Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekonomi merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kesejahteraan
hidup umat manusia di dunia. Semua manusia di dunia ini membutuhkan transaktransaksi ekonomi untuk kelangsungan hidup di dunia. Namun dalam ekonomi
terdapat beberapa masalah, masalah ekonomi merupakan masalah yang universal,
Seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Islam
memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis, tidak dari sudut
pandang sosialis, dan juga tidak merupakan gabungan dari keduanya. Islam
memberikan perlindungan hak kepemilikan individu, sedangkan untuk kepentingan
masyarakat didukung dan diperkuat, dengan tetap menjaga keseimbangan
kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas. Islam adalah satu-satunya
agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam
semesta. Islam memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin.
Islam menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan.
Kegiatan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak
harta dikuasai pribadi. Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur
muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan
kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari unsur riba. Islam melarang
terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan menganjurkan untuk
memenuhi janji serta menunaikan amanat. Maka dari itu perlu pengaturan-pengaturan
kegiatan ekonomi yang sesuai dengan ketentuan agama Islam, sehingga kegiatan
ekonomi yang dilakukan dapat menjadi barokah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan prinsip ekonomi Islam?
2. Apa itu sistem Ekonomi Islam?
3. Bagaimana manajemen Zakat?
4. Bagaimana manajemen Waqaf?
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah sebuah madzhab ekonomi yang terjelma di


dalamnya bagaimana cara Islam mengatur kehidupan perekonomian,
dengan suatu paradigm yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan nilainilai ilmu ekonomi, atau nilai-nilai sejarah yang ada hubungannya dengan
masalah-masalah siasat perekonomian maupun yang ada hubungannya
dengan uraian sejarah masyarakat manusia (al-Shadr, 1968).
Ekonomi Islam sebagai ilmu yang mengarahkan kegiatan ekonomi dan
mengaturnya, sesuai dengan dasar-dasar dan siasat ekonomi Islam (alFanjari, 1972).
lmu ekonomi Islam adalah respon para pemikir muslim terhadap
tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka
dibantu oleh Al Quran dan As Sunnah maupun akal dan pengalaman
(M.N Siddiqi, 1983)
2. Definisi Zakat
Zakat adalah jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan, jumlah kekayaan
yang dikeluarkan akan menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan dari kebinasaan (Qardlawi, 1969)
Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta yang khusus dari harta
yang khusus pula yang telah mencapai nisab (batas kuantitas yang
mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dengan catatan bahwa kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl
(setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian (Maliki)
Zakat ialah menjadikan sebagian harta yang khusus sebagai milik
orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari'at karena Allah swt
(Hanafi)
3. Definisi Waqaf
Waqaf adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik
Allah taalaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia
melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah
untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan
kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan (Hanafi)

Waqaf adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di


segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut
sebagai taqarrub kepada Allah taalaa (SyafiI dan Hambali)

C. Manajemen Zakat
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi sangat
penting, startegis dan menentukanbaik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah
satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana dalam hadis nabi,
sehingga keberadaannya dianggap sebagai malum minad-diin bidh-dharurah atau
diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman
seseorang. Didalam al-quran terdapat dua puluh tujuh ayat yang menyejajarkan
kewajiban sholat dengan zakat. Terdapat berbagai ayat yang memuji orang-orang
yang sungguh-sungguh menunaikannya, Dan sebaliknya memberikan ancaman bagi
orang yang sengaja meninggalkannya. Karena itu khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
bertekad memerangi orang-orang yang sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat.
Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu

kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan maka akan memunculkan berbagai problem
sosial ekonomi dan kemudharatan dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan
dan belum optimal serta kurang efektifnya sasaran zakat karena manajemen
pengelolaan zakat belum terlaksana sebagaimana mestinya, baik pengetahuan
pengelola maupun instrumen manajemen pengelolaan serta sasaran zakat

1. Pengertian Zakat dan Dasar Hukum Zakat


Zakat berasal dari kata zaka yang berarti berkah, bertambah, tumbuh, bersih
dan baik menurut bahasa, jadi segala sesuatu yang bertambah dapat disebut zakat.
Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
untuk diserahkan kepada yang berhak mendapatkannya. Menurut Nawawi, jumlah
yang dikeluarkan dari kekayaan disebut zakat karenayang dikeluarkan itu menambah
banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan (Qardlawi,
1969).
Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, jiwa dan kekayaan orang yang berzakat
itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bertambah (al-Jaziri : 590). Hal ini berarti
bahwa makna tumbuh dan berkembang itu tidak hanya diperuntukkan buat harta
kekaayan akan tetapi lebih jauh dari itu. Seseorang yang mengeluarkan kekayaan
untuk zakat diharapkan hati dan jiwa orang yang menunaikan kewajiban zakat itu
menjadi bersih. Zakat dapat mensucikan dan membersihkan hati para muzakki, hal ini
sesuai dengan firman Allah surat al-Taubah :103 yang artinya Pungutlah zakat dari
kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya. Suci hati dapat
diartikan sebagai menjaukan sifat tercela terhadap harta seperti rakus atau kikir.
Muzakki harus memiliki sifat tanggung jawab kepada orang yang terlantar, sehingga
setiap saat ia akan berzakat dan bagi orang yang terlantar zakat juga dapat membuat
hati mereka bersih dan suci. Dengan menerima zakat ia dapat mengusir rasa dengi
dan iri terhadap orang yang memiliki harta yang berlebih. Dari penjelasan diatas

selain zakat merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak social yang
nyata. Zakat merupakan salah satu dana atau harta masyarakat yang dapat berguna
untuk menolong orang-orang yang terlantar dan memberikan kesempatan kepada
orang-orang terlantar untuk hal-hal yang luhur. Dalam ajaran islam manusia diberikan
kesempatan untuk menikmati kehidupan dengan cara-cara yang halal.
Zakat merupakan dasar principal untuk menegakkan struktur social Islam.
Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, melainkan sedekah wajib. Zakat
merupakan perintah Allah yang harus dilaksanakan, hal ini sudah dijelaskan dalam alQuran dan al-Hadis. Dalam ayat surat al-Baqarah : 110, yang artinya Dan
dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat dan apa-apa yang kamu usahakan berupa
kebaikan, dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya
Allah itu Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. Ayat tersebut beriisikan
tentang perintah untuk berzakat. Jenis-jenis kekayaan yang wajib dizakatkan adalah
emas dan perak, binatang ternak, harta perdagangan, hasil tanaman dan tumbuhtumbuhan, harta rikz dan madin, harta laut dan harta profesi.
Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat sesuai yang sudah dijelaskan
dalam al-Quran surat al-Taubah ayat 60 adalah fakir, miskin, amil yakni orang yang
mengurus zakat, muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam yang masih lemah
imannya, fir riqab yakni hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan
berusaha untuk menebus dirinya supaya menjadi irang merdeka, Gharim yakni orang
yang berhutang, fi sabilillah yakni segala usaha yang baik yang dilakukan untuk
kepentingan agam dan ajaran Islam, Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan biaya
dalam perjalanan yang baik. Namun yang menjadi prioritas utama adalah fakir dan
miskin. Hal ini sesuai dengan tujuan dari zakat untuk menghapuskan kemiskinan dan
kemelaratan umat Islam dan menunjukkan begitu oentingnya kedermawanan dan
kepedulian umat Islam terhadap sesame umat manusia.
2. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Zakat harus disalurkan kepada orang yang tepat atau yang berhak
mendapatkannya. Masyarakat harus mengelola zakat secara produktif agar
penyaluran zakat tepat sasaran dan dapat meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
Namun pengelolaan zakat kurang optimal, sehingga menyebabkan banyak umat Islam
yang kurang sejahtera. Karena masalah tersebut pada tahun 1990-an beberapa
perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga zakat yang bertugas
mengelola dana ZIS (Zakat, Infak dan Shadaqah) dari karyawan perusahaan yang
bersangkutan, dan masyarakat, seperti misalnya Dompet Dhuafa Republika (DDR).
Pada tahun 1997, DDR menggelar seminar zakat perusahaan di Jakarta yang
pesertanya lebih dari seratus oran, dan 70% mewakili Baitul Mal lembaga zakat dari
berbagai perusahaan. Setelah seminar tersebut, terbentuklah Forum Zakat (FOZ).
FOZ ini memayungi keberadaan LPZ dan asosiasi ini merupakan lemaga konsulatig,
kooridnatif dan informative tentang zakat. Untuk memaksimalkan dana ZIS, FOZ
menjalin kerjasama dan mengatasi konflik LPZ, FOZ diharapkan dapat menjadi
lembaga yang memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kebutuhan anggota.
Pada awal Agustus tahun 1999, Menteri Agama RI, A. Malik Fajar
membacakan RUU tentang pengelolaan zakat di depan siding paripurna DPR-RI dan
pada tanggal 23 September 1999 Presiden B.J Habibie mengesahkan Undang-Undang
no 38 tahun 199 tentang zakat. UU Nomor 38 Tahun 1999 itu kemudian diikuti
dengan keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat. Tujuan umum usaha-usaha pengembangan zakat di Indonesia adala agar
bangsa Indonesia lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya, dalam hal ini zakat
diharapkan dapat menunjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai
masyarakat adil dan makmur materill dan spiritual berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Namun dalam kenyataanya lembaga pengelola zakat belum bias meningkatkan
kesejahteraan umat secara menyeluruh. Apabila pengelolaan zakat dikelola secara
optimal dan professional dengan menerapkan fungus standar manajemen, yakni
perencanaan (Planning) pengorganisasian(Organising), pengarahan(Actuating) dan
pengawasan(Controlling) jelas akan memberikan dampak yang jelas kepada

masyarakat yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan keadilan


sosial.
Meskipun banyak hal yang mendorong umat Islam untuk berzakat, namun
terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh masyarakat seperti kurangnya
pemahaman tentang lembaga pengelolaan zakat. Sampai saat ini pengetahuan tentang
zakat masih terbatas dibanding dengan shalat, puasa dan haji. Selain itu terdapat
masalah konsepsi fikih zakat. Fikih zakat yang selama ini diajarkan di lembagalembaga pendidikan di Indonesia hampir selurunya hasil perumusan para ahli
bebearap abad lalu, sehingga perumusan tersebut tidak sesuai lagi untuk digunakan
mengatur zakat dalam masyarakat modern ini. Ada juga masalah benturan
kepentingan organisasi-organisasi atau lemabaga-lembaga social Islam yang
memungut zakat ini dengan misalnya BAZ (Badan Amil Zakat) atau Lembaga Amil
Zakat, organisasi pengolal zakat yang baru. Selain itu sebagian masyarakat masih
kurang percaya terhadap lembaga pengumpul zakat, akibatnya banyak muzakki yang
menyerahkan zakatnya kepada pihak lain tanpa adanya koordinasi dengan lemabga
pengelola zakat yang sudah ada.
Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, ada beberapa upaya yang
harus dilakukan, antara lain adalah penyebar luasan pengertian zakat, penyebaran
melalui pendidikan, baik formal maupun non formal. Selain itu penyebaran
pengertian zakat juga melalui seminar, media elektronik, media cetak dan
penyuluhan, terutama tentang humunya, barang yang dizakati, pendayagunaan dan
pengorganisiannya sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan adanya UU 38
tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di Indonesia dapat mengelola zakat secara
produktif dan optimal. Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya bergantung pada
banyaknya zakat yang terkumpul, tetapi sangat tergantung pada dampak dari
pengelolaan zakat dalam masyarakat. Untuk itu, dalam pengelolaan zakat diperlukan
beberapa prinsip, antara lain :

a. Pengelolaan harus berlandaskan al-Quran dan Sunnah. Karena zakat


merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah yang erat kaitannya dengan
maslaah social dan ekonomi masyarakat maka pengelolaannya harus sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam al-Quran.
b. Keterbukaan. Penggunaan sistem informasi yang modern sehingga dapat
diakses secara langsung oleh pihak-pihak yang memerlukan dan dapat
memberikan rasa kepercayaan terhadap lembaga pengolaan zakat. Selain itu
perlu pencatatan laporan secara berkala mengenai dana, pendistribusiannya
dan penerimanya.
c. Mempergunakan manajemen dan administrasi modern. Pengurus BAZ dan
LAZ harus orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam bidangnya masingmasing

sesuai

tenaga

yang

diperlukan.

Selain

itu

pengelolaan,

pengorganisasian dan kontroling perlu dilakukan, sehingga apabila terjadi hal


yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat segera diperbaiki.
d. BAZ dan LAZ harus mengelola zakat dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan
Undang-Undang 38 Tahun 1999 dan keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia, Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat harus bersedia diaudit.
Disamping itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan dan pengelolaan zakat,
yang antara lain sebagai berikut :
a. Mengankat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari
b.
c.
d.
e.
f.

kesulitan dan penderitaan


Membantu pemecahan permasalah yang dihadapi oleh para mustahik
Menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat
Menignkatan syiar Islam
Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara
Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
Apabila prinsip-prinsi pengelolan dan tujuan pengelolaan zakat dipegang oleh

amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan zakat, infak dan shadaqah
dikelola dengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi standar
manajemen, sasaran zakat, infaq maupun shadaqah akan tercapai. Oleh karena itu,
orang yang menjadi amil zakat harus orang yang benar-benar professional, jujur,

amanah dan mempunyai komitmen terhadap prinsip-prinsip dan tujuan pengelolaan


zakat. Selain itu perlu koordinasi dan kerja sama antar lembaga pengelola zakat.
3. Persyaratan Lembaga Pengelolaan Zakat
Persyaratan teknis lembaga zakat berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI
nomor 581 tahun 1991 adalah:
1.

Berbadan Hukum

2.

Memiliki data muzakki dan mustahik

3.

Memiliki program kerja yang jelas

4.

Memmiliki pembukuan dan manajemen yang baik

5.

Melampirkan surat pernrnyataan bersedia diaudit

Persyaratan tersebut diharapkan dapat mengarah pada profesionalitas dan


trasparansi dari setiap pengelolaan zakat.
Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut
Manajemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi pengelola lembaga zakat
antara lain:
1.

Susunan Organisasi Badan Amil Zakat (BAZ)

a.

Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan pertimbangan, Komisi Pengawas

dan Badan Pelaksana


b.

Dewan pertimbangan meliputu unsur ketua, sekertaris dan anggota

c.

Komisi Pengawas meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota

d.

Badan pelaksana meliputi unsur ketua, sekertaris, bagian keuangan,

bagian pengumpul, bagian pendistribusian dan pendayagunaan


e.

Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan

unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, cendikia, tokoh
masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait
2.

Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)

a.

Dewan Pertimbangan

1)

Fungsi, memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi

kepada badan pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat,
meliputi aspek syariah dan aspek manajerial
2)

Tugas Pokok

a.

Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat

b.

Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas

c.

Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak terkait dengan

hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat
d.

Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan

Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak


e.

Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan

Pelaksana dan Komisi Pengawas


f.

Menunjuk Akuntan Publik

b.

Komisi Pengawas

1)

Fungsi; sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan

yang dilaksanakan Badan Pelaksana


2)

Tugas Pokok

a.

Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan

b.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan

Dewan Pertimbangan
c.

Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana,

yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan


d.

Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah

3.

Badan Pelaksana

1)

Fungsi; sebagai pelaksana pengelolaan zakat

2)

Tugas pokok

a.

Membuat rencana kerja

b.

Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang

telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan


c.

Menyusun laporan tahunan

d.
e.

Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah


Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil

Zakat kedalam maupun keluar

DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen PAI. 2013. Buku Daras : Pendidikan Agama Islam di Universitas
Brawijaya. Pusat Pembinaan Agama Universitas Brawijaya
Prakkasi, Idris. 2012. Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq, Sadaqah dan
Wakaf(ZISWAF).
http://konsultanekonomi.blogspot.com/2012/05/manajemenpengelolaan-zakat-infaq.html diakese tanggal 19 Maret
M.N.Siddiqi.1983. Banking without Interest. Islamic foundation Leicester
Gusfahmi, 2007. Pajak Menurut Syariah. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Refika Aditama :
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai