Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Otonomi daerah sebagai suatu cita-cita pemerintah dan bangsa pada era

reformasi ini di harapkan dapat memberi spirit bagi pemerintah daerah untuk aktif
dan membenahi diri dengan melaksanakan program-program pembangunan
daerah dan masyarakatnya. Suatu daerah di katakan mengalami kemajuan apabila
daerah tersebut senantiasa melaksanakan pembangunan baik pembangunan fisik
maupun pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan fisik dapat berupa
sarana dan prasarana daerah yang menyangkut :
1. Infrastuktur sosial, seperti rumah sakit, gelanggang olahraga, dan taman.
2. Infrastuktur ekonomi, seperti pusat perbelanjaan, kawasan industri, gedung
perkantoan, dan lain-lain.
3. Infrastuktur khusus, seperti sarana dan prasarana yang di bangun atas
dasar pelayanan masyarakat dan bukan sekedar untuk memperoleh
keuntungan secara murni, seperti pasar, terminal bus, dan lain-lain.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan tersebut tentu di perlukan dana
yang tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau
memadai tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program pembangunan
yang telah di rencanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain yang di maksud
adalah suatu lembaga perbankan, pemerintah pusat, atau pihak asing yang perduli
dengan program pembangunan suatu daerah. Dalam hubungan ini pemerintah
daerah dapat melakukan suatu kegiatan yang di kenal dengan nama Pinjaman
Daerah yaitu suatu transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah/BUMD
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang, sehingga
pada akhirnya pemerintah daerah/BUMD berkewajiban melakukan pembayaran
atas pinjamannya tersebut.

Pinjaman Daerah | 1

1.2

Rumusan Masalah
a. Apa dasar hukum mengenai pinjaman daerah ?
b. Apa pengertian pinjaman daerah ?
c. Seperti apa prinsip-prinsp umum yang ada dalam pinjaman daerah?
d. Darimanakah sumber pinjaman daerah ?
e. Seperti apa jenis, sumber dan proses penggunaan pinjaman daerah?
f. Bagaimana persyaratan umum dalam pinjaman daerah ?
g. Bagaimana prosedur pinjaman daerah itu ?
h. Bagaimana pembayaran kembali pinjaman daerah?
i. Bagaimana pembukuan dan pelaporan pinjman daearh ?
j. Seperti apa kasus pinjaman daerah beserta analisisnya ?
k. Bagaimana solusi pemecahan masalah dalam kasus yang ada ?

1.3

Tujuan Penulisan
Diharapkan dengan penulisan makalah ini, dapat memberikan kontribusi

pengetahuan dalam memahami pinjaman daerah beserta kasus dan pemecahannya


secara komprehensif.

Pinjaman Daerah | 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Hukum1
1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
4. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
6. PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah;
7. PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
8. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas Nomor 005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan
Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara
Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi
Daerah.

1http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/pembiayaan-dan-kapasitas-daerah/pinjamandaerah/konsep-pinjaman-daerah, diakses 22 april 2015


Pinjaman Daerah | 3

2.2 Pengertian Pinjaman Daerah


Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.2 Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola
secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah
sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu,
pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan mekanisme, dan sanksi
pinjaman daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Undang-undang No.. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
pemerintahan pusat dan daerah menetapkan bahwa pinjaman daerah merupakan
salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaa desentralisasi yang
dicatat dan dikelola dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah.3
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak
lain sehingga daerah tersebut di bebani kewajiban untuk membayar kembali.4
Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau untuk menutup kekurangan kas yang
digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan
daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dana pinjaman merupakan pelengkap dari sumber-sumber penerimaan
daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau
harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan
penerimaan yang dapat di gunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta
2 Budi S. Purnomo, Obligasi Daerah Alternatif Investasi Masyarakat Dan Sumber Bagi
Pemerintah Daerah, Alfabeta, Bandung, 2009, Hlm. 47.
3 Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintahan Pusat Dan Daerah, pasal 1
4 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Di
Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 280.
Pinjaman Daerah | 4

memberikan manfaat bagi pelayanan masyarkat. Selain itu daerah dimungkinkan


pula melakukan pinjaman dengan tujuan lain. Seperti mengatasi masalah jangka
pendek yang berkaitan dengan arus kas daerah.5
Dalam pelaksanaannya , besaran pinjaman daerah perlu di sesuaikan dengan
kemampuan daerah karena dapat menimbulkan beban anggaran pemdapatan dan
belanja daerah tahun-tahun berikutnya sehingga perlu di dukung dengan
keterampilan perangkat daerah dalam mengelola pinjaman daerah.
Untuk meningkatkan kemampuan objektif dan disiplin pemerintah daerah
dalam melaksanakan pengembalian pinjaman, diperlukan kecermatan dan kehatihatian dalam pengelolaan pinjaman daerah. Peraturan pemerintah tentang
pinjaman daerah bertujuan untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang menyangkut
pinjaman daerah, dengan mengantisipasi kebutuhan masa depan serta dengan
mempertimbangkan

perlunya

mempertahankan

kondisi

kesehatan

dan

kesinambungan perekonomian nasional.


Dalam UU No. 33 tahun 2004 ketentuan mengenai pinjaman daerah ini di
atur dalam pasal 49-pasal 65, sebagai pelaksanaannya telah di keluarkan Peraturan
Pemerintah No. 30 tahun 2011 tentang pinjaman daerah. Peraturan pemerintah
tersebut memuat pokok-pokok muatan antara lain, prinsip umum pinjaman
daerah, batas pinjaman daerah, persyaratan umum pinjaman daerah, prosedur
pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah, prosedur pinjaman daerah yang
bersumber dari selain pemerintah, obligasi daerah, dan pembayaran kembali
pinjaman daerah.

5 H.A.W Widjaja, Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 173.
Pinjaman Daerah | 5

2.3

Prinsip Umum Pinjaman Daerah


Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah dengan prinsip dasar

sebagai berikut:6
1. Pinjaman daerah adalah salah satu alternatif sumber pendanaan yang
digunakan untuk menutupi kekurangan kas, defisit anggaran, dan
pengeluaran pembiayaan;
2. Pinjaman daerah merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundangundangan;
3. Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak
luar negeri;
4. Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang
dananya berasal dari luar negeri (on-lending); dan
5. Tidak melebihi batas defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah
yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan pinjaman daerah juga harus memenuhi prinsip :
1. Taat peraturan perundang-undangan;
2. Transparan;
3. Akuntabel;
4. Efisien dan efektif; serta
5. Kehati-hatian.

6 Abdul Halim, Manajemen Keuangan Sektor Publik Problematika Penerimaan Dan


Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara/Daerah), Salemba
Empat, Jakarta, 2014, Hlm. 196-197.
Pinjaman Daerah | 6

2.4 Sumber Pinjaman Daerah


Pinjaman daerah dapat bersumber dari dalam negeri dan luar negeri
Pinjaman Daerah Dari Dalam Negeri
1. Pemerintah

pusat.

Ketentuan-ketentuan

mengenai

pinjaman

yang

bersumber dari pemerintah, seperti jenis, jangka waktu pinjaman, masa


tenggang, tingkat bunga, cara perhitungan dan cara pemabayaran bunga,
pengadministrasian dan penyaluran dana pinjaman ditetapkan oleh menteri
keuangan.
2. Lembaga keuangan bank. Pelaksanaan pinjaman daerah yang bersumber
dari lembaga keuangan bank mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Lembaga keuangan bukan bank. Pelaksanaan pinajaman daerah yang
bersumber dari lembaga keuangan bukan bank mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Masyarakat. Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat, antara lain
melalui

penerbitan

obligasi

daerah.

Pelaksanaan

penerbitan

dan

pembayaran kembali obligasi daerah mengikuti ketentuan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.
5. Sumber lainnya. Pinjaman daerah selain sumber tersebut diatas, misalnya
pinjaman daerah dari pemerintah daerah lain.7
Pinjaman Daerah Dari Luar Negeri
Pinjaman daerah dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau
pinjaman multilateral.

7 M. Aries Djaenuri, Hubungan Keuangan Pusat-Daerah (ElemenElemen Penting Hubungan Keuangan Pusat-Daerah), Ghalia Indonesia,
Bogor, 2012, hlm. 108.
Pinjaman Daerah | 7

2.5 Jenis, Sumber dan Penggunaan Pinjaman Daerah


Jenis
Pinjama
n
Pinjaman

Jangka
Waktu
< 1 tahun

Sumber

Penggunaan

Pemda lain; Hanya

Pelunasan

digunakan Dalam

jangka

LKB;

untuk

pendek
Pinjaman

LKBB.
Pemerintah;

kekurangan arus kas


Pembiayaan

>1 tahun

Kewajiban

tahun

menutup anggaran yang


berjalan.
Dalam kurun

jangka

pemda lain; pelayanan

publik waktu

menengah

LKB;

yang

LKBB.

menghasilkan

sisa

penerimaan.

jabatan kepala

tidak tidak melebihi

daerah
Pinjaman

>1 tahun

Pemerintah;

yang
masa
yang

bersangkutan.
Pembiayaan kegiatan Pada
tahun-

jangka

pemda lain; investasi

tahun

panjang

LKB;

sarana/prasarana

anggaran

LKBB;

(sarpras)

masyarakat.

rangka

dalam berikutnya
penyediaan sesuai dengan

pelayanan publik :

persyaratan

a. Menghasilkan

perjanjian

penerimaan

pinjaman itu.

langsung maupun
tidak

langsung

(penghematan)
b. Memberikan
manfaat ekonomi
dan sosial.
Pinjaman Daerah | 8

Sumber : PP No. 30 Tahun 2011 (diolah)

2.6

Persyaratan Umum Pinjaman Daerah

2.6.1 Persyaratan Pinjaman Jangka Pendek


Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan pinjaman jangka pendek
adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman jangka pendek telah dianggarkan
dalam APBD tahun bersangkutan.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi penggunaan pinjaman
jangka pendek hanya untuk menutup pembiayaan kegiatan yang telah
dianggarkan dalam APBD yang mengalami kekurangan arus kas.
b. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada poin 1 merupakan kegiatan yang
bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda. Kegiatan yang bersifat mendesak
dan tidak dapat ditunda antara lain gaji pegawai.
c. Persyaratan lainnya yang dipersyaratkan oleh calon pemberi pinjaman.
2.6.2 Persyaratan Pinjaman Daerah Menengah dan Jangka Panjang
Jika pemerintah daerah akan melakukan pinjaman jangka menengah atau
jangka panjang, pemerintah daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya.
jumlah sisa pinjaman daerah adalah jumlah pinjaman lama yang
belum dibayar.
jumlah pinjaman yang akan ditarik adalah rencana pencairan dana
pinjaman tahun yang bersangkutan.
penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh
penerimaan APBD tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana
pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk
membiayai pengeluaran tertentu.

Pinjaman Daerah | 9

2. Rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan


pinjaman paling sedikit 2,5%.
Rasio

kemampuan

keuangan

daerah

dihitung

berdasarkan

perbandingan antara proyeksi tahunan jumlah pendapatan asli daerah, dana


bagi hasil tidak termasuk dana bagi hasil dana reboisasi, dan dana alokasi
umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan proyeksi penjumlahan
angsuran pokok, bunga, dan biaya lain yang jatuh tempo setiap tahunnya
selama jangka waktu pinjaman yang akan ditarik.
Belanja wajib yang dimaksud adalah belanja pegawai dan belanja
anggota DPRD.
Biaya lain, yaitu antara lain biaya administrasi, biaya provisi, biaya
komitmen, asuransi dan denda.

DSCR = {PAD + (DBH DBHDR) + DAU} Belanja Wajib

2,5

Angsuran pokok pinjaman + bunga + biaya lain


DSCR

: debt service coverage ratio atau rasio kemampuan membayar

kembali pinjaman
PAD

: pendapatan asli daerah

DAU

: dana alokasi umum

DBH

: dana bagi hasil

DBHDR

: dana bagi hasil dana reboisasi

3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal


dari pemerintah.
4. Pinjaman tersebut mendapatkan persetujuan DPRD.

Pinjaman Daerah | 10

Persetujuan DPRD dimaksud termasuk dalam hal pinjaman tersebut


diteruspinjamkan dan/atau diteruskan sebagai penyertaan modal kepada
BUMD.

2.7

Prosedur Pinjaman Daerah

2.7.1 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber Dari Pemerintah


1. Prosedur pinjaman

daerah

dari

pemerintah

yang

dananya

bersumber dari pinjaman luar negeri.


Usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman daerah dari
pemerintah yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri harus
tercantum dalam daftar rencana prioritas pinjaman dan/atau hibah luar
negeri yang dikeluarkan oleh menteri negara perencanaan pembangunan
nasional/kepala badan perencanaan pembangunan nasional.
Pemerintah daerah menyampaikan rencana pinjaman daerah untuk
membiayai usulan kegiatan tersebut kepada menteri keuangan dengan
sekurang-kurangnya melampirkan:
a. Realisasi APBD selama tiga tahun terakhir berturut-turut;
b. APBD tahun bersangkutan;
c. Perhitungan

tentang

kemampuan

daerah

dalam

memenuhi

kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR);


d. Rencana keuangan (financing plan) pinjaman yang akan diusulkan;
dan
e. Surat persetujuan DPRD.
Menteri keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri
Dalam Negeri menetapkan pinjaman daerah. Penetapan menteri
keuangan ini dilaksanakan sebelum pelaksanaan negoisasi dengan calon
pemberi pinjaman luar negeri, dengan berdasarkan :
a. Daftar rencana prioritas pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
Pinjaman Daerah | 11

b. Alokasi pinjaman pemerintah menurut sumber dan persyaratannya;


c. Kemampuan membayar kembali;
d. Kapasitas fiskal daerah.
Pinjaman daerah dari pemerintah yang dananya berasal dari luar
negeri dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman. Perjanjian
penerusan pinjaman dilakukan antara menteri keuangan dan kepala
daerah.
Menteri keuangan menetapkan persyaratan penerusan pinjaman.
Persyaratan penerusan pinjaman yang dimaksud adalah tingkat suku
bunga, masa tenggang, tanggal jatuh tempo, dan persyaratan lainnya.
Mata uang yang digunakan dalam perjanjian penerusan pinjaman dalam
mata uang rupiah atau mata uang asing.
2. Prosedur

pinjaman

daerah

dari

pemerintah

yang

dananya

bersumber selain dari pinjaman luar negeri.


Daerah mengajukan usulan pinjaman kepada menteri keuangan
dengan melampirkan dokumen sekurang-kurangnya :
a. Persetujuan DPRD
b. Studi kelayakan proyek; dan
c. Dokumen lain yang diperlukan.
Menteri keuangan melakukan penilaian atas usulan pinjaman.
Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas
usulan pinjaman. Pinjaman daerah dari pemerintah yang dananya berasal
selain dari pinjaman luar negeri dilakukan melalui perjanjian pinjaman
yang ditandatangani oleh menteri keuangan dan kepala daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pinjaman
daerah dari pemerintah yang dananya bersumber dari pinjaman luar
negeri, dan pinjaman daerah dari pemerintah yang dananya bersumber
selain dari pinjaman luar negeri diatur dalam peraturan menteri
keuangan.
2.7.2 Prosedur Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari Selain Pemerintah
1. Prosedur pinjaman jangka pendek
Pinjaman Daerah | 12

Pemerintah daerah mengusulkan pinjaman kepada calon pemberi


pinjaman. Calon pemberi pinjaman memberi penilaian atas usulan
pinjaman daerah. Pinjaman daerah jangka pendek dilakukan dengan
perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh kepala daerah atau pejabat
yang diberi kuasa dan pemberi pinjaman, dengan memperhatikan
persyaratan yang paling menguntungkan pemerintah daerah penerima
pinjaman.
2. Prosedur pinjaman jangka menengah atau jangka panjang
Pemerintah daerah wajib melaporkan rencana pinjaman yang
bersumber selain dari permintah kepada Menteri Dalam Negeri untuk
mendapatkan pertimbangan, dengan menyampaikan sekurang-kurangnya
dokumen antara lain :
a. Kerangka acuan proyek
b. APBD tahun bersangkutan
c. Perhitungan

tentang

kemampuan

daerah

dalam

memenuhi

kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR)


d. Rencana keuangan (financing plan) pinjaman yang akan diusulkan
e. Surat persetujuan dari DPRD
Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan dalam rangka
pemantauan defisit APDB dan batas komulatif pinjaman pemerintah
daerah. Jika Menteri Dalam Negeri telah memberikan pertimbangan,
pemerintah daerah memberikan usulan pinjaman daerah kepada calon
pemberi pinjaman sesuai dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri
tersebut.
Pemerintah daerah mengajukan usulan pinjaman daerah kepada
calon pemberi pinjaman sesuai dengan perarturan perundang-undangan.
Calon pemberi pinjaman daerah melakukan penilaian atas usulan
pinjaman daerah.
Pinjaman

daerah

yang

bersumber

selain

dari

pemerintah

dituangkan dalam perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh kepala

Pinjaman Daerah | 13

daerah dan pemberi pinjaman. Perjanjian pinjaman ini wajib dilaporkan


kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
Menteri Keuangan dapat menetapkan lebih lanjut pelaksanaan
pinjaman jangka menengah dan jangka panjang yang bersumber selain
dari pemerintah dalam rangka pengendalian dan kehati-hatian fiskal
dengan memperhatikan keadaan perekonomian nasional dan batas
kumulatif pinjaman pemerintah dan pemerintah daerah.
2.8 Pembayaran Kembali Pinjaman Daerah
Semua pembayaran yang menjadi kewajiban daerah yang jatuh tempo atas
pinjaman daerah merupakan prioritas dan dianggarkan dalam pengeluaran APBD.
Pembayaran kembali pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri oleh
daerah dilakukan dengan mata uang sesuai yang ditetapkan dalam perjanjian
pinjaman luar negeri.
Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas pinjaman
daerah dari pemerintah pusat, pemerintah pusat memperhitungkan kewajiban
tersebut dengan DAU kepada daerah. Jika daerah tidak memenuhi kewajiban
pembayaran atas pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri, kewajiban
tersebut diselesaikan sesuai perjanjian pinjaman.
Kewajiban atas pinjaman yang jatuh tempo meliputi seluruh anggsuran
pokok pinjaman ditambah dengan biaya pinjaman seperti bungan pinjaman, biaya
bank, dan biaya komitmen.
Dengan menempatkan kewajiban daerah atas pinjaman daerah sebagai salah
satu prioritas dan dianggarkan dalam pengeluaran APBD, maka pemenuhan
kewajiban tersebut dimaksudkan mempunyai kedudukan yang sejajar dengan
pengeluaran yang apabila tidak dilakukan dapat menimbulkan kerawanan sosial.
Dengan demikian pemenuhan kewajiban atas pinjaman daerah dikesampingkan
apabila target penerimaan APBD tidak tercapai.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dan pembayaran kembali
pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pinjaman Daerah | 14

Tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas pinjaman daerah adalah tidak


dipenuhinya kewajiban pembayaran anggsuran pokok dan biaya pinjaman seperti
bunga pinjaman, bunga bank dan biaya komitmen sesuai dengan jadwal waktu
dan jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian pinjaman. Sesuai dengan
ketentuan semua kewajiban pembayaran kembali pinjaman daerah adalah menjadi
tanggung jawab daerah. Pemerintah pusat tidak menanggung pembayaran kembali
yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab daerah.
2.9 Pembukuan Dan Pelaporan
Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka pinjaman daerah
dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan pemerintah daerah. Dalam hal belum ada standar akuntansi keuangan
pemerintah daerah, maka pemerintah daerah melakukan pembukuan dalam rangka
pinjaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Keterangan tentang semua pinjaman jangka panjang dituangkan dalam
lampiran dari dokumen APBD. Lampiran ini merupakan bagian dari dokumen
APBD sehingga menjadi dokumen yang dapat diperoleh masyarakat.
Kepala daerah melaporkan kepada DPRD secara berkala dengan tembusan
kepada menteri keuangan tentang perkembangan jumlah kewajiban pinjaman
daerah dan tentang pelaksanaan dalam rangka memenuhi kewajiban pinjaman
yang telah jatuh tempo.
Apabila dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat
menunda penyaluran Dana Perimbangan.

Pinjaman Daerah | 15

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Isu Seputar Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah Merupakan Alternatif Pembiayaan yang Belum Dioptimakan
Dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan dalam era
otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah berupaya menyediakan fasilitas
pelayanan publik yang lebih baik, sementara kemampuan keuangan daerah sangat
terbatas. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah
keterbatasan pembiayaan keuangan daerah diantaranya adalah dengan melakukan
pinjaman daerah. Pinjaman daearh sebagai alternatif pembiayaan pembangunan
belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah daerah di Indonesia.
Pada tabel dibawah menunjukan bahwa pemerintah daerah masih
mengandalkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) sebagai
sumber penerimaan pembiyaan APBD untuk menutupi defisit anggaran. Menurut
DJPK-Kemenkeu, penerimaan pembiayaan APBD 2011 sebagian besar berasal
dari SiLPA tahun sebelumnya yakni sebesar 90%, sedangkan penerimaan
pembiayaan yang berasal dari pinjaman dan obligasi daerah hanya sebesar 6%. Ini
menunjukan bahwa pemerintah daerah belum banyak memanfaatkan sumber
pembiayaan dari pinjaman daerah.
Tabel APBD 2007-2011
APBD
PEMBIAYAAN
Penerimaan
SiLPA TA Sebelumnya
Pencairan Dana Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
Penerimaan Piutang Daerah
Pengeluaran
Pembentukan Dana Cadangan

2007
54,880
63,614
60,873
1,140
21
630
950
8,734
1,687

2008
58,900
65,604
61,003
1,904
93
1,002
867
715
6,705
647

2009
65,386
74,408
70,744
660
75
1,580
851
498
9,022
840

2010
40,467
48,091
43,116
662
132
1,795
2,387

2011
33,370
41,191
37,606
366
34
2,394
791

7,624
513

7,821
502

Pinjaman Daerah | 16

Penyertaan Modal (investasi) Daerah


Pembayaran Pokok Utang
Pemberian Pinjaman Daerah
Pembayaran Kegiatan Lanjutan
Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga

4,519
1,790
738

3,664
1,490
323
211
369

4,086
2,432
821
716
145

2,887
3,237
990

Sumber: DJKP-Kemenkeu
Upaya pemerintah daerah untuk menjadikan pinjaman daerah sebagai
alternatif pembiayaan sudah ada. beberapa pemerintah sudah melakukan kajian
atas pinjaman daerah dan merencanakan pengajuan pinjaman daerah kepada
pemerintah pusat. Misalnya, Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, pada tahun
2008 melakukan kajian atas pinjaman daerah dengan hasil bahwa Pemerintah
Kota Depok dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan persyaratan pinjaman
daerah yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah
lainnya merencanakan pinjaman daerah kepada pemerintah pusat melalui
mekanisme penerusan pinjaman sebagaimana tercantum dalam Rencana Pinjaman
Jangka Menengah (2011-2014) yang diterbitkan Bappenas.
Persyaratan dan Mekanisme Pinjaman Daerah yang Ketat
Persyaratan dan mekanisme yang ketat dalam pengajuan pinjaman daearh
ditunjukan dengan perubahan peraturan pemerintah tentang pinjaman daerah
dalam kurun waktu satu dasawarsa, yakni PP Nomor 107 Tahun 2000, PP Nomor
54 Tahun 2005, dan PP Nomor 30 Tahun 2011. Persayaratan yang ketat dapat
dilihat dari adanya persyaratan dan sanksi yang tegas dari pemerintah berupa
penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil daerah
tersebut, jika pemerintah daerah tidak melaksanakan kewajiban atau ketentuan
pinjaman daerah. Sanksi berkenaan dengan pemotongan DAU/DBH atas
tunggakan pinjaman daerah ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 47/PMK. 07/2011.
Persyaratan pinjaman daerah ini walaupun sangat tegas diharapkan tidak
menurunkan minat pemerintah daerah dalam mencari alternatif pembiayaan
melalui pinjaman daerah. Berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar
Pinjaman Daerah | 17

3,479
3,180
353
128
180

Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM) tahun 2011-2014 yang diterbitkan oleh


Bappenas, terlihat bahwa masih sedikit pemerintah daerah yang mengajukan
pinjaman daerah kepada pemerintah pusat melalui mekanisme penerusan LN.
Lembaga

pemerintah

dalam

DRPHLN-JM

yang

mengajukan

prosposal

pinjaman/hibah sebanyak 441 proposal, yang terdiri dari: pemerintah daerah


sebanyak 23 proposal (5,2%), BUMN sebanyak 30 proposal (8,6%), dan
kementerian/lembaga pemerintah lainnya sebanyak 360 proposal (86,2%).
3.2 Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur sebagai Isu Sentral Pinjaman
Daerah8
3.2.1 Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 7 (tujuh) daerah
sampel penelitian, maka dapat dikemukakan bahwa ternyata kebutuhan
pembangunan infrastruktur memiliki beberapa kesamaan antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Kota Surabaya merupakan salah satu daerah kota di
Indonesia yang cukup pesat perkembangan pembangunannya. Karena itu
tuntutan terhadap kebutuhan pembangunan infrastruktur juga cukup tinggi.
Untuk

meningkatkan

kualitas

pelayanan

kepada

publik,

kota

yang

berkembang pesat membutuhkan pembangunan infrastruktur seperti yang


dapat dilihat pada tabel di bawah.
Kebutuhan pembangunan infrastruktur ini ada yang dalam jangka
menengah dan ada juga dalam jangka pendek atau kebutuhan yang dianggap
mendesak. Karakteristik dinamika kota/daerah sangat mempengaruhi jenis
infrastruktur tersebut. Misalnya daerah DKI Jakarta yang terdesak masalah
kemacetan dan pengelolaan limbah sudah tentu membutuhkan solusi secara
cepat melalui pembangunan infrastruktur yang terkait dan memadai. Kota
Padang yang pernah dilanda gempa bumi membutuhkan pasar dan terminal
baru yang memenuhi persyaratan dan tahan gempa. Sedangkan Kota Mataram
8 Raksasa Mahi, Masrizal, dan Fauziah Zen. 2012. Potensi Penyediaan Pinjaman Lunak
ke Daerah untuk Pembangunan Infrastruktur. Tim Asisitensi Kementerian Keuangan
Bidang Desentralisasi Fiskal.
Pinjaman Daerah | 18

dan Provinsi NTB membutuhkan pelabuhan laut yang bisa menghubungkan


mereka dengan kepulauan luar.
Tabel Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur di Beberapa Daerah
No
1

Daerah
Kota Surabaya

Kota Padang

Kota Mataram

Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur


Pembangunan jalan lingkar kota
Pembangunan sarana dan prasarana sekolah
Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan
Pembangunan m o n o rail
Pembangunan jalan jalur evakuasi
Pembangunan jembatan
Pembangunan RSUD
Pembangunan shelter
Pembangunan terminal
Pembangunan pasar
Pembangunan jalan dalam kota
Pembangunan pelabuhan laut
Pembangunan sarana & prasarana air bersih
Pembangunan irigasi

Kota Batam

Kota
Pontianak

Pembangunan rehabilitasi pasar Manggalika


Pembangunan jalan dan jembatan
Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan
Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan
Pembangunan sarana dan prasarana air bersih
Pembangunan RSUD
Pembangunan jalan
Pembangunan RSUD
Pembangunan sarana dan
prasarana air bersih

Prov. NTB

Pembangunan drainase
Pembangunan RSUD
Pembangunan pelabuhan laut

DKI Jakarta

Pembangunan gedung hasil produksi


daerah
Pembangunan proyek monorel & MRT
Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan
Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan
Pinjaman Daerah | 19

Pembangunan pariwisata
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi
Pembangunan pengolahan air limbah
Penanggulangan banjir
Pembangunan pasar & PKL
Pembangunan Rusunawa
3.2.2 Kebutuhan Pembiayaan Infrastruktur dan Sumber Pembiayaan
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan pembiayaan
terhadap pembangunan infrastruktur daerah adalah sangat besar. Hal ini
kelihatannya tidak seimbang dengan kemampuan Pemerintah Daerah untuk
membiayai pembangunan tersebut. Kenyataan ini ditunjukkan dari masih
tingginya tingkat ketergantungan seluruh Pemerintah Daerah terhadap dana
perimbangan. Pada tahun 2012, menurut data dari Kementerian Keuangan
porsi dana perimbangan masih mendominasi APBD dimana besarnya mencapai
66,02%.
Hasil FGD dan kuesioner menunjukkan kebutuhan infrastruktur
biasanya semakin tinggi pada daerah dengan dinamika pembangunan dan
aktivitas ekonomi yang tinggi, seperti DKI Jakarta dan Kota Surabaya.
Kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan monorail di DKI Jakarta
mencapai Rp 8 triliun dan di Surabaya Rp 11 triliun, sedangkan untuk
pembangunan MRT Jakarta dibutuhkan biaya sebesar Rp 47 triliun. Menurut
peraturan dan perundangundangan yang berlaku, daerah dapat memanfaatkan
beberapa sumber pembiayaan di luar dari penerimaan di APBD, yaitu dana
yang berasal dari:
1. Pemerintah Pusat (Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Penerusan Pinjaman dalam
2.
3.
4.
5.

Negeri, dan pinjaman melelui Pusat Investasi Pemerintah)


Pemerintah Daerah lain
Lembaga keuangan bank
Lembaga keuangan bukan bank
Masyarakat dalam bentuk obligasi daerah
Meskipun terdapat opsi sumber pembiayaan seperti tersebut di atas, hasil
Pinjaman Daerah | 20

penelitian menunjukkan Pemda masih cenderung mengandalkan dana APBN


dalam bentuk DAK atau hibah. Padahal dana APBN sangat terbatas
dibandingkan dengan berbagai kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan
infrastruktur. Adapun mengenai harapan dan rencana Pemda untuk
membangun infrastruktur beserta perkiraan besaran biaya dan sumber
pembiayaan yang diharapkan, seperti tabel berikut.
No

Daerah

Kota
Surabaya

Kota
Padang

Kota
Mataram

Kota Batam

Kebutuhan Pembangunan
Infrastruktur

Kebutuhan
Pembiayaan (Rp)

Sumber
Pembiayaan
APBN (DAK,
Hibah, dan bantuan
lainnya)

1. Pembangunan jalan lingkar


kota

1 triliun

2. Pembangunan sarana dan


prasarana sekolah

2,5 miliar

3. Pembangunan sarana dan


prasarana kesehatan

0,5 miliar

4. Pembangunan monorail

11 triliun

1. Pembangunan jalan jalur


evakuasi

2,2 triliun

APBN

2. Pembangunan RSUD

100 miliar

Pinjaman

3. Pembangunan shelter

1,8 triliun

4. Pembangunan terminal

750 miliar

APBN (DAK,
Hibah dan Bantuan)
Pinjaman

5. Pembangunan pasar

270 miliar

APBD dan APBN

1. Pembangunan RSUD

10,6 miliar

APBD

2. Pembangunan jalan dalam


kota

1.600 miliar

Pinjaman

3. Pembangunan sarana dan


prasarana air bersih

50 miliar

APBD dan
Pinjaman

4. Pembangunan rehabilitasi
pasar Manggalika

37 miliar

APBD dan
Pinjaman

1. Pembangunan jalan dan


jembatan

800 miliar

APBN (DAK)

2. Pembangunan sarana dan


prasarana pendidikan

400 miliar

APBN&APBD

3. Pembangunan sarana dan


prasarana kesehatan

300 miliar

APBN&APBD

Pinjaman Daerah | 21

Kota
Pontianak

Prov. NTB

4. Pembangunan sarana dan


prasarana air bersih

350 miliar

Pinjaman

5. Pembangunan RSUD

250 miliar

APBD/Pinjaman

1. Pembangunan jalan

300 miliar

APBD

2. Pembangunan RSUD

120 miliar

APBD/Pinjaman

3. Pembangunan sarana dan


prasarana air bersih

400 miliar

APBD/Pinjaman

4. Pembangunan drainase

68 miliar

1. Pembangunan RSUD

550 miliar

2. Pembangunan Jalan

600 miliar

3. Pembangunan pelabuhan laut

DKI
Jakarta

4. Pembangunan gedung hasil


produksi daerah
1. Pembangunan proyek
monorel & MRT

350 M Pinjaman &


200 M APBD
APBN
APBD/Pinjaman

270 miliar
7 miliar
47 triliun

Monorel 7 Triliun
dan MRT 40 Triliun

2. Pembangunan sarana dan


prasarana pendidikan

1,2 triliun

Pinjaman

3. Pembangunan sarana dan


prasarana kesehatan

2,3 triliun

APBD

70 miliar

APBD

4. Pembangunan pariwisata
5. Pembangunan sarana dan
prasarana transportasi
6. Pembangunan pengolahan
air limbah

800 miliar

Pinjaman

7. Penanggulangan banjir
8. Pembangunan pasar & PKL
9. Pembangunan Rusunawa

3.2.3 Pengalaman Meminjam dan Minat Meminjam


Dari 7 (tujuh) daerah yang menjadi sampel penelitian, ditemukan 2 (dua)
daerah (yaitu Kota Surabaya dan Kota Padang) yang memiliki pengalaman
meminjam dengan sistem pinjaman lama, dan 2 daerah, yaitu Kota Padang
dan Prov. NTB yang sedang dalam proses untuk melakukan pinjaman baru.
Pinjaman Daerah | 22

Meskipun Kota Surabaya telah memiliki pengalaman dalam melakukan


pinjaman, namun saat ini Kota Surabaya tampaknya masih belum berminat
untuk melakukan pinjaman baru, sedangkan Kota Padang masih belum
memutuskan atau raguragu untuk melakukan pinjaman. Adapun beberapa
alasan yang menyebabkan ada daerah yang tidak mau meminjam dan ada
yang masih ragu tersebut antara lain ada lah:
Pemda Kota Surabaya dan Pemda Kota Padang merasa terbebani oleh
pengalaman pinjaman masa lalu. Pinjaman masa lalu tersebut beban
bunganya saja sudah lebih besar dari pokok pinjaman. Disamping itu,
ada lagi beban fee yang cukup besar harus dibayar juga oleh pemda
yaitu sebesar Rp. 2 miliar yang perhitungan besarnya fee tersebut tidak
dipahami oleh pemda.
Saat ini Pemda Kota Surabaya menjalankan anggaran surplus. Kalau pun
ada defisit APBD maka ditutupi dengan SILPA. Pada Tahun Anggaran
2009 saja SILPA APBD Kota Surabaya mencapai Rp1 triliun.
Beberapa kegiatan pembangunan dilakukan oleh Pemda dengan jalan
memanfaatkan dana kerjasama/kemitraan dengan pihak ketiga (dana
CSR).
Untuk

memenuhi

kebutuhan

pembiayaan

untuk

pembangunan

infrastruktur yang masih cukup besar, Pemda Kota Surabaya tampaknya


mengharapkan dana APBN baik berupa DAK, hibah dan bantuan
lainnya.
Disamping itu banyaknya permasalahan hukum yang menjerat be
berapa pejabat daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, tampaknya
juga mengurangi minat Pemda untuk melakukan pinjaman, meskipun
ditawarkan dengan bunga lunak.
Pemda yang berpotensi meminjam untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik cenderung tidak mau mengambil risiko, baik risiko dalam
bentuk defisit anggaran, maupun risiko yang terkait dengan masalah hukum.
Kekuatiran hukum terkait dengan keraguan kinerja pengelolaan dana pinjaman
yang belum transparan dan akuntabel. Pemda juga umumnya masih
mempunyai pandangan pendek (myopic) yang belum mengantisipasi kebutuhan
infrastruktur di masa depan untuk disiapkan sejak saat ini.
Beberapa daerah yang menunjukkan minat meminjam adalah Pemda
Kota Mataram untuk pembangunan jalan kota, pembangunan sarana dan
Pinjaman Daerah | 23

prasarana air bersih dan pembangunan rehabilitasi pasar. Pemda Kota Batam
dan Pemda Kota Pontianak juga memiliki minat untuk meminjam terutama
untuk pembangunan sarana dan prasarana air bersih. Sedangkan Pemda Provinsi
NTB sudah mengajukan pinjaman melalui PIP sebesar Rp 350 miliar dari Rp
550 miliar kebutuhan dana pembangunannya. Untuk pembiayaan monorail,
Pemda DKI juga sudah mengajukan pinjaman dengan bunga lunak sebesar Rp
8 triliun pada tahun 2005.
Salah satu permasalahan yang menghambat keinginan untuk meminjam
adalah proses dan prosedur meminjam yang masih dianggap rumit dan tidak
jelas, serta tingkat biaya (bunga dan fee) yang dianggap tidak menarik. Menurut
pendapat peserta FGD, PIP mengenakan bunga yang cukup tinggi dan hampir
setara dengan bunga BPD. Sedangkan untuk Penerusan Pinjaman Luar Negeri
(PPLN) risiko volatilitas nilai tukar (exchange risk) dibebankan ke daerah
peminjam sehingga tingkat bunga yang ditanggung daerah lebih tinggi daripada
tingkat bunga yang dikenakan oleh lembaga kreditur. Bahkan hal ini
menimbulkan kecurigaan daerah bahwa Pemerintah Pusat mengambil untung
dari PPLN. Tabel di bawah memberikan ringkasan mengenai pengalaman
meminjam dan minat meminjam bebe rapa daerah.

Minat
Meminj
Tidak

No.

Daerah

Keterangan
Trauma dengan adanya beban
fee yang tinggi

Kota Surabaya

Kota Padang

Berminat
tapi raguragu

Masih ragu, karena prosesnya


kurang transparan dan akuntabel.

Kota Mataram

Berminat

Kota Batam

Berminat

Kota Pontianak

Berminat

Proses perlu dipercepat dan


dipermudah
Proses perlu dipercepat dan
dipermudah
Proses perlu dipercepat dan
dipermudah
Pinjaman Daerah | 24

Prov. NTB

Berminat

Sudah dalam proses PIP

DKI

Berminat

Proses

3.3 ANALISIS
Sampai sekarang ini, tampaknya pinjaman daerah belum

menjadi

pertimbangan dan prioritas utama bagi pemerintah daerah untuk membiayai


pembangunan infrastruktur. Hal ini terbukti dari tidak banyaknya daerah yang
melakukan kebijakan defisit yang dibiayai dengan pinjaman daerah. Selama
ini defisit APBD cenderung ditutupi dengan menggunakan SilPA tahun
sebelumnya. Meskipun Pemerintah telah berupaya untuk menawarkan
pinjaman bunga lunak bersubsidi, namun masih banyak daerah yang belum
tertarik untuk memanfaatkan pinjaman tersebut. Berbagai pertimbangan
daerah untuk tidak melakukan pinjaman saat ini adalah karena:
1. Tingkat bunga pinjaman masih relatif tinggi
2. Mekanisme dan prosedur pinjaman yang terlalu sulit birokrasinya.
3. Masih ada keraguan karena prosesnya kurang transparan dan akuntabel.
4. Pengalaman dan trauma daerah dengan sistem pinjaman lama.
5. Adanya keraguan kinerja pengelolaan dana pinjaman yang belum
transparan dan akuntabel.
3.4 SINTESIS
Solusi yang akan dikemukakan terhadap permasalahan pinjaman daerah,
yaitu:
1. Menurunkan tingkat bunga pinjaman daerah berbasis pinjaman lunak.
2. Menyederhanakan prosedur pinjaman dengan tetap memperhatikan
kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pinjaman
daerah.

Pinjaman Daerah | 25

4. Menghilangkan sikap trauma terhadap pengalaman meminjam dengan


sama-sama menerapkan sikap saling mengawasi antara Pemda dan pihak
pemberi pinjamansupaya proses pinjaman dapat berjalan terbuka, tidak
memberatkan, dan rasional.
5. Meningkatkan sikap profesional dalam pengelolaan pinjaman daerah,
sehingga upaya pembangunan tidak terhalang oleh sikap ragu dengan
memperhatikan azas transparansi dan akuntabilitas.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan
untuk mempercepat pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi daerah dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari
pinjaman harus dikelola dengan baik dan benar dengan memperhatikan analisis
kebutuhan dan upaya pembayarannya kembali. Oleh karena itu, pinjaman daerah
Pinjaman Daerah | 26

harus mengikuti kriteria, mekanisme, dan memperhatikan sanksi pinjaman daerah


sebagaimana diatur dalam undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA
PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah
Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintahan Pusat Dan Daerah
Djaenuri, M. Aries. 2012. Hubungan Keuangan Pusat-Daerah (Elemen-Elemen
Penting Hubungan Keuangan Pusat-Daerah). Bogor : Ghalia Indonesia.
Pinjaman Daerah | 27

Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik Problematika


Penerimaan Dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara/Daerah). Jakarta : Salemba Empat.
Purnomo, Budi S. 2009. Obligasi Daerah Alternatif Investasi Masyarakat Dan
Sumber Bagi Pemerintah Daerah. Bandung: Alfabeta.
Widjaja, H.A.W. 2002. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/pembiayaan-dan-kapasitasdaerah/pinjaman-daerah/konsep-pinjaman-daerah, diakses 22 april 2015
Raksasa Mahi, Masrizal, dan Fauziah Zen. 2012. Potensi Penyediaan Pinjaman
Lunak ke Daerah untuk Pembangunan Infrastruktur. Tim Asisitensi
Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal.

Pinjaman Daerah | 28

Anda mungkin juga menyukai