Anda di halaman 1dari 4

TEORI PERTUMBUHAN KOTA

Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah Leburan Dari bangunan dan penduduk, sedangkan
bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini dipengaruhi
dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam yaitu geometri dan organik.Terdapat
dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan
Unplanned.

Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad pertengahan
dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.

Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota metropolitan, dimana
satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan bermacam-macam kepentingan
yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya yang
kemudian disebut dengan organik pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan,
tidak terencana dan memiliki pola yang tidak teratur dan non geometrik.

Elemen-elemen pembentuk kota pada kota organik, oleh kostol dianalogikan secara biologis
seperti organ tubuh manusia, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Square, open space sebagai paru-paru.


Center, pusat kota sebagai jantung yang memompa darah (traffic).
Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh.
Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.
Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam tubuh.
Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang mengalir ke seluruh sistem
perkotaan.
Menurut Spiro Kostof (1992), ciri-ciri kota adalah suatu tempat, berkembang dalam

kelompok, mempunyai batas keliling, mempunyai berbagai jenis lapangan kerja, membutuhkan
sumber daya, tergantung pada tata tulis, membutuhkan wilayah pendukung, memerlukan
identitas monumental, terdiri atas manusia dan bangunan.

Elemen-elemen pendukung karakter bangunan menurut Krier (2001) adalah: 1. Jendela:


Krier (2001: 102) mengemukakan bahwa fungsi jendela sangat penting, sebagai sumber cahaya

yang menghidupkan suatu ruangan. Permainan cahaya dan bayangan membangkitkan persepsi
akan ruangan tersebut. Beberapa karakteristik jendela sebagai elemen bangunan adalah sebagai
berikut (Gambar 1): - Bentuk dan jeruji dasar; - Figur-figur jendela; dan - Jendela sebagai
pembagi ruang; 2. Jalan masuk dan pintu masuk: Posisi suatu jalan masuk dan makna
arsitektonis yang dimilikinya menunjukkan peran dan fungsi bangunan tersebut, sedangkan pintu
masuk menjadi tanda transisi dari bagian publik (eksterior) ke bagian privat (interior) (Krier,
2001: 137); 3. Atap: Atap berperan sebagai mahkota yang disandang oleh tubuh bangunan,
sehingga secara visual, atap merupakan akhiran dari fasad dan titik akhir dari bangunan (Krier,
2001: 160); 4. Dinding: Dinding adalah salah satu elemen fasad bangunan yang memperkuat
cirri dan karakter suatu bangunan. Permukaan finishing suatu dinding dapat memperkuat
karakter suatu bangunan. Penyusunan dinding dengan lapisan batu memiliki nilai teknis dan
estetis tertentu dibandingkan dengan dinding dengan penyelesaian standar; dan 5. Denah dasar
dan bentuk bangunan: Tidak ada satupun denah dasar atau bangunan yang dapat ditelusuri
kembali sehingga bangunan tiba pada suatu fungsi. Suatu tipe ruang-ruang tertentu adalah
relatif dan tidak tergantung pada fungsi awal yang dikehendaki sebelumnya, yang muncul pada
awal proses perencanaan (Krier, 2001: 162): - Denah lantai berbentuk U: Bentuk bangunan U
memiliki karakter yang kuat: simetri yang jelas dengan pusatnya yang dominan; dan - Bangunan
bujur sangkar: Sebagai suatu objek geometris, kubus paling jelas mengkomunikasikan tanda
penutup (enclosure) dan juga merupakan simbol stabilitas.
Dua tokoh teori perancangan kota, yaitu Rob Krier dan Jim McCluskey, mendefinisikan
ruang statis/dinamis dari empat aspek, yaitu dari tipologi, skala, hubungan, dan identitas.
Keempat aspek ini perlu diperhatikan secara mendalam karena hanya melalui aspek-aspek pokok
inilah kedua karakteristik rupa dan tampak dapat dibahas secara objektif. Masalah tersebut
sering dilupakan, bahkan dicampuradukkan dengan masalah geometri dan stetika perancangan
perkotaan yang sering berpandangan subjektif.
Tipologi
Pada dasarnya, tipologi bentuk sebuah tempat tidak selalu sudah jelas, karena bisa jadi ada
campuran antara sifat yang statis dan dinamis. Demikian pula batas tidak selalu jelas.
Selanjutnya, tipologi kedua elemen tersebut akan dibahas satu demi satu.
Tipologi ruang statis.

Sejak awal abad ini, karakter ruang terbuka yang bersifat statis di dalam kota
hanya dianggap sebagai tempat estetik perkotaan, khususnya di Eropa. Oleh sebab itu,
karakter tempat tersebut hanya digolongkan pada geometrinya saja tanpa memperhatikan
fungsinya di dalam kota. Misalnya, teori perancangan kota yang terkenal dari Rob Krier
berusaha menggolongkan semua tempat tersebut sesuai bentuknya dengan pemakaian
elemen geometri dasar saja, yaitu lingkaran, segitiga, bujur sangkar, serta kombinasinya.
Banyak

pengkritik,

khususnya

yang

berhubungan

dengan

ilmu

sosial,

mempermasalahkan makna teori tersebut sebagai sesuatu yang lihiriah saja. Walaupun
anggapan tersebut betul, jelas bahwa ruang perkotaan yang bersifat statis juga tidak bisa
diklarsifikasikan dari sudut pandang bidang sosial saja melainkan juga memiliki arti yang
diekspresikan melalui bentuknya.
Tipologi Ruang Dinamis
Ruang dinamis (yang sering disebut sebagai street atau jalan) memiliki tipologi
tersendiri. Sama dengan ruang statis, ruang dinamis juga memiliki kaitan tersendiri antara
bentuk dan fungsinya, sehingga Spiro Kostof dengan tepat mengantakan bahwa ruang
dinamis yang disebut jalan sekaligus adalah elemen

dan institusi perkotaan.

Bentuknya bisa juga sangat berbeda sesuai lokasi dan fungsinya di dalam kota . oleh
sebab itu, sering diberikan padanya nama yang sesuai dengan keadaanya.
Morfologi
Kemudian kriteria yang ketiga, morfolgi sebuah tempat, juga perlu dianalisis. Ini
berarti bahwa sebuah elemen place tertentu tidak hanya boleh diperhatikan dari tempatnya
saja, melainkan juga dari segi arti hubungan antara tempat dan tempat yang lain. Oleh
sebab itu yang perlu ditanyakan adalah: Bagaimanakah konteks elemen tersebut?
Bagaimanakah kombinasi antara elemen-elemennya? Bagaimanakah pencampuran
elemnnya? Aspek-aspek itu sangat penting bagi suasana didalam suatu konteks tempat
tertentu.
Identitas
Walaupun kebanyakan place di kota tradisional mempunyai karakteristik
geometris yang berbeda, tetapi identitas place secara keseluruhan masih dapat diamati.
Pembentuk place mengikuti suatu regularitas dan repetisi tertentu yang sesuai dengan
dengan hierarki supaya jelas identitasnya. Artinya , setiap bangunan disebuah place boleh

berbeda, namun perbedaan ini seharusnya mengikuti dan memperkuat identitas place
tersebut. Di dalam tugas perancangan kawasan, regularitas dan repetisi yang mengikuti
hierarki tertentu adalah factor penting dalam perancangan sebuah place yang berkualitas
tinggi.
Dengan demikian, menjadi jelas betapa pentingnya pula memperhatikan elemenelemen arsitektural di dalam skala mikro, misalnya rupa bangunan atau bentuk jendela
dan elemen-elemen lain serta cara penyusunan didalam tampilan bangunan.

Anda mungkin juga menyukai