Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit
untuk ditanggulangi.
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan
suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian
eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD).1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar
dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat
dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap
menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,
sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya. 1 Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak
diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping
pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2

Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari
tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara maju lebih
kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk melakukan
pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih merupakan sebab
utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia berat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi Dalam Kehamilan
2.1.1. Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah
suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal
140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik
minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu 6 jam.2
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai
berikut :2,7,8

Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema, atau
keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering
mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblas.

Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria klinis
preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.

Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia yang terjadi pada


wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.

Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun yang
sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6
minggu post partum.

Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah trimester II atau
dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau
preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post partum.

2.1.2. Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden hipertensi meningkat 3
kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun. Hansen melaporkan peningkatan insiden
preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nullipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan
dengan usia 25-29 tahun. Secara umum insiden preeklampsia 5% dari seluruh kehamilan,
hampir 70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara menderita hipertensi sebelum,
selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan multipara sebesar 7%. Menurut
Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986 ditemukan insiden hipertensi
sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan 22% ras kulit hitam. Insiden hipertensi
dalam kehamilan pada multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6% pada hispanik, dan 8,5%
pada ras kulit hitam.2
2.1.3. Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2
1.

Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.


a.

Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.

b.

Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.


i.

ii.

Preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan.

c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.


2.

3.

Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.


a.

Superimposed preeklampsia.

b.

Superimposed eklampsia.

Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang sudah ada sebelum
kehamilan atau menetap setelah persalinan.

2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria.2
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada
umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.
Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007).2
2.2.2. Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam
penentuan diagnosis dan lain-lain.3
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003).
Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua
kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi
preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1 Januari 2000
sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13
kasus (0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk,
mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga
paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell,
2006).4,5

2.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi :5,6
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat
keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan
dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi
kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya,
memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik,
diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis atau lupus.
2.2.4. Etiologi Preeklampsia
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor yang berkaitan dengan
terjadinya preeklampsia adalah:7
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya
kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga
timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun

dalam

serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,
sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :
a)
b)

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.


Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.


c)
Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
2.2.5. Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output
dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.2
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim.2,8
Perubahan pada organ-organ :8
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklamsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung
akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui penyebabnya.
Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklamsia
daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal
ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus
tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata
pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal.
3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat
yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks
serebri atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau
abses paru.
2.2.6. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu :9
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a)

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
b)
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a)
b)

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

c)
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d)
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
e)
Terdapat edema paru dan sianosis
f)Trombositopeni
g)
Gangguan fungsi hati
h)
Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).
2.2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Prinsip

penatalaksanaan

preeklamsia

berat

adalah

mencegah

timbulnya

kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-organ
vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan.Perawatannya dapat meliputi :9
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1) Ibu :
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda gawat janin
b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3) Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
b. Pengobatan Medikamentosa
1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)
2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau anasarka.
Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
4) Pemberian antihipertensi apabila TD 160/110 mmHg. Anti hipertensi lini pertama
adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam.
c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.
Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pangemanan Wim T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Palembang.

Universitas

Sriwijaya. 2002
2. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR. Sumatera
Utara. FK USU. 2009
3. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas Jendral Sudirman.
2011

4. Simona Gabriella R. Tugas Obstetri dan Ginekologi, Patofisiologi Preeklampsia. Maluku.


Universitas Pattimura. 2009
5. Dharma Rahajuningsih, Noroyono Wibowo dan Hessyani Raranta. Disfungsi Endotel
pada Preeklampsia. Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
6. Anonim. Hipertensi Dalam Kehamilan. (Cited at may, 17 2012)(update on 2005).
Available From http://www.scribd.com
7. Universitas Sumatra Utara. Peeklampsia. Sumatera Utara. FK USU. 2007
8. Prawirohardjo Sarwono dkk. Ilmu Kebidanan, Hipertensi Dalam Kehamilan. Jakarta. PT
Bina Pustaka. 2010. Hal : 542-50\
9. Kusumawardhani, dkk. Pre Eklampsia Berat Dengan Syndrom Hellp, Intra Uterine Fetal
Death , Presentasi Bokong, Pada Sekundigravida Hamil Preterm
Persalinan. Universitas Negri Surakarta. 2009

Belum Dalam

Anda mungkin juga menyukai