Riba
Kata riba disebut 20 kali dalam al-Quran. Masing-masing dalam bentuk Fiil Madhi
tiga kali, Fiil Mudhari empat kali, dan bentuk isim dua belas kali. Secara makna
bahasa kata riba diartikan dengan tambahan dan tumbuh). Maksudnya adalah
tambahan atas modal sedikit maupun banyak. Dalam al-Quran, kata ini dalam
berbagai bentuknya memiliki beberapa makna. Namun makna-makna tersebut
mengandung unsur-unsur yang sama yang bisa dikembalikan ke arti asalnya, yakni
bertambah dan tumbuh.
Misalnya, dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 265, kata Rabwah disebutkan dalam
konteks perumpamaan tentang orang-orang yang menginfakkan harta mereka karena
mengharap ridha Allah dan untuk keteguhan hati mereka, bagaikan kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat yang menghasilkan buahnya
dua kali lipat.
Pengertian riba secara istilah menurut ulama bermacam-macam, diantaranya:
Menurut Imam Sarakhi dalam kitab al-Mabsut, sebagaimana yang dikutip oleh
Heri Sudarsono, riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut.
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Tarifat, sebagaimana yang dikutip oleh
Khoeruddin Nasution, mengatakan bahwa riba dengan kelebihan/ tambahan
tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang
membuat transaksi (al-Riba fi al-Shari Huwa Fadhlun an Iwain Shuritha li
Ahadil Aqidayni).
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal sebagimana yang dikutip oleh Muhammad
Syafii Antonio, riba adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan
kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. apabila tidak mampu
melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga atau pinjaman) atas
penambahan waktu yang telah diberikan.
Dasar Penetapan
Al Quran
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati. Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang
berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (QS. al-Baqarah: 275-280)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Ali
Imran [3]: 130).
Hadits
4992
Dari Abdullah r.a., ia berkata: Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan
(mengambil) dan memberikan riba. Rawi berkata: saya bertanya: (apakah Rasulullah
melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua oarang yang menjadi saksinya? Ia
(Abdullah) menjawab: kami hanya menceritakan apa yang kami dengar. (HR. Muslim).
4992
Dari Jabir r.a., ia berkata: Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan
(mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya. Ia
berkata: Mereka berstatus hukum sama. (HR. Muslim).
2739
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: Akan datang kepada umat
manusia suatu masa di mana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak
memakan (mengambil)-nya, ia akan terkena debunya. (HR. al-Nasai).
4422
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: Riba adalah tujuh puluh dosa;
dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan
ibunya. (HR. Ibn Majah).
4422
Dari Abudullah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: Riba mempunyai tujuh puluh
tiga pintu (cara, macam). (HR. Ibn Majah).
4422
Dari Abdullah bin Masud: Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan
(mengambil) riba, memberikan, dua orang yang menyaksikan, dan orang yang
menuliskannya. (HR. Ibn Majah).
4429
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: Sungguh akan datang
kepada umat manusia suatu masa di mana tak ada seorang pun di antara mereka
kecuali (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambil)-nya,
ia akan terkena debunya. (HR. Ibn Majah).
2. Gharar
a. Imam Syafi'i ; apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan
akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti (tidak
dikehendaki)
b. Wahbah Al-Zuhaili ; penampilan yang menimbulkan kerusakan atau sesuatu
yang tampaknya menyenaknya tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian
c. Ibnu Qayyim ; yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada
maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri, dan unta yang liar.
Menurut Islam, gharar ini merusak akad. Demikian Islam menjaga kepentingan
manusia dalam aspek ini. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa larangan gharar
dalam bisnis Islam mempunyai peranan yang begitu hebat dalammenjamin
keadilan.
Gharar adalah suatu kegiatan bisnis yang tidak jelas kuantitas, kualitas, harga dan
waktu terjadinya transaksi tidak jelas. Aktivitas bisnis yang mengandung gharar
adalah bisnis yang mengandung risiko tinggi, atau transaksi yang dilakukan dalam
bisnis tak pasti atau kepastian usaha ini sangat kecil dan risikonya cukup besar.
Gharar meiliki arti penipuan yang dimana tidak ada perjanjian atau akad
yang jelas didalamnya dan diperkirakan tidak ada unsur kerelaan terhadap
pihak yang mengansur diBPJS
Dasar Penetapan
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (Qs. alBaqarah : 188)
Hadits
Perjudian dalam Agama Islam jelas-jelas dilarang, selain itu dosa yang diakibatkan
dari melakukan perbuatan itu jauh lebih besar, berdasarkan firman Allah dalam alQuran:
menimbulkan
permusuhan
dan
kebencian
diantara
kamu,
dan
menghalang-halangi kamu dari mengigat Allah dan melaksanakan Shalat maka tidakkah kamu mau berhenti? (Q.S. al-Maidah: 90-91).
Referensi Makalah
Kepustakaan:
Sahabuddin, Ensiklopedi Al-Quran: Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007).
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta, 1984). Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nur
Hasanudin, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006). Heri Sudarsono, Bank
Dan Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi Dan Ilustrasi), (Yogyakarta: Ekonisia,
2003). Khoiruddin Nasution, Riba Dan Poligami (Sebuah Studi Atas Pemikiran
Muhammad Abduh), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Akademia,
1996). Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001).