LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))
Oleh :
Nama
NPM
: 240110130046
Shift/Kelompok
: Shift A2/Kelompok 3
Waktu
: 10.00 12.00
Assisten Dosen
: Siti Hajar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan bahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan
terutama setelah dipanen. Pada umumnya bahan pertanian harus melalui
perlakuan awal atau modifikasi berupa pengolahan pasca panen untuk
mempertahankan kualitas dan kuantitasnya, memperpanjang umur simpan,
meningkatkan kualitas, dan memudahkan dalam proses pemasaran. Pengolahan
pasca panen yang banyak dilakukan adalah metode pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu tahapan yang penting dari beberapa proses
lainnya dalam penanganan bahan hasil pertanian. Dalam proses pengeringan kadar
air bahan akan dikurangi sampai tingkat air keseimbangan dengan kondisi udara
luar normal atau tingkat kadar air yang setara dengan aktivitas air sehingga bahan
hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi.
Dengan berkurangya kadar air bahan maka akan menghambat laju pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas produk karena adanya
kerusakan.
Penangan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut
mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan pertanian
(diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air) dengan lingkungan dimana
bahan hasil pertanian berada untuk dapat mempertahankan kualitasnya. Sebagai
mahasiswa teknik pertanian tentunya penting untuk mengetahui tentang
penanganan bahan hasil pertanian yang tepat sehingga dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas bahan hasil pertanian tersebut.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai
kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture tester.
2. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kandungan Air Bahan Pangan
Jumlah kandungan air pada bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya
tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba, dan dinyatakan sebagai water
activity (Aw). Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat
dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Untuk memperpanjang daya
awet suatu bahan maka sebagian air pada bahan dihilangkan sehingga mencapai
kadar air tertentu. Mikroba hanya tumbuh pada kisaran Aw tertentu. Untuk
mencegah pertumbuhan mikroba, maka Aw bahan harus diatur. Bahan pangan
yang mempunyai Aw di bawah 0,70 biasanya dianggap cukup baik dan tahan
dalam penyimpanan.
2.1.1 Air Bahan
Kandungan air yang terdapat di dalam suatu bahan terdiri atas tiga jenis,
masing-masing air bahan itu adalah sebagai berikut :
a. Air Bebas (Free Water)
Air bebas dapat dengan mudah diuapi pada proses pengeringan. Untuk
menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
menguapkan air terikat. Apabila air bebas diuapkan seluruhnya, maka kadar air
bahan berkisar antara 12% sampai 25% tergantung pada jenis bahan serta suhu.
b. Air Terikat secara Fisik
Merupakan bagian air bahan yang terdapat dalam jaringan matriks bahan
(tenunan bahan) karena adanya ikatan-ikatan fisik. Bagian air tersebut terdiri atas
c. Air Terikat secara Kimia
Untuk menguapkan air tersebut dalam proses pengeringan, dibutuhkan
energiyang besar. Apabila kandungan air tersebut dihilangkan maka pertumbuhan
mikroorganisme dan terjadi reaksi pencoklatan (browning). Hidrolisis atau
oksidasi lemak dapat dikurangi. Jika air tersebut dihilangkan semuanya, kadar air
bahan berkisar antara 3- 7%. Akan tercapai kestabilan optimal pada bahan, kecuali
pada bahan teroksidasi akibat lemak tidak jenuh.
masalah
tersebut
biasanya
dilakukan
pengeringan
dengan
karena
perhitungan
berdasarkan
bobot
basah
mempunyai
kelemahan, yaitu bobot basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat. Berdasarkan
bobot kering, hal itu tidak akan terjadi karena bobot kering bahan selalu tetap.
Perhitungan kadar air bahan berdasarkan bobot kering berlaku rumus sebagai
berikut.
Ka=
Wa
100
Wk
Keterangan :
KA : Kadar air bahan berdasarkan bobot kering (%)
Wa : Bobot air bahan (gr)
Wb : Bobot bahan kering (gr)
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dari bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya drying ratio dapat dihitung
sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan.
2.3 Titik Keseimbangan Air
Bahan basah di dalam alat pengering akan mengalami penguapan pada seluruh
permukaannya. Penguapan tersebut akan terhenti pada saat tertentu, karena
molekulmolekul air yang belum diserap dari bahan sama jumlahnya dengan
molekul-molekul air yang belum diserap oleh permukaan bahan basah tersebut.
Keadaan itu dikatakan sebagai keadaan keseimbangan antara penguapan dan
pengembunan. Kadar air bahan dalam keadaan seimbang disebut kadar air
keseimbangan (equilibrium moisture content). Keseimbangan itu terjadi pada suhu
tertentu dan ditentukan oleh kelembapan nisbi tertentu. Kadar air keseimbangan
suatu bahan dapat diartikan sebagai kadar air minimum yang dapat dikeringkan di
bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembapan nisbi yang
tetap. Suatu bahan berada dalam keadaan seimbang dengan kondisi sekelilingnya,
apabila laju kehilangan air dari bahan menuju kondisi sekeliling (atmosfer) sama
dengan laju air yang didapat dari udara sekelilingnya. Apabila kelembapan nisbi
udara sekeliling bahan dalam keadaan seimbang dengan sekitarnya disebut
sebagai kelembapan nisbi keseimbangan (equilibrium relative humidity). Kadar
air keseimbangan (KAK) atau Equilibrium Moisture Content (EMC) dapat
disimpulkan sebagai keseimbangan antara kadar air bahan dengan suhu dan
kelembapan udara sekelilingnya. Jika suatu bahan pangan dengan kadar air bahan
tertentu ditempatkan dalam lingkungan dengan suhu dan kelembapan tertentu,
maka kadar air bahan tersebut akan berubah sampai tercapai kadar air
keseimbangan antara air dalam bahan
dengan air di udara. Bahan akan melepaskan atau menyerap air untuk mencapai
kadar air keseimbangan. Bahan yang dapat melepaskan dan menyerap air disebut
bahan higroskopis.
Proses pengeringan dapat terjadi jika kombinasi suhu dan kelembapan udara
memungkinkan bahan melepaskan air agar tercapai kadar air keseimbangan.
pengeringan. Melalui udara pada kelembapan nisbi dan suhu tertentu, bahan
higroskopis hanya dapat kering sampai tercapai kadar air keseimbangan saja.
Kombinasi kelembapan nisbi dan suhu lingkungan bahan menentukan kadar air
bahan mula-mula. Untuk itu, bahan tersebut akan menyerap air dan kadar air akan
naik hingga mencapai kadar keseimbangan. Laju pengeringan relatif dan berbeda
antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangan.
Jika kelembapan nisbi bahan akan berbeda, maka kadar air keseimbangannya
juga akan berbeda. Penguapan air bahan akan terhenti dan jumlah molekulmolekul air yang akan diuapkan sama dengan molekul-molekul air yang diserap
oleh permukaan bahan.
2.5 Pengeringan
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut
dilakukan dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara
panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan
uap air di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari
bahan ke udara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan adalah :
1. Laju pemanasan waktu energi panas dipindahkan pada bahan.
2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air.
3. Suhu maksimum pada bahan.
4. Tekanan pada saat terjadinya penguapan.
Perubahan lain mungkin terjadi di dalam bahan selama proses penguapan
berlangsung . Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses,
yaitu :
1. Proses perpindahan panas, yaitu proses menguapkan air dari dalam bahan
atau proses perubahan bentuk cair ke bentuk gas.
2. Proses perpindahan massa, yaitu proses perpindahan massa uap air dari
permukaan bahan ke udara.
Proses perpindahan panas terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu
udara yang dialirkan di sekelilingnya. Panas yang diberikan akan menaikkan suhu
badan dan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan
uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara yang
merupakan perpindahan massa. Sebelum proses pengeringan berlangsung, tekanan
uap air di dalam bahan berada dalam keseimbangan dengan tekanan uap air di
udara sekitarnya. Pada saat pengeringan dimulai, uap panas yang dialirkan
meliputi permukaan bahan akan menaikkan tekanan uap air, terutama pada daerah
permukaan sejalan dengan kenaikan suhunya.
Proses tersebut terjadi karena perpindahan massa panas dari bahan ke udara
dalam bentuk uap air, berlangsung atau terjadi pengeringan pada permukaan
bahan. Setelah itu, tekanan uap air pada permukaan bahan akan menurun. Jika
kenaikan suhu terjadi pada seluruh bagian bahan, maka terjadi pergerakan air
secara difusi dari bahan ke permukaannya dan seterusnya, proses penguapan pada
permukaan bahan diulang lagi. Akhirnya, setelah air bahan berkurang, tekanan
uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara
disekitarnya. Proses pengeringan tidak dapat terjadi dalam satu waktu sekaligus.
Jadi, dalam pengeringan diperlukan waktu istirahat (tempering time). Selama
waktu tersebut seluruh air di dalam bahan akan mencapai keseimbangan.
2.5.1 Prinsip Pengeringan
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan
kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini,
kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi
yang rendah sehingga terjadi penguapan. Kemampuan udara membawa uap air
bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi udara pengering dengan
udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses
pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak
mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan
semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara
pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan udara,
sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial bahan.
Suhu yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara pengering semakin cepat
akan mengakibatkan proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi
suhu udara pengering semakin besar energi panas yang dibawa udara, sehingga
semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan.
Kecepatan
aliran
udara
pengering
semakin
tinggi
akan
mengakibatkan semakin cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke
atmosfer.
Kelembapan udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila
kelembapan udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar
menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan ke
luar. Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaan akan semakin
besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Peningkatan
suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menguapkan air bahan.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantarannya adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Desikator
Cawan
Refrigerator
Oven
Moisture Tester
Timbangan Analitik
RH meter
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Kacang Tanah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Jagung Segar
Beras
Mb-Mc
100%
Mb-Ma
Ka db =
Mb-Mc
100%
Mc-Ma
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1
Hasil Pengukuran
Ruangan
RH (%) T (C)
65,4
26,8
65,3
26,8
65,1
26,9
65,27
26,833
Refrigerator
RH (%) T (C)
65,3
27,0
62,8
26,7
58,8
26,5
62,3
26,73
Oven
RH (%) T (C)
66,5
26,7
66,7
29,0
64,0
29,3
65,73
28,33
Waktu
(menit)
Kadar Air
Awal (%)
Rerata Kadar
air Awal (%)
5
8,7
10
8,6
20
8,6
5
13,3
Beras
10
13,6
20
13,2
5
14,0
Kacang
10
14,2
tanah
20
14,1
5
12,3
Jagung
10
12,7
20
12,8
5
10,6
Kacang
10
10,7
kedelai
20
10,5
*) Diasumsikan nilainya 9,9%
Kacang
hijau
8,63
13,3
14,1
12,6
10,6
Penurunan
Kadar Air
(%)
8,2
8,5
8,6
10,7
10,0
Error*
12,5
12,9
12,4
10,1
9,0
8,6
8,3
8,9
8,0
Peningkata
n Kadar Air
(%)
8,4
10,1
10,6
13,3
13,2
13,4
13,9
13,9
13,4
12,3
11,9
11,9
10,1
10,1
10,1
Massa
Massa Bahan
Massa Bahan
KA WB
KA DB
Cawan
dan Cawan
dan Cawan
(%)
(%)
Kacang
hijau
Beras
Kacang
tanah
Jagung
Kacang
kedelai
(Ma)
Awal (Mb)
Akhir (Mc)
4,94 gram
9,98 gram
7,26 gram
53,97
117,24
4,93 gram
9,99 gram
7,38 gram
51,58
106,53
5,00 gram
10,0 gram
7,17 gram
56,6
130,41
4,81 gram
9,85 gram
7,41 gram
48,41
93,85
4,79 gram
9,88 gram
7,44 gram
47,94
92,08
8.7
8.6
8.5
8.4
8.3
Kadar Air (%)
8.2
8.1
8
7.9
10
12
14
16
18
20
22
20
22
Waktu (menit)
8
Kadar Air (%)
6
4
2
0
4
10
12
14
16
18
Waktu (menit)
KA WB =
Mb - Mc
100%
Mb - Ma
= 53,97%
KA DB =
Mb - Mc
100%
Mc - Ma
= 117,24%
10.8
10.6
f(x) = - 0.05x + 10.75
R = 0.68
10.4
10.2
Kadar Air (%)
10
9.8
9.6
9.4
4
10
12
14
16
Waktu (menit)
18
20
22
13.45
13.4
13.35
13.3
13.25
Kadar Air (%)
13.2
13.15
13.1
13.05
10
12
14
16
Waktu (menit)
Mb - Mc
100%
Mb - Ma
= 51,58%
KA DB =
Mb - Mc
100%
Mc - Ma
= 106,53%
18
20
22
13
12.9
12.8
12.7
12.6
Kadar Air (%) 12.5
12.4
12.3
12.2
12.1
10
12
14
16
18
20
22
20
22
10
12
14
16
18
Mb - Mc
100%
Mb - Ma
= 56,6%
KA DB =
Mb - Mc
100%
Mc - Ma
= 130,41%
10.5
10
f(x) = - 0.09x + 10.3
R = 0.81
9.5
Kadar Air (%)
9
8.5
8
7.5
4
10
12
14
16
18
20
22
18
20
22
12.1
Kadar Air (%)
12
11.9
11.8
11.7
11.6
4
10
12
14
16
Mb - Mc
100%
Mb - Ma
= 48,41%
Mb - Mc
100%
Mc - Ma
KA DB =
= 93,85%
9
8.8
8.6
8.4
Kadar Air (%)
8.2
8
7.8
7.6
7.4
4
10
12
14
16
18
20
22
20
22
f(x) = - 0x + 10.1
R = 0
8
Kadar Air (%)
6
4
2
0
4
10
12
14
16
18
KA WB =
Mb - Mc
100%
Mb - Ma
= 47,94%
KA DB =
Mb - Mc
100%
Mc - Ma
= 92,08%
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai retensi air dan equilibrium moisture content
(EMC) atau kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan suatu bahan dapat
diartikan sebagai kadar air minimum yang dapat dikeringkan di bawah kondisi
pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembapan nisbi yang tetap. Bahan
akan melepaskan atau menyerap air untuk mencapai kadar air keseimbangan.
Bahan yang dapat melepaskan dan menyerap air disebut bahan higroskopis.
Retensi air dan EMC sangat berkaitan erat dengan kandungan air dan kadar air
dalam bahan hasil pertanian. Jumlah kandungan air pada bahan hasil pertanian
akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba.
Sedangkan kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan
bobot bahan.
Percobaan retensi air dilakukan dengan menggunakan 5 jenis bahan yang
berbeda yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan beras. Semua
bahan tersebut mendapatkan 2 perlakuan yaitu pendinginan dengan refrigerator
dan pemanasan dengan oven. Waktu yang digunakan juga berbeda-beda yaitu 5
menit, 10 menit, dan 20 menit. Metode yang digunakan yaitu metode pengeringan
dengan oven pada dengan waktu yang sama.
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut
dilakukan dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara
panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan
uap air di udara. Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses,
yaitu, proses perpindahan panas, yaitu proses menguapkan air dari dalam bahan
atau proses perubahan bentuk cair ke bentuk gas. Proses perpindahan panas terjadi
karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara yang dialirkan di sekelilingnya.
Proses perpindahan massa, yaitu proses perpindahan massa uap air dari
permukaan bahan ke udara. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air
bahan sampai batas perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali. Dengan
demikian bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.
pada menit ke 20. Pada kedua bahan juga mengalami hal yang sama yaitu kadar
air tertinggi terdapat pada menit 20.
Percobaan EMC memiliki beberapa perbedaan dengan percobaan retensi air.
Perbedaanya yaitu pada percobaan EMC cawan kosong sebelumnya dipanaskan
dengan menggunakan oven kemudian didesikator, kemudian baru dimasukan
bahan berupa pipil jagung segar. Pada percobaan EMC ini juga akan dihitung
kadar air bahan tersebut. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan,
yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet
basis).
Kadar
Ka wb =
Ka db =
air
basis
Mb-Mc
100%
Mb-Ma
basah
dihitung
sedangkan
dengan
kadar
menggunakan
air
basis
rumus
kering
Mb-Mc
100%
. Meskipun demikian cara perhitungan kadar air yang
Mc-Ma
paling sering digunakan oleh teknisi yaitu menggunakan basis kering. Hal ini
disebabkan karena dengan menggunakan perhitungan basis kering, massa padatan
akan tetap konstan sehingga jika terjadi kondisi yang lain maka massa padatannya
tidak akan berubah. Kadar air dari kelima bahan dihasilkan nilai tertinggi dengan
basis kering pada kacang tanah yaitu 130,41% begitu pun dengan basis kering
tertinggi dihasilkan oleh kacang tanah yaitu 56,6%.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kesimpulan yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
1. Semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin banyak juga uap
yang keluar dari bahan dengan suhu dan tekanan yang sama pada skala
waktu yang ditentukan.
2. Kadar air tertinggi baik pada perlakuan refrigerator dan oven terletak pada
cawan yang diberikan waktu selama 5 menit.
3. Kacang tanah memiliki nilai kadar air awal tertinggi .
4. Nilai kadar akhir setiap bahan masih bersifat fluktuatif, hal ini bisa
disebabkan karena pada saat proses banyak udara luar yang masuk.
6.2 Saran
Adapun saran mengenai praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya sebelum melakukan praktikum, praktikan harus mengerti dan
memahami terlebih dahulu materi yang akan dipraktekan.
2. Saat menimbang bahan, masing-masing cawan sebaiknya diberi label
untuk memudahkan dalam praktikum.
3. Saat melakukan perhitungan, sebaiknya dilakukan dengan sangat teliti
karena akan berpengaruh pada perhitungan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basset T., et al. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis
Anorganik.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Kuantitatif
Nurjanah, Sarifah. 2010. Bahan Ajar Teknik Penanganan Hasil Pertanian. FTIP :
Jatinangor.
Rusendi, Dedi, dkk.2013.Penuntun Praktikum MK.Teknik Penangan Hasil
Pertanian.FTIP UNPAD : Jatinangor.
Rohanah Ainun.2013.Teknik Pengeringan Hasil Pertanian.Program Studi Teknik
Pertanian FP USU : Sumatera Utara.
Widyasanti, Asri.2013.Pengecilan Ukuran.FTIP:Jatinangor.
FPIK.2011.Teknik Pengaweatan dengan Metode Pengeringan dan Pengasapan.
Tersedia pada : http://www.fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/Ebook/Dasar
Dasar%20Teknologi%20Hasil%20Perikanan/bab_5.pdf
.diakses pada tanggal 15 November 2015 pukul 09.06 WIB.
LAMPIRAN
Gambar 4. Mengoven