Chapter II For Kokas
Chapter II For Kokas
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur-unsur di dalam petroleum coke yang dapat mempengaruhi kinerja anoda dalam
proses elektrolisis dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Typ.
Elements
Values
Anodes
Metal
Consumption/
Current
Pollution
Energy
Quality
Consumption
Efficiency
0.5 - 3.5
0.05 - 0.10
Si
ppm
50 250
Fe
ppm
50 400
Ti
ppm
5 10
Pb
ppm
1 10
Ni
ppm
50 220
ppm
30 350
Na
ppm
30 120
ppm
5 10
Ca
ppm
20 100
ppm
1 10
Memproduksi kokas dari bahan baku dengan konsentrasi aspal dan resin yang tinggi
akan menghasilkan kokas dengan konsentrasi pengotor yang tinggi pula seperti sulfur dan
vanadium, menjadikan kokas tersebut tidak sesuai lagi peruntukkannya dalam produksi
batangan anoda. Sebuah bahan baku dengan kandungan molekul aromatik yang tinggi,
seperti residu vakum dengan kira-kira 50% berat karbon aromatik, menghasilkan kokas
yang sesuai untuk elektroda pada proses aluminium. Membuat kokas dari bahan baku
dengan kandungan karbon aromatik yang tinggi akan menghasilkan sebuah kokas dengan
kualitas yang baik, yang dikenal sebagai needle coke.
Beberapa jenis bahan-bahan dari kokas hasil kalsinasi minyak bumi yang digunakan
dalam
produksi
elektroda
dapat
dilihat
pada
tabel
berikut
Unit
Typical Value
Water content
wt. %
0.0 0.2
Oil content
wt. %
0.10 0.30
> 8 mm
wt. %
10 20
8 - 4 mm
wt. %
15 25
4 - 2 mm
wt. %
15 25
2 - 1 mm
wt. %
10 20
1 - 0.5 mm
wt. %
5 15
0.5 - 0.25 mm
wt. %
5 15
< 0.25 mm
wt. %
28
Grain size
8 - 4 mm
Density in xylene
Specific electrical resistance
kg/dm
wt. %
kg/dm
m
0.80 0.86
75 - 90
2.05 2.10
460 - 540
wt. %
3 - 15
%/min
0.05 - 0.3
25 - 32
wt. %
0.10 0.20
wt. %
0.5 3.5
ppm
30 - 350
Ni
ppm
50 - 220
Si
ppm
50 - 250
Fe
ppm
50 - 400
Al
ppm
50 - 250
Na
ppm
30 - 120
Ca
ppm
20 - 100
Mg
ppm
10 30
Crystallite size Lc
Ash content
Unsur
ada dalam hasil akhir, petroleum coke pada dasarnya digunakan untuk tiga jenis
pekerjaan.
Jenis pekerjaan ini dapat diklasifikasikan sebagai bahan bakar, elektroda, dan
metalurgi. Klasifikasi yang keempat masih relatif baru digunakan, yaitu gasifikasi, yang
masih dalam tahap evaluasi bagi perusahaan-perusahaan tapi tidak memberikan hasil
yang cukup signifikan pada saat ini.
Penggunaan sebagai bahan bakar
Penggunaan petroleum coke sebagai bahan bakar umumnya masuk kepada dua kategori,
bahan bakar untuk pembangkit tenaga uap dan bahan bakar untuk pabrik semen. Untuk
penggunaan ini, kokas biasanya dicampur dengan batubara bitumen atau digunakan
dalam kombinasi dengan minyak atau gas. Pada umumnya, kokas sebagai bahan bakar
digunakan dalam kombinasi dengan batubara bitumen memiliki keuntungan sebagai
berikut disamping batubara bitumen itu sendiri :
1. Grinding (penggilingan). Kokas lebih mudah untuk digiling daripada batubara
bitumen, dihasilkan dengan biaya penggilingan yang lebih murah dan tidak perlu
perawatan yang lebih.
2. Nilai Pemanasan (Heating Value). Nilai pemanasan dari petroleum coke adalah
lebih dari 14.000 Btu/lb, dibandingkan dengan 9000 sampai 12.500 Btu/lb untuk
batubara.
3. Kandungan abu. Kandungan abu yang sangat rendah (kurang dari 0,5 persen
berat) dari kokas menghasilkan biaya pengolahan yang lebih murah.
Penggunaan Untuk Elektroda
Kadar sulfur yang rendah, sponge coke dengan kadar logam yang rendah, setelah proses
kalsinasi, dapat digunakan untuk membuat anoda pada industri aluminium. Industri
aluminium merupakan industri satu-satunya yang mengkonsumsi kokas paling banyak.
Untuk setiap pon dari aluminium yang dihasilkan melalui proses peleburan hampir lb
dari kokas hasil kalsinasi yang digunakan.
Needle coke merupakan petroleum coke yang paling banyak dipesan yang dihasilkan dari
bahan aromatik dengan kandungan sulfur yang rendah. Penggunaan utama dari needle
coke yang dkalsinasi adalah pada pembuatan elektroda grafit untuk dapur elektrik pada
industri baja.
Pada dasarnya, anoda prapanggang untuk produksi aluminium terdiri dari sekurangkurangnya 65% petroleum coke, 20% batang anoda yang didaur ulang, dan 15% coal tar
pitch sebagai perekat. Bahan dasar lainnya juga digunakan, atau masih digunakan,
sebagai contoh cairan kokas, kokas dari batubara, dan pitch minyak bumi. Dikarenakan
jumlahnya yang relatif kecil, tidak ada satu pun dari bahan ini yang sangat mempengaruhi
dalam produksi anoda. Petroleum coke yang digunakan untuk pembuatan anoda yang
berkualitas dihasilkan dari fraksi minyak berat (heavy residual) dari minyak mentah,
melalui sebuah proses yang dikenal dengan istilah delayed coking. Viskositas dari cairan
hidrokarbon yang terbentuk pada proses melalui fase transisi dari cairan ke bentuk padat
diperoleh dengan cara cracking, dehidrogenasi, dan polimerisasi.
Kokas yang baru atau green coke yang dihasilkan belum sesuai sebagai kokas pengisi
di dalam elektroda. Kokas ini merupakan sebuah amorf, struktur yang sangat lemah,
termasuk di dalam jenisnya 8 15 % berat merupakan hidrokarbon yang mudah
menguap. Kokas ini juga memiliki reaktifitas yang tinggi dan konduktivitas listrik yang
lemah. Sebagai proses lanjutan green coke tadi dilakukan pemanasan yang ditujukan
menjadi kokas pengisi dalam elektroda, proses tersebut dikenal sebagai kalsinasi. Selama
proses kalsinasi hingga mencapai suhu 1350 0C, kokas mengecil hingga kira-kira 10 14
% berat dan kandungan senyawa volatil berkurang sampai 0,5% berat. Senyawa-senyawa
yang mudah menguap ini dilepaskan sebagai gas, seperti CH 4, C2H6, H2, H2S, dan
CH3SH. Kualitas kokas yang dihasilkan dari kalsinasi dikendalikan oleh komposisi kimia
dari bahan baku sebagaimana parameter operasional selama proses coking dan kalsinasi.
(Markus W. Meyer, 1996)
Penggunaan metalurgi
Petroleum coke dengan kandungan sulfur yang rendah (2.5% berat atau kurang) dapat
digunakan dalam metalurgi besi ketika dicampurkan dengan batubara yang rendah
kemampuan menguapnya. Petroleum coke yang digunakan dalam penuangan besi atau
untuk pembuatan baja meningkatkan bahan-bahan dari batubara melalui penurunan
jumlah zat yang mudah menguap dan meningkatkan nilai rata-rata pemanasan.
Kandungan logam dalam kokas tidak menjadi masalah dalam industri metalurgi.
(Robert A. Meyers, 1986)
2.5. Analisis dengan X-Ray Fluorescene
X-Ray Fluoerescene merupakan suatu metode analisis suatu bahan yang sifatnya
tidak merusak (non-destruktif). Sebuah sumber X-ray digunakan untuk meradiasi sampel
dan menyebabkan unsur-unsur di dalam sampel tersebut mengeluarkan karakteristik sinar
X yang mereka miliki. Sebuah system pendeteksi digunakan untuk mengukur posisi
puncak pendaran sinar x untuk identifikasi kualitatif terhadap keberadaan unsur, dan
mengukur intensitas puncak untuk penentuan kuantitatif terhadap komposisi tersebut.
Semua unsur terkecuali unsur dengan massa atom yang rendah dapat dianalisis dengan
menggunakan alat X-Ray Fluorescene.
Ketika sebuah unsur ditembakkan oleh sinar X, karakteristik radiasi akan
dikeluarkan sebagai bentuk energi yang akan dipergunakan elektron dalam perpindahan
dari satu orbital ke orbital lainnya. Sinar primer dari tabung (tube) sinar X menyebabkan
perpendaran karakteristik berupa garis lurus dari unsur yang terdapat dalam suatu sampel.
(Sheralyn M. Hume, 1990)
Kadar pengotor (impurities) dalam kokas dapat ditentukan dengan menggunakan XRay Fluorescene dengan pellet yang ditekan (pressed) dengan diameter 40 mm. Analisis
X-ray fluorescene merupakan metode penentuan elemen dalam padatan atau cairan yang
cepat, tidak merusak, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan peralatan
konvensional, hal ini berdasarkan pada pengukuran panjang gelombang dan intensitas
sinar X yang diemisikan oleh sampel, ketika tereksitasi oleh sinar dari tabung X-ray
primer. Pada dasarnya ini merupakan sebuah teknik permukaan, karena sinar primer tidak
masuk terlalu jauh kedalam zat tersebut. Biasanya hanya beberapa micrometer untuk
unsur-unsur yang cukup berat seperti emas dan sekitar setengah millimeter untuk unsurunsur yang lebih ringan seperti aluminium.
Energi yang tinggi yang terkandung di dalam sebuah sinar X menyebabkan sebuah
sampel mengeluarkan karakteristik sinar X dari atom-atom di dalam sample tersebut.
Elemen diidentifikasi dari panjang gelombang atau energi dari karakteristik radiasi ini,
dan konsentrasi dihitung dari pengukuran intensitas.
(Clive Whiston, 1987)
Penembakan suatu bahan atau logam tertentu oleh sejumlah elektron, yang memiliki
energi yang cukup besar dapat menghasilkan sinar-X. Hampir semua energi kinetik dari
elektron ini berubah menjadi panas, tapi sebagian dari padanya berubah menjadi sinar X.
E = 1,1 X 10-9 Z . V
Keterangan : E
Z
Target
Elektron
Listrik bertegangan
Tinggi
Gambar 1. Pembentukan sinar X
X-ray tube adalah sumber sinar X yang paling banyak dipergunakan dalam peralatan
diffraksi sinar-X, X-ray tube ini mempunyai berbagai bentuk untuk berbagai kegunaan.
Efisiensi kerja dari alat X-ray tube ini, sangat dipengaruhi oleh titik lebur dan daya hantar
panas dari target. Pengukuran panjang gelombang dari sinar X adalah melalui pengukuran
sudut difraksi dengan menggunakan kristal. Hubungan antara panjang gelombang ( ),
ketebalan kristal dan sudut difraksi ( ) dinyatakan dengan persamaan Braggs :
2 d sin = n
Keterangan : n ; Derajat refleksi ( konstanta )
d ; Tebal kristal
Analisa kualitatif digunakan untuk menentukan elemen-elemen apa saja yang ada di
dalam sampel. Ini juga dapat digunakan sebagai analisa kuantitatif untuk menentukan :
-
komposisi sampel
pengaturan optik
Intensitas dari puncak-puncak tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi dari elemenelemen dalam sampel dan hasil perpendaran dari garis karakteristik, sebagai tambahan
dari beberapa faktor diatas. Posisi puncak pada spektrum yang keluar bergantung pada
panjang gelombang dari unsur dan Kristal yang digunakan, seperti yang dapat dilihat
dengan mengubah hukum Bragg :
Sin = n
2d
Karena panjang gelombang untuk setiap elemen adalah sama, variabel satu-satunya
adalah 2d jarak dari kristal. Jadi, perbedaan kristal akan menghasilkan puncak pada lokasi
yang berbeda untuk elemen yang sama.
Analisa kuantitatif digunakan untuk menghasilkan konsentrasi dari elemen-elemen
yang ada dalam sampel. Ini merupakan sebuah metode analisa komparatif, yang
berdasarkan fakta bahwa intensitas terukur dari radiasi karakteristik dari sebuah elemen
dalam sampel langsung terhubung dengan konsentrasinya. Dengan membandingkan
intensitas yang terukur dengan intensitas untuk sampel yang telah diketahui
konsentrasinya, ini memungkinkan untuk menghitung konsentrasi dari elemen tersebut.
Inti dari analisa kuantitatif adalah kalibrasi. Ini membentuk factor konsentris dari
intensitas terukur dengan konsentrasi dari sebuah elemen. Setiap elemen yang diinginkan
harus dikalibrasi sebelum hasilnya dapat diperoleh. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur
sejumlah standar (sampel kalibrasi) yang mengandung konsentrasi yang telah diketahui
dengan baik dari elemen-elemen tersebut yang diinginkan tadi. Kalibrasi terdiri dari
sejumlah tahapan :
-
Jika prosedur ini telah diselesaikan untuk semua elemen yang diinginkan, maka
sampel normal dapat kemudian diukur dan dihitung konsentrasinya. Intensitas yang
direkam ketika mengukur standar kalibrasi digambarkan versus konsentrasi yang telah
diketahui dari elemen-elemen tersebut untuk menciptakan kurva kalibrasi atau garis
regresi. Perbandingan intensitas terukur dari sampel normal versus garis tersebut
memberikan hasil konsentrasi dari elemen dalam sampel. Garis regresi diekstrapolasi
dalam dua arah dari titik yang terukur. Titik dimana garis yang melalui sumbu Y
merupakan level background (Rb) dari pengukuran.
Konsentrasi dapat diukur dari persamaan :
C = (Rp Rb) / m
Dimana : C : konsentrasi
Rp: intensitas puncak yang terukur
Rb: intensitas background
m : slope dari garis regresi