Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya,
dan tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.
B. KLASIFIKASI FRAKTUR
Jenis jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.

b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan

fraktur
tulang

yang dibagi menjadi 3 grade :


1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.
C. ETIOLOGI
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat


ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E. PATHWAY

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

Trauma,petologis/kelelahan

PK.
Hemora
Discontinuitas tl, pembuluh darah
Fraktur
jaringan
terbuka/tertutup Krisis situasi
gi
Pk.
Reposis/reduk si
Sindrome
komparte
Risiko trauma/cedera tambahan
men
Terbuka

Tertutup

Risiko infeksi

Tekanan
sumsum
tulang
lebih
tinggi
dari tek
kapiler

Fiksasi internal: plat.scrue


Fiks.Ektr nal
Grkan Frag Tl, odem,jar,otot
Keterbatas an mobilisasi

Tind.Pembedahan
Pk Syok, pk. hemoragik
Imolisasi penekan an jar.

Kerusakan neuro muskuler


Risk infeksi
Spasme otot
Kerusakan mobilitas fisik
Risk. kerusakan integritas kulit

Globulin
lemak

Aliran
pemb.drh
Risk kerusakan neuromuskuler

Pk.Embol
i

Defisit perawatan diri

Nyeri akut

Masuk ke
otak,
paru,ginjal
Risk Kerusakan pertkrn gas
Hipoksi, takipnea

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan


X-Ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
X-Ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang

saraf

spinal

dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan


akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
H. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi


sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang
oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk,
dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

I. KOMPLIKASI
1. Umum
a. Shock
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf
d. Emboli lemak
2. Dini
a. Cedera arteri
b. Cedera kulit dan jaringan.
c. Cedera partement syndrom
3. Lanjut
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu
d. Mal union
e. Non union
f. Delayed union
g. Cross union
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah :
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal


tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali
pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5
kg.
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi
merupakan balanced

definitif

pada

traction.

orang

dewasa

Dilakukan

yang
untuk

menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit


melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1)
2)
3)
4)
5)

Mengurangi nyeri akibat spasme otot


Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang


logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan

yang

paling

banyak

keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini


disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

BAB II
TINJAUAN KASUS / KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan

tahap

awal

dan

landasan

dalam

proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap
ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang
mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien
tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak
menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut


sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi

petunjuk

berapa

lama

tulang

tersebut

akan

menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan


penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
g. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah
kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk.
(2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Aktivitas istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena
mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri.
2) Sirkulasi
Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas)

atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia

(respon stress, hivopolemia)


3) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi


krepitasi.
4) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang
pada imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf spasme atau
kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
6) Penyuluhan
Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)
pengetahuan terbatas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN FRAKTUR
1. Risiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur )
2. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pad jaringan lunak.
3. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema
berlebihan.
4. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah , perubahan membran kapiler.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma
jaringan, imobilisasi
6. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan primer ,
sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
sekunder akibat fraktur.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya terhadap
informasi
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan traksi
sekunder akibat fraktur.
3. Intervensi

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

a. Risiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan


kehilangan integritas tulang ( fraktur )
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
Kriteria evaluasi : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan
stabilitas pada sisi fraktur, menunjukkan pembentukan kalus.
Intervensi :
1) Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada
tempat tidur ortopedik
R : Agar pasien merasa lebih nyaman.
2) Pertahankan tirah baring sesuai indikasi
R : Mencegah terjadinya pergeseran tulang yang semakin parah
3) Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantalan
R : Imobilisasi Pasien
4) Kaji integritas alat fiksasi eksternal.
R : Untuk menjaga kestabilan kondisi pasien
b. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan : Nyeri terkontrol
Kriteria evaluasi : Pasien rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas terapiutik sesuai indikasi.
Intervensi ;
1) Tinggikan ekstremitas yang terkena, pertahankan mobilitas bagian
yang sakit dengan tirah baring,gips, pemberat, traksi.
R : Menjaga imobilisasi pasien.
2) Perhatikan lokasi, karakteristik, intensitas dari kekuatan nyeri,
ketidaknyamanan, petunjuk nyeri non verbal.
R : Memantau perkembangan kondisi pasien.
3) Jelaskan prosedur sebelum memulai
R : Sebagai informed consent untuk mendapat persetujuan dari
4)
5)
6)
7)

pasien.
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif dan pasif
R : Fase ini dilakukan jika sudah terjadi pembentukan kallus.
Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
R : Mencegah rasa nyeri yang dialami oleh klien.
Beri alternatif tindakan kenyamanan seperti relaksasi dan distraksi.
R ; Membantu klien untuk mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan.
Delegatif pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
R : Membantu mempercepat proses penyembuhan.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

c. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan


penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema
berlebihan.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria evaluasi : Nadi teraba, kulit hangat / kering,tanda-tanda vital
stabil.
Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan pada ekstremitas yang sakit
R : Agar tidak menghambat peredaran darah.
2) Kaji kwalitas nadi perifer, distal, aliran kapiler, warna kulit pada
fraktur.
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
3) Perhatikan perubahan fungsi motorik dan sensorik
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
4) Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki.
R : Mencegah agar tidak terjadi eudema.
d. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah , perubahan membran kapiler.
Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan , adekuat
Kriteria evaluasi ; Tidak ada dipsnea/ apnea, RR dan GDA dalam batas
normal
Intervensi :
1) Awasi frekwensi pernafasan
R : Untuk memantau adekuatnya nafas klien.
2) Auskultasi bunyi pernafasan
R : Untuk memantau suara nafas tambahan.
3) Bantu latihan nafas dalam dan batuk
R : Untuk mencegah terjadinya penumpukan secret .
4) Beri O2 bila diindikasikan
5) Observasi sputum
6) Awasi lab. Seperti GDA, Hb, Trombosit dan lain-lain
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma
jaringan, imobilisasi
Tujuan : Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi,
mempertahankan posisi fungsional
Kriteria evaluasi : Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas.
Intervensi :
1) Bantu rentang gerak aktif , pasif
R : Membantu perkembangan tingkat gerak klien.
2) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

R : Untuk kajian status klien.


3) Bantu mobilisasi dengan alat bantu
R : Membantu mempercepat mobilisasi pasien.
4) Bantu perawatan diri
R : Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.
5) Bantu posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk / latihan
nafas dalam.
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan rehabilitasi.
R : Memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan primer ,
sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
Tujuan : Menyatakan rasa ketidaknyamanan hilang
Kriteria Evaluasi : Menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan luka
sesuai dengan waktu
Intervensi :
1) Kaji kulit apabila ada luka terbuka , benda asing,

2)
3)
4)
5)

kemerahan,

perdarahan serta perubahan warna


R : Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya infeksi.
Ubah posisi sesering mungkin
R : Mencegah terjadinya dekubitus pada klien.
Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air
R : Menjaga kelembaban terhadap kulit klien.
Masase kulit dan penonjolan tulang
R : Menjaga kulit agar tetap lembab.
Latakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan dibawah tonjolan
tulang.
R ; Mencegah terjadinya iritasi jika tidak menggunakan bantalan
pelindung.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan


sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Agar tidak ada tanda-tanda yang mengubah diagnosa menjadi
aktual
Kriteria evaluasi : Dapat mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas
drainase purulen/eritema serta demam
Intervensi :
1) Infeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi / robekan kontinuitas
R : Mengetahui adanta iritasi atau robekan pada kulit.
2) Observasi luka, mengetahui adanya pembentukan bula , danya drainase
serta perubahan warna kulit.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

R : Mengetahui status perkembangan luka klien.


3) Observasi nyeri yang datang secara tiba-tiba serta keterbatasan gerakan
dengan edema lokal / eritema ekstremitas cedera
R : Untuk memberikan rasa nyaman terhadap pasien.
4) Kaji tonus otot reflek tendon serta kemampuan untuk bicara.
R :Untuk mengkaji alat gerak klien.
5) Delegatif dalam pemberian antibiotika
R : Mempercepat proses penyembuhan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya terhadap
informasi
Tujuan : Agar pengetahuan bertambah dan adanya perubahan prilaku
Kriteria evaluasi : Dapat menyatakan pemahaman tentang kondisi dan
dapat berperan aktif dalam proses pengobatan serta perawatan
Intervensi :
1) Identifikasi tentang adanya tempat pelayanan di masyarakat
R : Untuk memberikan pelayanan yang optimal pada klien.
2) Kaji ulang tentang prognosis, patologi serta harapan masa mendatang
R : Untuk mengetahui motivasi yang dimiliki oleh klien.
3) Beri informasi yang penting dan benar kepada pasien tentang terapi
sesuai intruksi
R : Agar pasien mengerti tentang prosedur terapi yang diberikan,
4) Sarankan pada pasien untuk melanjutkan latihan yang aktif.
R ; Mempercepat mobilisasi pasien.
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan traksi
sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Agar pasien mampu melakukan pemenuhan kebutuhannya seharihari secara mandiri
Kriteria evaluasi : Pasein dapat berpartisipasi secara langsung baik fisik/
verbal dalam melakukan aktivitas seperti makan, mandi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
setiap aktivitas perawatannya.
R : Untuk mengetahui sebagaimana kemampuan pasien dalam
melaksanakan perawatan diri / personal hygiene
2) Tingkatkan partisipasi pasien secara optimal
R ; Melatih pasien agar lebih mandiri,
3) Berikan pilihan serta penawaran yang lebih disukai selama aktivitas
perawatan diri.
R : Memotivasi pasien untuk melakukan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Laporan Pendahuluan Fraktur - | Stikes Karya Husada Semarang

Anda mungkin juga menyukai