Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PBL BLOK 7

Spirometri

Nama : Nurfitri Setioningsih


Nim : 102011328
D2

Pendahuluan
Pernapasan merupakan satu proses pertukaran gas-gas respirasi yaitu oksigen dan
karbon dioksida. Fungsi utama pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen untuk
kelangsungan proses metabolisme sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida hasil dari
metabolisme tersebut. Sistem pernapasan meliputi saluran pernapasan yang berfungsi dalam
konduksi udara bermula dari rongga hidung, pharynx, larynx sehingga paru, organ pertukaran
gas, dan sistem sirkulasi darah yang membawa oksigen ke jaringan tubuh dan membawa
karbon dioksida ke alveolus. Proses bernapas terjadi akibat dari inspirasi dan ekspirasi, yang
diakibatkan oleh kontraksi otot-otot interkostal dan diafragma. Setelah oksigen disalurkan ke
paru, akan berlakulah proses difusi dan transportasi gas tersebut ke kapiler darah seterusnya
ke jaringan dalam tubuh yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Volume dan kapasitas paru
setiap individu akan berbeda dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan melalui
pengukuran kapasitas paru dengan menggunakan spirometri.

Pembahasan

Saluran Pernafasan

Gambar 1. Saluran Pernasafan.9

Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Saluran Pernafasan


Struktur Makroskopis1-3
Dalam pembahasan struktur makroskopis dari saluran pernafasan kita memandang dari
sisi anatominya, yang akan dibahas yaitu dari hidung sampai dengan paru paru. Alat alata
pernafasan digunakan dalam pengangkutan gas gas, dibedakan alat alat pernafasan yang
dilalui udara yaitu rongga hidung, faring, laring dan trakea, dan paru paru dan dari paru
paru berfaal untuk pertukaran gas secara langsung antara udara dan darah. Sebagian besar
saluran pernafasan, bronkus berada didalam paru paru, laring juga berfungsi untuk produksi

suara. Alat penghidu berguna mengontrol penarikan napas membantu orientasi lingkungan
dan bersama sama dengan saraf sensoris mukosa hidung membantu melindungi individu.

Satu bagian pernafasan berjalan didalam kepala yaitu saluran pernafasan bagian atas
yang meliputi hidung, rongga hidung, sinus sinus nasalis dan faring, bagian lainnya terdapat
dileher dan batang badan yaitu saluran pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea,
bronkus bronkus dan paru paru.
Hidung
Bagian luar yagn timbul seakan akan membentuk gambaran timbul pada bibir dan
pipi dengan adanya lipatan nasolabial, kerangka hidung dibentuk oleh os nasale, processus
frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis pada akarnya dan kearah puncaknya oleh
tulang rawan hialin yang saling dapat digerakkan sesamanya yaitu rangka tulang rawan terdiri
dari cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan minor.
Otot yang melapisi hidung yaitu m nasalis dan m depressor septi nasi. M nasalis dan m
levator labium suoerior ala nasi berfungsi untuk mengontrol gerakan gerakan hidung.
Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang cabang a facialis, a dorsalis nasi
cabang a ophtalmica dan a infraorbitalis cabang a maxilaris interna dan pembuluh baliknya
menuju v facialis dan v ophthalmica. Persyarafannya oleh n facialis, n ophthalmicus dan n
maxillaris.
Sekat Rongga Hidung
Terdiri dari tulang dan tulang rawan membentang dari rongga hidung sampai ke lubang
hidung luar dimana sekat tersebut berakhir sebagai jaringan ikat fibrotik. Tulang rawannya
terdiri atas sebuah lamela septal, kartilago septum nasi dan sepasang lamela lateral ke
punggung hidung yaitu kartilago nasalis lateralis. Tulang rawan tersisip ke belakang dan ke
atas diantara bagian bagian tulang dekat rongga hidung yaitu lamina perpendicularis tulang
tapisan dan os vomer serta kulit.
Vomer membentuk sebuah birai tulang rawan yang sempit yang disebut kartilago
vomeronasalis pada kedua sisi batas antara bagian tulang rawan dan bagian tulang sekat
rongga hidung, birai tersebut mempunyai penebalan mukosa yang banyak berpembuluh
darah, titik kiesselbach yang mudah berdarah pada cedera cedera hidung. Ke arah anterior
3

pada tiap sisi mukosa sehat rongga hidung terdapat korpus cavernosum yagn mempersempit
atrium setinggi meatus media, keseringan sekat rongga hidung ini miring ke salah satu sisi
yang disebut deviasi septum.
Nares Eksterna ( Lubang Hidung Luar )
Bagian ini menuju vestibulum hidung. Ini terletak di bagian hidung yang dapat
digerakkan dan terpisah dari rongga hidung oleh suatu peninggian yang melengkung yaitu
limen nasi. Vestibulum mempunyai sebuah lingkaran rambut, vibrisa yang melengkung
keluar untuk menjaga dari masuknya benda asing.
Rongga Hidung
Sagital rongga hidung dibagi oleh sekat hidung kedua belah rongga ini terbuka ke arah
wajah melalui nares dan kearah posterior berkesinambungan dengan nasopharynx melalui
apertura nasi posterior ( choana ), masing masing belahan ada dasar, atao, dinding lateral
dan dinding medial ( sekat hidung ).
Rongga hidung terdiri atas 3 regio yaitu vestibulum, penghidu dan pernafasan.
Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat disebelah dalam nares.
Regio penghidu berada disebelah cranial dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas
sampai setinggi concha nasalis superrior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha
tersebut. Regio pernafasan adalah bagian rongga hidung yang selebihnya.
Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi yakni concha nasalis superior ,
concha nasalis medius dan concha nasalis inferior di inferolateral bagian ini terdapat meatus
nasi yang sesuai letaknya. Disebelah cranial dan dorsal terhadap concha nasalis superior
terdapat recessus spheno-ethmoidalis yang mengandung muara sinus sphenoidalis, pada
recessus ini terdapat concha nasalis suprema. Meatus nasi superior yang letak inferior
terhadap concha nasalis superior memperlihatkan sebuah lubang sebagai muara sinus
ethmoidalis posterior. Meatus nasi medius berada infero lateral terhadap concha nasalis
medius dan kearah anterior berkesinambungan dengan fossa dangkal di sebelah cranial
vestibulum dan limen nasi yakni atrium meatus nasi medius.
Disebelah cranial atrium terdapat sebuah rigi yakni agger nasi, yang melandai ke arah
bawah dan depan, mulai dari ujung atas tepi bebas bagian anterior concha nasalis medius.
Setinggi meatus medius ini dinding lateral rongga hidung memperlihatkan sebuah elevasi
4

bulat, yakni bulla ethmoidalis yang dibentuk oleh pembengkakan sinus ethmoidalis medius
yang bermuara pada atau tepat diatas bulla ethmoidalis tersebut. Disebelah bawah bula tadi
terdapat celah lengkung yang meluas ke atas sampai disebelah depan bulla yakni hiatus
semiulnaris. Disebelah inferior hiatus semiulnaris dibatasi oleh rigi konkay yang dibentuk
oleh processus uncinatus ethmoidalis, kearah depan dan atas hiatus ini menjadi sebuh
salurang lengkung yakni infundibulum ethmoidale.
Ke dalam infundibulum ethmoidale tersebut berkesinambungan dengan ductus
nasofrontalis. Dengan demikian kesebelah ventral infundibulum berakhir pada sinus
ethmoidalis anterior dan ductus nasofrontalis bermuara lewat infundibulum ini ke ujung
anterior meatus nasi medius. Muara sinus maksilaris yang berada didekat atapnya
berhubungan dengna rongga hidung melewati titik terendah hiatus semiulnaris, disebelah
caudal bulla ethmoidalis.
Meatus nasi inferior di caudal dan lateral terhadap concha nasalis inferior berisi muara
ductus nasolacrimalis. Kesebelah ventral infundibulum berakhir pada pada sinus ethmoidalis
anterior dan ductus nasofrontalis bermuara lewat infundibulum ini ke ujung dalam anterior
meatus nasi medius. Muara sinus maksilares yang berada didekat atapnya, berhubungan
dengan rongga hidung lewat titik terendah hiatus semiulnaris disebelah kaudal bulla
ethmoidalis, ada meatus nasi inferior di caudal dan lateral terhadap concha nasalis inferior,
berisi buara ductus naso lacrimalis.
dinding medial atau septum nasi dibentuk oleh lamina prepencicularis ossis
ethmoidalis, os vomer dan cartilago septi nasi, dari arah belakang kedepan, atap cavum nasi
di bagi tiga regio yaitu sphenoidalis, ethmoidales dan frontonasalis sesuai dengan nama
tulang yang ditempatinya.
Dasar rongga hidung terbentuk oleh processus palatinus ossis maxila dan lamina
horizontalis ossis palatini. Dasar ini memisahkan rongga hidung dari rongga mulut, namun
mempunyai hubungan dengan rongga mulit lewat canalis incisivus.
Pembuluh nadi yang mendarahi rongga hidung yaitu aa ethmoidalis anterior dan
posterior, a sphenopalatina, a palatina major dan a labialis superior.
Vena vena yang ada di rongga hidung membentuk plexus cavernosus terutama berada
di submukosa bagian caudal septum nasi, concha nasalis medius dan concha nasalis inferior.

Persyarafan utama rongga hidung dalah oleh cabang cabang n trigeminus (N.V),
otonom secremotorik dan vasomotorik serta n olfaktorius (N.I)

Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis berkembangnya setelah lahir pada bayi terbentuk baru mendekati
tahun pertama, sinus sinus ini mencapai setengah ukurannya pada tahun ke sepuluh dan
berkembang lengkap bersamaan dengan pemanjangan wajah umur 15 20 tahun, sinus
sinus ini berlapiskan mukosa hidung, sinus sinus ini berfungsi untuk menghangatkan udara
pernafasan. Terbagi atas sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sfenoidalis.
Sinus maksilaris
sebagian letak sinus ini berada pada tulang maxilla, berbentuk piramid yang meluas di
bawah orbita dan dasrnya dipisahkan dari akar gigi gigi molardan premolar oleh sebuah
lempeng tulang yang tebalnya hanya beberapa mm, pendarahan oleh a facialis, a palatina
major, a infraorbitalis yang merupakan lanjutan a maxillaris interna dan Aa alveolaris
superior anterior dan posterior cabang a maksilaris interna, dipersyarafi oleh n infraorbitalis
dan nn alveolaris superior, anterior dan posterior..
Sinus frontalis
letaknya disebelah posterior terhadap arcus superciliaris antara tabula externa dan
tabula interna os frontale, derajat meluasnya sinus ke dalam tulang dahi, sangat bervariasi dan
biasanya sinus ini tidak simetris didekatnya terletak lekuk tengkorang depan dan atap orbita,
pendarahannya disuplai oleh cabang cabang a ophthalmica, yakni a supraorbitalis dan a
ethmoidalis anterior, darah baliknya bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura supra
orbitalis yang menghubungkan vena vena supraorbitalis dan ophthalmica superior,
dipersarafi oleh n supraorbitalis.
Sinus ethmoidalis
tersusun atas rongga rongga kecil ga beraturan yang disebut cellulae ethmoidales,
rongga rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labyrinth ossis ethmoidalis,
disempurnakan oleh tutlang tulang frontale, maxilla, lacrimale, sphenoidale dan palatinum,
pendarahan oleh aa ethmoidales anterior dan posterior serta a sphenopalatina, pembuluhnya
6

melewati vena vena yang namanya sama dengan arteri, dipersarafi oleh nn ethmoidales
anterior dan posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum.
Sinus Sphenoidalis
dipisahkan oleh sebuah sekat sagital, kadang kadang sekat ini tidak lengkap, atapnya
dibentuk oleh sela tursika pada dasar tengkorak, terletak disebelah posterior terhadap bagian
atas rongga hidung di dalam corpuss ossis sphenoidalis bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidalis. Pendarahannya oleh a ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal a maxilla
interna, persyarafannya oleh n ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion
pterygopalatinum.
Pharynx
Merupakan sebuah pipa musculomembranosa yang panjangnya sekitar 12 14
membentang dari bassis cranii sampai setinggi vertebra cervical 6 di tepi bawah cartilagi
cricoidea, paling lebar dibagian superior disebelah caudal dilanjutkan dengan oesophagus.
Dari atas kebawah tiap sisi pharynx melekat pada lamina medialis processus
pterygoidei, raphe pterygomandibularis, mandibula, lidah, os hyoideum, cartilago thyroidea
dan cartilago cricoidea., ke arah lateral berhubungan dengan cavum timpani lewat tuba
auditiva eustachii berturut turut dari cranial ke caudal berbatasan dengan processus
styloideus dan otot ototnya dan arteri dan muskulus disekitarnya.
Spatium peripharyngeal dibagi dua yaitu spatium parapharyngeale (pharyngeale
laterale) dan spatium retropharyngeale. Pharynx dibagi menjadi tiga bagian yaitu
nasopharynx, oropharynx dan larynxopharynx.
Lapisan otot pharynx terdiri atas tiga otot lingkar yakni m constrictor pharyngis
inferior, medius dan superior serta tiga otot yang masing masing turun dari processus
styloideus, torus tubarius cartilaginis tubae auditivae dan palatum molle yakni m
stylopharyngeus, m salpingopharyngeus dan m palatopharyngeus.
Pendarahannya berasal dari a pharyngea ascendens, a palatina ascendens dan ramus
tonsillaris cabang a facialis, a palatina major dan a canalis pterygoidei cabang a maxillaris
interna dan rami dorsales lingulae cabang a lingualis, pembuluh baliknya membentuk plexus
yang berhubungan dengan plexus pterygoideus dan ke arah bawah bermuara ke dalam v
jugularis interna dan v facialis.
7

Persyarafan berasala dari plexus pharyngeus, dibentuk dari rami pharyngei n


glossopharyngeus, n vagus dan serabut serabut simpatik postganglioner dari ganglion
cervicales superius yang letaknya di jaringan penyambung sebelah luar m constrictor
pharyngis medius. Unsur motorik utamanya adalah pars cranialis n accesorius, saraf sensorik
utamanya berasal dari n glossopharyngeus dan n vagus.
Larynx
Laring adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. Didalam
lamina propia terdapat jumlah tulang rawan laryngeal. Tulang rawan yang lebih besar (tiroid,
krikoid, dan kebanyakan aritenoid) adalah tulang rawan hialin, dan beberapa di antaranya
mengalami perkapura pada orang tua. Tulang rawan yang lebih kecil (epiglottis, kuneifrom,
kornikulata, dan ujung aritenoid) adalah tulang rawan elastis. Ligament mengikat tulangtulang rawan. Fungsi sebagai penyongkong (menjaga agar jalan napas terbuka), tulang rawan
ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan memasuki
trakea, dan juga berfungsi sebagai alat pengahasil nada suara untuk fonasi.
Kerangka laring terdiri atas kartilagi tiroidea yang terdiri atas dua lembaran segiempat
yang bersatu di depan bagaikan haluan kapal, pada ujungnya terdapat suatu takik yaitu
incisura tiroidea superior, kartilago krikodea yang berbentuk cincin stempel.
Kartilago aritenoidea yang duduk pada tepi atas lamina kartilago krikoidea berbentuk
limas segitiga, mempunyai 3 permukaan yaitu medial, dorsal dan lateral, sebuah permukaan
sendi basal dan tiga taju, taju taju tersebut adalah taju muskular, processus vocalis dan
puncak kartilago aritenoidea.
Epiglotis berbaring pada bagian tengah permukaan dalam kartilago tiroidea,
mempunyai tangkai yang membentuk tuberkulum epiglotikum dibawah mukosa dan sebuah
lamina lonjong yang cekung ke arah posterior.
Otot otot yang ada pada laring yaitu otot otot supra dan infrahioid, otot
krikotiroideus, otot krikoaritenoidus posterior, otot krikoaritenoideus lateralis, otot vokalis,
otot tiroaritenoideus, otot aritenoideus oblik dan transversus dan otot ariepiglotikus.
Trakea dan Bronchus
Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya lebih kurang 10 cm, meluas dari
pangkal laring ke titik ia bercabang dua menjadi 2 bronkus primer. Trakea dilapisi oleh
8

mukosa respirasi. Terdapat 16-20 cincin tulang rawan hialin membentuk C, yang terdapat
dalam lamina propia, berfungsi menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Ujung terbuka dari
cincin berbentuk C terletak dipermukaan posterior trakea. Ligamen fibroelastis dan berkasmuskulus trakealis terikat pada periosteum dan menjebatani kedua ujung bebes tulang rawan
berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen, sedangkan muskulus
memungkinkan lumen menutup.
Sebagai lanjutan larynx membentang setinggi cervical 6 sampai tepi atas vertebra
thoracal, ujung caudalnya menjadi bronchus principalis dexter dan sinister Bronkus akan
bercabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus dibedakan menjadi dua, yaitu bronkiolus
terminalis dan brinkiolus respiratorik. Bronkiolus bercabang lagi menjadi alveolus.
Pendarahan utama trachea oleh a thyreoidea inferior, persyarafannya bercabang asal
dari n vagi, nn reccurens dan truncus symphaticus yang disebar ke otot otot.
Paru
Ada dua buah paru, yaitu pau kanan dan kiri. Paru kanan mempunyai tiga lobus dan
paru kirir mempunyai dua lobus. Lobus paru terbagi lagi menjadi beberapa segmen. Paru
kanan mempunyai 10 segmen sedangkan paru kiri mempunyai 8 segmen.
Paru kanan
batas anterior paru kanan menuju ke bawah dimulai di belakang sendi sternoklavikular
dan mencapai linea mediana pada ketinggiian angulus sterni. Batas paru ini terus ke bawah
melalui belakang sternum pada ketinggian sternokondralis keenam, disini batas bawah
melengkung ke lateral dan sedikit ke inferior, memotong iga keeenam di linea
medioklavikularis dan memotong iga ke delapan pada linea medioaksilaris. Batas ini
kemudian menuju ke bagian posterior spinosus vertebra torasik kesepuluh. Pada keadaan
inspirasi, batas inferior kira-kira turun dua iga. Bagian inferior fiisura oblikus paru kanan
berakhir di batas bawah paru pada linea medioklavikularis. Lokasi fisura horizontalis pada
ketinggian kartilago ke empat.
Paru kiri
batas anterior paru kiri hamper sama dengan batas anterior paru kanan, tetapi pada
ketinggian kartilago iga keempat paru kiri berdeviasi ke lateral karena terdapat jantung.batas
bawah paru kiri lebih inferior dibandingkan paru kanan karena paru kanan terbatas oleh
9

hepar. Fisura oblikua paru kiri letaknya dengan pareu kanan. Tidak seperti pleura, paru jarang
meluas ke inferior. Pleura parietalis kostalis sering bertemu berdempetan dengan pleura
parietaliis diafragmatika membentuk sulkus kostofrenikus.
Vaskularisasi
paru mendapat darah dari dua system arteri, yaitu arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama kana dan kiri untuk
kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok darah ke intersisial paru.
Tekanan darah pada arteri pulmonalis sangat rendah sehingga memungkinkan pertukaran gas
dengan baik. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih tinggi
dibandingkan tekananpada arteri pulmonalis. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis
sampai ke saluran pernapasan, serta interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang
meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena kava sedangkan yang dua per tiga lagi
melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.
Struktur tambahan
Merupakan struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya sistem pernafasan itu
sendiri. Struktur tambahan terdiri dari tiga, yaitu dinding toraks, diafragma dan pleura.
Dinding toraks
Terdiri dari Tulang pembentuk rongga dada, terdiri dari tulang iga (12 buah), vertebra
torakalis (12 buah), sternum (1 buah), klavikula (2 buah), dan skapula (2 buah).
Otot pernafasan
menurut kegunaannya terbagi menjadi tiga, yaitu:
Otot inspirasi utama

M. interkostalis ekternus
M. interkartilaginus parasternal
Otot diafragma

Otot inspirasi tambahan

M. sternokleidomastoideus
M. skalenus anterior
M. skalenus medius
M. skalenus posterior
10

Otot ekspirasi tambahan, diperlukan ketika ada serangan asma yang membutuhkan
pernafasan aktif, terdiri dari:

M. interkostalis interna
M. interkartilaginus parasternal
M. rektus abdominis
M. oblikus abdominis ekternus

Diafragma suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang memisahkan rongga


toraks dengan rongga abdomen sehingga diafragma menjadi dasar dari rongga toraks.
Pleura adalah membrane serosa yang membungkus paru. Ia terdiri atas dua lapisan,
parietal dan visceral yang saling berhubungan didaerah hilum. Kedua membrane itu terdiri
atas sel mesotel yang bertempat diatas jaringan ikat halus yang mengandung serat elastin dan
kolagen. Dalam keadaan normal rongga pleura ini mengandung sedikit cairan bekerja sebagai
bagian pelumas, memungkinkan permukaan satu terhadap yang lainnya secara halus selama
gerakan bernapasan.1,3

Struktur Mikroskopis 4-6


Jika pada struktur makroskopisnya kita membahas secara anatomi pada struktur
mikronya kita membahas secara histologi dari saluran pernafasan.
Saluran nafas terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi adalah
saluran nafas solid baik di luar maupun di dalam paru yang menghantar udara ke dalam paru
untuk respirasi. Sedangkan bagian respirasi adalah saluran nafas di dalam paru tempat
berlangsungnya respirasi atau pertukaran gas.4
Bagian superior atau atap rongga hidung mengandung epitel yang yang sangat khusus
untuk mendeteksi dan meneruskan bebauan. Epitel ini adalah epitel olfaktoris yang terdiri
atas tiga jenis sel, yaitu sel penyokong (sustentakular), sel basal, dan sel olfaktoris. Sel
olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris yang berakhir pada permukaan epitel olfaktori
sebagai bulbus olfaktoris kecil. Di dalam jaringan ikat di bawah epitel olfaktoris terdapat N.
olfaktoris dan kelenjar olfaktoris.
Bagian konduksi sistem pernafasan terdiri atas rongga hidung, faring, laring, trakea,
bronki ekstrapulmonal dan sederetan bronki dan bronkioli intrapulmonal dengan diameter
yang semakin kecil dan berakhir pada bronkioli terminalis. Saluran ini ditunjang oleh tulang
rawan hialin. Trakea dilingkari oleh cincin-cincin tulang rawan hialin berbentuk C. Setelah
bercabang menjadi bronki yang kemudian memasuki paru, cincin hialin diganti oleh
11

lempeng-lempeng tulang rawan hialin. Saat diameter brinkiolus mengecil, semua lempeng
hialin menghilang dari saluran pernafasan bagian konduksi.
Bagian konduksi saluran nafas yang terkecil adalah bronkiolus terminalis. Bronkiolus
yang lebih besar dilapisi epitel bertingkat semu bersilia, seperti pada trakea dan bronki. Epitel
ini berangsur memendek sampai menjadi epitel selapis bersilia. Bronkiolus yang lebih besar
masih mengandung sel goblet yang berangsur berkurang sampai tidak dijumpai lagi pada
bronkiolus terminalis. Bronkioli yang lebih kecil dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada
bronkioli terminalis juga terdapat sel kuboid tanpa silia yang disebut sel clara.5
Bagian respirasi adalah lanjutan distal bagian konduksi dan terdiri atas saluran-saluran
napas tempat berlangsungnya pertukaran gas atau respirasi yang sebenarnya. Bronkiolus
terminalis bercabang menjadi bronkiolus respiratorius yang ditandai dengan mulai adanya
kantong-kantong udara (alveoli) berdinding tipis.
Respirasi hanya dapat berlangsung di dalam alveoli karena sawar antara udara yang
masuk ke dalam alveoli dan darah vena dalam kapiler sangat tipis. Struktur intrapulmonal
lain tempat berlangsungnya respirasi adalah duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.
Pada alveoli paru terdapat dua jenis sel yaitu sel alveolar gepeng pneumosit tipe 1 yang
melapisi seluruh permukaan alveoli dan sel alveolar besar yaitu pneumosit tipe 2 yang
terselip di antara sel alveolar gepeng.4
Mukosa olfaktoris terdapat pada permukaan konka superior, yaitu salah satu sekat
bertulang dalam rongga hidung. Epitel respirasi di dalam rongga hidung adalah epitel
bertingkat semu silindris bersilia dan bersel goblet.
Epitel olfaktoris dikhususkan untuk menerima rangsang tbau yang terdiri dari epitel
bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel goblet. Epitel olfaktorius terdapat di atap rongga
hidung, pada kedua sisi septum, dan di dalam konka nasal superior. Di bawah lamina propia
terdapat kelenjar Bowman yang menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan sekret campur
mukosa dan serosa yang dihasilkan kelenjar di bagian lain rongga hidung.
Faring adalah ruangan di belakang kavum nasi, yang menghubungkan traktus
digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk bagian dari faring adalah nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Nasofaring tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet. Orofaring terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, sedangkan pada
laringofaring epitelnya bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Laring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika
vokalis berlapis gepeng. Dindingnya tersusun dari tulang rawan hialin, tulang rawan elastis,
jaringan ikat, otot bercorak, dan kelenjar campur.
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring
berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis adalah sepotong tulang
12

rawan (elastis) epiglotis sentral. Permukaan anterior dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Lamina propia dibawahnya menyatu dengan perikondrium tulang rawan
epiglotis. Sedangkan pada permukaan posterior yang menghadap ke arah laring terdiri dari
epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
Trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan hialin. Cincin-cincin tulang
rawan satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan penyambung padat fibroelastis dan
retikulin disebut ligamentum anulare untuk mencegah agar lumen trakea tidak meregang
berlebihan. Trakea terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
1. Tunika mukosa, tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamina basalis
agak tebal dan jelas. Lamina propria mempunyai serat-serat elastin yang berjalan
longitudinal membentuk membran elastika interna. Pada tunika ini terdapat kelenjarkelenjar campur.
2. Tunika submukosa, terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, kelenjar campur (glandula
trakealis) yang banyak di bagian posterior.
3. Tunika adventisia, terdapat kelenjar campur.
Terdapat lima jenis sel-sel epitel trakea/respiratorius, yaitu:
a. Sel goblet, merupakan sel mukus yang menggelembung dan berisi granula sekretorik.
b. Sel silindris bersilia, sel ini memiliki sekitar 300 silia di apikalnya. Pada sel ini terdapat
banyak mitokondria kecil yang menyediakan ATP untuk pergerakan sel.
c. Sel sikat, sel ini memiliki mikrovili di apex yang berbentuk seperti sikat.
d. Sel basal, merupakan sel induk yang akan bermitosis dan berubah menjadi sel lain.
e. Sel sekretorik/bergranula, sel yang memiliki granula dengan diameter 100-300
milimikron yang berfungsi mengatur sekresi mukosa dan serosa.
Bronkus intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa lempeng tulang rawan
yang letaknya berdekatan. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan
sel goblet. Sisa dindingnya terdiri atas lamina propria tipis, selapis tipis otot polos,
submukosa dengan kelenjar bronkial, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.
Bronkiolus mempunyai epitel yang rendah, yaitu epitel semu silindris bersilia dengan
sel goblet. Mukosanya berlipat dan otot polos yang mengelilingi lumennya relatif banyak.
Tidak ada tulang rawan dan kelenjar lagi, adventisia mengelilingi struktur ini.
Bronkiolus terminalis menampakkan mukosa yang berombak dengan epitel silindris
bersilia. Tidak ada sel goblet pada bronkiolus terminalis. Lamina propria tipis, selapis otot
polos, dan masih ada adventisia pada bronkiolus terminalis. Bronkiolus respiratorius
langsung berhubungan dengan duktus alveolaris dan alveoli.
Epitel pada bronkiolus ini adalah selapis silindris rendah atau kuboid dan dapat bersilia
di bagian proksimal saluran ini. Bagian terminal setiap bronkiolus respiratorius bercabang
menjadi beberapa duktus alveolaris. Sekelompok alveoli bermuara ke dalam sebuah duktus
13

alveolaris disebut sakus alveolaris. Alveoli lonjong dilapisi selapis epitel gepeng yang tidak
jelas pada pembesaran ini. Alveoli yang berdekatan memiliki septum interalveolar bersama.6

Mekanisme Pernafasan
Pernafasan yang lazim digunakan mencakup dua proses yaitu pernafasan luar
(eksterna) yang merupakan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara
keseluruhan serta dalam pernafasan dalam (interna) yang merupakan penggunaan O 2 dan
pembentukan CO2 oleh sel-sel. Fungsi utama sistem respirasi ialah untuk membekalkan tubuh
dengan oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida. Untuk menyempurnakan fungsi ini,
sekurang-kurangnya diperlukan 4 proses untuk berlaku yang secara kolektif disebut sebagai
respirasi yaitu:
1. Ventilasi pulmonal pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru
sehingga tersedia gas yang terus menerus ditukar dan segar. Biasanya disebut
bernafas.
2. Respirasi eksternal pergerakan oksigen dari paru ke darah dan karbon
dioksida dari darah ke paru-paru.
3. Transport gas pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan tubuh dan
pengangkutan karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Ia dilakukan
dengan sistem kardiovaskular menggunakan darah sebagai cairan transportasi.
4. Respirasi internal pergerakan oksigen dari darah ke jaringan tubuh dan
karbon dioksida dari jaringan tubuh ke darah.

Ventilasi Pulmonal
Ventilasi pulmonal ialah suatu proses mekanik yang mengandalkan pada perubahan
volume pada rongga thoraks atau rongga dada. Perubahan volume membawa kepada
perubahan tekanan yang selanjutnya membawa kepada aliran gas untuk menyeimbangkan
tekanan tersebut.Dalam kata lain, ventilasi pulmonal ialah pertukaran udara antara atmosfer
dengan alveoli di paru-paru atau lebih dikenal sebagai bernafas.
Ventilasi pulmonal terbagi kepada dua yaitu inspirasi dan ekspirasi.Kedua-duanya
terjadi hasil dari perubahan dari volume thoraks yang menyebabkan udara untuk bergerak
14

dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.Hal ini adalah dimungkinkan karena hukum Boyle
dimana pada suhu yang konstan, tekanan yang diberikan oleh gas berbanding terbalik dengan
volume gas.
Inspirasi

Proses inspirasi merupakan suatu proses aktif di mana otot-otot inspirasi berkontraksi.
Ototutama yang berkontraksi untuk menghasilkan inspirasi sewaktu pernafasan tenang
termasuklah diafragma dan otot interkostal eksternus. Inspirasi berlaku secara umum
mengikut urutan peristiwa seperti berikut:
1. Pada permulaan inspirasi, otot-otot inspirasi utama berkontraksi di mana diafragma
(dirangsang oleh nervus phrenicus) menurun. Apabila difragma berkontraksi, ia akan
menurun dan menyebabkan volume thoraks bertambah secara vertikal. Manakala
apabila otot interkostal externus berkontraksi ia akan menyebabkan penambahan
volume thoraks pada dimensi lateral dan anteroposterior.
2. Hal ini menyebabkan volume rongga thoraks diperbesar secara keseluruhannya.
Tulang-tulang iga terangkat dan sternum bergerak ke anterior atas.
3. Paru-paru dipaksa meregang dan menjadi luas untuk mengisi rongga thoraks yang
membesar. Volume intrapulmonal meningkat akibat dari regangan paru.
4. Apabila paru membesar, tekanan intra alveoli menurun dari 760 mmHg menjadi 759
mmHg (-1 mmHg) dan mengakibatkan ia lebih rendah dari tekanan atmosfer (760
mmHg).
15

5. Udara (gas) mengalir ke dalam paru-paru menuruni gradien tekanan sehingga tekanan
intra alveol menjadi 0 atau menyamai tekanan atmosfer.
Inspirasi kuat melibatkan kontraksi diafragma dan otot interkostal externus dengan lebih
kuat dengan membawa otot-otot inspirasi tambahan sama-sama berperan dalam
membesarkan lagi rongga thoraks.Otot-otot inspirasi tambahan antaranya termasuklah
otot sternocleidomastoideus, pektolaris major dan scalenus.Kontraksi otot-otot inspirasi
tambahan ini menyebabkan kenaikan sternum dan dua tulang iga pertama sehingga
menyebabkan rongga thoraks bagian atas diperbesar.Perluasan yang lebih ini
menyebabkan penurunan tekanan intra alveol yang lebih dan mengakibatkan pengaliran
udara ke dalam paru dengan lebih banyak.

Gambar menunjukkan otot-otot yang memainkan


peran dalam pernafasan

Ekspirasi

16

Diafragma dan tulang iga kembali ke posisi semula


dan mengurangkan volume rongga thoraks, udara
keluar dari paru-paru.

Proses ekspirasi secara umumnya di mana udara dibawa keluar dari paru. Ekspirasi
tenang merupakan suatu proses pasif dan iamelibatkan relaksasi otot-otot inspirasi yaitu
diafragma dan otot interkostal externus. Peristiwa yang berlaku dalam menyebabkan
ekspirasi termasuk:
1. Otot-otot inspirasi berelaksasi di mana diafragma menaik. Penaikan diafragma ini
mengakibatkan volume rongga thoraks berkurang dalam dimesi vertikal. Selain itu,
relaksasi otot interkostal externus menyebabkan mengurangan volume rongga thoraks
dalam dimensi lateral dan anteroposterior.
2. Relaksasi otot-otot inspirasi membawa kepada pengurangan volume rongga thoraks
secara keseluruhan. Hal ini akan menyebabkan tulang-tulang iga untuk turut menurun
ke bawah.
3. Jaringan paru yang elastis kembali ke kedudukan semula sesudah teregang. Ini
merupakan daya recoil pasif jaringan paru. Recoilnya paru membawa kepada
berkurangnya volume intrapulmonal.
4. Volume paru yang berkurang mengakibatkan tekanan intra alveol meningkat dari 760
mmHg menjadi 761 mmHg (+1 mmHg) dan menjadi lebih tinggi dari tekanan
atmosfer.
5. Udara mengalir keluar dari paru menuruni gradient tekanan sehingga tekanan intra
alveol menjadi 0 atau menyamai tekanan atmosfer (760 mmHg).
17

Ekspirasi kuat atau ekspirasi aktif membutuhkan kontraksi dari otot-otot ekspirasi
yaitu otot dinding perut dan otot interkostal internus.Kontraksi otot dinding perut (abdominal
muscles) meningkatkan tekanan intra-abdominal menyebabkan diafragma terdorong ke atas
dan mengurangkan dimensi vertikal rongga thoraks. Kontraksi otot interkostal internus pula
menurunkan volume rongga thoraks dalam dimensi lateral dan anteroposterior dengan
meratakan sternum dan tulang-tulang iga.7

Pertukaran Gas
Pertukaran gas di kapiler pulmonal dan kapiler jaringan melibatkan difusi pasif O 2
dan CO2 menuruni gradient tekanan parsial.
PO2 dalam udara alveolar adalah 100 mmHg, sementara PO 2 pada darah
terdeoksigenisasi dalam kapiler pulmonal sekitar alveoli adalah 40 mmHg.Disebabkan
tekanan parsial O2 adalah lebih tinggi pada udara alveoli berbanding PO 2 pada darah kapiler
paru, maka O2 berdifusi dari udara alveolar menembusi membrane respiratorik menuju ke
kapiler paru.
PCO2 dalam udara alveolar adalah 40 mmHg dan PCO 2 dalam kapiler di sekitarnya
adalah 45 mmHg. Oleh yang demikian, CO2 berdifusi dari kapiler ke alveoli.
Darah yang memasuki kapiler pulmonal mempunyai PCO 2 46 mmHg manakala PCO2
alveolar adalah 40 mmHg.CO2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sehingga PCO 2 darah
menyamai PCO2 alveolar.Oleh itu, darah yang meninggalkan kapiler pulmonal mempunyai
PCO2 40 mmHg dihantar kembali ke jantung dan dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah
arteri sistemik.

Faktor yang mempengaruhi difusi gas selain gradien tekanan parsialnya antara lain:
Ketebalan membran respirasi
o Penyebab apapun yang dapat meningkatkan ketebalan membran, seperti edema
dalam ruang interstitial atau infiltrasi fibrosa paru-paru akibat penyakit
pulmonar dapat mengurangi difusi.
Area permukaan membran respirasi

18

o Pada penyakit seperti emfisema, sebagian besar permukaan yang tersedia untuk
pertukaran gas berkurang dan pertukaran gas mengalami gangguan berat.
Solubilitas gas dalam membran respirasi
o Solubilitas CO2 20 kali lebih besar dari O 2. Dengan demikian, CO2 berdifusi
melalui membran 20 kali lebih cepat dari O2.

Pertukaran Gas Sistemik

PO2 darah arteri yang mencapai kapiler sistemik ialah 100 mmHg dan PCO 2 arteri

adalah 40 mmHg, sama dengan PO2 dan PCO2 alveolar.


Sel tubuh menkonsumsi O2 dan menghasilkan CO2 melalui metabolisme oksidatif.
PO2 sel rata-rata sekitar 40 mmHg dan PCO2 kira-kira 46 mmHg tergantung aktivitas

metabolisme sel.
Oksigen berdifusi menuruni gradien tekanan parsial dari darah kapiler sistemik (PO 2 =

100 mmHg) ke dalam sel (PO2 = 40 mmHg) sehingga kesetimbangan dicapai.


Karbon dioksida berdifusi dengan giat keluar dari sel (PCO 2 = 46 mmHg) ke dalam
darah kapiler (PCO2 = 40 mmHg) menuruni gradien tekanan parsial yang terwujud

disebabkan penghasilan CO2 yang berterusan.


Semakin giat sel bermetabolisme, PO2 sel semakin menurun sementara PCO2 sel
semakin meningkat Oleh itu, jumlah O2 yang ditransfer ke sel dan jumlah CO2 yang
diangkut keluar dari sel tergantung pada kadar metabolisme sel.

Transpor gas
Gas yang terlibat dalam system pernafasan ini terdiri dari dua yaitu oksigen (O 2) dan
karbon dioksida (CO2). Transport O2 dan CO2 ini umumnya dilakukan oleh darah. O2yang
diangkut oleh darah kapiler di paru harus ditranspor ke jaringan untuk digunakan oleh sel
tubuh.Sebaliknya, CO2 yang dihasilkan pada tingkat sel harus ditranspor ke paru untuk
disingkirkan dari tubuh.
Transpor oksigen
Oksigen yang ada dalam darah wujud dalam dua bentuk yaitu terlarut secara fisika dan terikat
pada haemoglobin secara kimiawi.
1. O2 yang terlarut secara fisika.
Sangat sedikit jumlah O2 yang larut dalam plasma darah (92% air) karena O 2
tidak dapat larut dengan baik di dalam cairan tubuh.
19

Jumlah O2 yang terlarut adalah berbanding lurus dengan tekanan parsial O2

darah (PO2). Semakin tinggi PO2, semakin tinggi jumlah O2 yang terlarut.
Hanya 1.5% dari O2 dalam darah yang dilarut
2. O2 yang terikat pada Hemoglobin (Hb) secara kimiawi

98.5% dari O2 dalam darah yang tidak terlarut terikat dengan hemoglobin
Komponen heme mengandung 4 atom zat besi (Fe) yang mampu mengikat 1
molekul O2 pada setiap atom Fe, maka tiap molekul Hb dapat mengikat 4

molekul O2
Hb mengikat O2untuk membentuk oksihemoglobin (HbO2) yang berwarna

merah tua. Ikatan ini tidak kuat dan reversible.


Hb yang tidak terikat O2 disebut reduced hemoglobin atau deoksihemoglobin

(HHb)
Hb tersaturasi penuh bila seluruh Hb tubuh berikatan secara maksimal dengan

O2.
Kejenuhan Hb dengan O2 mencapai 75% apabila 3 dari 4 atom Fe berikatan

dengan O2.
Kejenuhan oksigen = (kandungan oksigen / kapasitas oksigen) x 100
Faktor penting dalam penentuan persen saturasi HbO2 adalah PO2 darah.
Kurva disosiasi O2-Hb

20

Grafik memperlihatkan persentase kejenuhan hemoglobin pada garis vertikal

dan tekana parsial oksigen pada garis horizontal.


Kurva berbentuk S (sigmoid) karena kapasitaspengisian oksigen pada
hemoglobin (afinitas pengikatan oksigen) bertambah jika kejenuhan

bertambah.
Demikian pula, jika pelepasan oksigennya (pelepasan oksigen terikat)

meningkat, kejenuhan oksigen darah pun meningkat.


Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO2 100 mmHg, seperti yang terjadi

pada udara alveolar.


Antara PO2 60 hingga 100 mmHg, kurva mendatar atau plateau. Peningkatan

atau penurunan PO2 darah hampir tidak mempengaruhi kejenuhan HbO2.


Sebaliknya, pada PO2 0 hingga 60 mmHg terlihat lereng kurva menjadi tajam,
perubahan kecil pada PO2 memberi dampak yang cukup besar terhadap

kemampuan Hb untuk mengikat O2.


Jika PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg, seperti yang terjadi dalam jaringan
tubuh, perubahan PO2 ini walaupun sangat sedikit dapat mengakibatkan
perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan volume oksigen yang
dilepas.

Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi beberapa faktor yang dapat menggesar kurva


disosiasi yaitu CO2, pH, temperatur dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG).
Karbon dioksida
21

Peningkatan PCO2 menggeser kurva ke kanan


PCO2 darah meningkat pada kapiler sistemik karena CO2berdifusi menuruni

gradiennya dari sel ke dalam darah.


Adanya CO2 tambahan ini dalam darah menurunkan afinitas Hb terhadap O 2, maka
Hb mendisosiasikan lebih banyak O2 pada jaringan

pH

Peningkatan keasaman (penurunan pH darah dan peningkatan ion hidrogen)


melemahkan ikatan antara oksigen dan hemoglobin sehingga menggeserkan kurva ke

kanan.
Oleh karena CO2 menghasilkan asam karbonik (H2CO3), maka darah menjadi semakin

asam pada kapiler sistemik karena mengambil CO2 dari jaringan tubuh.
Penurunan afinitas Hb terhadap O2 akibat daripada peningkatan keasaman
(pengurangan pH) membantu dalam pelepasan O2 di jaringan pada PO2 yang tertentu.

Temperatur

Peningkatan temperatur juga akan menggeserkan kurva O 2-Hb ke kanan sehingga

mengakibatkan lebih banyak pelepasan O2 pada PO2 yang tertentu.


Otot yang berolahraga atau sel yang bermetabolisme aktif menghasilkan panas.
Peningkatan temperatur lokal meningkatkan pelepasan O2 dari Hb untuk digunakan
oleh sel-sel yang aktif.

2,3-difosfogliserat

2,3-DPG bisa berikatan dengan Hb dan menurunkan afinitasnya terhadap O2

sebagaimana CO2 dan H+


Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG menggeserkan kurva ke kanan dan disebabkan itu

meningkatkan pelepasan O2saat darah mengalir melalui jaringan.


Konsentrasi 2,3-DPG meningkat saat kadar O2 menurun secara kronik seperti pada

mereka yang anemia atau yang tinggal di altitud yang tinggi.


Peningkatan 2,3-DPG menolong dalam pembebasan O2 dari Hb sekali gus
mempertahankan tersedianya O2 pada jaringan walaupun suplai O2 pada arteri

menurun secara kronik.


2,3-DPG ada dalam eritrosit di sepanjang system sirkulasi. Oleh itu, ia menurunkan
kemampuan pengikatan O2 pada paru dan ini merupakan dampak negative dari
peningkatan metabolit ini.

22

Hemoglobin janin (hemoglobin F) memiliki afinitas yang besar terhadap oksigen


dibandingkan hemoglobin dewasa (hemoglobin A), inilah perubahan akibat kerja 2,3DPG terhadap hemoglobin F.

Transpor karbon dioksida

Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi menuruni
gradient konsentrasi dari jaringan ke dalam darah. Karbon dioksida ditranspor dalam darah
melalui beberapa bentuk pengangkutan

1. Terlarut secara fisika


Jumlah CO2 yang terlarut dalam darah bergantung pada PCO2.
CO2 lebih mudah larut dalam plasma berbanding O2, oleh itu lebih banyak

CO2 yang terlarut ke dalam plasma darah.


Namun begitu, hanya 10% total karbon dioksida yang ditranspor melalui cara

ini.
2. Berikatan dengan hemoglobin
30% daripada total CO2 berikatan dengan Hb untuk membentuk karbamino

hemoglobin (HbCO2).
CO2mengikat bahagian globin pada haemoglobin, berbeda dengan oksigen

yang berikatan dengan bahagian heme.


Reduced hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap CO2

daripada oksihaemoglobin.
Oleh itu, pembebasan oksigen daripada hemoglobin pada jaringan membantu
dalam pengambilan karbon dioksida oleh haemoglobin. Proses ini dikenali

sebagai efek Haldane.


3. Sebagai bikarbonat
23

Merupakan transpor CO2 yang paling penting


Baki total CO2 (60%) diangkut sebagai ion bikarbonat (HCO3-) melalui reaksi:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Reaksi ini terjadi dengan lambat di dalam plasma tetapi mampu maju dengan
cepat di dalam sel darah merah dengan kehadiran enzim eritrosit, carbonic

anhydrase, di mana ia mengkatalisasi reaksi tersebut.


Selain itu, kerana kehadiran enzim ini, air dan CO2 mampu menghasilkan ion

bikarbonat dan ion hidrogen tanpa melalui tahap asam karbonat.


Kerana konsentrasi ion bikarbonat lebih tinggi di dalam darah berbanding di

luar, ion ini akan berdifusi keluar ke plasma darah.


Kerana penghantaran tersebut, darah bercaj positif. Untuk menetralkan sel
darah merah, ion klorida(Cl-) berdifusi masuk ke dalam sel darah merah.
Keadaan ini dikenali sebagai chloride shift.7,8

Gambar : menunjukkan transpor oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke jaringan tubuh melalui darah

Pemeriksaan Fungsi Paru


Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas vital (KV) dan subdivisinya serta
kecepatan aliran ekspirasi atau inspirasi. Harga normal yang diharapkan untuk KV, FRC,
KPT, dan RV diperoleh dari persamaan prediksi yang didasarkan pada tinggi badan.
Kecepatan aliran yang diukur dengan spirometri biasanya meliputi volume yang
diekspirasikan pada detik pertama (FEV1) dan kecepatan aliran midekspirasi maksimum
(maximum midexpiratory flow rate [MMEF]).
Ada lebih banyak informasi yang dihasilkan dari kurva aliran-volume ekspirasi
maksimal (maximal expiratory flow-volume curve [MEFV]) dimana kecepatan aluran
ekspirasi tergambar berhadapan dengan volume yang diekspirasi paru (dinyatakan dalam
24

istilah KV atau KPT). Kecepatan aliran pada volume paru-paru yang kira-kira kurang dari
75% KV, secara relative tidak tergantung upaya.
Kecepatan aliran ekspirasi pada volume paru-paru rendah (kurang dari 50% KV) lebih
banyak dipengaruhi oleh saluran pernapasan kecil daripada kecepatan aliran volume paruparu tinggi (FEV1). Kecepatan aliran pada 25% KV (V 25) merupakan indeks fungsi saluran
pernapasan kecil yang berguna. Kecepatan aliran rendah pada volume paru-paru tinggi yang
disertai dengan aliran normal pada volume paru-paru tinggi yang disertai dengan aliran
normal pada volume paru-paru rendah memberi kesan obstruksi saluran pernapasan atas.
Keterangan:
1. Volume ekspirasi paksa 1 detik (forced expiratory volume in 1 second [FEV 1])
2. Kapasitas vital paksa (forced vital capacity [FVC]) adalah volume total udara
yang dikeluarkan melalui ekspirasi paksa setelah inspirasi maximal.
3. Rasio FEV1/FVC (%) adalah persentase FVC yang dikeluarkan dalam 1 detik
melalui ekspirasi paksa. Pengukuran ini memungkinkan klasifikasi penyakit
paru menjadi restriktif atau obstruktif.
4. Laju aliran ekspirasi puncak (peak expiration flow rate [PEFR]): laju aliran
tercepat pada awal ekspirasi paksa setelah inspirasi maksimal. Bisa digunakan
untuk memantau perubahan pada obstruksi jalan napas.
5. Tes reversibilitas: mengukur fungsi jalan napas sebelum dan setelah
menggunakan bronkodilator inhalasi. Hasil tes positif bila didapatkan perbaikan
20% dan 300 mL.

Volume paru dan kapasitas paru:


Kapasitas total paru (total lung capacity [TLC]) diukur dengan dilusi atau gas inert
seperti helium atau dalam suatu kotak tertutup:
1. Volume Tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama
ventilasi normal biasa. VT pada dewasa normal berkisar 500 mL untuk laki-laki dan
380 mL untuk perempuan.
2. Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang masuk ke paruparu dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal berkisar 3100 ml pada lakilaki dan 1900 ml pada perempuan.
3. Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan
kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal biasanya berkisar 1200 ml pada
laki-laki dan 800 ml pada perempuan
4. Volume residual (RV) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan
ekspirasi kuat. Volume residual penting untuk kelangsungan serasi dalam darah saat
25

jeda pernapasan. Rata-rata volume ini pada laki-laki sekitar 1200 ml dan pada
perempuan 1000 ml.
5. Kapasitas residual fungsional (FRC) adalah penambahan volume residual dan
volume cadangan ekspirasi (FRC= RV+ERV). Kapasitas ini merupakan jumlah
udara sisa dalam sistem respiratorik setelah ekspirasi normal (jumlah udara yang
tertinggal dalam paru saar akhir ekspirasi selama pernapasan tidal, didapatkan dari
dilusi helium selama pernapasan tidal). Nilai rata-ratanya adalah 2200 ml.
6. Kapasitas inspirasi (IC) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan
respirasi (IC=TV+IRV). Nilai rata-ratanya adalah 3500 ml.
7. Kapasitas paru total (TLC): jumlah udara total dalam paru saat inspirasi maksimal.
TLC=VC+RV
8. Kapasitas Vital

(VC)

menggambarkan

kemampuan

pengembangan

paru.

VC=IRV+TV+ERV

Spirometri adalah pengukuran kapasitas pernapasan (kapasitas paru-paru), seperti pada


saat uji fungsi paru.7Spirometri digunakan untuk mengukur kapasitas pernapasan pada paruparu, atau sering diistilahkan dengan uji fungsi paru. Alat ini berguna untuk mendeteksi
adanya gangguan keluar masuknya udara dan kelainan pada saluran pernapasan (misalnya
penyumbatan). Uji spirometri ini menggunakan sebuah alat yaitu spirometer.8 Spirometer
adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara yang masuk dan keluar
dari paru-paru, seperti pada pemeriksaan tes paru-paru; Alat untuk mengukur volume udara
yang keluar dan masuk paru-paru sewaktu inhalasi dan ekshalasi. 9 Spirometer adalah alat
yang mengukur volume udara yang dihirup dan dihembuskan; alat ini terdiri dari sebuah
tong/drum berisi udara yang mengapung dalam wadah berisi air. Sewaktu subjek menghirup
dan menghembuskan udara dari drum melalui sebuah selang penghubung, drum bergerak
naik dan turun dan gerakan ini direkam sebagai suatu spirogram, yang dikalibrasikan
terhadap besar perubahan volume.7
Tes spirometri untuk fungsi jalan napas merupakan tes yang sederhana, murah,
dan bisa diulang. Volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1). Rasio FEV/FVC (%) adalah
persentase FVC yang dikeluarkan dalam 1 detik melalui ekspirasi pakssa. Pengukuran ini
memungkinkan klasifikasi penyakit paru menjadi restriktif atau obstruktif. Laju aliran
ekspirasi puncak (PEFR), adalah laju aliran tercepat pada awal ekspirasi paksa setelah
inspirasi maksimal. Bisa digunakan dalam mementau perubahann obstruksi jalan napas.
Kapasitas total paru (total lung capacity/TLC) diukur dengan difusi suatu gas inert seperti
26

helium atau dalam suatu kotaak tertutup. TLC adalah jumlah udara total dalam paru saat
inspirasi maksimal. Volume residu adalah jumlah udara yang tertinggal dalam paru setelah
ekspirasi maksimal, dan diturunkan dari TLC dan kapasitas vital. FRC atau kapasitas residual
fungsional adalah jumlah udara yang tertinggal dalam paru saat akhir ekspirasi selama
pernapasan tidal, didapatkan dari difusi helium selama pernapasan tidal. 11Uji fungsi paru atau
lung function test atau disebut juga pulmonary function test, digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan paru. Pemeriksaan fungsi paru berguna untuk menentukan adanya gangguan dan
derajat gangguan fungsi paru. Hasil pemeriksaan dapat digunakan untuk meniali hasil terapi
dan perkembangan penyakit. Yang termasuk sebagai uji fisiologis paru adalah uji spirometri,
analisis gas darah arteri, dan uji kapasitas difusi.8
Mekanisme uji spirometri
Pemeriksaannya sederhana dan tidak rumit. Pemeriksaan ini dapat dilakukan juga
untuk pemeriksaan berkala, atau untuk mengecek adanya kelainan paru obstruktif atau
restriktif. Ada beberapa macam spirometer, antara lain, water sealed spirometer, bellow
spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan spirometri berupa gambar langsung
dari pena pada kymograph disebut spirogram. Parameter yang biasanya dibutuhkan adalah
kapasitas vital (KV) atau vital capacity (VC), volume ekspiratory paksa (VEP) atau forced
expiratory volume (FEV) pada berbagai internal waktu, misalnya 0,5 atau 1 detik. Parameter
yang lebih sensitif adalah arus ekspiratori tengah atau maksimal mid expiratory flow
(MMEF).
Nilai spirogram atauppun diagram ekspiratori tergantung pada upaya pasien yang
diperika (effort dependent) sehingga diperlukan latihan yang benar bagi pasien agar didapat
hasil pemeriksaan yang akurat. Kapasitas vital paksa adalah volume udara ekspirasi maksimal
yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal; pengeluaran udara ekspirasi ini dilakukan
dengan cepat. Jika dilakukan dengan pelan, kapasitas ini dinamakan kapasitas vital. Pada
orang sehat dan normal, nilai VC hampir sama dengan FVC. Adapun nilai VC menurun pada
penurunan keteregangan paru, perubahan bentuk dada, kelemahan otot respirasi, dan
obstruksi saluran pernapasan.7

27

Gambar 6. Spirometri9

Gambar 7. Spirogram10

Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H
terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu
akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1

Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan

2
3

bikarbonat.
katabolisme zat organik
disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolism
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
28

nilai semula dengan cara:


1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:


1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H
dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.
Ketidakseimbangan asam-basa
Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain system buffer, system respirasi, fungsi
ginjal, gangguan system kardiovaskular maupun gangguan fungsi sususnan saraf pusat.
Gangguan keseimbangan asam basa serius biasanya menunjukkan fase akut ditandai dengan
peregeseran ph menjauhi batas nilai normal. Secara umum, analisis keseimbangan asam basa
ditujukan untuk mengetahui jenis gangguan keseimbangan asam basa yang sedang terjadi
pada pasien. Gangguan keseimbangan asam basa dikelompokkan dalam 2 bagian utama yaitu
respiratorik dan metabolic. Kelainan respiratorik didasarkan pada nilai pCO2 yang terjadi
karena ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringan perifer dengan ekskresinya
di paru, sedangkan metabolic berdasarkan nilai HCO3-, BE, SID (strong ions difference),
yang terjadi karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organic yang menyebabkan
peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan ekstraseluler.
1. Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi CO2
sehingga akhirnya terjadi peningkatan PCO2 (hiperkapnia). Beberapa factor yang
menimbulkan asidosis respiratorik:

29

Inhibisi pusat pernafasan : obat yang mendepresi pusat pernafasan (sedative, anastetik),
kelebihan O2 pada hiperkapnia
Penyakit neuromuscular : neurologis (poliomyelitis, SGB), muskular (hipokalemia,
muscular dystrophy)
Obstruksi jalan nafas : asma bronchial, PPOK, aspirasi, spasme laring
Kelainan restriktif : penyakit pleura (efusi pleura, empiema, pneumotoraks), kelainan
dinding dada (kifoskoliosis, obesitas), kelainan restriktif paru (pneumonia, edema)
Overfeeding
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit dasarnya dan dukungan
ventilasi . hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatn medis karena respon ginjal
berlangsung lambat dan biasanya disertai dengan hipoksemia, sehingga bila terapi yang
ditujukan untuk penyakit dasar maupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak member
respon baik maka mungkin diperlukan bantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun non
invasive.
2. Alkalosis Respiratorik
Terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PCO2 (hipokapnia) yang dapat
menyebabkan peningkatan ph. Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik
langsung maupun tidak langsung pada pusat pernafasan, penyakit paru akut dan kronik,
overventilasi iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik).
Beberapa etiologi alkalosis respiratorik:
Rangsangan hipoksemik :penyakit jantung dengan edema paru, penyakit jantung dengan
right to left shunt, anemia gravis
Stimulasi pusat pernafasan di medulla : kelainan neurologis, psikogenik (panic, nyeri),
gagal hati dengan ensefalopati, kehamilan
Mechanical overventilation
Sepsis
Pengaruh obat : salisilat, hormone progesterone
3. Asidosis Metabolik
Ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsial CO2 di
dalam arteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik dan ginjal,
ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi
di paru sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin dan memproduksi
ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler.
Beberapa penyebab asidosis metabolik:
30

Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh : asidosis laktat, ketoasidosis,


intoksikasi salisilat, intoksikasi etanol
Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh : diare, renal tubular acidosis
Adanya retensi ion H di dalam tubuh :penyakit ginjal kronik
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO3-)
dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi oleh
tekanan CO2 darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH
darah di bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis
metabolik. Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat
dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Di
samping itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine
akan asam. Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan hilangnya bikarbonat dari
dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal) ataupun disebabkan penumpukan
asam-asam organik, -baik endogen maupun eksogen-, yang menetralisir bikarbonat.
Khusus penilaian terhadap faktor penyebab asidosis metabolic terdapat dua cara yaitu cara
tradisional dengan kesenjangan anion (anion gap), dan cara kuantitatif kimia-fisik (stewart)
dengan menghitung strong ion gap dan atau BE gap. Menurut analisis stewart, untuk mencari
factor penyebab asidosis metabolic diperlukan pemeriksaan elektrolit natrium, klor dan juga
albumin.
4.Alkalosis Metabolik
Suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini,
rasio PCO2 dan kadar HCO3 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini
dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat
dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3 dalam urin.
Penyebab alkalosis metabolik:
Terbuangnya ion H- melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindahnya ion H
masuk ke dalam sel
Terbuangnya cairan bebas bikarbonat dari dalam tubuh
Pemberian bikarbonat berlebihan10

31

Kesimpulan
Struktur respirasi manusia dibentuk oleh struktur makroskopik maupun mikroskopik
yang masing-masing sangat berperan dalam proses pernapasan. Pada mekanisme pernapasan,
ekspirasi dan inspirasilah yang sangat berperan. Pada saat inspirasi, manusia mengambil
oksigen dan pada saat ekspirasi, manusia mengeluarkan karbondioksida yang merupakan
hasil metabolisme tubuh.
Fungsi dari pernapasan antara lain untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Fungsi tambahan dari
pernapasan dari pernapasan juga ada antara lain memungkinkan kita berbicara, menyanyi dan
vokalisasi lainnya, serta meningkatkan aliran balik vena. Test fungsi paru juga sangat penting
untuk mengetahui atau mengukur volume udara yang dihirup dan di hembuskan. Alat yang
dapat digunakan dalam test kapasitas paru yaitu spirometri.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2009
2. Djojodibroto D. respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku
3.
4.
5.
6.

Kedokteran EGC;2009.h.57-9
Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2002.h.1-22.
Carlos JL. Histologi dasar. Jakarta: EGC;2005.h.341-55.
Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2002.h.1-22.
Gunawijaya FA. Penuntun pratikum kumpulan foto mikroskopik: histologi. Jakarta:

Penerbit Universitas Trisakti;2009.h.159-71


7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system edisi 6. Jakarta: EGC;2011.h.499500
8. Buku saku Fisiologi kedokteran, Guyton & Hall.EGC,2010.h.293-4,296-7
9. Gambar saluran pernapasan dan spirometri. Diunduh dari: www.colorado.edu. 16
februari 2013.
10. Gambar Spirometri. Diunduh dari : http://www.google.co.id/imgres?
imgurl=http://medicastore.com/images/spirometri.jpg. Tanggal 16 februari 2013

33

Anda mungkin juga menyukai