Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman baik pertumbuhan maupun produksinya dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu genetika dan lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk mendapatkan
pertumbuhan yang baik, maka kedua faktor tersebut harus berada dalam kondisi
yang optimum. Demikian pula halnya dengan produksinya, jumlah dan mutu
produksi tanaman akan maksimum bila kedua faktor utama tersebut berada dalam
kondisi yang optimum. Secara matematis, para ahli pertanian sering menuangkan
hubungan penampilan tanaman dengan faktor genetika dan lingkungan ini dalam
suatu persamaan P = G + E, di mana P adalah penampilan tanaman (phenotipic),
G adalah genetik dan E adalah lingkungan (Environment). Bila salah satu dari
kedua faktor tersebut tidak optimum, maka pertumbuhan dan hasil tanaman tidak
akan maksimum.
Tanaman memerlukan kondisi yang optimal bagi perkembangan maupun
pertumbuhannya, seperti tersedianya unsur hara yang tercukupi, intensitas cahaya,
suhu atau kelembaban, air maupun kondisi yang mencakup dari dalam tubuh
tanaman tersebut (genetika). Ketika beberapa syarat tersebut tidak terpenuhi,
maka perkembangan atau pertumbuhan tanaman akan terganggu karena terjadi
proses fisiologis dalam tubuh tanaman yang berjalan tidak semestinya. Contoh
ketika tanaman tumbuh pada lahan yang kekurangan air, maka tanaman tersebut
akan mengalami hambatan dalam penyerapan unsur hara karena unsur hara yang
diserap tanaman harus terlebih dahulu terlarut didalam air. Atau ketika intensitas
cahaya pada lahan kurang, maka akan mengganggu jalannya proses fotosintesis

yang mengandalkan pasokan energi dari sinar matahari. Kondisi yang tidak
menguntungkan tanaman tersebut akan mengakibatkan terjadinya stress
(cekaman) pada tanaman.
Cekaman adalah segala kondisi perubahan lingkungan yang mungkin akan
menurunkan atau merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan. Stress
pada tanaman bisa disebabkan karena faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor
biotik merupakan faktor yang ditimbulkan dari mahluk hidup yang bersifat
merugikan bagi tanaman. Sedangkan faktor abiotik merupakan faktor yang
disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak mendukung bagi kelangsungan
hidup tanaman, sehingga tanaman mengalami penyimpangan yang tidak
diharapkan. Salah satu contoh dari faktor abiotik adalah kekurangan air. Air
merupakan sumber kehidupan bagi setiap makhluk yang hidup dimuka bumi ini
tidak terkecuali tanaman. Air dapat berfungsi sebagai pelarut unsur hara didalam
tanah sehingga memudahkan akar tanaman dapat menyerap hara tersebut, atau
fungsi lain dari air bagi tanaman adalah sebagai pelaru zat-zat yang terdapat
didalam sel sehingga zat-zat tersebut dapat ditranslokasikan ke bagian-bagian
tanaman yang memerlukannya. Dari fungsi air tersebut, maka dapat dilihat bahwa
air mempunyai peran fital bagi tanaman, sehingga ketika tanaman kekurangan air
akan berpengaruh terhadap proses fisiologi didalam tubuh tanaman tersebut.
Kacang hijau merupakan tanaman pangan yang mengandung protein nabati
cukup tinggi. Selain mengandung protein nabati, kacang hijau banyak
mengandung vitamin, mineral, hingga Omega-3 yang banyak dibutuhkan oleh
masyarakat. Kacang Hijau merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan pada

musim kemarau, karena tanaman Kacang Hijau tidak dapat tergenang oleh air.
Kacang Hijau memiliki umur yang pendek dan dapat membantu mengembalikan
kesehatan dan kesuburan tanah.
Pada dasarnya tanaman akan tumbuh optimal pada media tanam yang cocok
untuk tanaman tersebut. Kacang hijau memiliki speseifikasinya sendiri yaitu
dengan tanah yang gembur dan ringan. Tingkat keasaman tanah berkisar antara
6,7. Tanaman kacang hijau membutuhkan cukup air. Bila tanaman kacang hijau
kekurangan air akan mengakibatkan pertumbuha yang kerdil tan produksi akan
menurun.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui respon kecambah pada
kondisi lingkungan tercekam abiotik pada substrat yang ekstrim yaitu sangat
masam, masam, alkalis dan sangat alkalis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Cekaman (stress) merupakan factor lingkungan biotik dan abiotik yang


dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari
cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu
yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman dan proses fisiologis yang
terpengaruh.

Respon

ini

bersama-sama

memungkinkan

tanaman

untuk

mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun


terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut.
Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka
tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman
adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan
oleh tanaman lain (Lambers, 1998).
Cekaman didefinisikan sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi
pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup
tumbuhan. Sehingga apabila tanaman mengalami kondisi tercekam akan
berpengaruh terhadap perkembangan serta pertumbuhannya. Baik itu cekaman
yang terjadi akibat dari prilaku organisme lain (OPT) yang disebut cekaman
biotik, maupun cekaman yang berasal dari kondisi lingkungan sekitar (cekaman
abiotik) Campbell (2003).
Cekaman biotik, terdiri dari: kompetisi intra spesies dan antar spesies, dan
infeksi oleh hama dan penyakit. Sedangkan cekaman abiotik berupa: suhu (tinggi
dan rendah), kelebihan atau kekurangan air, radiasi (ultraviolet, infra merah, dan

radiasi mengionisasi), kimiawi (garam, gas, dan pestisida), serta angin dan suara
(Hidayat, 2002)
Faktor lingkungan yang sering dialami oleh tanaman adalah cekaman
dimana faktor ini akan mengurangi laju pada proses fisiologi. Dalam keadaan
cekaman seperti ini tanaman memiliki cara tersendiri untuk menghadapi efek yang
akan merusak pada dirinya yang ditimbulkan oleh cekaman. Setiap tanaman akan
memberikan respon yang berbeda-beda untuk menghadapi cekaman, semua
tergantung pada jenis tanamannya. Apabila tanaman mampu dalam menghadapi
cekaman yang terjadi maka tanaman itu bisa dikatakan sebagai tanaman yang
memiliki tingkat resisten yang sangat tinggi terhadap cekaman (Mulyani, 2006)
Kompensasi yang dilakukan tanaman untuk efek karena adanya cekaman,
terjadi berbeda pada tiap tanaman untuk skala waktunya, karena mekanismenya
berbeda-beda tergantung hal itu pada cekaman alami dan proses fisiologinya. Jika
tanaman mampu menghadapi stress lingkungan pasti tanaman tersebut
mempunyai ketahanan cekaman (stress resistance). Namun ketahanan terhadap
cekaman sangat berbeda pada tiap-tiap spesies (Lambers, 1998)
Achyad dan Rasyidah (2006) dalam Atman (2008) kacang hijau (Vigna
radiataL.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang
banyak dimakan rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde,
dan lain-lain.Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zatzat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak,
mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E).

III.METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain benih kacang hijau,
larutan HCL 1% (untuk kondisi masam), larutan KOH 1% (untuk kondisi alkalis),
aquadest dan kertas merang. Adapun alat yang diperlukan meliputi cawan petri,
mistar, timbangan elektronik, sprayer dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Larutan sebagai substrat pertumbuhan benih dibuat pada pH yang berbeda,
yaitu pH 3 dan 4 dengan larutan HCL 1% ditambahkan secukupnya.
Demikian pula untuk larutan pH 9 dan 10 ditambahkan larutan KOH 1%.
Sebagai control digunakan aquadest untuk substrat dengan pH normal (7).
2. Cawan petri yang ukurannya seragam disiapkan, dicuci bersih lalu
dikerigkan.
3. Kertas merang disiapkan dan dibasahi dengan larutan yang memiliki pH
berbeda-beda seperti poin 1.
4. Benih kacang hijau yang memiliki kondisi fisik seragam dipilih sebanyak 20
butir dan dimasukkan kedalam cawan petri.
5. Pengamatan dilakukan hingga 7 kali.
6. Pada pengamatan ke 7 dilakukan pengamatan terhadap variabel : persentase
kecambah yang hidup dan mati, panjang kecambah dan bobot basah
kecambah.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan

Kecambah kacang hijau kontrol (K) yang disiram air dengan ph 7


menunjukkan hasil pertumbuhan normal. Pada kacang hijau perlakuan A (pH 3)
dan B (pH 4) memperlihatkan hasil, yaitu benih berkerut dan tumbuh kerdil. Pada
kacang tanah yang diberi perlakuan pH 9 dan pH 10, benih berwarna hitam dan
berkecambah pendek.
B. Saran
Sebaiknya pemberi materi atau dosen ada yang dapat menjelaskan tentang
acara praktikum agar praktikan lebih paham dengan materinya.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyani, Sri E. S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius, Yogyakarta


Yugi R. 2012. Karakter hasil biji kacang hijau pada kondisi pemupukan P dan
intensitas penyiangan berbeda. Agrivigor. Vol.11(2): 137-143
Atman. 2008. Teknologi budidaya kacang hijau di lahan sawah. Ilmiah Tambua.
Vol.7(1): 89-95
Lambers, H., F. Stuart Chapin, Thijs L. Pons. 1998. Plant Physiological Ecology.
Springer, New York
Campbell, at al. 2003. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta
Hidayat. 2002. Kajian faktor cekaman lingkungan pada tanaman padi di lokasi
rasau jaya. Agr UMY Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol.10 (1): 37p
Wood, A.J. 2005. Eco-physiological adaptations to limited water environments.
Dalam: Jenks MA, Hasegawa PM (ed) Plant Abiotic Stress. Blackwell
Publishing Ltd, India

Anda mungkin juga menyukai