PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Otonomi daerah sebagai suatu cita-cita pemerintah dan bangsa pada era
reformasi ini di harapkan dapat memberi spirit bagi pemerintah daerah untuk aktif
dan membenahi diri dengan melaksanakan program-program pembangunan
daerah dan masyarakatnya. Suatu daerah di katakan mengalami kemajuan apabila
daerah tersebut senantiasa melaksanakan pembangunan baik pembangunan fisik
maupun pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan fisik dapat berupa
sarana dan prasarana daerah yang menyangkut :
1. Infrastuktur sosial, seperti rumah sakit, gelanggang olahraga, dan taman.
2. Infrastuktur ekonomi, seperti pusat perbelanjaan, kawasan industri, gedung
perkantoan, dan lain-lain.
3. Infrastuktur khusus, seperti sarana dan prasarana yang di bangun atas
dasar pelayanan masyarakat dan bukan sekedar untuk memperoleh
keuntungan secara murni, seperti pasar, terminal bus, dan lain-lain.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan tersebut tentu di perlukan dana
yang tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau
memadai tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program pembangunan
yang telah di rencanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain yang di maksud
adalah suatu lembaga perbankan, pemerintah pusat, atau pihak asing yang perduli
dengan program pembangunan suatu daerah. Dalam hubungan ini pemerintah
daerah dapat melakukan suatu kegiatan yang di kenal dengan nama Pinjaman
Daerah yaitu suatu transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah/BUMD
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang, sehingga
pada akhirnya pemerintah daerah/BUMD berkewajiban melakukan pembayaran
atas pinjamannya tersebut.
Pinjaman Daerah | 1
1.2
Rumusan Masalah
a. Apa dasar hukum mengenai pinjaman daerah ?
b. Apa pengertian pinjaman daerah ?
c. Seperti apa prinsip-prinsp umum yang ada dalam pinjaman daerah?
d. Darimanakah sumber pinjaman daerah ?
e. Seperti apa jenis, sumber dan proses penggunaan pinjaman daerah?
f. Bagaimana persyaratan umum dalam pinjaman daerah ?
g. Bagaimana prosedur pinjaman daerah itu ?
h. Bagaimana pembayaran kembali pinjaman daerah?
i. Bagaimana pembukuan dan pelaporan pinjman daearh ?
j. Seperti apa kasus pinjaman daerah beserta analisisnya ?
k. Bagaimana solusi pemecahan masalah dalam kasus yang ada ?
1.3
Tujuan Penulisan
Diharapkan dengan penulisan makalah ini, dapat memberikan kontribusi
Pinjaman Daerah | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Hukum1
1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
4. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
6. PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah;
7. PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
8. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas Nomor 005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan
Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara
Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi
Daerah.
perlunya
mempertahankan
kondisi
kesehatan
dan
2.3
sebagai berikut:6
1. Pinjaman daerah adalah salah satu alternatif sumber pendanaan yang
digunakan untuk menutupi kekurangan kas, defisit anggaran, dan
pengeluaran pembiayaan;
2. Pinjaman daerah merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundangundangan;
3. Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak
luar negeri;
4. Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang
dananya berasal dari luar negeri (on-lending); dan
5. Tidak melebihi batas defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah
yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan pinjaman daerah juga harus memenuhi prinsip :
1. Taat peraturan perundang-undangan;
2. Transparan;
3. Akuntabel;
4. Efisien dan efektif; serta
5. Kehati-hatian.
pusat.
Ketentuan-ketentuan
mengenai
pinjaman
yang
penerbitan
obligasi
daerah.
Pelaksanaan
penerbitan
dan
7 M. Aries Djaenuri, Hubungan Keuangan Pusat-Daerah (ElemenElemen Penting Hubungan Keuangan Pusat-Daerah), Ghalia Indonesia,
Bogor, 2012, hlm. 108.
Pinjaman Daerah | 7
Jangka
Waktu
< 1 tahun
Sumber
Penggunaan
Pelunasan
digunakan Dalam
jangka
LKB;
untuk
pendek
Pinjaman
LKBB.
Pemerintah;
>1 tahun
Kewajiban
tahun
jangka
publik waktu
menengah
LKB;
yang
LKBB.
menghasilkan
sisa
penerimaan.
jabatan kepala
daerah
Pinjaman
>1 tahun
Pemerintah;
yang
masa
yang
bersangkutan.
Pembiayaan kegiatan Pada
tahun-
jangka
tahun
panjang
LKB;
sarana/prasarana
anggaran
LKBB;
(sarpras)
masyarakat.
rangka
dalam berikutnya
penyediaan sesuai dengan
pelayanan publik :
persyaratan
a. Menghasilkan
perjanjian
penerimaan
pinjaman itu.
langsung maupun
tidak
langsung
(penghematan)
b. Memberikan
manfaat ekonomi
dan sosial.
Pinjaman Daerah | 8
2.6
Pinjaman Daerah | 9
kemampuan
keuangan
daerah
dihitung
berdasarkan
2,5
kembali pinjaman
PAD
DAU
DBH
DBHDR
Pinjaman Daerah | 10
2.7
daerah
dari
pemerintah
yang
dananya
tentang
kemampuan
daerah
dalam
memenuhi
pinjaman
daerah
dari
pemerintah
yang
dananya
tentang
kemampuan
daerah
dalam
memenuhi
daerah
yang
bersumber
selain
dari
pemerintah
Pinjaman Daerah | 13
Pinjaman Daerah | 15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Isu Seputar Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah Merupakan Alternatif Pembiayaan yang Belum Dioptimakan
Dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan dalam era
otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah berupaya menyediakan fasilitas
pelayanan publik yang lebih baik, sementara kemampuan keuangan daerah sangat
terbatas. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah
keterbatasan pembiayaan keuangan daerah diantaranya adalah dengan melakukan
pinjaman daerah. Pinjaman daearh sebagai alternatif pembiayaan pembangunan
belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah daerah di Indonesia.
Pada tabel dibawah menunjukan bahwa pemerintah daerah masih
mengandalkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) sebagai
sumber penerimaan pembiyaan APBD untuk menutupi defisit anggaran. Menurut
DJPK-Kemenkeu, penerimaan pembiayaan APBD 2011 sebagian besar berasal
dari SiLPA tahun sebelumnya yakni sebesar 90%, sedangkan penerimaan
pembiayaan yang berasal dari pinjaman dan obligasi daerah hanya sebesar 6%. Ini
menunjukan bahwa pemerintah daerah belum banyak memanfaatkan sumber
pembiayaan dari pinjaman daerah.
Tabel APBD 2007-2011
APBD
PEMBIAYAAN
Penerimaan
SiLPA TA Sebelumnya
Pencairan Dana Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
Penerimaan Piutang Daerah
Pengeluaran
Pembentukan Dana Cadangan
2007
54,880
63,614
60,873
1,140
21
630
950
8,734
1,687
2008
58,900
65,604
61,003
1,904
93
1,002
867
715
6,705
647
2009
65,386
74,408
70,744
660
75
1,580
851
498
9,022
840
2010
40,467
48,091
43,116
662
132
1,795
2,387
2011
33,370
41,191
37,606
366
34
2,394
791
7,624
513
7,821
502
Pinjaman Daerah | 16
4,519
1,790
738
3,664
1,490
323
211
369
4,086
2,432
821
716
145
2,887
3,237
990
Sumber: DJKP-Kemenkeu
Upaya pemerintah daerah untuk menjadikan pinjaman daerah sebagai
alternatif pembiayaan sudah ada. beberapa pemerintah sudah melakukan kajian
atas pinjaman daerah dan merencanakan pengajuan pinjaman daerah kepada
pemerintah pusat. Misalnya, Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, pada tahun
2008 melakukan kajian atas pinjaman daerah dengan hasil bahwa Pemerintah
Kota Depok dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan persyaratan pinjaman
daerah yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah
lainnya merencanakan pinjaman daerah kepada pemerintah pusat melalui
mekanisme penerusan pinjaman sebagaimana tercantum dalam Rencana Pinjaman
Jangka Menengah (2011-2014) yang diterbitkan Bappenas.
Persyaratan dan Mekanisme Pinjaman Daerah yang Ketat
Persyaratan dan mekanisme yang ketat dalam pengajuan pinjaman daearh
ditunjukan dengan perubahan peraturan pemerintah tentang pinjaman daerah
dalam kurun waktu satu dasawarsa, yakni PP Nomor 107 Tahun 2000, PP Nomor
54 Tahun 2005, dan PP Nomor 30 Tahun 2011. Persayaratan yang ketat dapat
dilihat dari adanya persyaratan dan sanksi yang tegas dari pemerintah berupa
penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil daerah
tersebut, jika pemerintah daerah tidak melaksanakan kewajiban atau ketentuan
pinjaman daerah. Sanksi berkenaan dengan pemotongan DAU/DBH atas
tunggakan pinjaman daerah ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 47/PMK. 07/2011.
Persyaratan pinjaman daerah ini walaupun sangat tegas diharapkan tidak
menurunkan minat pemerintah daerah dalam mencari alternatif pembiayaan
melalui pinjaman daerah. Berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar
Pinjaman Daerah | 17
3,479
3,180
353
128
180
pemerintah
dalam
DRPHLN-JM
yang
mengajukan
prosposal
meningkatkan
kualitas
pelayanan
kepada
publik,
kota
yang
Daerah
Kota Surabaya
Kota Padang
Kota Mataram
Kota Batam
Kota
Pontianak
Prov. NTB
Pembangunan drainase
Pembangunan RSUD
Pembangunan pelabuhan laut
DKI Jakarta
Pembangunan pariwisata
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi
Pembangunan pengolahan air limbah
Penanggulangan banjir
Pembangunan pasar & PKL
Pembangunan Rusunawa
3.2.2 Kebutuhan Pembiayaan Infrastruktur dan Sumber Pembiayaan
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan pembiayaan
terhadap pembangunan infrastruktur daerah adalah sangat besar. Hal ini
kelihatannya tidak seimbang dengan kemampuan Pemerintah Daerah untuk
membiayai pembangunan tersebut. Kenyataan ini ditunjukkan dari masih
tingginya tingkat ketergantungan seluruh Pemerintah Daerah terhadap dana
perimbangan. Pada tahun 2012, menurut data dari Kementerian Keuangan
porsi dana perimbangan masih mendominasi APBD dimana besarnya mencapai
66,02%.
Hasil FGD dan kuesioner menunjukkan kebutuhan infrastruktur
biasanya semakin tinggi pada daerah dengan dinamika pembangunan dan
aktivitas ekonomi yang tinggi, seperti DKI Jakarta dan Kota Surabaya.
Kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan monorail di DKI Jakarta
mencapai Rp 8 triliun dan di Surabaya Rp 11 triliun, sedangkan untuk
pembangunan MRT Jakarta dibutuhkan biaya sebesar Rp 47 triliun. Menurut
peraturan dan perundangundangan yang berlaku, daerah dapat memanfaatkan
beberapa sumber pembiayaan di luar dari penerimaan di APBD, yaitu dana
yang berasal dari:
1. Pemerintah Pusat (Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Penerusan Pinjaman dalam
2.
3.
4.
5.
Daerah
Kota
Surabaya
Kota
Padang
Kota
Mataram
Kota Batam
Kebutuhan Pembangunan
Infrastruktur
Kebutuhan
Pembiayaan (Rp)
Sumber
Pembiayaan
APBN (DAK,
Hibah, dan bantuan
lainnya)
1 triliun
2,5 miliar
0,5 miliar
4. Pembangunan monorail
11 triliun
2,2 triliun
APBN
2. Pembangunan RSUD
100 miliar
Pinjaman
3. Pembangunan shelter
1,8 triliun
4. Pembangunan terminal
750 miliar
APBN (DAK,
Hibah dan Bantuan)
Pinjaman
5. Pembangunan pasar
270 miliar
1. Pembangunan RSUD
10,6 miliar
APBD
1.600 miliar
Pinjaman
50 miliar
APBD dan
Pinjaman
4. Pembangunan rehabilitasi
pasar Manggalika
37 miliar
APBD dan
Pinjaman
800 miliar
APBN (DAK)
400 miliar
APBN&APBD
300 miliar
APBN&APBD
Pinjaman Daerah | 21
Kota
Pontianak
Prov. NTB
350 miliar
Pinjaman
5. Pembangunan RSUD
250 miliar
APBD/Pinjaman
1. Pembangunan jalan
300 miliar
APBD
2. Pembangunan RSUD
120 miliar
APBD/Pinjaman
400 miliar
APBD/Pinjaman
4. Pembangunan drainase
68 miliar
1. Pembangunan RSUD
550 miliar
2. Pembangunan Jalan
600 miliar
DKI
Jakarta
270 miliar
7 miliar
47 triliun
Monorel 7 Triliun
dan MRT 40 Triliun
1,2 triliun
Pinjaman
2,3 triliun
APBD
70 miliar
APBD
4. Pembangunan pariwisata
5. Pembangunan sarana dan
prasarana transportasi
6. Pembangunan pengolahan
air limbah
800 miliar
Pinjaman
7. Penanggulangan banjir
8. Pembangunan pasar & PKL
9. Pembangunan Rusunawa
memenuhi
kebutuhan
pembiayaan
untuk
pembangunan
prasarana air bersih dan pembangunan rehabilitasi pasar. Pemda Kota Batam
dan Pemda Kota Pontianak juga memiliki minat untuk meminjam terutama
untuk pembangunan sarana dan prasarana air bersih. Sedangkan Pemda Provinsi
NTB sudah mengajukan pinjaman melalui PIP sebesar Rp 350 miliar dari Rp
550 miliar kebutuhan dana pembangunannya. Untuk pembiayaan monorail,
Pemda DKI juga sudah mengajukan pinjaman dengan bunga lunak sebesar Rp
8 triliun pada tahun 2005.
Salah satu permasalahan yang menghambat keinginan untuk meminjam
adalah proses dan prosedur meminjam yang masih dianggap rumit dan tidak
jelas, serta tingkat biaya (bunga dan fee) yang dianggap tidak menarik. Menurut
pendapat peserta FGD, PIP mengenakan bunga yang cukup tinggi dan hampir
setara dengan bunga BPD. Sedangkan untuk Penerusan Pinjaman Luar Negeri
(PPLN) risiko volatilitas nilai tukar (exchange risk) dibebankan ke daerah
peminjam sehingga tingkat bunga yang ditanggung daerah lebih tinggi daripada
tingkat bunga yang dikenakan oleh lembaga kreditur. Bahkan hal ini
menimbulkan kecurigaan daerah bahwa Pemerintah Pusat mengambil untung
dari PPLN. Tabel di bawah memberikan ringkasan mengenai pengalaman
meminjam dan minat meminjam bebe rapa daerah.
Minat
Meminj
Tidak
No.
Daerah
Keterangan
Trauma dengan adanya beban
fee yang tinggi
Kota Surabaya
Kota Padang
Berminat
tapi raguragu
Kota Mataram
Berminat
Kota Batam
Berminat
Kota Pontianak
Berminat
Prov. NTB
Berminat
DKI
Berminat
Proses
3.3 ANALISIS
Sampai sekarang ini, tampaknya pinjaman daerah belum
menjadi
Pinjaman Daerah | 25
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan
untuk mempercepat pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi daerah dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari
pinjaman harus dikelola dengan baik dan benar dengan memperhatikan analisis
kebutuhan dan upaya pembayarannya kembali. Oleh karena itu, pinjaman daerah
Pinjaman Daerah | 26
DAFTAR PUSTAKA
PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah
Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintahan Pusat Dan Daerah
Djaenuri, M. Aries. 2012. Hubungan Keuangan Pusat-Daerah (Elemen-Elemen
Penting Hubungan Keuangan Pusat-Daerah). Bogor : Ghalia Indonesia.
Pinjaman Daerah | 27
Pinjaman Daerah | 28