Anda di halaman 1dari 34

Bab II

Landasan Teori
2.1. Perencanaan Organisasi
Sebuah bisnis tentu akan menghadapi tantangan dan ketidakpastian dalam
melaksanakan usahanya, oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik dalam
mengelola suatu bisnis, agar bisnis tersebut dapat menghasilkan keuntungan. Oleh
karena itu, dapat dikatakan perencanaan merupakan rencana kerja perusahaan untuk
mencapai target laba yang diharapkan dan harus mempertimbangkan siapa yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukannya. Menurut Sunardji D,
(1984) dalam melaksanakan fungsi perencaan manajemen, proses perencanaan dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
a.

Mengadakan evaluasi terhadap variabel variable perencanaan agar

dapat menetapkan tujuan yang realistis. Varibel ini dapat dibedakan menjadi
dua macam variable, yaitu:
1. Variabel Ekstern
Variabel ini mencakup kondisi lingkungan yang paling luas yang dimiliki
suatu perusahaan. variabel variable ini tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan, sebaliknya varibel variable inilah yang mempengaruhi
perusahaan tersebut. Variabel variable ini adalah variable seperti
variable sosial, politik, ekonomi, demografi, teknologi, dan lingkungan.
Dari variabel variable inilah perusahaan dapat menentukan kesempatan
dan ancaman bagi suatu perusahaan.
11

2. Variabel Intern
Variabel Intern adalah variabel yang mencakup kondisi yang dimiliki oleh
perusahaan itu sendiri.Variabel variable ini mencakup sumber daya yang
dimiliki oleh suatu perusahaan. Sumber daya ini dapat dibagi menjadi
beberapa macam yang umumnya dikategorikan kedalam terminology 5M
yang terdiri atas; man, money, methods, material, dan machine.
b.
Menetapkan tujuan umum perusahaan.
Tujuan ini bersifat jangka panjang, seperti penetapan tujuan yang
berhubungan dengan perekonomian, tingkat konsumsi, dan perencaan
pembagian keuntungan bagi para pemiliki modal.
c.
Menjabarkan tujuan umum tersebut kedalam sasaran khusus.
d.
Menetapkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
e.
Menetapkan perencaan keuangan atau perencanaan laba sebagai
penjabaran operasional dari tujuan dan strategi tersebut. Ini merupakan
perencanaan yang bersifat operasional, dan bersifat kuantitatif.
Perencanaan ini kemudian dituangkan kedalam suatu format yang teratur,
yang digunakan sebagai alat kontrol bagi perencanaan yang telah dibuat. Alat kontrol
ini umumnya dikenal dengan istilah anggaran atau budget.

2.1.1. Budgeting
Secara umum penganggaran atau budgeting dikenal sebagai proses
penyusunan tujuan perusahaan dengan pendekatan yang formal dan sistematis dari
proses perencanaan, koordinasi dan pengawasan untuk memperoleh laba. Ebert &
Griffin (2011) mendifinisikan pengangaran dengan lebih sederhana, yaitu a detailed
report on estimated receipts and expenditures for a future period of time. Dalam

12

dunia bisnis aktivitas penganggaran merupakan proses bisnis yang sangat penting saat
ini. Perusahaan - perusahaan multi nasional dengan skala besar harus melakukan
kegiatan budgeting ini sebelum memulai aktivitas bsinisnya untuk suatu periode
tertentu. Budgeting juga dianggap sebagai panduan bagi perusahaan perusahaan
dalam merencanakan, mengorganisasikan dan mengalokasikan sumberdaya yang
dimilikinya. Dalam bukunya yang berjudul Budgeting Perusahaan : Teori, Kasus, &
Soal Latihan, Sunyoto (2012) mengatakan bahwa penganggaran memiliki beberapa
fungsi penting, yaitu fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, dan fungsi koordinasi.
Selain itu penganggaran merupakan hal yang sangat penting guna menjamin
efisiensi dari aktivitas suatu organisasi (Davila & Foster, 2007, Puxty & Lyall, 1989).
Selain itu penganggaran juga dapat didefinisikan sebagai As a forward looking set of
numbers, budgets project future financial performance which enables evaluating the
financial viability of a chosen strategy (King, Clarkson & Wallace, 2010, p. 41).
Disisi lain anggaran juga menggambarkan konsekuensi dari segi finansial dari suatu
bisnis yang tergambar dari segi besaran, kuantitas, dan jumlah sumber daya yang
diperlukan (Innes, 2005, p. 135).
Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa anggaran merupakan proses
penetapan tujuan/sasaran dari suatu perusahaan dengan tolak ukur indikator
indikator finansial. Implementasi dari kegiatan penganggaran ini dapat dilihat dari
penetapan tujuan jangka panjang dan juga pendek, baik dari segi pendapatan dan juga
biaya (Voigt, 2010), lebih jauh anggaran dikatakan dapat mempengaruhi perilaku dan
sikap dari keryawan yang ada dalam membuat keputusan, dimana setiap karyawan
13

mencoba untuk menerjemahkan target target yang dibuat pada anggaran dengan
kinerja mereka, oleh karena itu anggaran dapat mempengaruhi perilaku dari karyawan
tersebut (Sandino, 2007). Terlihat dari paparan teori yang ada, anggaran memiliki
peran yang baragam bagi suatu organisasi. Coltman & Jagels, (2001) merangkum
peran dari anggaran ialah sebagai alat penentuan tujuan yang lebih spesifik, coding
learning, sebagai alat pengendali, dan juga sebagai sarana untuk berkomunikasi
dengan pihak ketiga.
Pihak ketiga umumnya menggunakan anggaran yang ada untuk melakukan
evaluasi terhadap kinerja manajemen dalam mencapai target yang telah ditetapkan.
Indikator yang umumnya digunakan sebagai alat untuk melakukan evaluasi ialah
return on investment, tingkat penjualan, tingkat pengurangan biaya/tingkat efisiensi,
tingkat kualitas produk/pelayanan yang dapat dipenuhi, tingkat pertumbuhan pangsa
pasar, dan tingkat profitabilitas. Semua variable tersebut dibandingkan dari nilai
anggaran dan nilai aktualnya. Namun, indikator yang digunakan sebagai alat untuk
melakukan evaluasi terhadap perencanaan berbeda pada tiap perusahaan ataupun pada
tiap tiap negara dimana perusahaan tersebut berada, semua itu disesuiakan dengan
kepentingan dari masing masing perusahaan tersebut.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robbins & Stobaugh dalam Harvard
Business Review, perusahaan multi nasional yang berasal dari Amerika Serikat lebih
menyukai indicator return on investment (ROI) sebagai indikator dalam melakukan
evaluasi terhadap rencana yang telah dibuat. Sementara itu menurut penelitian yang
dilakukan oleh Appleyard, Strong, & Walton, di Inggris perusahaan perusahaan
14

yang ada lebih cenderung melakukan evaluasi terhadap selisih antara nilai anggaran
dan nilai aktual dari keseluruhan variabel yang ada. Sementara itu menurut penelitian
yang dilakukan oleh Shields, Chow, Kato, & Nakagawa bagi perusahaan
perusahaan multi nasional yang ada di Jepang indikator utama yang dijadikan alat
untuk melakukan evaluasi adalah tingkat penjualan dari perusahaan perusahaan
tersebut. Dari tiga penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
indikator evaluasi yang digunakan bagi perusahaan multi nasional pada tiap tiap
Negara. Hal inilah yang menjadi keunikan proses penyusunan anggaran bagi suatu
bisnis.
2.1.2. Siklus Anggaran
Proses penyusunan anggaran dapat dilihat dari siklus penyusunannya.
University of Colorada (2009) menggambarkan proses dari fase anggaran. Fase ini
terbagi menjadi dua macam fase utama, yaitu fase perencanaan dan fase
pengendalian. Pada fase perencaan suatu organisasi dituntut untuk membuat sasaran
dan tujuan yang ingin dicapai, sementara itu pada fase pengendalian, suatu organisasi
dituntut untuk merumuskan respon dari tingkat realisasi anggaran yang ada dibanding
dengan anggaran yang telah ditetapkan. Berikut adalah gambar 2.1 yang
menggambarkan fase dari suatu anggaran.

Sumber : University of Colorado

15
Gambar 2.1
Budget Cycle

Sementara itu Rasmussen et.al (2003) menggambarkan siklus anggaran


anggaran kedalam beberapa tahapan, mulai dari penentuan target/ sasaran sampai
kepada perubahan anggaran. Beriku adalah gambar 2.2 yang menggambarkan siklus
anggaran menurut Ramussen et.al (2003). Perbedaan antara siklus anggaran yang
ditawarkan oleh Rasmussen et.al (2003) terhadap sikus anggaran yang ditawarkan
oleh Universitas Colorado terletak pada tingkat komprehensi dari siklus tersebut.
Siklus

anggaran yang ditawarkan oleh Universitas Colorado lebih menyeluruh, yaitu


membahas sampai kepada tingkat evaluasi dari suatu anggaran. Namun, siklus
anggaran yang ditawarkan oleh Rasmussen et.al (2003) lebih detail membahas proses
perencanaan dari anggaran yang ada. Dua siklus ini dapat digabungkan agar dapat

16

memberikan gambaran mengenai siklus penyusunan suatu anggaran yang lebih


komprehensif.

Sumber : Rasmussen et.al (2003)


Gambar 2.2
Budget Cycle

Proses penyusunan dari suatu anggaran dimulai dengan menyusun Master


Budget (Horngren, Harrison, Bamber, Willis and Jones, 2002). Master Budget adalah
A set of budgeted financial statements and supporting schedules used for an entire
organization. Dari definisi tersebut terlihat bahwa Master Budget merupakan

17

kumpulan dari laporan keuangan yang telah dianggarkan. Laporan keuangan di sini
merujuk kepada neraca, laporan rugi-laba, dan juga laporan arus kas.
Proses awal penyusunan Master Budget ini umumnya dibagi menjadi 3
macam kategori penyusunan, yaitu (1) the operating budget, (2) the capital
expenditure budget, dan (3) the financial budget. Menurut Weber et.al (2009) kategori
Operating Budget atau anggaran operasional merupakan indikator yang digunakan
untuk menilai performa dari aktivitas dari suatu organisasi. Sementara itu capital
budgeting merupakan anggaran bagi suatu organisasi untuk membeli properti,
lahan/tanah, peralatan, dan aset jangka panjang lainnya. Sementara itu financial
budgeting merupakan anggaran mengenai proyeksi arus kas masuk dan keluar,
neraca, dan juga statement of cash flows dari suatu organisasi (Horngren et al. 2002;
Blazek, Deyhle & Eiselmayer, 2005). Berikut adalah review dari komponen Master
Budget secara keseluruhan:
1. Operating budget
a.
b.
c.
d.

Sales budget
Inventory budget and purchases and cost of goods sold
Operating expense budget
Budgeted income statement

2. Capital expenditures budget


3. Financial budget
a.
b.
c.

Cash budget: statement of budgeted cash receipts and payments


Budgeted balance sheet
Budgeted statement of cash flows
18

Hasil dari kegiatan penganggaran ini adalah laporan neraca, laporan arus kas,
serta laporan rugi/laba dari suatu organisasi. Salah satu laporan yang penting untuk
diperhatikan adalah laporan rugi/laba dari suatu organisasi. Laporan ini menjadi
sangat penting bagi suatu organisasi, karena pada laporan ini terlihat tingkat
penjualan dan biaya/pengeluaran dari suatu bisnis, yang mana akan mempengaruhi
organisasi secara keseluruhan (Horngren et al., 2002, pg. 930). Pada laporan ini juga
akan terlihat tingkat penjualan dari sautu bisnis, yang mana nantinya akan
dibandingkan dengan anggaran yang telah disusun sebelumnya. Fisher, Maines,
Pfeffer & Sprinkle (2002) mengatakan bahwa alat kontrol bagi manajemen terhadap
program yang direncanakannya ialah dengan membandingkan tingkat pencapaian
yang dicapai tiap departemen yang ada dibandingkan dengan anggaran yang telah
dibuat bagi tiap departemen tersebut. Dengan kata lain, yang menjadi perhatian bagi
manajemen dalam melakukan kontrol adalah varian atau selisih dari anggaran yang
ada.

2.1.3. Varians Anggaran


Menurut Hamerson, Edward, & Ivancevich (2011) varians adalah perbedaan
antara anggaran dengan hasil actual yang dicapai oleh manajemen. Hamerson,
Edward, & Ivancevich (2011) membagi kategori varians kedalam dua kategori yaitu:
a) Favorable Variances. (actual > budgeted)
b) Unfavorable Variances (actual < budgeted)
19

Selain itu Hamerson, Edward, & Ivancevich (2011) juga membagi varians menjadi 3
jenis varians yaitu sales variance, cost variances, dan labor variance. Tiga jenis
varians ini merupakan varians yang terjadi pada anggaran.
Rasmussen et.al (2003) menambahkan bahwa melalui varians yang ada,
manajemen dapat melakukan evaluasi dan juga menetapkan standard pengukuran
bagi kinerja manajamennya. Oleh karena itu, suatu perusahaan perlu untuk membuat
monthly variance report, agar nantinya manajemen dapat melakukan evaluasi
terhadap anggaran yang telah mereka buat. Palmer (2012) menambahkan bahwa suatu
anggaran hanya akan bermanfaat apabila dilakukan perbandingan antara nilai yang
dianggarkan terhadap nilai yang dicapai. Perbandingan inilah yang nantinya
menghasilkan umpan balik bagi manajamen yang berfungsi sebagai dasar
penentuan tindakan korektif. Berikut adalah gambar 2.3 yang menggambarkan proses
evaluasi suatu anggaran.

Sumber : David Palmer (2012) : Financial Management Development


Gambar 2.3
Proses Evaluasi Anggaran

20

Palmer (2012) menambahkan bahwa varians anggaran dapat terjadi karena 4 alasan
Sumber : David Palmer (2012)

utama, yaitu:
1. Faulty Arithmetic in the Budget Figures
Salah satu hal yang menyebabkan kemungkinan terjadinya varians pada
anggaran adalah kesalahan dalam basis penentuan anggaran. Kesalahan ini
akan menghasilkan anggaran yang tidak reliable dan valid.
2. Errors in the Arithmetic of the Actual Results
Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya varians adalah kesalahan dalam
menentukan hasil aktual. Kesalahan jenis ini adalah kesalahan yang dapat
terjadi karena kekurangtelitian dalam mencatat serta mengalokasikan setiap
transaksi keuangan yang ada, seperti double counting.

3. Reality is Wrong
Varians juga dapat terjadi apabila bisnis menghadapi kondisi kondisi yang
tidak diperhitungkan sebelumnya dalam penyusunan anggaran, serti bencana
alam. Hal ni tentu akan sangat mempengaruhi hasil aktual dari bisnis yang
ada.
4. Differences between Budget Assumptions and Actual Outcome

21

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya varians adalah perbedaan antara


asumsi perencanaan anggaran dengan hasil aktual yang dicapai. Asumsi
perencanaan anggaran adalah sesuatu yang sulit dijamin kepastiannya, oleh
karena itu aka nada kemungkinan dimana asumsi ini gagal untuk menjelaskan
proses aktual bisnis yang sedang berlangsung.
Menurut Palmer (2012) varians yang terjadi antara anggaran dengan hasil
aktual perlu untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam melekukan analisis varians yang
terjadi, ada 4 tahapan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu:
1. Flexing The Budget
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh manajemen adalah dengan
membuat anggaran yang flexible. Anggaran yang flexible ini berfungsi
agar manajemen dapat melihat pengaruh perubahan volume penjualan
terhadap indikator anggaran secara keseluruhan, hal ini membuat
manajemen dapat lebih baik dalam mengidentifikasi varians yang ada.
2. Analysing The Variance
Setelah membuat anggaran yang flexible, manajemen kemudian
melakukan analisis varians terhadap tiap indikator anggaran yang ada.
3. Identifying The Causes
Setlah melakukan analisis varians, manajemen kemudian melakukan
identifikasi terhadap penyebab terjadinya varians.
22

4. Taking Appropriate Actions


Setelah mengetahui penyebab terjadinya varians, manajemen kemudian
dituntut untuk mengambil tindakan korektif terhadap varians yang ada.
Hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tindakan korektif adalah:
a. What is the cause and will it happen again
b. What is the financial effect
c. What is being done or to be done
d. Are there implications for other managers
Berikut adalah gambar 2.4 yang merupakan hirarki dari varians :

Sumber : David Palmer (2012) : Financial Management Development


Gambar 2.4
Proses Evaluasi Anggaran

23

2.2. Anggaran pada Hotel


Hotel sebagai organisasi bisnis tentu melakukan proses perencanaan anggaran
dan juga melakukan evaluasi terhadap rencana anggaran yang telah dibuatnya
tersebut. Menurut Chen (2009), di hotel anggaran juga disusun dan memiliki peran
yang penting, ia mengatakan hotel sebagai bagian industri jasa menghadapi
serangkaian tantangan manajemen, hal ini membuat evaluasi dari kinerja menjadi
penting. Mendukung pernyataan tersebut, Chamberlain (1991), DeMyer & WangKline (1990) serta Karch (1992) berpendapat secara implisit bahwa peramalan dan
penentuan

anggaran

dapat

meningkatkan

kemampuann

manajemen

dalam

mengendalikan pengeluaran hotel serta dapat menjadi dasar menentukan tingkat


profitabilitas dari hotel tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Schmidgall and DeFranco (1998) terhadap
171 akuntan yang bekerja di hotel mengungkapkan bahwa terdapat beberapa ukuran
yang digunakan oleh tiap tiap manajemen hotel dalam menetapkan sasaran yang
harus dicapai. Terdapat beberapa manegement yang menggunakan tingkat penjualan
sebagai tolak ukur, ada juga yang yang menggunakan net income sebagai tolak ukur,
selain itu terdapat juga beberapa menagement yang menggunakan indikator
indikator seperti RevPAR (Revenue per Available Room), GOP (Gross Opereting
Profit), EBITDA (Earnings before income taxes, depreciation, & Amortization),
ataupun gabungan dari tiap indikator tersebut.

24

Proses penyusunan anggaran di Hotel bersifat anggaran departemental.


Anggaran departemental berarti bahwa tiap departemen yang ada di Hotel
menyiapkan anggarannya masing masing. Salah satu dari berbagai departemen yang
ada di Hotel yang dituntut untuk menyiapkan anggaran ialah departemen Front
Office. Departemen ini merupakan departemen yang paling penting di hotel, selain
karena pendapatan hotel sebagian besar diperoleh dari departemen ini, departemen ini
juga merupakan tempat dimana tamu yang menginap di hotel paling sering
berinteraksi. Dalam menyiapkan anggarannya departemen ini mentapkan target
penjualan dan juga target pemanfaatan biayanya.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Front Office merupakan salah satu
elemen penting dalam komposisi manajemen yang ada di suatu hotel. Kasavana
Brooks (2001) mengatakan, all the functions, activities, and areas of the front office
are geared toward supporting guest transactions and services. Dari pernyataan ini
dapat terlihat peran penting dari departemen FO, dimana tugas dari mereka ialah
untuk memastikan pelayanan yang diterima oleh tamu diberikan dengan baik. Hal ini
tentu sangat penting mengingat kepuasan tamu ditentukan oleh pelayanan yang
mereka terima. bagi sebagian tamu departemen FO adalah gambaran dari hotel itu
sendiri. Hal ini menambah pentingnya peranan departemen FO bagi suatu hotel.
2.2.1. Departemen Front Office.
Menurut Confederation of Tourism and Hospitality (CTH) (2009), peran Front
Office (FO) dikatakan penting karena beberapa alasan, yaitu:

25

1.

Departemen FO adalah departemen awal yang melakukan kontak

langsung dengan tamu atau dengan tamu porensial, baik melalui telepon atau
secara langsung.
2.
FO adalah departemen yang menjembatani pelayanan yang dirancang
oleh hotel kepada tamunya, disinilah tamu melakukan dan menyelesaikan
sebagian besar transaksinya. Oleh karena itulah dapat diatakan FO adalah
deprtemen yang menciptakan sebagian kesan tamu terhadap hotel.
3.
FO memiliki tanggung jawab khusus untuk menyelesaikan komplain
dari tamu, yang mana dapat sangat mempengaruhi kepuasan tamu.
4.
FO adalah pusat penghubung informasi bagi hotel (berhubungan
dengan berbagai departemen di hotel).
5.
FO adalah penghubung administrasi yang ada di hotel, dimana
pemesanan kamar dilakukan, alokasi kamar direncanakan, status kamar terus
dipantau, bill tamu disiapkan, pembayaran diproses, data kemudian disimpan
untuk nantinya digunakan kembali jika diperlukan.
Selain itu menurut Kasavana & Brooks (2001) fungsi tadisional dari
departemen FO adalah melingkupi reservasi, registrasi, penentuan kamar serta
harganya, status kamar, mengelola pembayaran tamu, serta membuat rincian
mengenai sejarah tamu yang menginap. Departemen FO mengembangkan dan
menjaga data data yang komprehensif mengenai tamu, pelayanan kepada tamu,
serta berfungsi untuk menjaga kepuasan tamu yang menginap di hotel. Tugas tugas
ini dilakukan oleh karyawan yang bekerja pada departemen FO.
2.2.1.1. Tugas Departemen Front Office.

26

Secara umum tugas tugas dari karyawan yang bekerja pada departemen FO
adalah:
a.
Front Desk Agent
Front Desk Agent bertugas untuk melakukan register tamu serta memberikan
infomasi menganai ketersediaan kamar.
b.
Cashier
Fungsi Kasir adalah untuk mengelola transaksi cash, post charge, dan juga
account tamu yang berasal dari luar negeri.
c.
Mail and Information Clerk
Tugas dari Mail and Information Clerk adalah untuk mengelola pesan yang
ada di suatu hotel. Peran ini juga berperan untuk memberikan panduan bagi
tamu serta mengelola email hotel.
d.
Telephone Operator
Fungsi dari Telephone Operator adalah mengelola switchboard dan wake up
call.
e.
Reservation Agent
Fungsi dari Reservation Agent adalah untuk mengelola permintaan reservasi
dan membuat kumpulan daftar reservasi.
f.
Uniformed Service Agent
Fungsi dari peran ini adalah untuk mengelola barang bawaan tamu dan
mengantar tamu ke kamarnya masing masing.
Kasavana & Brooks (2001) lebih jauh berpendapat bahwa, pada hotel dengan
skala yang lebih kecil dimana jumlah karyawannya lebih sedikit, peran peran ini
dapat dikerjakan hanya oleh beberapa individu saja. Hal lain yang biasanya dilakukan
untuk menciptakan fleksibilitas dalam operasional hoel ialah dengan melaksanakan
cross-training bagi para karyawan yang ada, sehingga apabila karyawan yang

27

memegang funsi tertentu berhalangan untuk hadir, maka karyawan yang lainnya
dapat mengganti peran karyawan yang berhalangan tersebut untuk sementara.
Beberapa poin diatas dapat dilihat bahwa, peran dari Front Office dari suatu
hotel sangat penting dikarenakan bagian inilah yang memiliki interaksi yang intens
dengan tamu hotel. Oleh karena itu apabila tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat
sangat mempengaruhi kepuasan tamu. Mengingat pentingnya peranan departemen FO
tesebut, maka diperlukan perencanaan kelola yang baik pula bagi departemen FO. Hal
ini bertujuan agar tata kelola departemen FO menjadi lebih baik, mengingat kepuasan
tamu sebagian besar ditentukan oleh departemen FO.
Kasavana & Brooks (2001) mengatakan bahwa without competent planning,
the front office would be chaotic. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat peran
penting dari perencanaan bagi departemen FO. Jika arah yang dan tujuan yang jelas
tidak ditentukan oleh manager FO, maka manager FO akan terlalu banyak terlibat
kedalam urusan yang tidak membeikan pengaruh yang signifikan bagi FO dan bagi
hotel secara keseluruhan. Menager harus mampu mengidentifikasi baik tujuan jangka
pendek maupun tujuan jangka panjang, dan kemudian membuat perencanaan untuk
mencapainya. Setelah malaksanakan perencanaan, hal lain yang penting untuk
dilakukan adalah melakukan evaluasi terhadap implementasi dari rencana yang telah
dibuat tersebut.
2.2.1.2. Indikator Evaluasi Departemen Front Office.

28

Menurut Kasavana & Brook (2001) beberapa indikator yang dapat digunakan
menager pada departemen FO untuk mengevaluasi kinerja departemennya, indikator
indikator tersebut adalah:
a.

Daily Operating Report

Indikator ini biasanya dikenal dengan istilah manager report, the daily report,
dan daily revenue report. Indikator ini berisikan mengenai aktivitas transaksi
hotel secara finansial selama 24 jam terakhir. Jumlah kamar yang tersedia,
jumlah kamar yang terjual, serta beberapa indikator statistik lainnya
mendominasi laporan ini. Laporan ini biasanya disebarkan ke seluruh
departemen yang ada di hotel, tujuannya ialah agar setiap manager yang ada
pada masing masing departemen mengetahui mengenai kondisi hotel terkini.

b.

Occupancy Ratios (Rasiop Tingkat Hunian)

Indikator ini mengukur kesuksesan dari departemen FO dalam menjual


komoditas yang paling penting di suatu hotel, yaitu kamar hotel. Hal hal
yang perlu diperhatikan dalam mengukur indikator ini adalah:

Number of rooms available for sale

Number of rooms sold

Number of guest

29

Number of guest per room

Net room revenue

Secara umum indikator ini juga dimasukkan di dalam daily operating report.
Selain mengukur tingkat hunian, hal lain yang juga perlu diukur saat
mengukur indikator ini adalah average daily rate, revenue per available room
(RevPAR), revenue per available Customer (RevPAC), multiple (or Double)
occupancy ratio, dan average rate per guest. Berikut adalah rumus bagi
masing masing indikator tersebut:

30

c.

Rooms Revenue Analysis

Pada indikator ini manager departemen FO membuat analisis mengenai total


pendapatan kamar yang telah dicapainya, untuk kemudian dibadingkan
dengan pendapatan kamar potensial yang mungkin diraihnya, untuk mencari
total pendapatan potensialnya manager FO membanding harga kamar hotel

31

lain dengan hotelnya untuk kemudian menentukan yield dari total pendapatan
kamrnya. Rumus untuk mencari yield adalah:

d.

Hotel Income Statement

Indikator ini adalah indikator yang biasanya kita kenal dengan istilah laporan
rugi/laba hotel. Indikator ini berisi informasi mengenai pencapaian hotel
dilihat dari sisi keuangan pada suatu periode bisnis. Meskipun ini merupakan
laporan yang tersusun atas semua departemen yang ada di hotel, akan tetapi
manager departemen FO perlu memperhatikan laporan ini agar dapat
melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja departemennya dan
hotel secara keseluruhan. Manfaat dari laporan ini adalah berfungsi sebagai
alat kontrol dari manajemen, ayng dalam hal ini adalah manajer departemen
FO untuk mengontrol kinerja departemnnya.
e.

Rooms Division Budget Reports

Biasanya indikator ini disiapkan oleh departemen accounting. Peran dari


departemen FO sendiri adalah untuk menjadikan laporan ini sebagai standard
kinerja dari departemennya. Manager membandingkan antara kinerja
aktualnya dengan target target yang ditetapkan pada anggaran. Hal yang
diperhatikan pada indiaktor ini adalah varians atau selisih antara target yang

32

ditetapkan pada anggaran terhadap kinerja aktual yang ada. Kriteria dalam
menilai varians ialah:

f.

Operating Ratios

Indikator ini adalah indikator yang menunjukkan rasio rasio operasional dari
departemen FO. Rasio rasio ini sangat bermanfaat bagi manajer dalam
memberikan informasi mengenai kinerja departemenya. Berikut adalah rasio
rasio yang diukur pada departemen FO:

33

Net
Revenue
%
%

of total hotel revenue

%
%

change from prior


period

change from budget


per available rooms

Other
Expenses

Departement
al Income

X
X

X
X
X

X
X
X

of departemental
revenue
of departemental total
expenses
of hotel payroll and
related expenses

Payroll and
Related
Expenses

X
X
X

X
X
X
X
X
X

34

per occupied rooms

Tabel 2.1
Rasio operasional yang diukur pada Departemen Kamar

Sumber: Kasavana & Brooks (2001)

35

g.

Operating Ratios

Indikator ini adalah indikator yang menunjukkan rasio rasio operasional


dari departemen FO. Rasio rasio ini sangat bermanfaat bagi manajer
dalam memberikan informasi mengenai kinerja departemenya. Berikut
adalah rasio rasio yang diukur pada departemen FO:
h.

Ratios Standard

Indikator ini adalah indiaktor yang berperan sebagai pembanding rasio


rasio operasional. Rasio ini sama dengan rasio operasional yang ada, yang
membedakan rasio ini dengan rasio operasional adalah rasio ini telah
disusun sebelum hotel memulai periode bisnisnya. Indikator ini berfungsi
sebagai standard dalam membandingkan rasio operasional. Standard rasio
terbagi kedalam 3 macam standard rasio, yaitu:
1. Planned Ratio Goals
2. Corresponding Historical Ratios
3. Industry Average
Sebagai Pembanding, menurut Confederation of Tourism and Hospitality
(CTH) (2009) ada beberapa ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja dari
departemen Front Office, yaitu:

36

1.
Occupancy Statistic
Hal ini menunjukkan tingkat hunian kamar, dan juga tingkat hunian ganda
dari kamar hotel yang tersedia. Rumus yang umumnya digunakan untuk
menghitung tingkat hunian dan juga tingkat hunian ganda adalah:

2.
Room Statistic
Hal ini dapat diukur m,enggunakan beberapa alat ukur secara statistik. Hal
hal; yang umumnya diukur adalah room and guest/sleeper occupancy,
average rate at which rooms are being sold, revenue per room (or room
yield), dan profit per room. Rumus yang umumnya digunakan untuk
mengukur average room rate atau average daily rate ialah:

Sementara itu untuk mengukur Revenue per room atau yang biasanya
dikenal dengan RevPAR rumus yang digunakan adalah:

Selain itu indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas
operasional dari segi room statistic ialah dengen menggunkan GOPPAR
(Gross operating profit per Available rooms). Rumus yang digunakan
untuk menghitung GOPPAR adalah:

3.

Yield Percentage

37

Hal ini mengukur kemampuan hotel dalam menghasilkan pendapatan


dengan tingkat hunian yang maksimal dan dengan tingkat harga kamar
yang maksimal juga. Yield measures the hotel's success in achieving
maximum occupancy at the highest room rate possible. Yang diukur adalah
perbandingan antara revenue actually achieved from the sale of rooms
dibandingkan degan percentage of the possible maximum revenue. Rumus
yang digunakan untuk mengukur indikator ini adalah

Bardi (2003) juga menyatakan bahwa ada beberapa indikator yang dapat
digunakan sebagai indikator penjualan bagi departemen Front Office, indikator
indikator tersebut adalah:
1.
Occupancy
Occupancy adalah tingkat hunian kamar yang dihitung dengan cara
membagi jumlah kamar yang terjual dengan jumlah kamar yang tersedia.
2.
Average Daily Rate (ADR)
ADR dapat diperoleh dengan cara membagi pendapatan kamar dengan
jumlah kamar yang terjual.
3.
Yield Percentage
Yield Percentage adalah indikator yang mengukur kemampuan manager
hotel untuk menjual kamar yang tersedia dengan harga yang paling tinggi.
4.
Revenue per Available Rooms (RevPAR)
RevPAR adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan
tiap tiap kamr yang tersedia di hotel dalam menyediakan profit bagi
hotel. RevPAR dapat diperoleh dengan membagi pendapatan kamar

38

dengan jumlah kamar yang tersedia, atau dapat juga diperoleh dengan cara
mengalikan tingkat occupancy dengan ADR.
Di sisi lain, Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schmidgall and
DeFranco (1998), dalam meramalkan tingkat pendapatan kamar ukuran yang
paling sering digunakan adalah jumlah kamar yang akan terjual atau expected
room sold. Seperti yang telah dikatakan diatas, perbedaan ukuran yang digunakan
sebagai sasaran operasional dari suatu hotel berbeda dari satu hotel ke hotel yang
lain. Perbedaan inilah yang memberikan keunikan antara suatu hotel dengan hotel
yang lain dalam hal proses penyusunan serta evaluasi anggarannya.

2.3. Kerangka Pemikiran

39

Pada sebuah penelitian diperlukan suatu kerangka berpikir yang dapat


menggambarkan maksud dari penelitian tersebut. Berikut adalah gambar 2.5 yang
merupakan kerangka pemikiran pada penelitian ini.
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran

Secara garis besar, penelitian ini ingin melihat varians antara masing
masing indikator penjualan pada departemen FO pada hotel Mercure Bali
Harvestland. Yang ingin diteliti adalah, nilai/besaran, konsistensi, serta signifikasi
varians dari masing- masing indikator penjualan kamar yang ada. Diharapkan
dengan mengetahui hal ini, dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai
masing- masing indicator penjualan kamar yang ada.
2.3.1. Variabel Penelitian

40

Pada suatu penelitian umumnya terdapat 2 (dua) macam variabel. Yaitu


variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel ini biasanya juga disebut
dengan variabel independen dan variabel dependen. Pada penelitian, karena tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengkaji varins dari kumpulan indikator penjulan,
maka jumlah variable yang akan diteliti hanyalah satu variabel saja, yaitu variable
dependen (Y) saja. Adapun pada penelitian ini akan dikenal istilah kelompok
variabel penelitian, yang mana merupakan pengelompokan dari masing- masing
variabel dependen.
2.3.1.1. Variabel Dependen/Variabel Y
Variabel terikat (variabel dependen, output, kriteria, konsekuen) adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependennya adalah nilai varians dari
indikator penjualan pada departemen FO di Hotel Mercure Bali Harvestland.
2.3.1.2. Kelompok Variabel
Kelompok variabel pada penelitian ini adalah kumpulan dari masing
masing indikator penjualan kamar yang ada. Kelompok variabel ini nantinya akan
menjadi rumah bagi masing- masing variabel dependen yang ada.
2.3.1.3 Operasionalisasi Variabel
Variabel pada pebelitian ini adalah nilai varians dari indikator penjualan
pada departemen FO di Hotel Mercure Bali Harvestland (variabel y). Pada suatu
penelitian diperlukan definisi operasional dari variabel yang diteliti. Pada
penelitian ini, definisi operasional dari variabel yang ditelitib adalah:

41

a. Variabel Terikat
Yang dimaksud dengan indikator penjualan pada departemen FO di
Hotel Mercure Bali Harvestland adalah tingkat hunian (occupancy),
RevPAR, ADR/ARR, average rate per guest, dan juga Double
occupancy Ratio.
Variabel variabel inilah yang nantinya akan diukur pada penelitian ini.
Setelah diukur peneliti kemudian akan melakukan analisis terhadap varians yang
terjadi menggunakan analisis varians untuk melihat konsistensi varians dari
masing masing indikator yang ada. Setelah melihat konsistensi varians yang ada,
maka nantinya akan dilakukan analisis post hoc untuk melihat sumber varins
yang ada.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan rangkuman operasionalisasi
variabel pada penelitian ini.

42

Tabel 2.2
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Skala
Pengukura
n

Satuan

Occupancy

Ratio

ARR/ADR

Ratio

RevPAR

Ratio

Average rate/guest

Ratio

Variabel

Nilai Varians Indikator Penjualan


Departemen FO (Variabel Dependen)

Indikator

Double Occupancy Ratio

Ratio

%
%
%

43

44

Anda mungkin juga menyukai