Minyak Bumi
Disusun oleh :
Kelompok 2
Nama : 1. Dina Safitri
2. M. Rifqi Prakarsa
3. M. Marco Sayputra
(061440410793)
(061440410797)
(061440410801)
Kata Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Minyak Bumi. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Pengendalian Pencemaran Jurusan Teknik Kimia Program Studi Teknik Energi
Politeknik Negeri Sriwijaya. Dengan Penulisan makalah ini diambil dari berbagai
sumber buku dan internet.
Ucapan terimakasih kami berikan kepada Dosen Pembimbing Pengendalian
Pencemaran ibu Ir. Aida Syarif, M.T. atas bimbingan dan pengajarannya.
Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan dalam tulisan ini, semoga apa
yang saya hasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pihak-pihak
yang terkait dengan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam makalah
ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan tulisan ini.
Daftar Isi
Bab I
Pendahuluan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan
atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks
dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam
penampilan, komposisi, dan kemurniannya.
2.2
2.3
6.1
6.2
Senyawa yang mungkin ada dalam minyak bumi adalah belerang, nitrogen,
oksigen dan organo logam (kecil sekali)
molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi
bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok
(fraksi) dengan titik didih yang mirip.
Secara umum Proses Pengolahan Minyak Bumi digambarkan sebagai berikut:
C. Proses Hidrokarbon
1. Cracking
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang
besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking
ini adalah pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi
gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat anti knock (ketukan)
yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan
(2,2,4-trimetil pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan
bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang
buruk. Gasolin yang diuji akan dibandingkan dengan campuran isooktana dan nheptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara proses cracking, yaitu :
a. Cara panas (thermal cracking), yaitu dengan penggunaan suhu tinggi dan
tekanan yang rendah. Contoh reaksi-reaksi pada proses cracking adalah sebagai
berikut :
b. Cara katalis (catalytic cracking), yaitu dengan penggunaan katalis. Katalis yang
digunakan biasanya SiO2 atau Al2O3 bauksit. Reaksi dari perengkahan katalitik
melalui mekanisme perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis karena
bersifat asam menambahkna proton ke molekul olevin atau menarik ion hidrida
dari alkana sehingga menyebabkan terbentuknya ion karbonium :
c. Hidrocracking
Hidrocracking merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk
menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan
tinggi. Keuntungan lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang
terkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian
dipisahkan.
Fluid Catalytic Cracking Unit (FCCU), Residu Fluid Catalytic cracking
(RFCCU) ataupun Residu Catalytic Cracking Unit (RCCU) adalah unit
proses sejenis merengkah hidrokarbon fraksi berat menjadi fraksi lebih ringan
dengan bantuan butiran katalis halus panas yang digerakkan secara fluidisasi, pada
pengaturan tekanan, temperatur dan kondisi parameter proses tertentu.
Proses FCC, RFCC atau RCC dipilih / dipakai dalam rangkaian unit pengolah
minyak di Kilang , diutamakan untuk mengolah minyak fraksi berat atau minyak
sisa yang bernilai ekonomis rendah.
Katalis berupa butiran halus 40 s/d 140 microns, rata-rata 70-80 microns
digerakkan dengan pengaturan kondisi operasi yang tertentu agar dapat bergerak
bersirkulasi seperti cairan (fluida) dalam sistim reaktor-regenerator .
Proses cracking berlangsung secara katalitis dan panas dengan perngaturan
variable proses yang dipersyaratkan, menghasilkan produk hidrokarbon berbagai
fraksi (H2, C1,C2, LPG mixed, Naphtha (komponen gasoline), light cycle oil (LCO),
heavy cycle oil HCO), dan slurry oil atau decant oil (DCO) sebagai sisa dan Coke.
Produk dipisahkan dengan fraksinator sebagai layaknya crude oil, yang
dilengkapi unit proses pemurnian produk dan unit recovery produk berharga lainnya
seperti pencucian dengan caustic, recovery ethylen, LPG, propylene, unit
polimerisasi gasoline dan lain sebagainya.
2. Reforming
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang
baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon
bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk
strukturnya yang berbeda. Oleh karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi.
Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan.
Contoh reforming adalah sebagai berikut :
3. Alkilasi dan
Polimerasi
RH + CH2=CRR
R-CH2-CHRR
mCnH2n
Cm+nH2(m+n)
4. Pemurnian
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan
pengotor-pengotornya. Cara-cara proses treating adalah sebagai berikut :
Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan pengotor
yang dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
Acid treatment, yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n-parafin) dengan berat molekul
tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk menghasillkan minyak pelumas dengan
pour point yang rendah.
Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak
pelumas
Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu proses penghilangan unsur belerang.
Sulfur merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam
minyak bumi atau gas, namun keberadaannya tidak dinginkan karena dapat
menyebabkan berbagai masalah, termasuk di antaranya korosi pada peralatan
proses, meracuni katalis dalam proses pengolahan, bau yang kurang sedap, atau
produk samping pembakaran berupa gas buang yang beracun (sulfur dioksida,
SO2) dan menimbulkan polusi udara serta hujan asam. Berbagai upaya
dilakukan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak bumi, antara lain
menggunakan proses oksidasi, adsorpsi selektif, ekstraksi, hydrotreating, dan
lain-lain. Sulfur yang disingkirkan dari minyak bumi ini kemudian diambil
kembali sebagai sulfur elemental.
Desulfurisasi merupakan proses yang digunakan untuk menyingkirkan
senyawa sulfur dari minyak bumi. Pada dasarnya terdapat 2 cara desulfurisasi,
yaitu dengan :
1. Ekstraksi menggunakan pelarut, serta
2. Dekomposisi senyawa sulfur (umumnya terkandung dalam minyak bumi
dalam bentuk senyawa merkaptan, sulfida dan disulfida) secara katalitik
dengan proses hidrogenasi selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan
senyawa hidrokarbon asal dari senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida
yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa sulfur tersebut kemudian
dipisahkan dengan cara fraksinasi atau pencucian/pelucutan.
Akan tetapi selain 2 cara di atas, saat ini ada pula teknik desulfurisasi
yang lain yaitu bio-desulfurisasi. Bio-desulfurisasi merupakan penyingkiran
sulfur secara selektif dari minyak bumi dengan memanfaatkan metabolisme
mikroorganisme, yaitu dengan mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur
elementer yang dikatalis oleh enzim hasil metabolisme mikroorganisme sulfur
jenis tertentu, tanpa mengubah senyawa hidrokarbon dalam aliran proses.
Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi
lingkungan teraerasi. Keunggulan proses ini adalah dapat menyingkirkan
senyawa sulfur yang sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes.
Jenis mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya
berasal dari Rhodococcus sp, namun penelitian lebih lanjut juga dikembangkan
untuk penggunaan mikroorganisme dari jenis lain.
Proses ini mulai dikembangkan dengan adanya kebutuhan untuk
menyingkirkan kandungan sulfur dalam jumlah menengah pada aliran gas, yang
terlalu sedikit jika disingkirkan menggunakan amine plant, dan terlalu banyak
untuk disingkirkan menggunakan scavenger. Selain untuk gas alam dan
Hydrotreating
Reaksi yang Terjadi di Unit Hydrotreating
a. Reaksi Hydrodesulfurization
sedangkan spesifikasi diesel di negara maju sudah ada yang mencapai maksimum 30
ppm atau bahkan maksimum 10 ppm sulfur). Untuk mengatur kandungan sulfur
dalam produk dapat dilakukan dengan mengatur temperature reactor (naiknya
temperatur reactor akan mengurangi kandungan sulfur dalam produk).
b.
Reaksi Hydrodenitrification
sulfur dan nitrogen saja. Untuk alasan ini, maka analisa periodic terhadap kandungan
chloride dalam hydrotreated naphtha harus dilakukan,karena tingkat kandungan
chloride ini akan digunakan untuk mengatur jumlah injeksi chloride di Platformer
(chloride di Platformer dibutuhkan untuk menjaga suasana asam katalis Platformer).
Reaksi penghilangan senyawa halida yang umum terjadi adalah sebagai berikut :
f.
Sebagian besar impurities metal terjadi pada level part per billion (ppb) di
dalam naphtha. Biasanya katalis naphtha hydrotreater atau distillate hydrotreater
mampu menghilangkan senyawa metal ini pada konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu
hingga 5 ppmwt atau lebih, dengan basis intermittent pada kondisi normal operasi.
Impurities metal ini tetap berada di dalam katalis hydrotreater dan dianggap sebagai
racun katalis permanent karena meracuni katalis secara permanen, tidak dapat
dihilangkan dengan cara regenerasi katalis. Beberapa logam yang sering terdeteksi
dalam spent catalyst hydrotreater adalah arsenic, iron, calcium, magnesium,
phosphorous, lead (timbal), silicon, copper, dan sodium.
Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian atas catalyst bed sebagai
iron sulfide. Sedangkan arsenic walaupun jarang ditemukan lebih dari 1 ppbwt pada
straight run naphtha, namun sangat penting diperhatikan karena merupakan potensi
racun katalis platformer (yang berupa logam platina). Lead yang terkandug dalam
spent catalyst hydrotreater beberasal dari kontaminasi fasilitas tangki oleh leaded
gasoline atau dari reprocessing leaded gasoline di crude distillation unit. Sodium,
calcium, dan magnesium biasanya berasal dari adanya kontak umpan dengan salt
water (misalnya terkontaminasi oleh ballast water) atau additives.
Penghilangan metal dapat dilakukan di atas temperatur 315 oC hingga metal
loading sekitar 2-3% berat total katalis. Dengan metal loading diatas 3%, katalis
akan mendekti tingkat penjenuhan yang setimbang, sehingga memungkinkan
terjadinya metal breakthrough (metal dalam umpan tidak dapat lagi dihilangkan dan
terikut ke downstream process). Reaksi penghilangan metal terjadi dengan
mekanisme sebagai berikut :
Reaksi
yang
hydrotreating
terjadi
pada
Produk
Sampingan
Reaksi Hydrodesulfurization
H2S
H2O
Reaksi Hydrodenitrification
NH3
NH4Cl
Logam
5. Pencampuran
Proses blending adalah penambahan bahan-bahan aditif kedalam fraksi
minyak bumi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Bensin
yang memiliki berbagai persyaratan kualitas merupakan contoh hasil minyak bumi
yang paling banyak digunakan di barbagai negara dengan berbagai variasi cuaca.
Untuk memenuhi kualitas bensin yang baik, terdapat sekitar 22 bahan pencampur
yang dapat ditambanhkan pada proses pengolahannya.
Diantara bahan-bahan pencampur yang terkenal adalah tetra ethyl lead (TEL).
TEL berfungsi menaikkan bilangan oktan bensin. Demikian pula halnya dengan
pelumas, agar diperoleh kualitas yang baik maka pada proses pengolahan diperlukan
penambahan zat aditif. Penambahan TEL dapat meningkatkan bilangan oktan, tetapi
dapat menimbulkan pencemaran udara.
D. Produk Akhir Minyak Bumi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bahan bakar penerbangan salah satunya avtur yang digunakan sebagai bahan bakar
persawat terbang.
Bensin (Gasolin)
Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang peranan penting
sampai saat ini. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki
rantai C5-C10. Kadarnya bervariasi tergantung komposisi minyak mentah dan kualitas
yang diinginkan.
Minyak tanah ( kerosin )
Bahan bakar hidrokarbon yang diperoleh sebagai hasil penyulingan minyak bumi
dengan titik didih yang lebih tinggi daripada bensin, minyak tanah, minyak patra.
Penggunaanya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara berkembang,
bahan bakar mesin jet, serta untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir
kecoa.
Solar
Diesel, di Indonesia lebih dikenal dengan nama solar, adalah suatu produk akhir yang
digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin diesel yang diciptakan oleh Rudolf
Diesel, dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering. digunakan Selain itu, minyak
solar juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking
Pelumas
Pelumas adalah zat kimia, yang umumnya cairan, yang diberikan diantara dua benda
bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas berfungsi sebagai lapisan pelindung
yang memisahkan dua permukaan yang berhubungan. Digunakan untuk lubrikasi
mesin-mesin.
Lilin
Lilin adalah sumber penerangan yang terdiri dari sumbu yang diselimuti oleh bahan
bakar padat. Bahan bakar yang digunakan adalah paraffin. Parafin adalah residu dari
minyak bumi yang mana banyak digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan,
kosmetika, tutup botol, industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan masih
banyak lagi.
Minyak bakar
Minyak bakar adalah hasil distilasi dari penyulingan minyak tetapi belum membentuk
residu akhir dari proses penyulingan itu sendiri. Biasanya warna dari minyak bakar ini
adalah hitam chrom. Selain itu minyak bakar lebih pekat dibandingkan dengan
minyak diesel.
Aspal
Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam
kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal digunakan sebagai pengeras
jalan raya.
Pompa
Alat ini merupakan bagian penting dalam suatu instalasi pada kilang minyak, digunakan
untuk memindahkan liquid dari suatu tempat ke tempat lain. pada proses destilasi, pompa
digunakan untuk mentransferkan fluida dari dalam tanki penampungan bahan baku menuju
kolom destilasi, umunya pompa yang digunakan ialah pompa jenis cenrifugal.
Heat Exchanger
Heat Exchanger merupakan alat penukar kalor (panas) antar liquid, pada proses destilasi alat
ini digunakan untuk memanaskan minyak mentah yang akan dimasukkan ke dalam kolom
destilasi serta untuk mendinginkan fraksi yang keluar dari dalam kolom. Kedua zat yang
memiliki temperatur yang berbeda dibatasi oleh dinding sehingga kedua zat tersebut tidak
akan bercampur pada zaat terjadinya proses pertukaran panas.
Desalter
Sesuai dengan namanya, alat ini digunakan untuk menghilangkan garam yang terdapat di
dalam kandungan minyak bumi. Cara kerja dari alat ini yaitu dengan mencampurkan minyak
mentah dengan air agar mineral yang terkandung di dalam minyak bumi akan terlarut dengan
air, selanjutnya akan dikontakkan dengan plat yang dialiri dengan tegangan listrik AC, maka
secara otomatis ion-ion yang terdapat di dalam minyak akan ditarik ke katup-katup plat, air
yang telah berisi mineral akan membesar dan jatuh ke bawah dasar tanki desalter.
Furnace
Furnace adalah proses dimana terjadinya pemanasan minyak mentah yang mengalir di dalam
pipa sebelum dimasukkan kedalam kolom destilasi. Panas yang digunkan berasal dari hasil
pembakaran fuel oil maupun gas dengan suhu sekitar 350C, di dalam furnace terdapat
susunan pipa yang merupakan media yang dipanaskan kemudian panas tersebut akan diserap
oleh liquid yang mengalir di dalam pipa, proses perpindahan panas terjadi dengan tiga cara
yaitu konduksi, radiasi dan konveksi.
Kolom Destilasi
Crude oil yang telah dipanaskan, selanjutnya akan dimasukkan ke dalam kolom destilasi,
kolom ini berbentuk bejana silinder yang terbuat dari baja dan memiliki tekanan 1 atm.
Fungsi dari kolom ini ialah tempat terjadinya penguapan molekul-molekul minyak bumi dan
dipisahkan kedalam fraksi-fraksi sesuai dengan titik didihnya dengan menggunakan tray-tray
khusus sesuai dengan titik didih fraksi tersebut. Molekul yang memiliki titik didih paling
rendah yaitu gas akan berada pada bagian puncak kolom dan fraksi berat (long residu) akan
tetap berada pada bagian bawah kolom. Hasil dari kolom destilasi ini terdiri dari gas (20C),
Naphta (40C), Kerosen (120C), Diesel (170C), Lubricating oil atau pelumas (300C) dan
residu (350C).
Kolom Stripper
Peralatan proses pengolahan minyak bumi selanjutnya yaitu kolom stripper, kolom ini
memiliki bentuk yang mirip dengan kolom destilasi hanya saja ukurannya lebih kecil, alat ini
berfungsi untuk mengeluarkan fraksi yang lebih ringan dari dalam fraksi yang lebih berat,
contohnya fraksi naphta yang terikut masuk kedalam penampungan fraksi kerosen. Cara kerja
dari alat ini yaitu penguapan biasa dengan menggunakan injeksi steam dari dasar kolom
sebagai sumber panas.
Condensor
Kondensor merupakan alat yang digunakan untuk mencairkan fraksi gas yang merupakan
hasil dari kolom destilasi. Gas tersebut didapatkan dari bagian atas kolom yang merupakan
fraksi yang memiliki titik didih terendah. Cara kerja dari kondensor ini yaitu pertukaran
panas, dengan cara gas akan dimasukkan kedalam ruangan pada alat tersebut, diamana di
dalamnya terdapat pipa-pipa yang berisi air ( sebagai pendingin), gas tersebut akan
mengalami kontak dengan permukaan luar pipa sehingga panasnya (panas latent) akan
diserap oleh air pendingin yang membuat temperatur dari gas tersebut akan menurun dan
akan terkondensasi.
Cooler
Coler adalah alat yang digunakan untuk mendinginkan suatu produk yang memiliki panas
yang tinggi sehingga tidak dapat ditampung di dalam tanki. Media pendingin pada alat ini
sama halnya dengan kondensor yaitu media air. Cara kerjanya yaitu pipa-pipa yang berisi
produk panas akan melewati media pendingin air sehingga panas dari produk tersebut akan
terserap dan menurunkan temperaturnya hingga mencapai temperatur normal.
Seperator
Separator digunakan untuk memisahkan dua zat yang tidak dapat melarut, misalnya air dan
minyak atau minyak dan gas. Cara kerjanya yaitu dengan cara pengendapan, sehingga zat
yang memiliki densitas yang tinggi (misalnya air) akan berada pada bagian bawah sedangkan
zat yang memiliki densitas yang rendah akan berada pada bagian atas (minyak), selanjutnya
salah satu zat tersebut akan dikeluarkan baik itu minyak maupun air.
Perpipaan
Sistem perpipaan dalam indutri migas sangatlah diperlukan, tanpa adanya pipa maka proses
di dalam kilang tidak akan terjadi. Pipa berfungsi sebagai tempat mengalirnya suatu fluida
dari suatu tempat ke tempat lain. Pipa terbuat dari berbagai jenis bahan tergantung dari
karakteristik liquid yang akan dialirkan didalamnya. Khusus untuk mengalirkan minyak, jenis
pipa yang digunakan biasanya terbuat dari baja dengan paduan serat carbon.
Instrument
Instrument ialah sistem control yang terdiri dari data-data suatu proses yang sedang terjadi di
lapangan. Fungsi dari instrument yaitu menjaga kestabilan dan memantau suatu proses yang
sedang terjadi sehingga proses tersebut dapat berjalan sesuai dengan jalur yang ditetapkan.
Contoh sederhana dari peralatan instrumen yaitu control valve (katup) yang digunakan untuk
mengatur jumlah aliran yang mengalir di dalam pipa baik itu secara manual maupun dengan
kendali jarak jauh.
6.5 Pengolahan
Secara umum beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak yang menjadi
limbah diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,
penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil
n-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga mengatasi
kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan
minyak serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas
untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada
peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak
yang dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.
Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir tumpahan
dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah
dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.
Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai
spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi.
Selain itu, teknik bioremediasi dapat menambahkannutrisi dan oksigen, sehingga
mempercepat penurunan polutan.
Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) danabsorpsi
(penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa
minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.
Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di
permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent
yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami
(lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen
dan serat nilon).
Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil
(droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam
tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang
disebut surfaktan.
Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak:
Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan hambatan minyak.
Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari permukaan air.
Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak.
Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai atau
permukaan laut.
Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari minyak
di pantai.
Kegiatan huiu dan hilir industri minyak bumi tidak terlepas dari kemungkinan
pencemaran minyak di ke lingkungan, khususnya perairan dan sedimen. Salah satu
metode pengolahan limbah secara yang saat ini terus dikembangkan adalah
bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien
serta ekonomis (Yani et al., 2007).
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang dapat
dipilih berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar dan lokasi
pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap kembali
dengan skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan memanfaatkan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Bioremediasi, pengelolaan yang
mengandalkan degradasi dengan memanfaatkan mikroorganisme pendegradasi
hidrokarbon, merupakan cara yang paling ekonomis dan dapat diterima lingkungan.
Bioremediasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak baik
secara in situmaupun ex situ. Biostimulation dan bioaugmentationmerupakan contoh
pelaksanaan
bioremediasi
secara in
situ, sedangkan landfarming,
biopile, dancomposting merupakan contoh pelaksanaan bioremediasi secara ex
situ (Arifin et al., 2004).
Dalam pelaksanaan bioremediasi, baik secara in situ maupun ex situ, perlu
dilakukan pemantauan terhadap proses pengolahan dan hasil akhir pengolahan. Hal itu
perlu dipantau adalah kandungan minyak bumi dan/atau kandungan total hidrokarbon
minyak bumi. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 128 tahun 2003
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis mensyaratkan kandungan total
hidrokarbon minyak bumi yang tidak lebih dan 15 % di awal proses bioremediasi.
Selama proses bioremediasi, kandungan total hidrokarbon minyak bumi perlu dipantau
setidaknya setiap 2 minggu. Pemantauan kandungan bensena, toluene, etil-bensena,
silena, dan hidrokarbon polisilkik aromatic perlu dilakukan di akhir proses
bioremediasi. Kandungan total hidrokarbon minyak bumi di akhir proses bioremediasi
disyaratkan di bawah 1 %. Di akhir proses bioremediasi, kandungan toluene, etilbensena, silena, dan hidrokarbon polisilkik aromatik disyaratkan masing-masing berada
di bawah 10 ppm, sedangkan kandungan bensena disyaratkan berada di bawah 10 ppm.
Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan
merupakan obyek dalam makalah ini, limbah tersebut merupakan limbah bahan beracun
dan berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat dilakukan
secara biologis yang aman dan ramah lingkungan dengan menggunakan 3 jenis bakteri
dan tumbuhan yang dikenal dengan Fitoremediasi. Penggunaan eceng gondok untuk
limbah cair dan sengon bermikoriza untuk pengolahan dan penurunan zat organik
dalam limbah padat diharapkan dapat menunjang pengelelolaan limbah secara terpadu
dan berkelanjutan di lingkungan industri minyak pada khususnya dan umumnya bagi
seluruh perindustrian (Rossiana et al., 2007).
Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk
meminimalisasi dan mendetoksifkasi polutan, karena tanaman mempunyai kemampuan
menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulatordan fitochelator.
Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah yang
tahu dapat menurunkan residu tersuspensi 75,74 85,5 % dan COD 55,52 76,83 %
(Dhahiyat, 1990).
Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat tumbuh dengan sangat cepat, yaitu
mencapai 10 g m-2 per hari. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara,
seperti nitrat ( NO3-) dan orthofosfat ( PO43-) Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat
menyerap nitrogen secara langsung sebesar 5850 kg/ha per tahun dan dapat menyerap
fosfor sebesar 350 1125 kg/ ha per tahun. Hal ini dapat mengurangi konsentrasi
kontaminan pada limbah perairan (McEldowney et al., 1993 ).
Tanaman sengon merupakan tanaman Leguminosae, sering digunakan sebagai
tanaman untuk reboisasi karena bersifat fast growing trees.Selain mempunyai dua nama
latin yakni Albizia falcataria (L) Forberg dan Paraserianthes falcataria(L) Nielsen,
sengon mempunyai nama daerah yang bermacam-macam. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya program pemerintah berupa proyek Sengonisasi bagi daerah-daerah kritis
yang rawan bencara erosi (National Academy of Sciences, 1979). Manfaat penting dari
penggunaan mikoriza adalah asosiasi jamur dan tanaman berkemampuan sebagai
biofertilizer, mendetoksifikasi dan mendegradasi senyawa yang sukar diuraikan dalam
tanah. Peranan mikoriza dalam rizosfer adalah memfasilitasi pergerakan mineral tanah
menuju tanaman.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan terakhir
dalam skala lapangan selama 6 bulan menunjukkan bahwa fitoremediasi limbah lumpur
minyak konsentrasi 20% dengan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)
bermikoriza yang mediumnya diinokulasi bakteri Pseudomonas mallei, Bacillus
alvei dan Pseudomonas sphaericuspotensial untuk dikembangkan. Tanaman sengon
mengalami pertumbuhan baik selama fitoremediasi. Hasil analisis setelah fitoremediasi
menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan minyak sampai 51,23% dan
kandungan logam berat Cd, Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni.masing-masing sebesar 30,2%,
2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8% dan 47,09%. (Rossiana, 2005).
Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi mulai
digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi sehingga
terbagi menjadi (Salt et al., 1998):
1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk memindahkan
logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di
bagian tumbuhan yang dapat dipanen.
2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi polutan organik.
3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan, terutama
logam berat, dari air dan aliran limbah.
4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam
lingkungan.
5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan. Pemanfaatan
tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.
Penggunaan metode dan proses biologi dalam menurunkan kadar polutan yang
bersifat toksik terhadap lingkungan akibat adanya xenobiotik/zat yang menyebabkan
pencemaran, adalah nama lain dari bioremediasi (Baker & Herson, 1994).
dalam keadaan butir halus maka atomizer diperlukan untuk menginjeksikan waste
liquids ke incineratorbila viscositinya memungkinkan.
3. Dilution (Liquid Waste Dispersion)
Suatu cara lain membuang cairan limbah yang dapat diterima adalah
kembali ke lingkungan dengan pengenceran secukupnya hingga tidak
menimbulkan bahaya atau peracunan terhadap lingkungan. Dengan
perancangan subsurface disfersion system yang baik, akan memungkinkan wadah
penerima dapat menampung buangan secara memadai. Beberapa peralatan yang
dibutuhkan antara lain mencakup open end pipesdengan nozzle atau diffuser
system yang terdiri dari sederetan pipa-pipa kecil dengan lubang-lubang atau
celah. Limbah harus dapat dibuang pada sudut yang baik terhadap aliran air agar
terencerkan atau terdispersi secara sempurna. Pipa dispersi harus ditempatkan
sedemikian rupa agardischarge point cukup jauh dari garis pantai, dengan
demikian pabrik dan water intake akan terlindungi.
4. Deep Well Disposal
Cara ini dilakukan oleh industri yang banyak membuang limbah asam
lemah dalam jumlah besar. Limbah tersebut dipompakan ke dalam lapisan tanah
sampai pada lapisan tanah yang cocok untuk menampung limbah. Lapisan tanah
dimana limbah ditampung harus lebih rendah dari lapisan fresh water circulation,
dan area tadi harus terisolasi oleh bahan yang kedap air.
Lapisan sandstones, limestones atau dolomite umumnya membentuk
lapisan yang banyak mengandung air asin, tetapi cukup baik sebagai tempat
penampungan limbah cair. Sedangkan lapisan yang mengandung minyak, gas,
batubara dan belerang harus dijaga agar tidak tercemar limbah. Lapisan yang
kedap air harus berada diatas dan dibawah layer untuk mencegah vertical
escape dari buangan, atau dengan kata lain limbah harus ditempatkan pada
kedalaman tertentu. Penetapan area buangan harus ditetapkan sesuai dengan
keadaan subsurface geology, dimana daerah yang banyak batuan vulkanik
dihindari karena memungkinkan limbah lolos kepermukaan tanah atau badan air.
5. Secara Mikrobiologis
Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur Hidrokarbon. Limbah
Hidrokarbon cair bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari
air. Oleh sebab itu limbah ini selalu terapung diatas air. Pembuangan limbah ke
sungai akan menutupi permukaan air yang mengakibatkan oksigen terlarut
menurun, dan pada akhirnya tumbuh-tumbuhan air dan hewan air dapat mati.
Untuk penanganan limbah Hidrokarbon sebagai salah satu alternatif adaalah
dengan menggunakan mikroba.
Penanganan Limbah Hidrokarbon dimulai dengan pemisahan padatan dan
pemisahan minyak yang terdapat dalam limbah, dan selanjutnya dilakukan
penanganan limbah secara mikrobiologi untuk mendegradasikan Hidrokarbon dan
senyawa organik lain. Efluent lebih lanjut diolah secara kimiawi untuk
Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan untuk mengurangi dampak kualitas udara
ambient yang berupa gas diantaranya :
1. Melewatkan gas H2S kedalam larutan NaOH atau Ca(OH)2 sehingga gas yang keluar
merupakan sisa yang tidak tertangkap oleh larutan NaOH atau Ca(OH)2.
2. Melakukan pendinginan dan penangkapan gas yang keluar telah sesuai dengan udara
luar.
3. Penanaman tanaman pelindung di sekeliling lokasi Stasiun Pengumpul/ Stasiun
Kompresor.
4. Melakukan perawatan cerobong.
6.7 Dampak Pencemaran Minyak Bumi
Akibat-akibat jangka pendek dari pencemaran minyak bumi sudah banyak
dilaporkan (Connel dkk, 1981). Molekul-molekul hidrokarbon minyak bumi dapat
merusak membran sel yang berakibat pada keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya
bahan tersebut ke dalam sel. Makhluk Hidup yang hidup di lingkungan yang tercemar
oleh minyak dan senyawa hidrokarbon akan mengalami berbagai gangguan struktur dan
fungsi tubuh. Pada biota laut khususnya yang sering dikonsumsi manusia jenis udang dan
ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga berkurang mutunya (Soesanto, 1973).
Secara langsung minyak dapat menimbulkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan
oleh kekurangan oksigen, keracunan karbondioksida dan keracunan langsung oleh bahan
beracun yang terdapat dalam minyak.
Akibat jangka panjang dari pencemaran minyak ternyata dapat pula menimbulkan
beberapa masalah yang serius terutama bagi biota yang masih muda (Sumadhiharga,
1995). Satu kasus yang menarik adalah usaha perikanan di Santa Barbara, California,
yang mengalami penurunan hasil perikanan setiap bulannya dari tahun 1965-1969.
Penurunan yang paling rendah terjadi ketika pelabuhan Santa Barbara dicemari oleh
minyak buangan. Kasus limbah minyak yang menyebabkan bau ikan tidak enak terjadi
pada ikan-ikan yang diolah di pelabuhan Osaka. Hal ini juga terjadi pada ikan-ikan
belanak yang berasal dari suatu tambak yang diisi air yang mengandung limbah minyak
dari lapangan terbang Iwakuni. Ikan belut dan ikan sebelah yang ditangkap beberapa
kilometer dari pelabuhan Yokkaichi juga berbau minyak karena masuknya limbah
minyak dari pabrik minyak. Hasil penelitian terhadap kedua jenis ikan tersebut dapat
diketahui bahwa batas toleransi minyak pada air laut berada antara 0,001-0,01 ppm.
Apabila batas tertinggi kadar tersebut sudah terlewati maka bau minyak mulai timbul
(Nitta, 1970). Di beberapa tempat di Australia telah ditemukan bahwa zat hidrokarbon
dari minyak tanah terdapat pada ikan belanak yang diduga berasal dari air limbah pabrik
penggilingan minyak yang dibuang ke laut (Sidhu, 1970).
Seperti yang diungkapkan di atas bahwa senyawa hidrokarbon aromatik ini bersifat
racun, salah satunya adalah PAH yakni senyawa aromatik dengan dua atau lebih cincin
benzen. PAH yang larut pada konsentrasi 0,1-0,5 ppm dapat menyebabkan keracunan
pada makhluk hidup( Connel dan Miller, 1981), sedangkan PAH dalam kadar rendah
dapat menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan, dan makan makhluk perairan
(Neff, 1979). Keadaan ini telah diungkapkan oleh Connel dan Miller (1981) untuk ikan,
hewan berkulit keras dan moluska. Selain itu hidrokarbon minyak bumi yang terserap ke
dalam tubuh biota menimbulkan rasa yang menyengat dan memerlukan waktu tertentu
untuk dapat hilang.
Menghirup uap atau menelan makanan atau cairan yang terkontaminasi minyak
dan gas dapat menyebabkan munculnya problem kesehatan reproduksi seperti siklus haid
yang tidak teratur, keguguran, meninggal dalam kandungan, dan cacat lahir. Masalahmasalah ini mungkin punya tanda-tanda peringatan dini seperti nyeri lambung atau haid
yang tidak teratur.
Selain itu, pemaparan secara periodik dengan gas dan minyak menyebabkan
kanker.Anak-anak yang tinggal di sekitar kilang lebih mungkin mendapatkan kanker
darah (leukemia) dari pada mereka yang tinggal jauh dari fasilitas tersebut.Orang-orang
yang tinggal di kawasan pengeboran minyak lebih mungkin mendapatkan kanker usus,
kantong kemih, paru-paru daripada mereka yang tinggal jauh dari lokasi pengeboran.Para
pekerja di kilang-kilang minyak punya resiko tinggi mengidap kanker mulut, usus, ulu
hati, pankreas, jaringan sel, prostat, mata, otak, dan darah.
Ketika Texaco mulai mengebor untuk mencari minyak di Ekuador, kanker tidak
dikenal di kawasan ini.Empat puluh tahun kemudian, pada 2 daerah minyak yang paling
sering dieksploitasi di Amazon, para penggerak kesehatan komunitas mensurvei 80
komunitas. Mereka menemukan bahwa 1 dari 3 orang menderita sejenis kanker.
Salah satu contoh limbah B3 dari proses pengolahan minyak bumi adalah
Limbah solvent acidity, yang merupakan limbah kimia cair yang terdiri dari
campuran isopropyl alcohol,toluene dan sample, berwarna gelap yang sangat berbahaya
terhadap kesehatan (Imamkhasani, 1998). Bahaya isopropyl alcohol terhadap kesehatan
adalah :
1. Efek jangka pendek (akut) antara lain pada penghirupan konsentrasi 400 ppm dapat
menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan bagian atas.
2. Penghirupan lebih besar akan menyebabkan pusing dan mengganggu keseimbangan
tubuh.
3. Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi, tetapi tidak pada kulit.
4. Bila terminum dapat menyebabkan muntah, diare dan hilang kesadaran.
Efek jangka panjang (kronis) antara lain bila terkena kulit dapat menyebabkan kulit
kering dan pecah-pecah. Nilai Ambang Batas : 200 ppm (500 mg/m3)-kulit; STEL =
250 ppm; Toksisitas : LD50 (tikus, oral) = 1870-6500 mg/kg.
6.8 Standard Baku Mutu Minyak Bumi
Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi
Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Proses dari Kegiatan Pengolahan
Minyak Bumi
Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Drainase dan Air Pendingin Kegiatan
Pengolahan Minyak Bumi
Catatan :
(1) Apabila air limbah drainase tercampur dengan air limbah proses, maka
campuran air limbah tersebut harus memenuhi Baku Mutu Pembuangan
Air Limbah Proses.
(2) Dihitung berdasarkan perbedaan antara outlet dan inlet
Bab III
Kesimpulan
Daftar Pustaka
-
Salamah, Shobirotu, dkk. 2011. Pencemaran Air didaerah Kilang Minyak. Semarang :
http://www.iloencyclopaedia.org/component/k2/129-78-oil-and-natural-gas/petroleum-