Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasalis yang
umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Insiden rinosinusitis di Amerika Serikat diperkirakan seebesar
14,1% dari populasi orang dewasa. Kasus rinosinusitis kronik itu sendiri
sudah masuk data rumah sakit berjumlah 18 - 22 juta pasien setiap tahunnya
dan kira-kira sejumlah 200.000 orang dewasa Amerika menjalankan operasi
rinosinusitis pertiap tahunnya juga.
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama atau sekitar102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survey
Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh
Binkesmas bekerjasama dengan PERHATI dan bagian THT RSCM
mendapatkan data penyakit hidung dari 7 provinsi. Data dari divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% diantaranya
adalah sinusitis.
B. Anatomi sinus paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada
empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,

sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid. Sinus para nasal meerupakan
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara kedalam rongga hidung. Semua sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang mengalami modifikasi
dan mampu menghasilkan mucus serta secret yang disalurkan kedalam
rongga hidung.
Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah
ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid
anterior pada yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid
dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero superior rongga
hidung. Sinus sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun.
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu dimeatus media,
ada muara muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid
anterior. Daerah ini rumit dan sempit yang dinamakan kompleks osteo-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus
unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya da ostium sinus maksila.
C. Fisiologi sinus paranasal
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada yang berpendapat sinus paranasal ini tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuk sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
1. Sebagai pengatur kondisi udara

2.
3.
4.
5.
6.

Sebagai penahan suhu


Membantu keseimbangan kepala
Membantu resonansi suara
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Membantu produksi mucus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.

Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan kelanjaran
klirens dari mukosiliar didalam kompleks osteo meatal (KOM). Bila
terinfeksi organ yang membentuk KOM akan mengalami edema, sehingga
mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat.
Hal ini menyebabkan timbulnya tekanan negative di dalam rongga sinus
terjadinya transudasi. Hal ini juga menyebabkan terjadinya ganguan drainase
dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir
yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen.
Bila sumbatan terus berlangsung akan terjadi hipoksia dan retensi
lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi

perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid, atau pembentukan kista.


E. Gejala klinis
American Academy of Otolaryngology membagi kategori gejala untuk
menegakan rhinosinusitis yaitu gejala mayor dan gejala minor sebagai
berikut:

Gejala mayor
Nyeri atau rasa tertekan pada muka
Kebas atau rasa penuh dimuka
Obstruksi hidung
Secret hidung yang purulen atau post
nasal drip
Hiposmia atau anosmia

Gejala minor
Sakit kepala
Demam
Halitosis
Kelelahan

Sakit gigi
Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh
Demam
ditelinga
Berdasarkan tabel tersebut sinusitis dapat ditegakan bila ditemukan 2
gejala mayor, atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. Lokasi nyeri pada
wajah dapat menunjukan lokasi sinus yang sakit, nyeri di pipi menandakan
sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang ke dua bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan
sinusitis frontal, pada sinusitis sphenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital,
belakang bola mata, dan daerah mastoid.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Saat inspeksi diperhatikan adanya pembengkakan
pada muka, pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang
berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis maksila akut,.
Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal
akut. Perhatikan pula lokasi nyeri saat dilakukan palpasi.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior

dan

posterior,

pemeriksaan naso endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih


tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila, etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
etmoid posterior dan sphenoid). Pada rhinosinusitis akut tampak pada

pemeriksaan fisik mukosa edem dan hiperemis. Pada anak sering ada edem
dan hiperemis didaerah kantus medius.
Pemeriksaan penunjang pada sinusitis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan transluminasi
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram
atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah, karena akan Nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan
sinus yang sakit.
b. Sinoskopi
Pemeriksaan kedalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop
dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau fossa
kanina. Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan didalam sinus apakah
ada secret, polip, jaringan granulasi, massa tumor, keadaan mukosa dan
ostiumnya.
c. Pencitraan
Dengan foto kepala posisi waters, PA dan lateral, akan terlihat
perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus
yang sakit. CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus
sinusitis
d. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah pada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari
meatus medius, meatus superior atau aspirasi sinus.
G. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala, memberantas infeksi,


dan menghilangkan penyebab. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara
konservatif dan pembedahan.
Pengobatan konservatif terdiri dari :
1. Istirahat yang cukup dan udara di sekitarnya harus bersih dengan
kelembaban yang ideal 45- 55%.
2. Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu.
3. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri.
4. Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan lebih
dari 5 hari karena dapat terjadi rebound congestion dan rinitis
medikamentosa. Selain itu pada pemberian dekongestan terlalu lama dapat
timbul rasa nyeri, rasa terbakar, dan rasa kering karena atrofi mukosa dan
kerusakan silia.
5. Antihistamin jika pada pasien ada faktor alergi.
6. Kortikosterioid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang agak
parah.
Pengobatan operatif dilakukan hanya jika ada gejala sakit yang kronis,
otitis media kronika, bronkitis kronis, atau ada komplikasi seperti abses orbita
atau komplikasi abses intracranial.
Prinsip operasi sinus ialah untuk memperbaiki saluran saluran sinus
paranasalis yaitu dengan cara membebaskan muara sinus dari sumbatan.
Operasi dapat dilakukan dengan alat sinoskopi (FESS = functional endoscopic
sinus surgery). Teknologi balloon sinuplasty digunakan sebagai perawatan
sinusitis.
Teknologi ini, sama dengan Balloon Angioplasty untuk jantung,
menggunakan kateter balon sinus yang kecil dan lentur (fleksibel) untuk

membuka sumbatan saluran sinus, memulihkan saluran pembuangan sinus


yang normal dan fungsi-fungsinya. Ketika balon mengembang, ia akan secara
perlahan mengubah struktur dan memperlebar dinding-dinding dari saluran
tersebut tanpa merusak jalur sinus. Menurut dr Huang metode ini sangat ideal
untuk mengatasi masalah pada sinus frontalis.
H. Komplikasi
Saat ini komplikasi sinusitis jarang terjadi karena adanya antibiotika
spektrum luas. Komplikasi sinusitis biasanya terjadi pada sinusitis akut.
Timbulnya komplikasi karena terapi yang tidak adekuat atau terlambat. Harus
waspada jika ada gejala seperti di bawah ini :
1.
2.
3.
4.
5.

Sakit kepala menyeluruh yang menetap.


Muntah.
Kejang.
Panas tinggi atau menggigil.
Udema atau bertambahnya pembengkakan di daerah dahi atau

kelompak mata.
6. Penglihatan kabur, diplopia, atau sakit di daerah retrobulber yang
menetap.
7. Tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial.
Komplikasi yang dapat ditemukan :
1. Penyebaran ke arah mata: Pada anak-anak komplikasi yang paling
sering ialah ke arah mata sebagai perluasan infeksi dari sinus
2. Osteomyelitis dan sub-periostal abses: Sering disebabkan oleh
sinusitis frontalis kadang-kadang oleh sinusitis maksilaris yang
asalnya gigi molar.

3. Komplikasi ke arah kranial: Meningitis, Abses ekstradural dan


subdural, Abses otak dan Trombosis sinus kavernosus.
I. Prognosis
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan
sembuh spontan tanpa pemberian antibiotik. Prognosis untuk sinusitis kronik
yaitu jika dengan pembedahan dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.

Anda mungkin juga menyukai