Anda di halaman 1dari 3

Lahirnya Zizie

Tak terasa, usia kehamilan bunda sudah Sembilan bulan. Kata dokter, adikku nanti
perempuan. Ah, aku berharap adik tidak cepat-cepat lahir. Aku masih belum siap.
Aku masih takut.
Uh aduh! Aduh! terdengar suara bunda saat aku pulang sekolah.
Bunda Bunda enggak apa-apa? tanyaku khawatir. Di rumah hanya aku dan
bunda. Kak Zira pulang pukul tiga sore. Ayah sedang di kantor.
Zi Zikha kayaknya adikmu akan lahir sekarang ,jawab bunda dengan
napas ngos-ngosan.
Aku terkejut. Apa? ulangku tidak percaya.
Zika, kamu mau, kan, menemani Bunda ke rumah sakit? pinta bunda. Wajah
bunda tampak pucat danseperti kesakitan. Aku jadi kasihan.
Iya, Bunda! Iya! Zikha temenin bunda. Kita cari taksi, Bun! ajakku. Oiya, tasnya,
Bun1 Aku bergegas ke kamar bunda, mencari tas yang berisi perlengkapan bayi.
Aku menemukan tas itu. Warnanya biru bergaris-garis putih. Setelah itu, aku
mengajak bunda mencari taksi di halaman apartemen.
Ke Rumah Sakit Mutiara Ibunda ya, Pak! kata bunda. Pak sopir mengangguk.
Beberapa menit kemudian, kami sampai di Rumah Sakit Mutiara Ibunda. Pak sopir
taksi kami rupanya baik sekali. Dia membantu membawa bunda sampai ke dalam
rumah sakit. Saat bunda mau memberikan tambahan bayaran, Pak sopir menolak.
Rupanya masih ada juga, ya, orang sebaik dia di dunia ini.
Bunda segera diantar ke ruang melahirkan oleh bidan. Aku menunggu di luar sambil
meminum susu cokelat yang aku bawa dari apartemen.
Kira-kira keadaan bunda bagaimana, ya? Apa nanti adikku lahir dengan sehat?
Handphode-ku berbunyi. Dari ayah.
Halo? Zikha? Bunda mau melahirkan sekarang, ya? Tanya ayah. Suaranya
terdengar panic.
Iya, Yah. Aku lagi nungguin bunda di rumah sakit. Ayah kapan kesini? tanyaku.
Ayah sampai di sana kira-kira pukul tiga sore. Ayah sekalian jemput Kak Zira. Kamu
baik-baik ya, Zikha,pesan ayah.
Iya, Yah. Cepat dating ya, Yah!

Iya , Sayang!
Klik!
Nanti ayah dating bersama Kak Zira. Setipa berangkat dan pulang sekolah, aku
diantar dan dijemput bunda. Kalau Kak Zira, memang ayah yang antar-jemput.
Menit demi menit terus berlalu. Aku masih menunggu. Sendirian. Camilanku sudah
habis dari tadi. Sampai sekarang belum juga ada tanda-tanda bunda selesai
melahirkan.
Zikha! Bunda di mana? Tanya seseorang. Suara diiringi derap sepatu.
Ayah! Kak Zira! seruku. Bunda belum keluar dari tadi, Yah, Kak, jawabku.
Kamu lapar tidak, Zikha? Ini ayah belikan martabak keju cikelat, kata ayah sambil
memberikan kotak bertuliskan Martabak Bulan Sabit. Aku segera melahap martabak
tersebut. Meski aku lapar, martabak masih bersisa.
Tak lama,seseorang suster keluar dari ruang melahirkan. Ini dia adik bayi yang
sehat,ucap suster. Beratnya 3,3 kg. Perempuan. Kakak mau lihat? Tanya suster
kepadaku. Aku hanya terdiam bingung. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa begitu
saying kepada adikku yang baru lahir ini.
Ma mau ,jawabku gugup. Aku meraba tubuh adik bayi yang kecil mungil.
Kulitnya masih merah dan lembut. Ayah dan Kak Zira tersenyum melihatku.
Bagus kalau Zikha bisa akrab sama adik.
Suara ayah membuyarkan lamunanku. Ayah baru saja melantunkan azan ke
telingan adik.
Mungil dan cantik sekali, ya? KakZira mengelus pipi adik.
Oiya, bagaimana dengan istri saya, Sus? Tanya ayah kepada suster.
Masih di ruan melahirkan, Pak. Nanti Nyonya Syira dipindahkan ke ruang
peraawatan biasa. Harap menunggu, ya, kata suster. Suster pun berlalu membawa
bayi karena akan disusui bunda.
Aku kembali bingung dengan perasaanku. Ya, tiba-tiba aku merasa sangat saying
dengan adikku. Aku seperti ingin mengatakan, I love my sisters
Bunda? Bunda enggak apa-apa? tanyaku khawatir. Wajah bunda masih pucat.
Iya, Sayang. Bunda enggak apa-apa, kok. Tadi siapa yang sudah lihat adik? Bunda
balik bertanya.
Zira sama Zikha, Bun! jawab Kak Zira.

Zikha senang, kan, sama adik? Tanya bunda.


Aku terdiam. Iya, Bun tadi Zikha elus-elus tangannya jawabku keceplosan.
Oiya? Kira-kira mirip siapa, Yah? suara bunda pelan sekali, hamper tak terdengar.
Mirip Bunda dan Zikha kayaknya. Wah, yang mirip Ayah, Zira doing, nih. Ayah
tertawa.
Kami ikut tertawa. Ah, dalam hati, aku masih bingung. Hari yang awalnya aku benci,
kenapa jadi hari yang indah? Apakah ini pertanda aku menyayangi adikku?
Ayah, Bunda nama adik siapa? tanyaku, agak gugup.
Oiya, Bunda belum kasih tahu kalian. Namanya Azizieya Aika Putri. Panggilnya
Zizie, jawab bunda.
Semua anak Ayah, depannya huruf Z, sambung ayah.
Wah, Zizie bagus ya, Zikha? komentar Kak Zira sambil menyenggol bahuku.
Eh, oh, iya, iya. Aku cepat-cepat mengangguk. Tanggal 28 Februari hari lahir Zizie.
Lengkapnya, Azizieya Aika Putri. Dia adik baruku

Anda mungkin juga menyukai