berharap tudingan Indonesia sebagai negara tanpa jaminan sosial akan segera luntur dan
menjawab permasalahan di atas.
Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002
dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat
(1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang, dari tahun
2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004.
Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman Wahid
menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut
direalisasikan melalui upaya penyusunan konsep tentang Undang-Undang Jaminan Sosial
(UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.
25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim
Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA
RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan
perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat sejahtera.
Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang
Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2)
dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI Membentuk Sistem
Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih
menyeluruh dan terpadu. Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri
mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Pokja SJSN)
Peserta
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu,
dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun, terdiri dari :
Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
2
Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau
anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan
kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan
anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain
seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
Manfaat
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :
a.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik
mencakup:
1. Administrasi pelayanan
2.
Pelayanan promotif dan preventif
3.
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5.
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
7.
Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
8.
Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
b.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
1. Rawat jalan, meliputi:
a) Administrasi pelayanan
b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis
c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e) Pelayanan alat kesehatan implant
f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
g) Rehabilitasi medis
h) Pelayanan darah
i)
Peayanan kedokteran forensik
j)
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2. Rawat Inap yang meliputi:
3
Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh
lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat
Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.
4
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda
yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.
B.
Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja
B.
1.
2.
3.
4.
C.
Untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki :
1.
Surat Ijin Operasional
2.
Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
3.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan
4.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN
D. Untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :
1.
Surat Ijin Operasional
2.
Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik
3.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan
4.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan
5.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional
Catatan :
Persyaratan dan Formulir tersebut diserahkan kepada Kantor Cabang BPJS Kesehatan
setempat.
Diutamakan Klinik Pratama untuk memiliki jejaring dengan Dokter Gigi, dan apabila
Klinik Pratama telah memenuhi persyaratan Kredensialing, serta sesuai dengan kebutuhan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada wilayah Kantor Cabang, maka Klinik Pratama
dapat melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan Kantor Cabang setempat.