logistik untuk pembuatan model. Pemodelan dilakukan dengan
metode faktor risiko untuk mengestimasi secara valid hubungan penggunaan
kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim dengan mengontrol beberapa
variabel perancu (konfonding).
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Secara geografis, wilayah Jakarta Timur
terletak di antara 10604935 Bujur Timur dan 0601037 Lintang Selatan dengan
luas wilayah 188,03 Km2. Di sebelah utara, wilayah ini berbatasan dengan Kota
Administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, sebelah timur dengan Kabupaten
Bekasi (Provinsi Jawa Barat), sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Bogor (Provinsi Jawa Barat), dan sebelah barat berbatasan dengan Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
Wilayah kota administrasi Jakarta Timur ini terdiri dari 10 kecamatan dan
65 kelurahan dengan jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010
sebanyak 2.693.896
sebanyak 1.321.596
Jenis Kelamin
Kecamatan
Jumlah
Laki-laki
Pasar Rebo
Jenis
Perempuan
Kelamin
96,465
92,767
189,232
103.99
Ciracas
128,388
123,369
251,757
104.07
Cipayung
116,576
111,96
228,536
104.12
Makasar
94,125
91,705
185,83
102.64
Kramat Jati
138,066
134,413
272,479
102.72
Jatinegara
138,012
128,722
266,734
107.22
Duren Sawit
193,261
191,487
384,748
100.93
Cakung
262,273
241,573
503,846
108.57
Pulo Gadung
130,626
131,702
262,328
99.18
32
Universitas Indonesia
33
Matraman
Jakarta Timur
74,508
73,898
148,406
100.83
1,372,300
1,321,596
2,693,896
103.84
Sumber : jaktimkota.bps.go.id
5.2
Penggunaan Kontrasepsi
Berdasarkan penggunaan kontrasepsi, baik pada kelompok kasus maupun
Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal
Kontrol
Tidak Pernah KB
19
22,1
59
22,9
KB Non Hormonal
9,3
2,3
KB Hormonal
59
68,6
193
74,8
86
100,0
258
100,0
5.3
Timur pada tahun 2011 berusia < 40 tahun. Pada kelompok kasus ada sebanyak
55 orang (64,0%), sedangkan pada kelompok kontrol 175 orang (68,1%).
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Umur saat Periksa di
Jakarta Timur Tahun 2011
Kasus
Kontrol
< 40 tahun
55
64,0
175
68,1
40 tahun
31
36,0
82
31,9
86
100,0
258
100,0
Universitas Indonesia
34
5.4
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tinggi jika
Kontrol
Tingkat Pendidikan
n
Tinggi
57
66,3
192
74,4
Rendah
29
33,7
66
25,6
86
100,0
258
100,0
5.5
tahun dan < 20 tahun . Baik pada kelompok kasus maupun kontrol, sebagian besar
menikah pada umur 20 tahun, yakni sebesar 79,1% pada kasus dan 74,4% pada
kontrol.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pertama Kali Menikah
di Jakarta Timur Tahun 2011
Kasus
Kontrol
20 tahun
68
79,1
192
74,4
< 20 tahun
18
20,9
66
25,6
86
100,0
258
100,0
Universitas Indonesia
35
5.6
hidupnya hingga pemeriksaan IVA dilakukan pada tahun 2011. Persentase pada
kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, yakni
sebesar 94,2%. Pada kelompok kontrol, responden yang memiliki satu pasangan
seks saja hanya 90,3%.
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Pasangan Seks di
Jakarta Timur Tahun 2011
Kasus
Kontrol
1 orang
81
94,2
233
90,3
> 1 orang
5,8
25
9,7
86
100,0
258
100,0
5.7
Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan baik yang hidup maupun
meninggal dunia oleh wanita yang melakukan pemeriksaan IVA. Sebagian besar
responden memiliki jumlah anak 2 orang dengan persentase pada kelompok
kasus sebesar 61,6% (53 orang) dan 65,1% (168 orang) pada kelompok kontrol.
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas di Jakarta Timur
Tahun 2011
Kasus
Kontrol
Paritas
N
2 orang
53
61,6
168
65,1
>2 orang
33
38,4
90
34,9
86
100,0
258
100,0
Universitas Indonesia
36
5.8
Status Merokok
Baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol, hampir seluruh
responden menyatakan tidak merokok, yakni sebesar 96,5% (83 orang) pada
kelompok kasus dan 95% (245 orang) pada kelompok kontrol.
Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Merokok di Jakarta
Timur Tahun 2011
Kasus
Kontrol
Status Merokok
N
Tidak
83
96,5
245
95,0
Ya
3,5
13
5,0
86
100,0
258
100,0
5.9
responden melakukan deteksi dini KLR seperti IVA atau Papsmear sebelum
pemeriksaan IVA tahun 2011. Sebagian besar responden tidak pernah melakukan
deteksi dini KLR sebelumnya, ada sebanyak 66 orang (76,7%) pada kelompok
kasus dan 182 orang (70,5%) pada kelompok kontrol.
Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Deteksi Dini KLR di Jakarta
Timur Tahun 2011
Kasus
Kontrol
Pernah
20
23,3
76
29,5
Tidak
66
76,7
182
70,5
86
100,0
258
100,0
5.10
37
OR
59 (22,9%)
19 (22,1%)
1,0
KB Non Hormonal
6 (2,3%)
8 (9,3%)
4,14
KB Hormonal
Variabel Kovariat
Umur saat Periksa
< 40 tahun
40 tahun
Tingkat Pendidikan
Tinggi
Rendah
Umur Pertama
Menikah
20 tahun
193 (74,8%)
59 (68,6%)
175 (68,1%)
82 (31,9%)
< 20 tahun
Jumlah Pasangan
Seks
< = 1 orang
No.
I.
1.
II.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Variabel
Variabel Independen
Penggunaan
Kontrasepsi
Tidak pernah KB
> 1 orang
Paritas
< = 2 anak
> 2 anak
Status Merokok
Tidak
95% CI
NilaiP
0,949
1,27 13,45
0,52-1,72
0,864
55 (64,0%)
31 (36%)
1,0
1,2
0,72
2,00
0,566
192 (74,4%)
66 (25,6%)
57 (66,3%)
29 (33,7%)
1,0
1,48
0,874 2,51
0,164
192 (74,4%)
68 (79,1%)
1,0
66 (25,6%)
18 (20,9%)
0,77
233 (90,3%)
81 (94,2%)
1,0
25 (9,7%)
5 (5,8%)
0,57
168 (65,1%)
53 (61,6%)
1,0
90 (34,9%)
33 (38,4%)
1,16
245 (95,0%)
83 (96,5%)
1,0
Ya, Pernah
Deteksi Dini KLR
Pernah
13 (5,0%)
3 (3,5%)
0,681
76 (29,5%)
20 (23,3%)
1,0
Tidak
182 (70,5%)
66 (76,7%)
1,38
0,43 1,39
0,469
0,21 1,55
0,377
0,70 1,92
0,649
0,19 2,45
0,769
0,78 2,43
0,331
Universitas Indonesia
0,018
38
dihasilkan
memiliki
interval
kepercayaan
yang
lebar,
sehingga
39
5.11
40
Variabel
Nilai p
Keterangan
1.
0,566
2.
Tingkat Pendidikan
0,164
0,469
3.
4.
0,377
5.
Paritas
0,649
6.
Status Merokok
0,769
7.
0,331
3.
Uji interaksi
Model Awal
Model Awal + kontrasepsi*umur
Model Awal + kontrasepsi
(1)*umur
Model Awal + kontrasepsi
(2)*umur
Model Awal + kontrasepsi*didik
Model Awal + kontrasepsi
SE
Wald
nilai
p
-1,13
0,28
16,26
0,000
1,71
1,48
1,33
0,25
-0,06
0,69
0,009
0,92
-0,13
1,47
0,01
0,93
Keterangan
tidak
interaksi
tidak
Universitas Indonesia
41
4.
5.
6.
7.
(1)*didik
Model Awal + kontrasepsi
(2)*didik
Model Awal + kontrasepsi*kawin1
Model Awal + kontrasepsi
(1)*kawin1
Model Awal + kontrasepsi
(2)*kawin1
Model Awal + kontrasepsi*rokok
Model Awal + kontrasepsi
(1)*rokok
Model Awal + kontrasepsi
(2)*rokok
Model Awal + kontrasepsi*paritas
Model Awal + kontrasepsi
(1)*paritas
Model Awal + kontrasepsi
(2)*paritas
Model Awal +
kontrasepsi*pas_seks
Model Awal + kontrasepsi
(1)*pas_seks
Model Awal + kontrasepsi
(2)*pas_seks
interaksi
-0,84
0,71
1,40
0,24
20,73
28270
0,00
1,00
-0,98
0,85
1,33
0,25
21,61
40190
0,00
1,00
-0,29
1,57
0,03
0,85
1,26
1,38
0,83
0,36
0,05
0,80
0,00
0,95
41,43
42330
0,00
1,00
20,03
13290
0,00
1,00
tidak
interaksi
tidak
interaksi
tidak
interaksi
tidak
interaksi
Variabel
Kontrasepsi
Kontrasepsi (1)
Kontrasepsi (2)
Umur saat Periksa
Umur Pertama
Kawin
95% CI
Lower
Upper
S.E.
Wald
Sig.
OR
1,34
-0,13
0,15
0,62
0,32
0,29
6,58
4,65
0,18
0,25
0,037
0,031
0,67
0,613*
3,77
0,87
1,16
1,13
0,47
0,65
12,61
1,63
2,04
-0,44
0,34
1,62
0,203*
0,65
0,33
1,26
Universitas Indonesia
42
Tingkat Pendidikan
0,57
0,3
3,52
0,061*
1,77
0,97
3,23
Status Merokok
Paritas
Jumlah Pasangan
Seks
Konstanta
-0,41
0,05
0,68
0,29
0,37
0,03
0,541*
0,87*
0,66
1,05
0,17
0,59
2,5
1,86
-0,55
-1,14
0,52
0,28
1,13
15,78
0,288*
0,000
0,58
0,21
1,6
S.E.
Kontrasepsi
Wald
95% CI
Nilai-
OR
6,94
0,031
Lower
Upper
Kontrasepsi (1)
1,42
0,60
5,59
0,018
4,14
1,27
13,45
Kontrasepsi (2)
-0,05
0,30
0,03
0,863
0,95
0,52
1,72
Konstanta
-1,13
0,26
18,45
0,000
0,322
Dari tabel 5.13.3. diatas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kejadian lesi prakanker dengan penggunaan kontrasepsi non
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
Penelitian dilakukan pada 3 puskesmas di Kota Administratif Jakarta
Timur
6.2
Universitas Indonesia
45
perubahan respon imun yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus, dan
kekurangan folat dalam serviks sehingga merangsang perkembangan lesi
prakanker serviks yang abnormal.27
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi
berhubungan secara statistik dengan kejadian lesi prakanker, dimana wanita yang
menggunakan kontrasepsi non hormonal 4 kali lebih tinggi untuk mengalami lesi
prakanker dibandingkan dengan yang tidak pernah menggunakan metode
kontrasepsi apapun, sedangkan wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
memiliki risiko yang sama dengan wanita yang tidak pernah menggunakan
metode kontrasepsi apapun.
Hasil tersebut sama dengan penelitian Susanti (2010) yang menyatakan
bahwa penggunaan kontrasepsi tidak berhubungan dengan kejadian lesi
prakanker. Begitu pula dengan penelitian Sinaga (2009) dan Li et al (2010) yang
menemukan bahwa penggunaan kontrasepsi pil tidak berhubungan dengan
kejadian lesi prakanker leher rahim. Penelitian Melva (2008) di RSUP H.Adam
Malik
Medan
menemukan
bahwa
penggunaan
kontrasepsi
hormonal
kemungkinan bukan merupakan faktor risiko dari kejadian kanker leher rahim.
Fakta lain yang dikemukakan oleh Li et al (2010) yaitu penggunaan kontrasepsi
barrier (penghalang) ternyata memiliki efek proteksi terhadap virus HPV yang
menjadi penyebab utama kanker serviks. Di tahun yang sama, Cibula et al
menyimpulkan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal menjadi
lebih rentan untuk terinfeksi HPV dibandingkan dengan yang menggunakan
kontrasepsi barrier (penghalang) atau tidak pernah berhubungan seks.3
Penggunaan kontrasepsi non-hormonal dapat menurunkan risiko kanker
leher rahim menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan. Pada penelitian
Parazzini et al (1989) menemukan bahwa penggunaan kondom dan diafragma
memiliki efek proteksi terhadap risiko kanker leher rahim dan penurunan risiko
tersebut meningkat seiring lama penggunaannya. Menurut Hildesheim et al (1990)
menyatakan bahwa penggunaan spermisida dapat menurunkan risiko kanker leher
rahim setelah digunakan 5 tahun atau lebih. Penggunaan AKDR / IUD copper
tidak menyebabkan kanker leher rahim dan tidak mengganggu sistem hormon
tubuh.8
Universitas Indonesia
46
6.2.1
kejadian kanker leher rahim telah menarik perhatian peneliti di dunia untuk
membuktikannya. Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan risiko
untuk terkena infeksi HPV dan mengalami kanker leher rahim.3,35,36 Penelitian
Cibula et al (2010) menemukan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal lebih rentan untuk terinfeksi HPV dibanding wanita yang menggunakan
kontrasepsi barrier (penghalang) atau tidak pernah melakukan hubungan seksual.
Penggunaan kontrasepsi IUD / AKDR ditemukan tidak berasosiasi dengan infeksi
HPV, justru diduga sebagai protektor dari kejadian kanker leher rahim.38
Pada hasil analisis multivariat, ternyata diperoleh bahwa terdapat
hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker.
Variabel kovariat yaitu umur saat periksa, tingkat pendidikan, umur pertama
menikah, paritas, jumlah pasangan seks, dan status merokok yang diikutsertakan
dalam pemodelan awal bukan merupakan variabel perancu (konfonder). Wanita
yang menggunakan kontrasepsi non hormonal berisiko 4 kali untuk mengalami
lesi prakanker leher rahim dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah
menggunakan metode kontrasepsi apapun, sedangkan wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal berisiko 0,95 kali untuk mengalami kejadian lesi prakanker
leher rahim dibandingkan wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
Hasil tersebut bertolak belakang dengan penelitian Moreno et al (2002)
,Smith et al (2003), dan Vessey et al (2006) yang menyatakan bahwa ada asosiasi
antara kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker leher rahim, sedangkan
penelitian Cibula (2010) menemukan bahwa kontrasepsi non hormonal seperti
kondom memiliki efek protektor terhadap infeksi HPV. Selain itu, penelitian
Castellsague et al (2011) yang menemukan bahwa AKDR non-hormonal
kemungkinan merupakan kofaktor protektif dari kanker leher rahim. Penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena pasien yang
menggunakan kontrasepsi non hormonal lebih banyak menggunakan kondom
dibandingkan dengan sterilisasi. Penggunaan kondom tersebut mungkin karena
kesadaran suami pasien tersebut yang menyadari bahwa dirinya berisiko untuk
Universitas Indonesia
47
6.3
yang rentan terkena infeksi HPV adalah umur reproduksi, yaitu umur kurang dari
50 tahun. Pola prevalensi infeksi HPV menurut umur berbeda-beda tiap negara.
Penelitian di Sub-Sahara menemukan bahwa prevalens HPV menurun seiring
bertambahnya usia, sedangkan di Cina prevalens meningkat pada usia 30 sampai
44 tahun kemudian menurun pada usia di atasnya.12 Menurut Li et al (2010),
wanita yang berusia < 50 tahun lebih berisiko untuk terinfeksi HPV dibandingkan
dengan yang berusia 50 tahun.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa wanita yang berusia 40 tahun
saat pemeriksaan IVA memiliki risiko 1,2 kali untuk menderita lesi prakanker
leher rahim dibandingkan dengan wanita yang berusia < 40 tahun. Penelitian Li et
al (2010) di Cina menemukan hal yang serupa, yakni wanita yang berusia 30
sampai 44 tahun berisiko 1,5 kali untuk mengalami lesi prakanker dibandingkan
wanita yang berusia > 50 tahun. Begitu pula dengan hasil penelitian Syafitri
(2011) yang menyatakan bahwa wanita yang berusia 35 tahun memiliki risiko
2,7 kali lebih tinggi untuk menderita lesi prakanker leher rahim dibandingkan
dengan wanita yang berusia < 35 tahun.
6.4
48
6.5
HPV yang menjadi penyebab utama lesi prakanker leher rahim karena epitel
serviks yang belum matang sehingga meningkatkan kerentanan terhadap agen
kanker dan penyakit menular seksual lainnya.16
Umur pertama kali berhubungan seks dapat digunakan pula sebagai
prediktor jumlah pasangan seks dari seorang wanita. Semakin muda seorang
wanita melakukan hubungan seks pertamanya, maka semakin banyak pula
pasangan seks yang ia miliki.15 Di Indonesia, umur pertama melakukan hubungan
seks dapat diukur dengan pendekatan umur pertama kali kawin/menikah seperti
pada penelitian Melva (2008) dan Sinaga (2009).
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada asosiasi antara umur pertama
menikah dengan kejadian lesi prakanker. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian
Sinaga (2009) yaitu umur pertama menikah memiliki hubungan kuat dengan
kejadian lesi prakanker, dimana wanita yang menikah pada usia < 20 tahun
Universitas Indonesia
49
memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan yang menikah pada usia 20
tahun atau lebih untuk mengalami kanker serviks.
6.6
seksual.30 Jumlah pasangan seks berkaitan erat dengan usia pertama kali
melakukan hubungan seks pada penelitian di Afrika Selatan.31 Semakin muda
seorang wanita mulai berhubungan seks, semakin banyak pula pasangan seks
yang pernah ia miliki, maka semakin tinggi pula risikonya untuk terinfeksi HPV
dan terkena kanker serviks.15
Hasil penelitian ini menemukan bahwa wanita yang memiliki pasangan
seks > 1 orang tidak berbeda risikonya untuk mengalami kejadian lesi prakanker
dengan wanita yang hanya memiliki 1 pasangan seks. Hasil tersebut berbeda
dengan penelitian Susanti (2010) yang menemukan bahwa jumlah pasangan seks
berhubungan erat dengan kejadian lesi prakanker leher rahim , dimana wanita
yang memiliki pasangan seks > 1 orang berisiko 3,8 kali lebih tinggi untuk
mengalami lesi prakanker dibandingkan dengan wanita yang memiliki hanya 1
pasangan seks.
6.7
semakin banyak anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, maka semakin sering
pula serviksnya mengalami infeksi, infeksi pada serviks tersebut mungkin dapat
meningkatkan kerentanan terhadap virus (Wiknjosastro,1999 dalam Hertina dan
Suhartini,2010). Wanita yang terinfeksi HPV dan paritas tinggi akan memiliki
risiko terkena kanker leher rahim yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang terinfeksi HPV namun tidak pernah melahirkan.22 Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada asosiasi antara paritas dengan kejadian lesi
prakanker leher rahim.
Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Sinaga (2009) yang
menemukan bahwa jumlah anak yang dilahirkan berhubungan kuat dengan lesi
prakanker leher rahim, dimana wanita yang memiliki > 2 anak berisiko 2 kali
Universitas Indonesia
50
lebih tinggi untuk mengalami kejadian lesi prakanker dibandingkan dengan yang
memiliki 2 anak. Hal tersebut diperkuat oleh Munoz (2002) dan Rostad, Schei,
de Costa (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan risiko untuk mengalami
kanker leher rahim 3-4 kali lebih tinggi pada wanita yang mempunyai 5 anak atau
lebih dibandingkan dengan yang tidak memiliki anak atau hanya memiliki 1 anak.
6.8
6.9
51
lesi prakanker ditemukan, maka semakin mudah pula untuk disembuhkan dan
dicegah menjadi kanker leher rahim.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang tidak pernah
melakukan pemeriksaan deteksi dini KLR sebelumnya berisiko 1,38 kali lebih
tinggi untuk mengalami lesi prakanker dibandingkan dengan wanita yang pernah
melakukan pemeriksaan deteksi dini KLR sebelumnya. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Susanti (2010) yang menyatakan wanita yang tidak pernah
melakukan pemeriksaan deteksi dini berpeluang 1,26 kali lebih tinggi untuk
mengalami kejadian lesi prakanker. Hasil penelitian Sinaga (2009) menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara pemeriksaan pap smear dengan kejadian lesi
prakanker leher rahim.
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
a. Penggunaan kontrasepsi non hormonal berhubungan dengan kejadian lesi
prakanker leher rahim di Jakarta Timur tahun 2011
b. Faktor-faktor lain seperti umur saat periksa, tingkat pendidikan, umur
pertama menikah, paritas, jumlah pasangan seks, status merokok, dan
deteksi dini KLR bukan merupakan variabel perancu antara penggunaan
kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim di Jakarta Timur
c. Penggunaan kontrasepsi non hormonal merupakan salah satu faktor risiko
dari kejadian lesi prakanker leher rahim tanpa dipengaruhi oleh variabel
perancunya. Akan tetapi, ada beberapa hal yang mungkin harus
diperhatikan, misalnya definisi operasional penggunaan kontrasepsi yang
sangat terbatas dan lama penggunaan yang tidak diteliti pada penelitian
ini.
7.2
Saran
a. Perlunya sosialisasi deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA
kepada masyarakat, baik melalui penyuluhan secara langsung maupun
media cetak seperti poster atau pamflet, agar cakupan pemeriksaan
semakin meningkat sehingga data yang tersedia di puskesmas semakin
representatif dalam menggambarkan kasus baru di wilayah kerja masingmasing puskesmas
b. Perlunya peningkatan cakupan tenaga kesehatan yang terlatih dengan
memberikan pelatihan pelaksanaan teknis untuk melakukan pemeriksaan
deteksi dini dengan metode IVA agar layanan ini dapat tersedia di seluruh
puskesmas di Indonesia
c. Sebaiknya masyarakat mulai bersikap kritis dengan menanyakan kepada
petugas kesehatan mengenai kelebihan dan kekurangan dari alat
52
Universitas Indonesia
53
kontrasepsi yang digunakan agar terhindar dari efek jangka panjang yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
d. Sebagai mahasiswa rumpun kesehatan, terutama kesehatan masyarakat
perlu turut mempromosikan metode IVA sebagai salah satu metode
deteksi dini KLR yang murah kepada masyarakat dan menjelaskan faktorfaktor risiko dari KLR.
e. Bagi peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini diharapkan
dapat meneliti variabel lainnya yang belum terbukti dapat mempengaruhi
kejadian lesi prakanker leher rahim agar kejadian kanker leher rahim dapat
dicegah dan tidak lagi menjadi penyebab kematian pada wanita.
Universitas Indonesia
54
DAFTAR PUSTAKA
Tidak Menular.Jakarta:
Rineka Cipta.
2. Departemen Kesehatan. (2010) Pedoman Teknis Pengendalian Kanker
Payudara & Kanker Leher Rahim. Jakarta : Depkes.
3. Cibula, D., Gompel, A., Mueck, A.O., La Vecchia, C., Hannaford, P.C.,
Skouby, S.O., Zikan, M., & Dusek, L. (2010) Hormonal Contraception
and Risk of Cancer. Human Reproduction Update, Vol.16, No.6, hh. 631
650.
4. Glasier, Anna. (2005) Combined Hormonal Contraception. Womens
Health Medicine 2 : 5.
5. Moreno,V., Bosch, F. X., Munoz, N., Meijer, Chris, J.L.M., Shah, Keerti
V., Walboomers, Jan M.M., Herrero, R., & Franceschi,S. (2002) Effect of
Oral Contraceptives on Risk of Cervical Cancer in Women with Human
Papillomavirus Infection: The IARC Multicentric Case-control Study. The
Lancet,Vol 359,30 Maret,hh.1085-1092.
6. Plummer,M., Herrero,R., Franceschi, S., Meijer, Chris, J.L.M., Snijders,P.,
Bosch,F.X., de Sanjose, S., & Munoz, N. (2003) Smoking and Cervical
Cancer:P Ooled Analysis Of The IARC Multi-Centric Case-Control Study.
Cancer Causes & Control, Vol. 14, No. 9, hh. 805-814.
7. Stein,CJ & Colditz, GA. (2004) Modifiable Risk Factors for Cancer.
British Journal of Cancer ,No.90, hh.299 303.
8. Nurwijaya,Hartati, Andrijono, & H.K. Suheimi. (2010) Cegah dan Deteksi
Kanker Serviks. Jakarta : Elex Media Komputindo.
9. Departemen Kesehatan RI. (2009) Pedoman Registrasi Kanker Nasional.
Jakarta : Departemen Kesehatan.
10. National Cancer Institute, 2008, Booklet : What You Need to Know About
Cervical
Cancer,
dilihat
pada
13
Januari
2012
<
http://www.cancer.gov/cancertopics/wyntk/cervix>
11. Jin,Xian Wen, Sikon, A., & Yen-Lieberman, B (2011). Cervical cancer
screening: Less testing, smarter testing. Cleveland Clinic Journal of
Medicine,Vol.78, hh.737-747.
12. Li,Changdong,Wu,Minghui, Wang,Jiandong, Zhang,Songwen, Zhu,Li,
Pan,Jing, & Zhang,Wiyuan. (2010) A Population-based Study on the Risks
of Cervical Lesion and Human Papillomavirus Infection among Women in
Universitas Indonesia
55
Tryggvadottir,Laufey,
Wadell,Goran,
Nordic
Biobanks.
American
Journal
of
Epidemiology
Catle,P.E.,
Wacholder,S.,
Vol.169,No.4,hh.480-488.
14. Hildesheim,A.,
Herrero,R.,
Bratti,M.C.,
Albero,Ginesa,
Molano,Monica,
Carcamo,Cesar,
Coursaget,Pierre,
Diaz,Mireia,
Dolo,Amardou,
van
den
Cancer
in
Mali.
International
Journal
of
Epidemiology,Vol.31,hh.202-209.
18. Alliance Cervical Cancer Prevention (2009) Cervical Cancer Prevention
Fact Sheet : New evidence on the impact of cervical cancer screening and
treatment using HPV DNA tests, visual inspection, or cytology.
19. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C and Parkin DM. (2010)
GLOBOCAN 2008 v1.2, Cancer Incidence and Mortality Worldwide:
Universitas Indonesia
56
within
the
Manchester
cohort.
British
Journal
of
Cancer,Vol.88,No.11,hh. 1565-1572.
21. Vessey, M and Painter,R. (2006) Oral contraceptive use and cancer :
Findings in a large cohort study, 19682004. British Journal of
Cancer,Vol.95,hh.385-389.
22. Munoz,Nubia,
Fanceschi,Silvia,
Bosetti,Cristina,
Moreno,Victor,
the
IARC
multicentric
case-control
study.The
Lancet,Vol.359,Maret,2002.
23. Koskela,Pentti,
Anttila,Tarja,
Bjorge,Tone,
Brunsvig,Anne,
Dillner,Joakim,
Matti,Hakama,
Hakulinen,Timo,
Lehtinen,Matti,
Lenner,Per,
Luostarinen,Tapio,
Jellum,Egil,
Pukkala,Eero,
57
28. Susanti, Indi. (2010) Hubungan Usia Pertama Kali Berhubungan Seksual
dan Jumlah Pasangan Seksual dengan Kejadian Lesi Prakanker Leher
Rahim pada Wanita yang Melakukan Deteksi Dini Menggunakan Metode
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) di Puskesmas Cikampek, Pedes,
dan Kota Baru Kabupaten Karawang Tahun 2009-2010. Universitas
Indonesia.Tesis.
29. Sinaga, Taruli Rohana. (2009) Determinan Kejadian Karsinoma Serviks
pada Peserta Program Pencegahan Kanker Serviks See and Treat
Metode Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Universitas
Indonesia.Tesis.
30. American Association for Cancer Research (AARC) . (2009) Cervical
Carcinoma and Sexual Behavior: Collaborative Reanalysis of Individual
Data on 15,461 Women with Cervical Carcinoma and 29,164 Women
without Cervical Carcinoma from 21 Epidemiological Studies. Cancer
Epidemiol Biomarkers Prev 2009, Vol.18,No.4,April 2009
31. Cooper,Diane, Hoffman,Margaret, Carrara,Henri, Rosenberg, Kelly,Judy,
Stander,Ilse, Denny,Lynnette, Williamsom,Anna-Lise,& Shapiro.(2007)
Determinants of sexual activity and its relation to cervical cancer risk
among South African Women. BMC Public Health 2007,7:341.
32. Franceschi,S.,
Plummer,M.,
Clifford,G.,
de
Sanjose,S.,
Bosch,X.,
58
Peto,Julian,
(2003)
Plummer,Martyn,
Cervical
Cancer
and
Franceschi,Silvia,&
Use
of
Hormonal
Diunduh
dari
<
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?db=pubmed&cmd=Search&term
=Adv%20Contracept[Jour]+AND+7[Volume]+AND+317[page] > pada 7
Juli 2012 pkl.08.51 WIB
40. Parazzini,F., Negri,E., La Vecchia,C., Fedele,L. (1989) Barrier Methods
of Contraception and the Risk of Cervical Neoplasia : Abstract. Diunduh
dari
<
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?db=pubmed&cmd=Search&term
=Contraception[Jour]+AND+40[Volume]+AND+519[page] > pada 7 Juli
2012 pkl.09.08 WIB
Universitas Indonesia
59
LAMPIRAN
FORMULIR DETEKSI DINI KLR DAN KANKER PAYUDARA
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia