Anda di halaman 1dari 91

Buku Saku Urologi

Compiled by JEF and GWK


Converted to iSilo format by BOY
Last update June 21st 2003
Protokol syok anafilaktik :
Tinggikan kaki, bebaskan air way
Adrenalin 0,2 - 0,5 cc/ sub kutan .
Untuk dosis anak : 0,01cc/kg BB
O2 masker 4-6 L/mnt
Infus RL/PZ :
Tensi tidak terukur 20 cc/ kg BB
Sistole < 100 mmHg 500 cc/ jam
Sistole > 100 mmHg 500 cc/ 1 jam
Tensi titik atas < 100 mmHg Adrenalin 1 : 1000 /cc diencerkan dgn P8 jadi 10 cc digunakan 2-3 cc
/IV pelan
(anak :0,1 cc/kg BB).
Dosis dapat diulang setelah 10 menit.
Bila gagal memasang infus adrenalin 1 : 100 0,2 - 0,5 cc / i.m.
Setelah infus terpasang berikan difenhidramin 60 - 80 mg i.v ( anak : 1 -2 mg /kg BB / i.v ). Maximal 200
mg / i.v
(anak : 8 mg/ kg BB/ i.v )
Bila terdapat wheezing berikan aminofilin 1 amp ( 240 mg) i.v pelan dalam 20 menit ( anak 4 - 6 mg/ kg
BB).
Bila infus belum dapat terpasang , tensi tetap kurang atau tak terukur segera ke ICU
Observasi vital sign ketat 6 jam berturut-turut, kemudian setiap 2 jam.
Sisa obat jangan dibuang.
Tranfusi :
- PRC : 4 x D x BB = cc max / hari = 10 cc/kg BB
- WB : 8 x D x BB = cc
- Tranfusi Albumin / hari : max : 1 gr / kg / x
Dalam gram : D x BB x 80 / 100 x 1 grm
Dalam % : 20 % = D x (BB x 80 / 20) x 1 cc
25 % = D x (BB x 80 / 25) x 1 cc
- Plasma (3%) : 100/3 x a x 1 cc
max : 20 cc / kg/ x
Hb toleransi :
Hb : 8 grm/ dL
Ht : 25 %
Alb : 2,5 grm/ dL
Tranfusi Plasma :
Indikasi :
1.
Koreksi defisiensi faktor pembekuan
2.
Koreksi defisiensi Ig heriditer.
3.
Koreksi hipovolemia karena plasma leakage (DHF)
No. 1 dan 2 dosis : 1 jam I = 10 cc/ kg BB/ jam
jam berikutnya : 1 cc/ kg BB/ jam
No. 3 dosis : 10 - 20 cc/ kg BB
Dopamin :
1. Dosis rendah(CVP dbn, TD ): 2 micro-grm/kg BB/mnt
u/ meningkatkan flow rate pre renal
mengaktifkan reseptor dopaminergic
vasodilatsi renal vascular diuresis
adrenergik efek minimal
2. Dosis sedang (CVP , TD , urine ) : 2 - 8 micro-grm /kg BB / mnt

u/ meningkatkan tensi
stimulasi beta-1 HR , CO
3. Dosis tinggi : 8 20 micro-grm/ kg BB/mnt

stimulasi alfa-1
retensi perifer
GFR
Cara membuat sediaan :
1 ampul dopamin = 200 mg
200 mg dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%

1 cc = 200 / 500 = 0,4 mg


1 cc = 400 micro-grm
20 tts = 400 micro-grm
1 tts = 400 / 20
= 20 micro-grm
Bila BB = 50 kg
Dosis kecil = 2 micro-grm x 50 /mnt
100 micro / mnt 100 / 20
= 5 tts / mnt
Rumus praktis = J x BB x 6 / 100 tetes per menit
J = jumlah dalam yg dibutuhkan dlm micro
Dobutamin :
- Selektif beta-1 agonis
- CO , efek inotropik lebih baik
- Retensi perifer sedikit
- T, RBF, aliran darah mesenterik
Dossage :
1 ampul = 250 mgr = 20 cc
Dosis awal : 0,5 micro-grm /kgBB/mnt
Cardiogenik syok 2 10 micro-gr /kg/mnt
Range dose : 2 20 micro-gr /kg/ mnt
Cara membuat sediaan :
250 mgr dalam 250 cc D5 atau PZ
ARDS:
1.
Fase I :
- Gangguan perfusi dan metabolisme
- Ronkhi basah
- Foto normal
2.
Fase II :
- Foto tampak kelainan
- Hipoksemia tak dpt diperbaiki dgn cara biasa respirator
3.
Fasse III :
- Hipoksemia kuat
- Foto tanda udem paru (infiltrat difuse)
4.
Fase IV : - Cardiac aritmia
- Sepsis
- Hipoksemia berat
Patologi ARDS :
18 jam : congesti, atelektasis, intestinal udema, tromboemboli
48 jam : intra alveolaar hemorrhage
78 jam : konsistensi paru seperti hepar , alveolar turun.
Trombus / emboli vena :
Trombus arteri / vena besar
Vena : pembentnukan fibrinogen sangat penting, sedang agragasi trombosit hampir tidak ada,
arterosklerosis tak berperan.
Faktor penentu :
1.
dinding pembuluh darah
2.
aliran darah
3.
komponen darah
Tingkat dehidrasi :
Cairan hilang % BB
Gejala klinis
A. Ringan (< 5 % BB) Irritable, bibir kering, kulit hangat & kemerahan, turgor sedikit , rasa haus.
B. Sedang (10 % BB) Gelisah , mata cekung, tek. Intraoculer , demam, pucat, turgor , demam ,
takikardi, ubun cekung, oliguri.
C. Berat (> 15 % BB) Apatis / somnolent, hipotonia, mata cekung , tek. Intra oculer jelas turun, pucat/
cianosis, turgor , hiperpireksia, kkejang, nadi lemah , ubun sangat cekung.
Pemberian NPE :
A. Kurang dari 5 hari :
hari I RD5 : D5 = 2 : 3 ( =500 kcal)
hari II & III RD5 : D10 = 2 : 3 (800 kcal)
hari IV & V RD5 : D20 = 2 : 2 (1000 kcal)
b. Jika panj lewat vena perifer :
hari I RD5 : D5 = 2 : 3

hari II & III AA 2,5 % KH : D10 = 2 : 3 (900 kcal + 25 grm AA)


hari IV & V AA 2,5 % KH : D10 = 2 : 2 (1100 kcal + 25 grm AA)
c. Jika panj lewat vena central :
hari I RD5 : D5 = 2 : 3
hari II - III AA 5 % KH10 : D10 = 2 : 3 (1000kcal +50grm AA)
hari IV dst AA5 % KH10 : D20 = 2 : 2 ( 1200kcal+ 50 grm AA)
D20 diberi bersama insulin 20 IU/ 500 cc
AA 2,5 % +KH : Plasmatein ( 300 cal + 25 grm AA)
AA 5 % + KH10 : Aminofel 600 ( 450 cal/L + 50 grm AA+25 meq K+)
Triparen : Elektrolit + glukosa + xilitol + fruktosa
Triparen No.1 933 kcal
Triparen No.2 1200 kcal
EAS 7 % osmol rendah 1 L = 50 grm AA
Intralipid 10 % dan 20 %
tubuh mencerna lemak tidak bisa langsung
Amiparen 100 grm AA / L
Aminofusin 50 grm AA /L Isi AA essensial + AA rantai panjang
Panamin G : AA 27 grm/ L
Kebutuhan kalori pasca trauma/sepsis
1000 kcal/m2 atau
25 kcal /kg BB atau
5 gram / kg BB
Asam amino = 1 gram / kg BB
50 gr protein /hari perlu 1200 kcal (300 gr gula)
Nutrisi Enteral dimulai diberikan jika retensi lambung < 200 cc/hari dengan warna jernih, putih kehijauan.
Caranya : awali dengan 50 cc D 5 % / jam
Lipid diberikan 30 % dari kebutuhan kalori.
Infeksi suhu , intake minum uremia
Trauma score (0 - 12) :
1. Nafas, frekuensi :
10 24
25-35
> 35
<10
0
2. Usaha Bernafas :
Normal
:1
Dangkal/retraksi
:0
3. Tekanan sistolik
> 90
:4
70 - 90
50 - 69
:2
< 50
:1
0
:0
4. Pengisian kapiler :
Normal (< 2 detik) : 2
Lambat ( > 2 detik : 1
Tidak ada
:0
5. GCS

:4
:3
:2
:1
:0

:3

14 - 15
:5
11 - 13
:4
8 - 10
:3
5-7
:2
3-4
:1
<3
:0
Score : 1 - 16
Bila trauma score 9 harapan hidup 9/16 x 100 %
Koreksi elektrolit :
Kalium Normal : 3,5 - 5 meq/L
Kebutuhan : 1 - 2 mg/ kg/ hari
Hati -hati pada orang tua.
K+=

Defisit K+ x BB
------------------------ x cc

10
Cara masuk masukkan koreksi (KCl 15 %) dlm drip D5
dengan monitor EKG.
Indikasi koreksi kalium bila K < 2,5
Defisit x BB
BE = ----------------------3
Cara masuk :

- bolus meylon
- lagi drip
1 grm NaCl = 17,1 meq (kebutuhan harian 2 - 4 meq/kg/hr)
1 grm KCl = 13,4 meq (kebutuhan 1 - 2 meq/kg/ hr)
1 grm Na. Bic. = 5,9 meq
1 cc Meylon = 1 meq
KCl
7,5 % 1 cc = 1 meq/L
KCl
15 % 1 cc = 2 meq/ L
NaCl 15 % 1 cc = 2,5 meq/L
Analisa Gas Darah :
* Acidemia (pH turun) : [H+] > 45 atau pH < 7,35
* Alkalemia : [H+] < 35 atau pH > 7,45
* Metabolik alkalosis [HCO3-] > 35
* Metabolik asidosis [HCO3-] < 23
* Respiratori asidosis [PCO2] > 45
* Respiratori alkalosis [PCO2] < 35
Step :
1. Evaluasi pH :
- Low asidosis primery lesion
- High alkalosis primery lesion
- Normal normal/ mixed
2. Evaluasi [HCO3-] :
- High metabolik alkalosis
- Low metabolik asidosis
3. Evaluasi pCO2 :
- High (hipercapnia) respiratori asidosis
- Low (hippocapnia) respiratori alkalosis
4. Combine information :
- pH : Low asidemia
- [HCO3-] : Low metabolik acidemia
- pCO2 : Low respiratori alkalosis
overall penderita acidemia dgn lesi primer metabolik asidosis dengan proses kompensasi respiratori
alkalosis.
5. Evaluasi proses kompensasi :
Compensasi respiratori asidosis :
a.
Acut : HCO3- < 32
b.
Cronik (2-4 hari) : HCO3- < 45
Rumus [HCO3-] = 0,43 x pCO2 + 7,6.
Alkalosis : H+ keluar sel, K masuk sel K serum
Asidosis : H+ masuk sel, K keluar sel K serum
Metabolik alkalosis :
-Retensi HCO3-Loss H+ >>
Causa :

Loss H+ GIT
: muntah >>

Renal Loss H+
: -Minerallocortikoid excess
- Hipoparathiroid

Retensi Bicarbonat :
- Pemberian NaHCO3 >>
- Tranfusi masif
Gangguan Asam Basa mempengaruhi distribusi K+

Asidosis K+ keluar sel Hiperkalemia

Alkalosis K+ masuk sel Hipokalemia

Metabolik Asidosis
- Prod. H+ >>
- Ekskresi H+ <<

HCO3 -
Ada 2 macam :
1.
Anion gap meningkat
2.
Anion gap normal.
Anion Gap : Perbedaan antara Na serum dan jumlah Cl + bicarbonat.
Bila Anion gap (>14 mEq/lt) berarti terjadi penambahan asam : RF, Ketoasidosis, laktic acidosis
Bila anion gap normal (12 mEq/lt) berarti kehilangan bicarbonate dengan retensi cloride : RTA, Urinari
diversion, pangkreatic fistel, diarhea.
Causa :

Produksi asam organik >> :


Ketoasidosis diabetik
Sepsis, Shock, Perfusi
Obat-obatan

Kegagalan mekanisme ekskresi Ren :


Oliguri ARF
CRF
Renal Tubular Asidosis

Bicarbonat Loss >>> :


GE, Fistel pangkreas
Koreksi Asidosis Metabolik : Bicarbonat.
BB x 0,3 x (25 HCO3 serum) = mEq Bic.Nat needed
1 Ampul NaHCO3 = 44 mEq.
Menghitung Tetesan infus :
Jml cairan infus
Makro : ----------------------lamanya infus x 3
Jml cairan infus
Mikro : --------------------------lamanya infus (jam)
Hiperkalemia : > 5,5 mEq/L
Causa :
- asidosis metabolik K intrasel keluar
- GGA 95 % ekskresi K melalui ginjal
- Trauma jaringan >>>
- Perdarahan GI.
Gx/ :
- Aritmia, Lemah otot
- ECG : peak T wave, flat P wave, QRS melebar
Terapi :
a. Acut :
*Gluk hipertonik(D40%) + 10 - 20 UI RI.
Cont. :
Hiperkalemia 7, 8 meq di terapi dgn cara :
D40 % 25 cc + 2 unit insulin I.V. ( boleh 2 x dgn jarak 1 jam, diantaranya diberi Kalium glukonas)
Comprehensive Urologi :
- 10 IU RI + 50 cc D50% i.v. ~ > 5 menit
- 250 mg furosemid / i.v > 30 menit
- Kayexalate 60 gr/ oral eks mll GIT
*Clsium glukonas (10 %) : 10 - 20 cc / iv (cardioprotector)
*Dialisis
*Sodium bicarbonat 50 - 100 mEq/ iv
*Pemberian elektrolit :
Defisit + kebutuhan /hari = / 24 jam
Defisit = Elekt Normal - elektrolit yg ada x BB x 0,6 meq
b. Cronik :
- Diet rendah K

Tiap perubahan pH 0,2 menimbulkan perub. K = 1 mEq


Kenaikan 3 mEq Na. serum defisit air 1000 cc
Hipokalemia : < 3 mEq/l
causa : - Ektra renal : muntah, diare, ileus, fistel usus, combus
- Renal : shock (anoksia jaringan), diuresis >>
- Inbalance asam - basa : alkalosis, asidosis
Klinis :
- aritmia
- lemah oto, kram, mialgia, flaccid/ tetani
- ileus, mual, nokturia
- haus, gelisah koma
- reflek tendon turun, parestesi
- ECG : flat T wave atau T terbalik, gelombang U menonjol
Terapi :
a. Non- urgent : Oral : 80 - 120 mEq/ hari (aspar K)
b. Urgent : max. : 40 mEq/ jam dgn monitor ECG
Hiponatremia : < 120 mmol/l
Klinis :
- mual, muntah
- muscle cramps, letargi
- gelisah, kesaaran turun
- agitasi, kejang
- sensorik turun, reflek tendon turun
- hipotermia
- nafas cheyne stokes
Terapi :
* NaCl 3 % , kec. infus : 1 mEq/L/hari (max)
* Infus PZ / RL
Defisit x BB
Natrium : ----------------------- x cc
12,5
: drip, dan lagi bolus.
Estimasi defisit bicarbonat dan excess :
* Pada asidosis metabolik yang berat dgn HCO3 - < 10 :
HCO3-defisit = 0,7 x LBW x [10 - HCO3-]
* Pada alkalosismetabolik :
HCO3- excess = 0,5 x LBW x [ HCO3- - 24]
Osmolalitas dan Consentrasi Na plasma :
glukose
BUN
P osm = 2 x [Na+] + ------------- + ------18
2,8
glukose
Efektif P osm = 2 x Na+ + ----------18
Na+ + K+
Plasma Na+ = ------------------TBW
Pada hiperglikemia :
Setiap kenaikan glukosa 62 mg/dl akan menurunkan Na : 1 meq/lt akibat perpindahan air dari sel ke
ektra sel
Hiperglikemia P osm meningkat, Na menurun
Hiponatremia :
Na defisit = 0,6 x LBW x (140 - Na+)
Hipernatremia :
Water defisit (lt) = 0,5 x LBW x (Na/140 -1)
pH turun 0,1 K+ naik 0,5 meq/lt
Acidemia H+ plasma meningkat masuk intra sel
K+ keluar hiperkallemia
Penilaian Obstr. Jalan Nafas (Jackson)

Derajat I : pasien tenang hanya ada retraksi supra sternal


Derajat II : gelisah, retraksi supra sternal & epigastrium
Derajat III : Gelisah sukar bernafas, retraksi supra sternal,
Epigastrium,intercostal, supra & infra klcikula.
Derajat IV: Tanda 1 - 3 positif, anciety, muka pucat, pusat
pernafasan mulai letih.
Derj. II & III segera trakheostomi
Derj. III tidak boleh diberi sedatif
Penilaian Obstr. Jalan Nafas (Silverson Anderson ) :
Upper chest :
- Syncronized
0
- Lag on inspiration
1
- See saw
2
Lower Chest :
- No retention
1
- Just visible
2
- Marked
3
Xyphoid retraction :
- None
0
- Just visible
1
- Marked
2
Expiratori grubting :
- None
0
- Just visible
1
- Marked
2
Bila grade II : siapkan trakeostomi.
Indikasi pemasangan Ventilator :
1.
Respiratori faillure : nafas sponta tapi tidak adekuat
2.
Penderita dgn operasi + hemodilusi
Bleeding >> ( >1/3 blood vol) dan diganti dgn RL, dextran, PZ
3.
Post trepanasi yg perlu black out (tidur tidak nafas) dgn obat anestesi
4.
Respiratori arrest :
- SGB, Fr. Cervik, miastenia gravis.
BMR = 0,75 {0,74(sistole - diastole) + Nadi } - 72.

Perawatan Insufisiensi Nafas/ Pontodidan


Komposisi Cairan Tubuh :

Estimasi Blood Volume:

Anterior cord syndrom :


- Parese/ paralise
- Hilang rasa nyeri dan suhu dibawah lesi
- Sentuhan ringan, propioseptif dan vibrasi positif

Central cord sindrom :


- Parese ekstremitas atas > bawah
- Gangguan semua fungsi sensoris
- Gangguan fungsi autonom (bladder disfunction)
Brown sequard sindrom :
- Hemiseksi spina cord
- Gangguan suhu, & nyeri kontra lateral
- Paralisi, gangguan vibrasi dan sentuhan satu sisi (UMN : bawah lesi, LMN : pada lesi )
Neurogenik shock : Aliran adrenergik dr simpatis ke cord vasculer perifer hilang :
Gx/ - Hipotensi
- Bradikardi
- Hipotensi
Spinal Shock :
- Fungsi sensoris
- Fungsi motorik
- Fungsi reflek
Fungsi tersebut hilang dibawah lesi
klinis : reflek (-), paraplegi , flakcid
Tanda spinal shock :
Tensi < 90, nadi < 90
Perfusi perifer baik (akral hangat)
Tidak berkeringat, BCR negatif.
Terapi spinal shock :
Infus D5 NS
Posisi trendelenberg
NGT / Kateter
Oksigen
Cegah hipotermi
Bila bradicardi < 80 beri SA 0,25 - 15 mg
Bowel sterilisasi :
a. Medikamentosa :
Kanamicin = 3x500 mg 3 hari pre op.
Neomicin 4 x 500 mg 2 hari
Metronidazol 3 x 750 mg 2 hari
Tetraciklin 4 x 250 mg 2 hari
Klindamicin 3 x 450 mg 2 hari
b. Mekanik :
- Laxan : bisacodyl
- Lavement : gliserol
Bubur rendah serat 3 hari
Lavament atas dan bawah
Paralytik Ileus :
Klinis :
1.
Muntah ( >> isi lambung)
2.
Abdomen distended (central) BAB (-)
3.
Flatus (-)
4.
Bising usus (-)
5.
Perkusi tympani
6.
Takhikardi
7.
hipotensi
BOF :
- Usus distended
- Air fluid levels
Tx/
- Konservatif : - Infus
- NG tube
Cegah adesi usus dengan :
Dextran & gelatin yg telah dimodifikasi
Perlekatan : penyembuhan usus dari dalam
penyembuhan kulit dari luar
Hemostasis

Inflamasi
Proliferasi
Remodeling
Peritonitis :
Klinis : - nyeri abdomen
- mual, muntah
- febris
- perut : distensi, kaku dan nyeri tekan
- bising usus mula-2 meningkat kmd turun
- hipotensi shock
Lab. :
- leukositosis (DL)
- elektrolit bervariasi
- metabolik acidosis
Foto :
BOF

- usus besar dan halus distensi


- air fluid level
Tegak & LLD foto diagram volume bebas
Pre operasi :
- infus (hartman Sol)
- NGT & DK
- AB : ampi, genta, metro
Test Coma pada anak :
Curiga hipoglikemi = D40 : 1 cc /kg BB diencerkan dgn aqua 1 : 1 IV
Cairan Maintenance : (holiday & Segas)
Vital sign
- Sistolik = 80 mmHg + (2 x umur dlm thn)
- Diastolik = 2/3 x sistolik

Dosis Obat pada Anak :

Pemberian cairan pd Neonatus :


hari I
: 60 - 80 cc/ kg BB
hari II : 80 - 100 cc/ kg BB
hari III dst : 100 cc/ kg BB
Bayi dan Anak :
0 - 10 kg
4 cc/ kg BB/ jam atau 100 cc/ kg BB/ hari
10 - 20 kg 40 cc , u/ tiap kenaikan / kg + 2 cc/ kg
atau 1000 cc + 50 cc/ kg BB/ hari.
> 20 kg
60 cc, u/ tiap kenaikan/ kg + 1 cc/ kg
atau 1500 cc + 20 cc/kg BB/ hari
Elektrolit : dimulai hari ke- 2
Natrium : 3 mEq/kg BB/hari
Kalium : 2 mEq/ kg BB/ hari
Kalori :
100 kalori/ kg BB/ hari
Anak :
< 3 bulan D10 0,18 NS
< 3 tahun D5 NS
> 3 tahun D5 NS
< 10 kg 100 cc / 24 jam
10 - 20 kg 50 cc / 24 jam
20 - 30 kg 30 cc / 24 jam
Kalau sesak / malnutrisi .. 20 % v 1/3 nya

Kalau GGA/GGK hanya boleh D5/D10 tanpa saline


Jumlah cairan kebutuhan /24jam + produksi urin
Transfusi :
Tanpa perdarahan PRC :10 cc /kg /hari (sebelumnya tes lasix 1 cc/kg/IV)
Ada perdarahan harus WB -- sesuai jumlah perdarahan
Post tranfusi : Kalsium glukonas (IV) : 1 cc / 100 cc darah yg masuk .
Lavement PZ 10 cc / kg BB / hari / 2 kali

UROLOGI
Frekuensi Miksi :
Normal : 4 8 kali/ hari
Meningkat > 8 kali/hari Kel. TU, Kel. Metabolisme, psikologik/ansietas.
Straining :
Usaha untuk meningkatkan pancaran miksi dengan sengaja melakukan kontraksi otot abdomen dan
pelvis
Ciri obstruksi bladder outlet
Enueresis : nogmpol > 3 x/ mgg pada anak yang harusnya sudah tidak ngompol
Stranguria : disuria berat + hematuria
IVP :
Kontraas : urografin 76 % = 0,5 mg/ kg BB or 60-100 cc
1 ampul = 20 cc
SC < 1,6 : - BB < 50 kg dosis 1 ampul
- BB > 50 kg dosis 2 ampul
SC 1,6 2,5 :
BB < 50 kg dosis 2 ampul
BB > 50 kg dosis 4 ampul
SC 2,5 3,5 :
- Infusion 5 ampul + 100 cc D5 (=200 cc)
- grojok sampai sisa 25 cc
Bila alergi ringan/ sedang : difenhidramin 50 mg/ iv
Bila alergi berat :
Resusitasi C/P
Epinefrin 1/1000 0,3 cc / sc or 1/10.000 3 cc/ iv
Difenhidramin 50 mg/ iv
Bila bradicardi atropin 0,5 cc/ iv
Profilaksis reaksi alergi kontras :
Difenhidramin 50 cc 1jam sebelum injeksi
Prednison oral :
4 x 50 mg -- 1 hari sebelumnya
1 jam sebelum injeksi
4 jam setelah selesai
Indikasi IVP :
- Curiga kelainan kongenital TU
- ISK berulang or resisten
- Colik yg diduga dari TU
- Hematuria
- Curiga tumor TU
- Curiga urolitiasis, kecuali BBB endemis
- Hipertensi renovaskular
- Trauma TU
- Buli-buli neuropati
- BPH tanpa retensi
- PNA, GNA, hematuria + silinder eritrosit
- Tumor testis
Indikasi RPG :
- IVP tidak informatif terdapat obstruksi tapi causa tidak jelas

- IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain tidak dapat membantu diagnosis
- Curiga fistel upper tract
Kontras yg dipakai 30 % = 5 10 cc
Komplikasi RPG :
Sepsitikemia
False route
Reaksi kontras
Obstruksi sementara o/k edema ureter
Kaliko renal refluks
Sistografi :
Masukkan kontras langsung kedalam buli-buli mll :
Kateter transuretra
Perkutan,SPP kedalam buli
Kontras 30 % sebanyak sesuai kapasitas buli
Indikasi sistografi :
Vistel fesikovaginal
Fistel vesikointestinal
Fistel vesikourakal
Striktur uretra totallis untuk ketahui batas proximal dan panjang penyempitan vol kontras harus cukup
agar bledder outlet membuka dan terisi kontras atao hingga pasien ingin kencing
Curiga refluks vesiko uretra refluks studi
Uretrografi :
Kontras 10 20 cc kedalam uretra
Indikasi :
Curiga striktur uretra
Curiga ruptur uretra
Curiga duplikasi/ divertikel uretra
Bila curiga klep uretra kontras masuk antegrade
Lopografi :
Pemeriksaan radiologis dengan kontras pada pasien yg telah dikerjakan diversi urin dengan conduit dari
usus, kontras dimasukkan mll stome dari cunduit tersebut
Vasografi : Pemeriksaan Vas deferens dengan kontras:
- retrorade mll ductus ejakulatorius dgn bantuan panendoskopi, kontras juga masuk vesikula seminalis
vasoseminal vesikolagrafi
- langsung mll vas deferens yg telah dikeluarkan lewat skrotum.
- Bila curiga obstruksi vas deferens pada infertilitas pria.
Phlebografi v. spermatika interna sin. :
- Kontras masuk kedalam v. spermatika interna melalui incisi kecil di inguinal cath v. femoralis v.
iliaka v. cava inferior cab. V. renalis sin masuk kontras.
- Indikasi : Varikokel subklinis
Varikokele yg tdk hilang/ kambuh pasaca operasi
Bila (+) varikokele injeksi bahan oklusan hati-hati dapat terjadi emboli v. renalis
Kavernosografi :
Ro. Penis dgn injeksi kontras kedalam korpus cavernosum
Indikasi :
Fraktur penis, ruptur tunika albuginea
Impotensia erektile, curiga v. oklusi (inkompeten)
Arteriografi A. renalis : indikasi :
Curiga tumor renalis hipervaskularisasi
Calon donor ginjal
Horse shoe Kidney pro separasi
Limfangiografi :untuk mengatahui saluran kel limfe :
Kel. Limfe inguinal, pelvinal & retroperitoneal (tu. Testis)
Kontras masuk mll sal limfe dorsum penis.
BCR : kontraksi spinter anal dan otot bulbocavernosus
S2-4
Reflex cremaster L1-2
Reflex anal S2-5
Acut treatment of Hyperkalemia :
1.
Cal. Glukonate 10 %, 10 cc/ i.v. 10 mnt.

2.
3.
4.

10 IU RI & 25 grm Glukosa (50 cc 50 % atau 125 cc 20% ) / i.v.


Cation exchange Resin (ex. Calsium atau Sodium Polystyrene sulphonate) 30 grm sbg enema.
Osmotic laxative (ex. Laktulose).

Renogram yang dinilai :


- Vascularisasi
- Sekresi
- ekskresi hambatan.
Kurve rendah, relatif mandatar Pola RF
Kurve naik pelan pola kurve obstruksi.
Uropati Obstruktif
Ca cervik
Uropati obstruktif = anuria obstruksi dan obstruksi yang menyebabkan stasis urin disertai bakteremia atau
urosepsis.
Patofisiologi : Kenaikan tek. sistim kolecting dan aliran darah ke ginjal berkurang menyebabkan atrofi
dan nekrosis semua fungsi ginjal terganggu.
Dx/ - Anamnesis, PD, Lab SC > 6
- Ro : IVP + Endoskopi bila memenuhi syarat
BOF / USG

MRS melalui UGD, bila


b/p. tindakan klasifikasi cito :
- Urosepsis
- Pyonefrosis
- Anria
b/p tindakan klasifikasi urgent :
- Acut on CRF
- GK / uremia

Konsul kandungan
Anamnesis : riwayat kolik, disuri, keluar batu, operasi UT. Fl. Pain, menggigil/demam, anuria, fl. mass
Lab. : - UL : leukosituria, hematuria.
- DL : Leukositosis, LED meningkat, shift to the left.
USG : sistim kalik melebar, ada batu.
BOF : batu, perselubungan daerah ginjal.
Terapi :
1. Antibiotik : - Ampi 4 x 1 gr + Gentamicin 2 x 80 mg atau
- sefalosporin generasi ke-3
2. Operatif : prinsip cepat masuk , cepat keluar.
* Nefrostomi, ada dua cara :
a. Terbuka (klasik), tindakan sementara, perlu tindakan definitif. Tujuannya mengeluarkan urin yang
tersumbat. Bila kortek masih tebal ginjal dibebaskan sampai terkihat pelvis dan Folley kateter no 20
dimasukkan kedalam pyelum melalui pelvis renalis. Bila kortek sudah tipis Folley kateter lanngsung
dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
b. Peerkutan, dengan bantuan flouroskopi. Syarat : ginjal teraba dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.
3. Bila keadaan sudah stabil lakukan Pielografi antegrad.
DIURESIS :
Klasifikasi :
1.
Fisiologis : akibat retensi urea, Na. & air.
Non electrolite Solute diuresis :
C/ osmotically aktif agent. (urea)
2.
Patologis : c/ kegagalan kemampuan mengkonsentrasi urin atau reabsorbsi Na.
3.
Iatrogenik : c/ high volume glukose-containing fluid replacement.
Post obstruktif Diuresis :
C/ combinasi dari :
Fisiologik diuresis urea osmotik diuresis
Patologik diuresis
Iatrogenik diuresis glukose osmotik diuresis
Biasanya 2 hari atau kurang ( BUN dan SC turun menjadi normal)
Biasanya disertai dengan :


Obstruksi kronis

Edema

Congestif HF

Hipertensi

Kenaikan BB

Azotemia

Uremia encephalopathi
Klinis :
SC > 4,0, CHD, edema perifer
Hight risk terhadap post obstruksi diuresis
Mekanisme yg menyebabkan ketidak mampuan mengkonsebtrasi urine :
Reabsorbsi NaCl o/ thick ascending loop
Reabsorbsi Urea o/ kolekting loop
Ketidakmampuan mempertahankan solute gradient akibat medullary blood flow (solute washout)
Kegagalan medullary gradient akibat aliran & konsentrasi solute di nefron distal.
Diuresis post obstruksi yang paling sering adalah Pathologik sodium loss Sodium washting nephropathy
Definisi poliuri :
Urine out put > 3 lt/hari pd keadaan minum biasa.
Untuk membedakan poliuria k/ solute diuresis atau wawter diuresis periksa osmolaritas urine.
Bila < 150 mosmol water ingestion/ d.insipidus
Bila iso/ hiperosmolar : periksa Na, K.
(Na + K) x 2 << osmol urine osmotik diuresis
(Na + K) x 2 = osmol urine salt & water diuresis
Diuresis post Obstruksi dapat menyebabkan terjadinya :
Dehidrasi
Kehilangan Natrium.
Edema cerebri
Kejang
Evaluasi CVP, Balance cairan, Cek K & Na
Varicocele
: Melebar + berkelok-2 plexus pampiniformis, derajatnya :
- Grade I : teraba / tampak setelah valsava < 1 cm
- Grade II : teraba / tampak saat berdiri 1 - 2 cm
- Grade III : teraba / tampak saat baring > 2 cm
Varikokel lebih sering kiri karena :
- V. spermatika kiri bermuara pada v. renalis kiri
- V. spermatika kiri > panjang dari kanan
- V. renalis kiri terjepit oleh aorta dan a. mesenterika superior
- Katup v. spermatika kiri lebih jelek
Indikasi operasi varikokel :
- Varikokel dengan keluhan.
- Varikokel dengan komplikasi
- Analisa sperma penurunan kwalitas dan kwantitas sperma.
Opersi Varikokel : Vasoligasi tinggi v. spermatika interna.
1.
Metode Palomo : Incisi inguinal transversal.
2.
Prosedur laparoskopik.
Sebab Varikokel :
1.
Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/ atrofi otot
cremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pl. pampiniformis.
2.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjalke vena kava inferior.
3.
Turbulensi dari v. supra renalis s keda;am juxta v. renalis internus s berlawanan dengan kedalam v.
spermatika int.s.
4.
Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5.
Tekanan v. spermatika int. meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6.
Skunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
Penyebab ggn spermatogenesis pada varikokel :

Suhu crotum yang meningkat (1958)


Aliran retrograd dari v. renalis dan v. adrenalis s. yang mengandung bahan metabolik toksik (steroid)
inhibitor spermatogenesis (1965)

Darah varicocele mengandung katekolamin yang tinggi.

Kadar testosteron dalam darah menurun jumlah sel -sel leidig turun. (1978).
Penanganan:
1. Konservativ/ noninvasive
Pentoxifilin (dgn/ tanpa androgen dosis rendah) minimal 6 bulan.
Analisa sperma tiap bulan
Follow up fisik testis
2. Invasif nonsirurgis :
Sklerosis v. spertaika interna sin.
Follow up analisis sperma minimal 6 bulan
3. Sirurgis
Vasoligasi tinggi v. spermatika int.
Follw up analisi sperma minimal 6 bulan
Gagal pasca bedah varikokel (minimal 1 tahun) :
Captopril minimal 3 bulan
Infertility pada varikokel:
Peningkatan suhu scrotal
Penurunan aliran darah
Peningkatan kadar steroid adrenal dan katekolamin
Peningkatan kadar prostaglandin sebagai metabolit ginjal
Spermatocele :
Painless cystic mass yg mengandung sperma
Letaknya posterosuperior testis
Umumnya ukurannya kurang dari 1 cm diameternya
Berupa massa kistik yg mobil dan trnsluminansi +
Aspirasi berupa cairan halus berwarna putih dan keruh, sedangkan cairan hidrokel kuning jernih
Tidak perlu terapi kecuali yg sangat besar dan mengangu penderita.
Analisis Sperma :
1.
Oligospermia : volume ejakkulat < 1 cc
2.
Hiperspermia :Vol ejakulat > 4 cc
3.
Aspermia : vol ejakulat 0 cc
4.
Normozoospermia : Jml hitungan sperma > 20 jt/cc
5.
Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
Oligozoospermia : spermatozoa 5 20 jt/cc
6.
Oligozoospermia ekstrim :spermatozoa < 5 jt/cc
7.
Kriptozoospermia : Hanya ditemukan bbrp spermatozoa saja.
8.
Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %.
9.
Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %
Alur Penanganan Subfertilitas pria :
1. Normozoospermia & normospermia :
Pikirkan faktor immunologis : Bila (+) terapi etiologi follow up analisa sperma belum berhasil
preparasi sperma rujuk IUI/ IVF
Kemungkinan disfungsi seksual
Coital stress
2. Normozoospermia & hipospermia :
Incomplit ejakulasi
Disfungsi kelainan sek skunder
3. Oligoastenoteratozoospermia :
Faktor infeksi atau inflamasi
Faktor endokrinologi
Faktor kongenitak/heriditer
Obstruksi intra/ post testikuler
Underlying disease
Retensio Urin :
* Keadaan dimana px tidak dapat mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli shg melampaui
kapasitas maksimal buli-buli.
Causa :
1. Kelemahan detrusor : kateterisasi evaluasi
- cidera sumsum tulang belakang

- kerusakan saraf perifer (DM)


- dilatasi detrusor yang berlebihan dalam waktu lama.
2. Disenergi detrusor-spingter (ggn koordinasi) :
- cidera sumsumtulang daerah cauda equina.
3. Hambatan jalan keluar :
- Kelainan pada prostat (BPH, Ca) DK (16 -18 F)
- Striktur Uretra sistostomi
- Clot retention evakuasi sistoskopik
- Batu uretra lubrikasi :
+ Batu keluar poli klinis
+ Batu masuk buli-buli DK litotripsi
+ Bila gagal sistostomi observasi 6 jam :
Baik KRS
Peyulit MRS
Klasifikasi urinari obstruction & stasis :
Etiologi : congenital or aquired
Durasi : acut and cronik
Degree : partial and complete
Level : upper or lower UT
1. Congenital :
- meatal stenosis
- stenosis uretra distal
- katup uretra posterior
- ureter ektopik/ ureterokele
- UVJ & UPJ
- Kerusakan S2-4 (spina bifida, myelomeningocele.
2. Aquired :
striktur infeksi dan trauma
BPH or Ca prostat
Tumor buli bladder neck
Ekstensi lokal Ca prostat/ cervik ke dasar buli atau uretra,
Penekanan ureter pasa pelvic brim o/ KGB yg membesar atau Ca.
Uretral stone
Fobrosis retroperitoneal atau tumor ganas
Kehamilan.
3. Lain-lain :
Neurogenik bladder refluk dan infeksi
Ureter yang kingking
Patogenesis:
A. Lower tract striktur uretra.
Obstruksi dilatasi uretra proksimal divertikulum bila infeksi ekstravasasi dan abses periuretral.
B. Mid tract BPH.
1. Stadium Compensasi :
- hipertrofi otot buli
- trabekulasi jalianan otot yang hipertropi
- Cellulae hiipertrofi tek. Buli 2-4 kali menekan mukosa diantara bundel-bundel otot membentuk
kantong kecil.
- Divertikel cellulae terdorong keluar dinding buli saccula divertikel (tdk ada otot).
- Mukosa : bila infeksi edem & kemerahan.
2. Stadium Decompensasi :
-prostation
-retensio
-residual urine.
C. Upper tract.
1. Ureter : Refluk dilatasi ureter hidronefrosis
- elongatio & tortous dari ureter
- fase dekompensasi dinding ureter tipis dilatasi kemampuan kontraksi menurun.
2. Kidney.
Derajat hidronefrosis tergantung pada
-Lamanya obstruksi
-Derajat obstruksi
-Tempat obstruksi
Perubahan pada renal akibat :
-Compensation atrophi atau peningkatan tekanan intrapelvic
-Ischenia atrophi atau perubahan hemodinamik.

Fisiologi Gejala Obstruksi :


A. Fase compensasi :
- Stadium irritabilitas: hipertrofi detrusor kontraksi kuat, spasme irritabel bladder frekuensi &
urgensi
- Stadium compensasi : obstruksi & hipertrofi kontraksi hesitansi & pancaran lemah
B. Fase dekompensasi :
Decompensasi acut : overstretch detrusor & rapid filling kesulitan miksi : -hesitansi, pancaran lemah,
terminal dribbling, residual urin, retensio acut.
Decompensasi kronik : imbalance kekuatan otot detrusor & resistensi uretra residual urin , frekuensi,
over flow incontenensia.
1 Lab : - DL
- UL
- Serum kreatinin
- BUN
- Glukose

2. Ro. : - BOF IVU


- Urethrografi
- USG

Akibat retensio urin :


- Dilatasi buli-buli maksimal tekanan & tegangan .
- Hambatan aliran urin hidroureter, hidonefrosis
- Inkontinensia paradoksa.
- Kontraksi otot detrusor menyusut
- Predileksi ISK (pielonefritis, urosepsis) gawat uro
Penatalaksanaan Retensio urin :
1. Kateterisasi :
Syarat :
- Prinsip aseptik
- Gunakan kateter folley
- Usahakan tidak nyeri spasme spingter.
- Sistim tertutup dan ukur volume urin.
- Antibiotik profilaksis 1 kali.
2. Sistostomi trokar/tertutup :
Indikasi :
-Kateterisasi gagal : striktur, batu uretra yg menancap
-Kateterisasi tidak dibenarkan : trauma uretra
Syarat :
- Retensi urin dan buli-buli penuh (fundus lebih tinggi pertengahan jarak antara simpisis dan pusat).
- Ukuran Folley lebih kecil dari celah trokar (20 F)
- Cikatrik abd. bawah (-)
3. Open sistostomi :
Indikasi :
- Sistostomi trokar
- Sistostomi trokar gagal
- Ada tindakan tambahan : ambil batu, evakuasi clot.
4. Pungsi buli-buli.
Syarat :
- kateterisasi gagal
- fasilitas sistostomi (-)
- informasi tindakan sementara & perlu tindakan lanjutan
Kateterisasi, Indikasi :
- Drainase buli selama dan sesudah proc. bedah .
- Menilai produksi urin pada pasien kritis.
- Pengambilan spesimen urin .
- Evaluasi urodinamik.
- Studi radiografi
- Menilai residual urin
- Retensio urin.
Pungsi buli-buli, Indikasi :
1.
Sample urin. pada anak-anak.
2.
Kateterisasi gagal.
3.
Study voiding cystografi
4.
Diversi urin.
Syarat : buli-buli penuh.
Ruptur Uretra
Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1977 :

Tipe I : uretra teregang (stretched) akibat ruptur ligamentum puboprostatikum dan hematom periuretra.
Uretra masih intack.
Tipe II: uretrra pars membranacea ruptur diatas diafragma urogenital yg masih intack. Ekstravasasi
kontras ke ekstraperitoneal pelvic space.
Tipe III : Uretra pars membranacea ruptur . Diafragma urogenital ruptur. Trauma uretra bulbosa proksimal.
Ekstravassasi kontras ke peritoneum.
Trauma Uretra :
a. Traume uretra Posterior :
- KLL 90 % fr. Pelvis
- Manipulasi kateterisasi, endoskopi
b. Trauma uretra Anterior :
- Manipulasi Kateter, endoskopi
- Straddle injury,
- KLL
- Intercourse/ bite
- Self manipultion
Diagnosis :
1.
Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome
2.
PD/ :
Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
3.
Lab. : UL ery +
4.
Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto
Terapi :
a.
Initial : segera sistostomi transpubik bila ada fr. Pelvis tidak boleh trokar
b.
Rekonstruksi : - uretrotomia interna/ sachse
- Anastomosis uretra
- PER
Striktur Uretra :
Etiologi :
1.
Congenital : Cobbs collar contriksi diafragma pada pars bulbar
2.
Trauma :
-Fall astride uretra bulbar
-Fraktur pelvis uretra posterior
-Iatrogenik Instrumen endoskopi
3.
Post TURP :
Biasanya submeatal akibat iskemia
4.
Infeksi / inflamasi :
Cateterisasi : (iritasi)
-Material (latex)
-Lubricant
-Lamanya
-Calibrasi
-Adanya infeksi
Balanitis Xerotika obliteran
Pelvic radioterapi :
-endarteritis obliterance iskemia striktur
5.
Malignancy :
Ca prostat
Ca penis
Ca uretra

Jarang
Diagnosis :
Anamnesa : riwayat trauma, intrumentasi, GO
Klinis : -MUE
-foreskin retrakten
- spongiofibrosis.
LAB : urine kultur
Urinary flaow rate : tergsngu bila kaliber uretra < 10 F
Uretrografi : -Site, length & calibre stricture
-Adanya concurrent stricture

-Jarak dari spinter distal


Prinsip penatalaksanaan strikture :
1. Regeneration procedure : uretral dilatasi & urethrotomy
baik pada proliferasi regeneratif
2. Eksisi dan reanastomosis :
tergantung pada panjang striktur
3. Substitusi / urethroplasty : patch or tube (graft)
-pedicle flap of tissue
-cendrung recuren
Terapi striktur :
1. Konservatif :
-Dilatasi uretra : metal sound, filiforms & followers
-Uretrotom : -blind biasanya menggunakan otis
-Optical (otis, sache, laser) incisi pada posisi jam 4 dan jam 8
-Uretral stent : wall stent
2. Adjunctive measures :
-Intermittent self dilatation : kateter, hidraulic
3. Uretgroplasty :
-Anastomosis
-Substitusi :
onlay patch graft/flap :
-pedicle flap
-free graft
-tube graft/ flap
-Stage procedures
4. Proximal diversion :
-Perineal uretrostomy : temporer atau permanen
-Kateterisasi uretra : uretra, suprapubik
-Supratrigonal diversion.
Comparison of abdominal wall & scrotum layer
Abdominal wall :
Scrotum :
Kulit
Kulit
Fascia superficialis
Dartos
(camper & scarpa)
MOE & aponeuresis
Fasc spermatika ekst
Aponeurosis MOI & MTA
Fasc. & otot crremaster
Fascia transversalis
Fasc. Spermatika int
Preperitoneal fat
Preperitoneal fat
Peritoneum
Procc. vaginalis
URODINAMIK
Indikasi pemeriksaan urodinamik antara lain :
Flow rate : kecurigaan adanya disfungsi miksi atau obstruksi infravesikal.
Urethral pressure : pembesaran prostat dengan voided volume yang rendah, inkontinensia post
prostatektomi, stress incontinence, menilai spincterotomi, obat-obatan, stimulasi dan implantasi spinter
buatan. Analisis awal miksi.
Sistometrogram : menilai kausa frekuensi dan urgensi, bagian dari evaluasi inkontinensia, residual
urine, refluks, neuropati, gangguan sensoris dan pengaruh obat-obatan.
Voiding pressure/ flow : identifikasi obstruksi, menilai kontraktilitas detrusor.
Video-urodinamik : menentukan lokasi obstruksi pada obstruksi infra vesikal, masalah buli neurogenik.
Elektromiografi : alternatif video untuk kasus neurogenik , studi diagnosis pada neuropati.
Peralatan urodinamik
Perangkat peralatan urodinamik yang digunakan di RSUD Dr.Soetomo :

Uroflowmeter.

Tekanan transducer.

Sistometer.

Unit peralatan rekaman

EMG ( Elektromyografi ).
Unit peralatan rekaman.
Pengukuran yang dibuat selama pengisian dan pengosongan sistometri terdiri dari beberapa parameter
yaitu :

Tekanan abdominal / tekanan rektal ( P abd ).

Tekanan intravesikal ( P ves ).

Tekanan detrusor ( P det ).

Laju aliran urin.

Parameter tambahan yang direkam adalah :


1.
Tekanan uretra ( P ura ).
2.
Closure urethral presure ( P ura - P ves ).
3.
EMG ( Electro Myo Graphy )
4.
Volume urin ( voided volume ).
Bila semua parameter ini diukur, diperlukan delapan saluran ( channel ) perekam. Tidak semua produsen
melengkapi produksinya dengan delapan saluran
Max flow rate pada laki-laki adalah sebagai berikut :

Umur dibawah 40 tahun MFR lebih dari 22 ml / detik.

Umur 40 - 60 tahun MFR lebih dari 18 ml / detik.

Umur lebih dari 60 tahun MFR lebih dari 13 ml / detik.


Abram dan Grifith ( 1979 ), menentukan tingkat obstruksi :

MFR kurang dari 10 ml / detik : obstruksi.

MFR 10 - 15 ml / detik
: moderat.

MFR lebih dari 15 ml /detik


: tidak obstruksi.
Pressure - flow study
Pengukuran ini menggambarkan informasi ada tidaknya obstruksi dengan menilai hubungan / korelasi
tekanan detrusor ( Pdet ) dan laju aliran urin ( Qmax ). Korelasi yang perlu di perhatikan adalah
sebagai berikut :
a. Tekanan detrusor ( Pdet ) yang rendah dan laju aliran urin ( Maximum Flow Rate= Qmax ) yang
tinggi menunjukan tidak ada obstruksi.
b. Tekanan detrusor ( Pdet ) yang tinggi dan laju aliran urin ( Maximum Flow Rate = Qmax ) yang
rendah menunjukan ada obstruksi.
c. Tekanan detrusor ( Pdet ) yang rendah dan laju aliran urin ( Maximum Flow Rate = Qmax ) yang
rendah menunjukan kontraksi detrusor yang lemah ( detrusor underactivity ).
Hubungan antara tekanan detrusor ( Pdet ) dengan laju aliran urin (Qmax) ini ditunjukan dengan
beberapa metoda yang di tampilkan dalam bentuk grafik. Beberapa metoda yang sering di gunakan
adalah :
a.
Grafik Pressure flow .
b.
Abrams / Griffiths nomogram.
c.
Grafik Linearised passive urethral resistance relation ( lin PURR ).
d.
Grafik urethral resistance factor ( URA ).
e.
Grafik Abrams / Griffiths number (AG number ).
f.
Schafer nomogram.
Akut Scrotum
* Onset
* Aktivitas saat terjadi keluhan
* Riwayat ISK
* Febris ?

* Suhu axilla dan rektal


* Keadaan / status lokal : - Posisi testis,
- Phren test, reflek kremaster
- Epididimis
DD/ Acut scrotum :
1.
Torsio testis
2.
Torsio appendix testis
3.
Orchoepididimitis
4.
Hernia incarserata
5.
Tumor yg mengalami perdarahan.
6.
Torsio appendik epididimis
7.
Trauma
Torsio testis intravaginal testis berputar didalam t.vaginalis parietalis.
Torsio testis elstravaginal t.vaginalis parietalis ikut berputar bersama testis, epididimis & funikulus.
DIAGNOSIS :
Nyeri hebat dan mendadak, menjalar ke inguinal
Mual, muntah dan febris
Testis bengkak, letak tinggi dan horizontal
Funikulus menebal & prehn sign (-)
Leukosituria sangat jarang
Doppler aliran darah berkurang.
Tx/ :

Detorsi manual memutar kearah lateral.


Orkhidopeksi : 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika dartos dengan bahan non-absorbsable
Torsio testis.
Adadua jenis torsio testis yaitu torsio testis intravaginal dan torsio testis ekstravaginal. Torsio testis
intravaginal terjadi bila tidak terjadi perlekatan tunika vaginalis pada bagian posterolateral testis, dimana
terdapat epididimis, sehingga tunika vaginalis membungkus testis beserta epididimis dan bagian distal
dari funikulus spermatikus. Keadaan ini akan memungkinkan terjadinya torsio testis di dalam tunika
vaginalis. Faktor predisposisi lain yang memungkinkan terjadinya torsio testis intravaginalis adalah
abnormalitas insersi lapisan parietal tunika vaginalis pada funikulus spermatikus (terlalu tinggi),
mesorkhium yang lebih panjang (bell clapper anomaly). Keadaan abnormalitas pada penggantung testis
ini bila kena rudapaksa, gerakan tubuh tertentu, atau kontraksi muskulus kremaster yang kuat akan
mudah mengalami torsio testis intravaginal. Sedang torsio testis ekstravaginal terjadi bila ikatan
epididimis dengan dinding posterolateral tidak normal, meskipun insersi lapisan parietalis dari tunika
vaginalis pada epididimis normal. Keadaan ini sering kita jumpai pada neonatus.
EPIDIDIMITIS AKUT :
Keradangan nyeri dan pembengkakan epididimis < 6 mgg.
Causa :
1.
STD : C. trachomatis, GO.
2.
Non STD : enterobacte, pseudomonas, ISK, prostatitis.

Urosepsis
Sindroma sepsis : Gambaran dari sepsis berupa perubahan-perubahan dari perfusi berbagai organ,
seperti takikardia, perubahan temperatur serta perfusi organ yang tidak adekuat. Sepsis dapat berlanjut
menjadi syok septik.
Syok septik : Adalah sindroma sepsis yang disertai hipotensi ( tekanan, sistole < 90 mm Hg atau
penurunan tekanan sistole yang melebihi 40 mm Hg dari tekanan sistole awal / basis ) walaupun sudah
diberi terapi antibiotika yang tepat serta dukungan untuk memperbaiki sirkulasi.
Suatu keadaan di mana sirkulasi perifer mengalami kegagalan sehingga perfusi jaringan tidak mencukupi
kebutuhan.
Pada sepsis tidak selalu ditemukan adanya kuman di dalam kultur darah.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan data fisik dan laboratorium :
Endotoksin berasal dari dinding sel kuman gram negatif (semua jenis kuman gram negatif ) dan
menimbulkan efek lethal, metabolik, pirogenik maupun imunologik.
Kuman-kuman gram positif, bila masuk ke dalam aliran darah, akan menyebar ke berbagai organ berupa
keradangan supuratif. Hal ini disebabkan karena kumam gram positif cenderung melekat pada sel-sel
endotel dan matriks dari katup jantung, tulang, sendi dan organ rongga perut ( visera ).
Mekanisme daya tahan tubuh untuk melawan endotoksin belum sepenuhnya dipahami.
PATOFISIOLOGI SYOK SEPTIK :
Dinding bakteri Gram negatif terdiri dari protein, lipid dan lipopolisakharida (LPS). LPS yang identik dengan
endotoksin dihasilkan terutama oleh bakteri yang mati, tapi dapat juga dihasilkan oleh bakteri yang masih
hidup.
LPS yang masuk ke dalam aliran darah atau ke dalam jaringan, memiliki kemampuan sebagai antigen yang
terdiri dari 3 komponen :

Antigen O memiliki diversitas yang besar

Bagian tengah (inti) sifat antigen tidak terlalu besar

Lipid A terdapat pada kuman aerob maupun anaerob, terdiri dari disakharida dan asam lemak,
sangat imuno reaktif, karenanya segala upaya untuk mengembangkan imuno terapi difokuskan pada
pembentukan antibody terhadap lipid A.
Gambaran klinik sepsis ditimbulkan oleh komponen Lipid A dari LPS, yakni dilepasnya mediator biologik
(cytokines).
Endotoksin merangsang terjadinya migrasi sel neutrophil dan sel-sel radang lainnya ke dalam jaringan
untuk melakukan fagositosis atau lisis bakteri.
Namun, sel neutrophil dapat menghasilkan pula bahan toksik (radikal oksigen yang toksik atau protase )
yang justru akan merusak jaringan.
Endotoksin dapat pula mengaktivasi factor Hageman yang berlanjut dengan mekanisme pembekuan darah
karena terbentuknya fibrin dari fibrinogen dengan akibat terjadinya trombosis diikuti konsumsi trombosit
dan factor-faktor II, V dan VIII, keadaan ini mengakibatkan gambaran klinik yang sangat serius, yakni DIC
( disseminated intravascular coagulation ).
Endotoksin juga merangsang produksi TNF ( tumor necrosis factor ) dari makrophag dan monosit.
TNF dan IL-1 merangsang sel-sel inflamasi untuk mensekresi mediator sekunder, seperti prostaglandin,
leukotrien, interferon, PAF ( platelet activating factor ), endorphin dan colony stimulating factor.
TNF merupakan mediator utama yang memberikan gambaran dari sepsis Gram negatif.

Melalui proses yang sangat kompleks dan saling terkait dari mediator-mediator tersebut diatas, endotoksin
pada akhirnya akan menimbulkan perubahan pada hampir semua organ tubuh dan terjadi keadaan yang
disebut MOF ( multi organ failure ). Terjadi gangguan fungsi ventrikel jantung, bisa terjadi vasokonstriksi,
vasodilatasi disertai kebocoran cairan dan protein ke dalam jaringan. Kerusakan pada paru menimbulkan
terjadinya ARDS ( adult respiratory distress syndrome ). Gangguan pada ginjal menimbulkan oliguria akibat
spasme arteri ginjal, hipovolemia dan pembentukan darah.
GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik sepsis sangat bervariasi, karena beraneka ragamnya mediator biologik, lagipula
prosesnya kompleks dan saling terkait.
Keadaan ini terjadi karena efek dari mediator kadang-kadang saling bertentangan, tergantung pada saat
apa sepsis dideteksi, atau tergantung pada jumlah endotoksin yang beredar.
Gejala pada umumnya berupa hipertermia atau hipotermia, takhipnea, hiperglikemia pada penderita
diabetes, takhikardia, dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan asidosis ( laktat ) dan lekositosis.
Pada umumnya ditemukan dua jenis gambaran sepsis, yakni :

sepsis hiperdinamik, disebut pula syok panas : peningkatan suhu, pernapasan- curah jantung dan
konsumsi oksigen meningkat, alkalosis respiratorik, kulit kering dan panas, disertai oliguria ( produksi urin
< 20 ml/jam ). Tensi biasanya tetap normal walaupun terjadi kenaikan tahanan perifer vaskuler. Terjadi
perubahan status mental, biasanya letargi, kadang-kadang agitasi. Bila berkepanjangan, akan terjadi
kerusakan pada system kapiler disertai aglutinasi sel-sel lekosit.

sepsis hipodinamik atau syok dingin : hipovolemia (akibat kebocoran system kapiler), tensi turun,
tahanan perifer vaskuler makin meningkat dan curah jantung juga dipengaruhi oleh bahan-bahan vasoaktif
(depressant) yang dilepaskan oleh kuman Gram negatif. Gambaran lanjut berupa penurunan perfusi
jaringan, asidosis respiratorik dan kegagalan berbagai organ ( MOF ) dan berakhir dengan kematian.
Kultur darah positif hanya ditemukan pada 45% kasus sepsis. Adanya endotoksin di dalam darah sukar
dibuktikan.
DIAGNOSIS :
Febris / pernah febris
Gejala obstruksi urologis
Gejala dini : gejala bakteremia disertai takhikardia, takipneu, hipotensi dan oliguria. Lanjut bingung,
gelisah, letargi,stupor, kulit dingin serta basah.
Sepsis sindrom : cambells
Clinical evidence of infection
Tachipneu, RR > 20
Tachicardi, N > 90
Hiper/hipotermia, 35,6 > t > 38,3
Inadequate organ perfusion :
Hypoxemia, PaO2/FiO2 <280
Kadar lactate plasma
Oliguria, < 0,5 cc/ kg/ jam
Septic shock : sepsis sindrome + hipotension, sistole < 90, or turun > 40 / jam (volume replacement
adequate)
Manipulasi urologis/ batu ren

Dx : Urosepsis

keadaan umum / status lokalis


sekaligus dipasang infus
Lab: DL, BUN / SC, GDA (usia > 40 th)
BGA, sedimen urin, kultur, darah & urin test kepekaan anti biotika
(sedapat mungkin urin dari infeksi spontan)

Pielografie infusion , USG urologik


thorak foto (setelah pasang CVP), EKG

Pasang CVP & Indwelling catheter


( catat CVP & prod. Urin )

Terapi / tindakan :
* Antibiotika : s/d 5 hari afebril
Ampicillin 4 x 1 gram
Gentamicin 3 x 80 mg
Cefalosporin Gen.III 3 x 1 gram
* Koreksi Cairan :
Elektrolit
Asam / basa
* Hemodialisis :
Bila SC > 10,
Bun > 100, K > 7

Edema paru
* Drainage timbunan nanah Op. Cito bila Pyonephrosis dan Hidronefrosis berat dapat menyebabkan
terjadinya iskemia sehingga penetrasi antibiotika turun.
* Tx/ definitif Op. urgen untuk kel. primer urologik
Shock septik tidak hanya dipengaruhi oleh endotoksin, tapi juga interaksi dari sistim fibrinolitik, coagulasi,
complement, kinin & pengaruh pada mikrosirkulasi & hemostasis.
R/ urosepsis
Blood set = 3
Cavafic 375 = 1
DK + Urobag = 1
Spuit 5 cc, 10 cc

PZ = 2, D5% = 2
Tree way stopcox =1
Surflo = 1
Antibiotik

IMUNOTERAPI
Pemberian vaksin secara luas pada sepsis menghadapi dua kendala utama :
Spektrum reaktivitas imun dari vaksin terbatas
Penderita sepsis tak sanggup memberikan respons dengan pemberian vaksin.
Sedangkan untuk memproduksi antiserum, dibutuhkan banyak sukarelawan agar diperoleh jumlah yang
cukup. Manfaat pemberian gamma globulin (IgG poliklonal) belum terbukti.
TEKNOLOGI ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi monoklonal adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh populasi klonal sel-sel limfosit yang
terikat pada titik tangkap (target site) tunggal/spesifik dari antigennya.
Management of Septic Shock
1.
Establishment of dx/ :
A. Diagnosis bacteremia :
Epidemiologi, clinical, & physical finding
Cultur/ gram stain darah dan urin
B. Dx/ penyebab syok :
Hipovolemia
Hemorrhage
Cardiac cause
Hipersensivitas, anafilaksis
Endokrine
Bacteremia
2. Appropriate antibiotic therapy
a.
berdasarkan cultur & sensitivitas
b.
pertimbangan dx/, sumber infeksi, nosokomial
c.
pengambilan sampel cultur sebelum th/
3. Volume expansion : 1000 cc cristaloid sol 15 -20 mnt
4. Monitoring volume expansion : CVP
a.
Tek a. pulmonal > 8 mmHg or to level 18 mmHg kemung-kinan cardiac decompensation
b.
CVP > 5 cm H2O or to level 12 14 cm H2O kemungkinan overload
5. Continuation of volume expansion (15 20 cc/mnt) until recovery or tek a. pulmonal 18 mmHg or CVP
12 cm H2O
6. Vasoactive agent
7. Evaluasi status mental & urin output
8. Ventilasi : O2 dengan atau tanpa intubasi
9. Digitalis jika berkembang CHF
10. Drainage akumulasi pus
11. Modifikasi Antibiotik sesuai kultur sensitiviti test & fungsi renal
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada sepsis Gram negatif adalah :
Penyakit yang menyebabkan terjadinya sepsis
Adanya penyakit penyerta seperti neutropenia, diabetes, gagal ginjal, gagal nafas, sirosis hati,
hipogama-globulinemia.
Terjadi penyulit akibat sepsis
Pemilihan antibiotika tidak tepat
Bakteremia polimikrobial
Sumber infeksi
Kecepatan dimulainya terapi yang adekuat
Umur penderita
Antibiotik :
a. Cefalosporin generasi I efektif u/ Klebsiela , Stafilococ producer penicillinase:
Sefazolin
Sefalotin
Sefradin

Sefaloridin
b. Cefalosporin gen. II efektif terhadap nosokomial :
Sefoksitin
Sefamandol
Sefuroxin 1,5 grm
Seftasidin
Sefotetan 2 grm
c. Cefalosporin gen III pilihan profilaksis urologi :
Sefotaxim 2 grm/ 8 jam
Sefoperazon
Seftriaxon 2 x 1 grm
Seftazidin 2 x 2 grm
d.Cefalosporin gen IV :
cefixim
d. Aminoglikosida gram negatif : 1,5 mg/kg/ 8 jam
Kanamicin
Gentamicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam
Netilmicin
Tobramicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam less nefrotoksis
Amikacin : 5 mg/ kg/ 8 jam
Bila gentamicin resisten ganti tobramicin bila resisten ganti amikasin
Gross Hematuri.
Penyebab hematuria :
1.
Glumerular : glumerulonefritis
2.
Renal :
Penyakit polikistik ginjal
Nekrosis papiler
Inflamasi dan infeksi
Malformasi vaskuler
3.
Urologik :
Neoplasma : tu ca buli, ca prostat
Batu
BPH
Striktur uretra
Divertikullitis, apendicitis
Corpus alaenum
4.
Hematologik :
Koagulopati
Antikoagulasi terapeutik
Sickle cell
5.
Factitious : perdarahan vaginal (causa luar TU).
6.
Pseudohematuria : pigmen makanan, metabolit obat, zat pewarna.
7.
Hemoglobinuria, Myoglobinuria.
Penatalaksanaan hematuria (>3 rbc/lp):
1.
Bila proteinuria + dan red cell cast + nefrologi
2.
Bacteria + :- cultur urin
- antibiotik
- IVP
- Uretrocystoscopy
3.
IVP/ Uretrocystoskopi/ Sitologi urin :
- kelainan + bedah
- kelainan - evaluasi / observasi.
Asimtomatik micros hematuia :
History, PF, Urinalisis, Cultur :
1. Medical renal bleeding (glumerular)

Clearen Cr.
Protein 24 jam
USG ren

Serial evaluation
a. Renal faillure renal biopsi
b. No renal deterioration serial evaluation

2. Sign of infection (cultur +)

Th/ UTI

repeat urinalisis
3. Cytologi urin, IVU, USG renal
a. Abnormal additional evaluation, th/sesuai causa
b. Normal :
Low risk (age < 40, women, rokok -) serial evaluatiion
High risk (age > 40, rokok+, citologi+) cystoskopi

Causes of asymptomatic micros hematuria :


1. Highly significant :
Bladder Ca
Renal cell Ca
Ca Prostate
Ureteral, renal calculus
Hydronefrosis
Renal artery stenosis
Renal lymphoma
Renal / ureteral TCC
Renal parenchim disease
2. Moderately significant :
Renal calculus
Bacterial cystitis
Reflux vesikoureteral
Interstitial cystitis
Bladder divertikel
Bladder calculus
UPJ obstruksi
Radiatiion cystitis
Renal contusio
Renal parenchim disease
BPH, prostatitis
Polikistik kidney
Striktur uretra.
Causes of bacterial persistence in women :
Infection stone
Ureteral duplication
Urothelial polip
Infected atropi kidney
Divertikel uretra
Infected parauretral gland
Urachus anomali
Medullary sponge kidney
Fistel
Papillary necrosis
The Most Common Causes of Hematuria by Age and Sex
-----------------------------------------------------------------------------0-20 Years
Acute glomerulonephritis
Acute urinary tract infection
Congenital urinary tract anomalies with obstruction
20-40 Years
Acute urinary tract infection
Stones
Bladder tumor
40-60 Years (males)
Bladder tumor
Stones
Acute urinary tract infection
40-60 Years (females)
Acute urinary tract infection

Stones
Bladder tumor
60 Years (males)
Benign prostatic hyperplasia
Bladder tumor
Acute urinary tract infection
60 Years (females)
Bladder tumor
Acute urinary tract infection
Trauma Ureter
Kausa :
1. Eksternal trauma :
- Penetrasi (Luka tusuk, tembak)
- Op. Rongga pelvis (terligasi/ terpotong)
2. Internal trauma :
- Ureteral catheterization
- Intra ureteral manipulation
- Endourologi : - RPG
- Ureteroskopi
- Stenting ureter
Diagnosis Trauma ureter :
1.
Intra operatif irigasi methylen blue/ betadin
2.
Post operatif IVP/RPG
3.
Klinis : - Nyeri abdominal
-Massa di abdomen
- Unknown febris
- Gx. RF dgn segala macam komplikasi
Terapi trauma ureter :
1.
Deligasi
2.
Stent ureter
3.
Reimplantasi ureter
4.
Transureteroureteroskopi
5.
Autotransplantsi
6.
Ureterolisis
7.
Diversi ureter
Kolik ureter :
Keadaan umum
Keadaan lokal

- DL : Hb/Leko
- RFT : BUN/SC
- Sedimen urin
- BOF

Spasmolitikum :
- sembuh poliklinis
- tak sembuh/ makin frekuensi dipertimbangkan dengan pemasangan stent
Refluk Study
Etiokogi :
1.
Refluk primer : kelemahan uretero trigonum
2.
Refluk skunder krn obstruksi : Obst. Intravesikal
Bisa iatrogenik atau radang
3.
Refluk skunder kongenital : anomali ureter, orifisium ektopik, uretrokel, double ureter.
Klasifikasi refluk ureter menurut Heikel & Parkeetmien
(Internal refluk study group) :
Grade I : Refluk s/d ureter distal , belum sampai ginjal
Grade II : refluk s/d kalik, belum dilatasi
Grade III : Dilatasi ringan, tak ada blunting calic
Grade IV : Blunting calic
Grade V : refluk massive, ureter sangat lebar, tourtous, clubbing calic
Diagnosis :
1.
Voiding cystouretrografi foto evakuasi.
2.
Isotop cystografi

3.

USG

Terapi : tujuan mencegah timbulnya renal scarring


memberi kesempatan pada ginjal untuk tumbuh.
a. Medikamentosa : AB dosis rendah secara terus menerus s/d refluk menghilang.
b. Operatif :
- Injeksi teflon/ kolagen submukosa buli pada orifisium ureter
- Pembedahan membuat ureter intravesikal lebih penjang :
* Politano-leadbetter
* Cohen
* Lich-gregoir
* Keramidas
Syarat operasi anti refluk :
Urin harus steril
Tidak ada obstruksi infravesikal :
Fimosis
Meatal stenosis
Posterior urethral valve
Neurogenik blaer
Patofisiologi Enuresis :
Usia 06 bulan : Frekuensi , CNS: inhibisi reflek detrusor

Maturasi CNS

Usia 1 2 th : Sensasi bladder fulness


Maturasi CNS inhibisi reflek detrusor

Usia 3 tahun Normal filling sensasi

BULI-BULI
Vaskularisasi buli-buli :
a. Arteri : - cab. iliaka int. : a. vesikalis sup, med, & inf.
- cab. a. obtoratoria & a. glutea inf.
- cab. a. uterina & a. vaginalis
b. Vena : plexus venosus inferolateral & preprostatik v. iliaka interna iliaka komunis.
Persyarafan Buli :
1. Otonom : u/ buli-buli dan uretra proximal.
a.
Parasimpatis (S2-4) n. splanicus pelvicus (sacralis, n. pelvicus). Bersifat visceromotorik (otot buli)
pengosongan buli - buli.
Neurotransmitternya : acetilkolin.
b.
Simpatis (Th 11-L2) n. hipogastrikus
Neurotranslitter : alfa & beta adrenergik
Alfa dominan di spinter kontraksi spinter int.
Beta dominan di buli menghambat otot detrusor pengisian buli.
2. Somatomotorik (S2-4) : n. pudendus
u/ spinter uretra ekterna
Sensoris : nyeri, suhu, raba (ekteroseptif
regangan ( propioseptif)
Bladder :
- Bladder dilindungi oleh tulang pelvis.
- Fraktur menusuk buli ruptur ekstraperitoneal
- Buli-buli penuh blunt trauma intraperitoneal
DISORDER OF BLADDER
Congenital anomali :
1. Extrophy buli.
Merupakan defek ventral dari sinus urogenita yg komplet
Biasanya disertai kelainan organ lain
Rami pubis terpisah jauh
Sering infeksi ginjal, obstruksi ureterovesical hidronefrosis
2. Urachus persisten
Obliterasi allantois yg tidak sempurna

Dapat menjadi Adenocarsinoma pada bgn buli


3. Kontraktur bladder neck
Sering menyebabkan refluk vesikoureter, divertikel buli, buli yang besar/dilatasi.
Dx/ dgn endoskopi dan voiding cystouretrografi
Kelainan buli didapat :
1. Cystitis interstitial.
Middle age women
Fibrosis vesical wall
Loss of bladder capasity
Symptom : frekuensi, urgensi, pelvic pain, bledder distention slowly progressive
Urine biasanya normal. Kadang-kadang gross hematuri
Fibrosis disebabkan oleh obstruksi pembuluh limfa buli akibat pelvic surgery atau infeksi buli or pelvic
organ or psokogenik or neuropati or endokrin. Perubahan primer pada deeper layer
Recently, autoimmune collagen disease.
Bila causa alergi respon cortikosteroid baik.
Gambaran laboratoirum biasanya normal kecuali bila sudah ada komplikasi
X-ray : kapasitas bladder kecil, refluk
Cystoskopi : Buli buli diisi nyeri supra pubik, kapasitas buli sedikit. Pasien yg belum diterapi gambaran
buli bisa normal. Dapat dijumpai daerah bintik-bintik perdarahan
DD/ :
TBC buli dapat terbentuk ulcus, tapi biasanya pada daerah muara ureter disertai pyuria.
Schistosomiasis buli
Nonspesifik vesical infection
20 % penderita laki-laki sebenarnya Ca buli
Komplikasi :
Gradual ureteral stenosis
Therapy
Terapi definitif tidak ada
Hydraulic overdistention secara perlahan memperbaiki capasitas buli
Vesical lavage dgn silver nitrat (1:5000 1:100)
Elektrokoagulasi dari lesi atau reseksi lesi .
Instillasi 50 cc dimethyl sulfoxide 50% DMSO) selama 15 menit tiap 2 minggu
Irigasi vesikal dgn oxychlorosene 0,4 %
Cortison asetate 100 mg or prednison 10 20 mg/ hari selama 21 hari tapering of
Antihistamin : pyribenzamine 4 x 50 mg
Denervasi neurektomi presacral dan sacral
Terapi komplikasi.
Neuropati Buli
1.
2.

Causa : DM, trauma med. Spinalis, ALS, tabes .


Diagnosis :
- keluhan miksi : retensio, incontinensia, frekwensi
- reflek sacral : BCR, sadel area, tonus spinter ani.
- USG : dinding buli menebal, divertikel, sakulae, residu urin
- Voiding sistografi :
Tidak timbul rasa ingin kencing meski buli penuh
Miksi + walau baru diisi sedikit
Miksi berhenti sisa urin/ kontras +
Buli-buli seperti pohon natal
Refluk +/ - Endoskopi :- trebekulasi, sellulae/ divertikel
- Kapasitas buli
- Residu urin
- Sensasi saat buli-buli penuh
- Pemeriksaan urodinamik :
* Uroflowmetri :
volume urin yg dikencingkan turun
flow max. turun
flow rata-rata turun
Lamanya miksi meningkat
Kurva normogram multifasik
* Sistonometri tekanan intra buli-buli.
N : - fase pengisian < 20 cm H2O
- fase kontraksi 60 - 120

* EMG u/ aktivitas elektrik otot


Tipe:
1. Type Spastic :
a. Lesi di brain stem
Tumor, gangguan vasculer
Multiple sclerosis
Keradangan (meningitis, encephalitis)
b.Spinal cord injury
Vert. Th XI L III
2. Type Flaccid :
Sacral cord injury
Spina bifida
Tumor, radang, DM
Radiasi daerah pelvis
Operasi besar daerah pelvis
3. Obat-obatan :
Parsimpatolitik
Anti spasmolitik
Simpatomimetik
CIC
Indikasi :
1.
Neuroogenik bladder ( tu. hipo/areflek bladder)
2.
Prevensi restricten pasca tindakan
stricture uretra complicate ( residif, multiple, panjang)
Penatalaksanaan :
1.
Neurogenic bladder ;
- spinal set fase akut ( 7 days pasca truma)
- spinal set stabilisasi ( 3 - 5 hari)
-diabetes/multiple sclerotis set diagnose tegas
2.
Preventi restriktur : 7 - 14 hari post sachse.
Frekuensi ;
- neurogenic bleedere ( natrium ) 3 - 4 jam
- frekwensi

Priapismus
Ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering disertai rasa nyeri. lebih 4 - 6 jam
> 24 jam nekrosis sel luas
> 48 jam pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi endotel.
Etiologi :
- Primer/ idoipatik.
- Skunder : ggn pembekuan darah (anemia bulan sabit, lekemi, emboli lemak), trauma perineum/
genetalia, neurogenik, keganasan, obat-obatan (alkohol, psikotropik, anti hipertensi).
Jenis :
1. Low-flow priapismus (iskemik) diikuti rasa nyeri.
2. High-flow proapismus (non-iskemik) tanpa rasa nyeri dan prognosis lebih baik.
Terapi : mengeluarkan darah dari koprpora kavernosa secepatnya.
a. Konservatif :
- hidrasi yang baik
- sedativ
- enema es saline
- kompres srotum/penis
- massage prostat
b. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa :
- aspirasi 10 - 20 cc darah intrakavernosa dgn scalp vein no.21G.
- Instilasi 10 -20 mg epinefrin yang dilarutkan dalam 1 cc larutan garam fisiologis setiaap 5 menit hingga
detumesensi. (priapismus < 24 jam)
c. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa :
jenis iskemik atau gagal medikamentosa/ aspirasi
- Pintas korporo-glanular/ winter.
- Pintas korporo-spongiosum.
- Pintas saveno-kavernosum.

POST OPERASI
Vesikolitotomi :
Af DK setelah 7 - 10 hari
Af redon drain 2 hari setelah af DK prod < 20 cc/ hr
Litotripsi :
af DK setelah 24 jam
bila ada lesi buli tunggu 5 hari.
Sistoskopi ulang setelah 3 bulan
IVP ulang setelah 6 bulan
Ureterolitotomi :
af DK setelah 24 jam
vacum drain tiap hari
rawat luka setelah hari ketiga
af redon drain hari ke-5, bila prod. < 10 cc/hr 2 hr
analisa batu
af benang hari ke 10 - 14
BOF kontrol
IVP setelah 6 bulan
TURP :
af traksi setelah 24 jam
af spoel setelah 2 hari (urin jernih)
af DK hari ke 3 - 5
evaluasi uroflowmetri
TURP Syndrome :
Tensi naik atau < 88 mmHg
Bradikardi
Edema paru sesak & ronkhi (+)
Cardiovascular :
Early : Bradicardi
Hipertensi
Dyspneu
Cianosis
Angina
Late : hipotensi / shock
Neurologik :
Early : restlessness
Confussion
Blurred vision
Twitching
Seizure
Late : coma
Th/ :
Bila Na serum 110 mEq/lt diuresis dgn furosemide
Bila coma/ kejang NaCl 3% 1 lt/ 12 jam + antikonvulsan
Millins :
af DK setelah hari ke-5
af redon drain hari ke-6 prod. < 20 cc/hari
kontrol tiap 2 minggu (bulan I)
evaluasi uroflowmetri
Indikasi operasi repair ren mobilis :
- Intermitten gros hematuri
- Sering nyeri hebat
- Hematuri tanpa obstruksi dan infeksi
- Hipertensi/ hipotensi
Indikasi Percutaneus catheter placement :
Cateterisasi ureter retrograde kontraindikasi (sepsis)
Obstruksi ureter (batu, tumor, striktur)
Indikasi diagnostik (whitakertest)
Prosedur terapi kemolisis batu

Indikasi Pungsi Renal Perkutan


1. Indikasi diagnostik :
APG
Whitaker test (pressure/perfusion study)
2. Indikasi terapeutik :
Nefrostomy catether drainage
Antegrade ureteral stenting
Dilatasi strikture ureter
Percutaneus endopyeloplasty
Perfusion chemolisis batu renal
PNL
Percutaneus resection and coagulation of urothelial tumor
Indikasi PNS :
1.
Pyonefrosis akut dan krosis
2.
Infected hidronefrosis
3.
Bilateral hidronefrosis
4.
Bagian dari test Whittaker
5.
Bagian dari PNL
6.
Hidronefrosis unilateral, tapi tindakan definitif tidak bisa cepat (> 2 minggu).
Indikasi PNL dalam hal ESWL
Obstruksi bukan saja oleh batu :
- ada divertikel,
- ureteropelvic stenosis
Batu yang besar/staghorn
Batu tidak dapat diposisikan dgn fokus Shock wave
Indikasi ureterorenoskopi :
1. Diagnostik :
- Lesi ureter atau pelvis renal
- Hematuria dari upper tract
2. Terapeutik :
- Terapi batu ureter
- Direct vision internal ureterotomy dr striktur ureter
- Endoskopik resection & coagulation of ureteral tu.
Indikasi operasi Divertikel Buli :
Persisten infeksi
Neoplasma
Batu
Drainase ureter menurun
Vesiko ureteral refluk (paraureteral nutch saccule)
Mengganggu bladder outlet
Syaratnya obstruksi distal harus dibebaskan dulu
Congenital Bladder divertikel :

Autosomal dominan

Asal dekat muara ureter

Bukan karena obstruksi distal

Kelainan pada muskulus

Biasanya ada refluk

Ehlers-Danlos Syndrome (kel. conective tissue)

4 % menjadi Ca dan agresif

ISK atas (Pyelonefritis)


Klinis :
- febris (t : 38,5 - 40) disertai menggigil
- nyeri pinggang
- gejala ISK bawah
- malaise, mual, muntah
- takikardi (90 - 140)
- palpasi pinggang tegang
- flank pain
- bising usus turun
-kronis hipertensi, azotemia, -- faktor pencetus penting.

LAB. :
- leukositosis PMN dan segmen meningkat
- LED meningkat
- urinalisis : urin keruh, pyuria,
bacteriuria, proteinuria, hematuria
- kultur urin > 100.000 koloni/cc
- febris kultur darah
IVP :
- kontur ginjal >>
- batas ginjal dan lemak perirenal
- psoas line kabur
- cari bayangan kalsifiaksi
- kalic, infundibulum, pyelum -> kecil & langsing (a/ edem)
- bila ada tanda-tanda obstruksi di pyelokalic degan klinis pyelonefritis dx/ Urosepsis.
- bila nonvisualized konfirmasi dengan USG ada dilatasi pyelokalic -> dx/ pyonefrosis.
Pyelonefritis kronis :
- batas/ kontur ginjal tidak teratur
- kaliektase multiple (clubbing)
akibat scarring dari parenkim ginjal
Voiding cistografi : untuk melihat adanya reflux vesiko uretral ascending infection .
ISK Bawah :
Sistitis :
- fase acut : mukosa hiperemi, edema, infiltrasi sel netrofil
- fase kronis : buli rapuh banyak debris, mudah berdarah , granulasi s/d ulkus.
Klinis :
- gejala sistemik ( -)
- tidak ada demam & nyeri pinggang
- tanda iritasi : frekuensi, urgensi, nokturia, disuria.
- nyeri suprapubik/ perut bawah.
- wanita post soitus
- cari kelainan pada uretra : stenosis meatus , fimosis
Lab.
- leukositosis
- faal ginjal normal
- urinalisis pyuria dan bacteriuria, hematuria
- kultur urin + dx/ pasti.
Indikasi IVP : u/ cari kelainan primer
- curiga infeksi menyebar ke ginjal
- terapi adekuat hasil (-)
- re-infeksi 1 - 2 bulan
Terapi :
* causal : Anti biotik

- Cotrim
- Nitrofurantoin 4 x 50 mg

* Simtomatik
- Anticholinergik : probantine 3 x 15 mg
- Analgetik : pyridium 3 x 1 tab.
* Minum banyak.

Interstitial Cystitis
(Hunners Ulcer, Submucous fibrosis)
-Ditandai o/ fibrosis dinding buli capasty
- Fibrosis diduga karena obstruksi limfe buli sekunder dari
infeksi
pelvic surgery,
prolonged intrinsic arteriol spasm
neuropathic origin
faktor endokrinologi
Klinis :
-Middle age women
-Frekuensi & nocturia tanpa disuria
-Suprapubic pain, juga di uretra dan perineum. setelah BAK nyeri hilang
-Gross hematuria
Lab :
-Urin steril
-Mikros hematuria

X-Ray :
-Excretori urogram dbn
Cystoskopi :
Buli diisi suprapibic pain meningkat
Kapasitas bula < 60 cc
Bladder lining dbn
DD/ :
-Tuberculosa Buli. yg sering orifisium ureteral
pyuria, basil (+)
-Vesical ulcer akibat schistosomiasis.
-Nonspesific vesical infection
-Ca buli.
Komplikasi :

Gradual ureteral stenosis

Refluk

Hidronefrosis

Treatment
Terapi :
-Terapi definitif tidak ada
-Hidraulic overdistention meningkatkan kapasitas buli
-Superfisial electrocoagulation relief pain
-Tranuretral resection of the lesion
-Symptomatic relief 50 cc DMSO 50 % (dimethyl sulfoxide) kedalam buli setiap 2 minggu.
-Sodium pentosan polysulfate (Elmiron) 4 x 50 mg atau 2 x 150 mg selama 4- 8 minggu.
relief frekuensi & nokturia
-Cortison asetate 100 mg atau prednison 10 20 mg 21 hari
-Antihistamin : pyribenzamin 4 x 50 mg /hari
-Antibiotik bila disertai infeksi akibat instrumentasi
-Terapi komplikasi.
Abses Ginjal .
Ada 2 jenis :
1. Kortikal/kortikorenal. akibat infeksi hematogen
causa 90 % stafilokokus aureus
predisposisi : obat-obat i.v, HD, DM.
2. Kortikomeduler :akibat ascending infection reflux.
Causa : E. coli, klebsiella, proteus.
Predisposisi : obstruksi, reflux.
Klinis :
- sama dengan pyelonefirtis akut
- abses besar teraba mass daerah pinggan .
Lab. :
- sama dgn pyelonefritis
- pada kortikorenal urinalisis normal.
IVP :
- distorsi sistim pyelokalic
- cari faktor predisposisi
Terapi : sama dgn pyelonefritis
- abses besar drainage
- abses luas dan multiple nefrektomi
- koreksi faktor primer
Fourniers Gangrene
Bentuk fasciitis necrotizing yg terjadi sekitar genetalia laki-laki.
Gangrene skrotum idiopatik
Gangrene skrotum streptokokus
Phlegmon perineal
Infeksi umumnya muncul dari kulit , uretra, or regio rektal
Faktor predisposisi :
DM, Trauma lokal, parafimosis,
Ekstravasasi urine peri uretral,
Infeksi peri uretral or perianal,
Circumsisi, herniotomi, instrumentasi
STD
Kultur luka biasanya multiple organisme (aerob & anaerob)
Klinis :
Riwayat trauma, instrumentasi, striktur uretra, STD, fistel uretrokutan
Biasanya dimulai dgn sellulitis, bengkak, eritema, nyeri dan febris sistemik.
Gx/ UT; disuria, discharge and retensiio, Gas.

Th/.
Debridement ekstensif
AB: Ampicillin + Sulbactam atau
Cephalosporin gen III
PERIURETRAL ABCESS :
Life treatening infection
Akibat dari : GO, striktur uretra, kateterisasi uretra
Klinis :
Scrotal sweeling
Fever
Retensio urine
Spontan drainage abcess
Dysuria
Urethral discharge
Gx/ awal s/d timbul abcess : 21 hari
LAB :
Pyuria
Bacteriuria
Th/ :
Suprapubic urin drainage
Wide debridement
AB :
Aminoglikoside
Cephalosporin
Acut bacterial prostatitis :
Etiologi :
- Aerobic gram negatif : E.coli, pseudomonas, s. fecalis
- Gram positif : sangat jarang.
Pathogenesis :
1.
Ascending dari uretra.
2.
Reflux kedalam duktus prostatikus
3.
Direct extension/ limfogen dari rektum
4.
Hematogen
1 & 2 paling sering
Berkaitan dgn sistitis akut
Dapat menyebabkan retensio akut
Patologi :
PMN sekitar acini
Desquamasi intraduktal
Struma edem dan hiperemi
Klinis :
Febris akut dgn menggigil
Low back pain
Perineeal pain
Urgensi & frekuensi, nokturia, disuria
Retensio urin akut
Mialgia, artralgia
Prostat bengkak, nyeri, lembut, indurasi dan hangat
Urin keruh, hematuria
Kontraindikasi :
Intrumentasi / kateterisasi
Massage prostate : nyeri, & bakteremia

Th/ :
1.
Cotrim : 2 x 960 mg 4 minggu
2.
Gentamici/ tobramicin + ampicillin 1 minggu dilanjutkan dgn oral ampicillin full dose 30 hari.
Beda torsio degan epididimitis :

Batu

Batu cistein baru terlihat pd BOF bila >3-4 mm


Batu calsium >2 mm
EPS : Expressed Prostatic Secretion
Cushings Syndrome :
Akibat over produksi cortisol (hidrocortison)
Hipofisa Produksi ACTH hiperplasia cortek adrenal cortison >>>
Klinis : 3 dari gejala berikut :
1. Weakness : quadricep femur
2. Obesitas : moonface, fat pad ( bufallow hump)
3. Striae
4. Iritabilitas
5. Hipertension
6. Osteoporosis
7. Diabetik glukose tolerance
8. Adrenogenital syndrome.
Lab :
-Leukosit : 12 20 ribu
-Polisitemia : Hb : 14 16
-Natrium Meningkat
-CO2 meningkat
-Kalium turun metabolik alkalosis
Terapi :
Total bilateral adrenalectomy
TBC urogenital selain di terapi dgn TB drug juga diberi Vitamin C dosis tinggi mengasamkan urin (BTA)
TBC di Prostat paling jarang karena vaskularisasinya paling kurang.

Medical Renal disease


Pemeriksaan fisik :
Pucat
Edema
Hipertensi
Retinopati
Tanda-tanda penyakit kongenital & heriditer
Urinalisis :
Proteinuria (+2-4) parenchimal involvement (immune mediated glomerular disease, metabolic
disorder/DM.
Red cell cast glumerulonefritis
Fatty cast & oval fat bodies degeneratif disease of te kidney (nephrosis, glomerulonephritis,
autoimmune)
Klinis renal disease :

Hematuria

Proteinuria

Renal insuffisiensi

Bentukan elemen dalam urin

Komplikasi
Post streptococcal Glomerulonefritis
Dx/ :
Riwayat infeksi streptokokus sebelumnya
Malaise, headache, anorexi, low grade fever
Edema, mild hipertensio, retinal hemorrhages
Gross hematuria; protein, red cell cast, granular and hyaline cast, white cell & renal epithel cell in urine.
Elevated anti streptolisin O titer, hipocomplementemia
Biasanya mengenai kedua gijal
Fase akut recoveri komplet
Paling banyak anak umur 3-10 tahun, dewasa 5 %
Sering didahului oleh pyoderma/impeigo, pharingitis, infeksi kulit
Konfirmasi dx/ eritrosit cast dalam urine
Therapy :

No pesific treatment

Menghilangkan infeksi

Cegah overhidrasi dan hipertensi

Goodpastures Syndrome (Antiglomerular basement membrane nephritis.


Riwayat hemoptysis, malaise, anorexia, headache
Sindrome klinis :
Severe acute glomerulonefritis, diikuti dgn radang paru hemorhagis yg difuse
Hematuria (mikros or gross)
Biopsi : glomerular cressent & adhesion & inflamasi
Therapy : large doses corticosteroid
Nefrotik sindrome,
Dx/
Edema
Proteinuria > 3,5 gr/day
Hipoalbuminemia < 3 gr/dl
Hiperlipidemia > 300 mg%
Lipiduria : free fat, oval fat bodies, fatty cast
Therapy : Steroid, restriksi natrium, atasi infeksi intercurrent
Polycystic kidneys
Familial dan selain ginjal juga sering pada liver & pangkreas
Kista terbentuk akibat kegagalan penyatuan tubulus kolecting dan tubulus convultus
Bermasalah bila kista terinfeksi
Kista biasanya tidak bertambah banyak tapi bertambah besar dan efek penekanan dapat merusak jaringan
sekitar.
Sering ditemukan secara kebetulan.
Klinis : nyeri pinggang, hipertensi dan renal insufisiensi, kadang-kadang dapat diraba pembesaran ginjal.
Urine :Leoksit dan eritrosit +.
Kista Renal :
Medullary cystic disease
Medullary sponge kidney

Acut Renal Faillure


Fase ARF :
1.
Onset
2.
Fase oliguria
3.
Fase early diuretic
4.
Fase late diuretic
Pada fase early diuretic fungsi tubular tetap gagal & terdapat penalimpahan cairan dan elektrolit
Pada fase late diuretic ditandai dgn perbaikan yang menetap pada fungsi ginjal
Onset ARF pada post traumatic :
Early 6 hari pertama
Late > 7 hari
Bila tek arteri aferen < 60 mmHg (N: 100mmHg) filtrat : Na, Air, & urea sebagian besar diserab lagi.
Creatinin tidak diserap rasio ure : creatinin >>
Anuria
Def : Keadaan dimana produksi urin < 200 cc/24 jam.
Anuria obstruktif : causa obstruksi pasca renal.
K/U
St. Lokal :
- Tr. Urinarius
- DL, BUN/SC, BGA (kosul kardio), elektrolit
- CVP (pre renal), DK

Foto thorak
BOF IVP
USG (u/ membedakan renal dan post renal)
# Non obtruktiif perawatan nefrologik
# Obtruktif diversi urin / by pass terapi definitif
# Meragukan :
- RPG double set up
- Tes diuretik dengan persiapan tindakan :
+ diversi urin, &
+ by pass
Bila ada indikasi, hemodialisis mendahuli tindakan.

Oliguria.
Def. : bila produksi urine < 400 / hari pada spesifik gravity urin 1,035 atau < 6 cc/ kg BB
Jika kemampuan onsentrasi ginjal gagal dan spesifik gravity hanya 1,010, oliguria bila urin < 1000
1500 cc/ hari high output/nonoliguric renal faillure
Etiologi acut renal faillure : (Smiths)
1. Pre renal :
-Dehidrasi
-Vascular collapse (sepsis, obat antihipertensi)
-Reduced cardiac output
2. Vascular :
- Atheroembilsm
- Dissecting arterial aneurisme
- Malignant hipertensi
3. Parenchimal (intrarenal) :
-. Spesifik : -Glumerulonefritis
- Interstitial nefritis
- Toxin, dye-induced
- Nonspesifik :
-Acut tubular nekrosis
-Acut cortical necrosis
4. Fungtional hemodinak :
-ACE-inhibitor drug
-Nonsteroid anti inflamasi drug
-Cyclosporin
-Hepatorenal syndrome
5. Post renal :
-Calculus pd px/ dgn solitary kidney
-Bilateral uretral obstruction
-Outlet obstruktion
-Leak, post traumatik
-Retroperitoneal fibrosis.
---------------------------------------------------------------------------Prerenal Renal Faillure
Akibat perfusi renal yg tidak adekuat karena volume intravaskuler yg tidak adekuat atau tidak efektif.
Klinis
-complain : thirst, orthostatic dizziness, fluid loss, BB .
-turgor , JVP , mukosa kering, orthostatic change in BP & pulse, tachicardi, prod. urin
Lab.
1. Urine :
-Volume
-High urine spesific gravity : > 1,025
-High urine osmolality : > 600 mosm/kg
2. Kimia darah urin :
-Ratio BUN : SC meningkat (N=10:1)

3. CVP : - turun hipovolemia blood loss, dehidrasi


- Cardiac faillure CO dan CVP
4. Fluid hallenge :
PZ 300 500 cc atau 125 cc manitol 20 % diukur urine 1 3 jam kemudian.
Bila volume urin > 50 cc/ jam respon positif dilajutkan dengan infus PZ u/ koreksi dehidrasi.
Bila vlume urin tidak meningkat evaluasi ulang kimmia darah dan urin.
Terapi : tergantung primer
Dehidrasi koreksi cairan
Bila tetap oliguri setelah rehidrasi obat vasopressor dapat diberikan untuk memperbaiki hipotensi yg
berkaitan dgn sepsis dan shock cardiogenik.
Doopamin 1 5 mikro gram /kg/menit renal dose
Terapi fluid over load pd ARF :
- Furosemid 250 1000 mg/ infus > 1 jam
- Bila tdk ada respon terhadap diuretik indikasi dialisis.
Spesific Intrarenal Disease State.
Klinis :

-Riwayat URTI, obat-obat IV


-bilateral back pain
-gross hematuria
-Pyelonefritis menyebabkan ARF bila disertai sepsis/ dehidrasi, obstruksi dan adanya solitary kidney.
Patogenesis :
- Destruksi tubuler :
Major trauma injuri pelepasan mioglobin dari sel otot rangka presipitasi di tubulus obstruksi :
intrtubuler pressure naik dan GF turun.
- Vasomotor th/ :
Renin angiotensin naik vasokontriksi arteriole aferen GFR turun.
- Permiabilitas membran glumerulus turun.
Lab :
1. Urine:
-Eritrosit +
-Leukosit +
-Celluler & glanuler cast
-Eosinofil + allergic interstitial nefritis
-Na urin 10 40 meq/L
-Osmolaritas urin < 400 mOsmol/kg
-Ration urin plasma :
urea < 10 : 1
osmolaritas < 1,2 : 1
creatinine < 20 : 1
2. Renal biopsi characteristic change of acut interstitial nefritis atau glumerulonefritis
X-Ray :
-IVP : porr/ non visualized .
Terapi :
-Eradikasi infeksi.
-Mengurangi respon inflamasi
-Immunoterapi.
Non Spesific Intrarenal States.
Klinis :
-Dehidrasi & shock dgn rehidrasi produksi urin tidak membaik.
-Gejala uremia : perubahan mental dan gejala GIT.
Lab :
1. Urine :
-Spesific gravity : 1.005 1.015
-Osmolality : < 450 mosm/kg
- Ratio osmol U/P = < 1,5 : 1
-Urinalisis : tubular cell & granuler cast
2. CVP : normal atau sedikit meningkat
3. Fluid challenge : Pemberian manitol atau cairan PZ tidak meningkatkan produksi urin.
Terapi :
- Balance cairan
- Glukosa dan AAE 3035 kcal/kgu/ mengurangi katabolisme
- Monitor Kalium dan ECG
- Terapi hiperkalemia : -Nac.bic /i.v
-Kayexalate 25 50 g / oral
- Insulin i.v
- Preparat Calsium
- Hemodialisis
Prognosis : biasanya reversible dalam 7 14 hari
Tubular Destruktion :
Postrenal Acut Renal Faillure
Klinis :
-Renal pain or renal tenderness
-Edema akibat over hidrasi
-Ileus berkaitn dgn distensi abd. dan vomiting
Lab :
- Kateterisasi untuk diagnostik dan terapi pada obstruksi uretra dan bladder neck.
X-Ray :
IVU poor visualization
Renal scan : membantu pd obstruksi akut tapi tidak pada yg kronik.
Gambaran kebocoran urin atau retensi isotop di pelvis renalis.
USG dilatasi sistim kolekting hidronefrosis
Cystoskopi obstruksi uretra.

Indikasi Dialisis (clasic) :


Hiperkalemia
Fluid overload
Severe metabolic acidosis
Uremic complication.
Indikasi Dialisis pada pasien yg kritis :
1.
Ekstrem oliguria ( Urine < 100 cc/ 24 jam)
2.
Hiperkalemia K > 6,5 mmol/lt
3.
Acidemia pH < 7,1
4.
Uremia Urea > 30 mmol/lt
5.
Clinically significant organ oedema
6.
Severe dysnatraemia Na >160 or < 115 mmol/lt
Mayor Parenchymal Causes of Acut Renal Faillure :
(Cambells)
1. Primary Renal Disease .
Glumerular :
Glumerlonephritis acut
Tubulointerstitial :
Acut interstitial nefritis (obat-obatan)
ATN (iskemia, nefrotoksis antibiotik, radiocontas)
Pyelonefritis
Transplant allograft rejection
Nrfrolitiasis
Radiation nephritis
Vascular :
Renal artery occlusion
Renal vein trombosis
2. Sistemic disease
Glumerular :
Vasculitis
Goodpastures syndrome
Secondary acut glumerulonephritis
Tubulointerstitial :
Tumor lysis syndrome
Hipercalcemia
Infection
Infiltration (limphoma, sarcoid)
Vasculer :
Vasculitis
Malignant hpertention
Scleroderma
Thrombotic thrombocytopenic purpura
-----------------------------------------------------------------Mayor Causes of Prerenal Azotemia :
1. Decreased cardiac output
Decresase intravasculer volume :
-Dehidrasi
-Hemorhage
-Anaphylactic sock
Decrease venous tone :
-Autonomic neuropathy
-Spinal injury
Decrease contractile function :
-IHD
-Cardiomiopathy
-Valvular heart disease.
-Pericardial tamponade or constriction
2. Normal or increase cardiac output
Systemic disorder :
-Hepatorenal syndrome
-Sepsis

Local renal disease :


-Renal arteri stenosis
------------------------------------------------------------------Complication of acut renal faillure :
1. Fluid over load :
Hipertension
Edema
Acut pulmonary edema
2. Electrolit disturbance
Hyponatremia
Hyperkalemia
Hypermagnesemia
Hyperphosphatemia
Hypocalcemia
Hypercalcemia (post rhabdomyolisis)
Hyperuricemia
3. Metabolic acidosis
4. Uremic signs and symptoms
Gastrointestinal :
Nusea, Vomiting
Upper GIT bleeding
Neurologic :
Mental status changes
Encephalopathy
Coma, Seizures
Peripheral neuropathy
Cardiac :
Pericarditis
Uremic cardiomyopathy
Pulmonary :
Pleuritis
Uremic pneumonitis
Hematologic:
Bleeding, Anemia
Immunologic :
Impaired granulocyte function
Impaired lymphocyte function
----------------------------------------------------------------------------Anemia pada CRF disebabkan oleh :
-Produksi eritropoitin yg berkurang.
-Penurunan survival dari sel darah merah
-Penurunan respon terhadap eritropoitin
-Supresi bone marrow oleh middles molecule atau uremic toxin.
Terapi anemia pada CRF :
- Eritropoitin : 500 U/kg/ i.v. 3 kali seminggu.
- Selain i.v. dapat juga diberikan subcutan, intraperitoneal.

Prune- Belly syndrome


Congenital
Absence, deficience/ hypoplasia :
Abdominal muscle
Cryptorchidism d/s
Variasi dari abnormalitas TU
Renal dysplasia
Hidronefrosis
Hipotonik bladder
Dilated prostatis yretra
Uretral atresia
Megalu uretra
Etiologi & embriologi unknown

Beberapa teori :
1.
Early urethral obstruction/ prostatic hypoplasia bladder /urethral dilatation with :
- Abdominal distortion
- Mechanical obstruction of testicular descent
2.
Intrinsic defect ureter & bladder
3.
Mesodermal defect
Diagnosis :
Prenatal USG (kehamilan 25-30 minggu) classic finding :
Distended bladder
Hidroureteronefrosis
Floppy abdominal wall
Gambaran pada saat lahir :
Diding abd tipis
Jaringan otot dan subcutis sedikit
Organ abdominal dgn mudah dapat diraba
Kriptorchidism >> intraabdominal
Megalouretra
Disertai dengan kelainan lain :
Cardivasculer (ASD TF)
Extremitas (congenital hip disloc)
GIT (malrotasi bowel, imperforates anus, gastroschisis, hirsprung disease)
Lung : polmonary hipoplasia
Evaluasi periode perinatal :
USG, Renal function studies
Urinalisis untuk menilai : derajat HN, kerusakan parenchim dan menyingkirkan infeksi
Urography
Voiding cystouretrografi
Penanganan :
1.
Antibiotik
2.
Consevative non operatif
Indikasi bedah :

Recurrent infeksi

Upper tract deterioration


3.
Inisial urinary divertion vesicostomy
Setelah diversion bila RFT stabil
Extensive remodeling ureter & bladder untuk menghilangkan stasis urin & memperbaiki refluk
Excission lower redundant ureter & bladder
Uretral reimplantation
Memperbaiki abnormalitas uretra ( internal uretrotom, uretroplasti
Orchiopexy Future numbering for malignansi (6 bl 1th)
Klasifikasi didasarkan pd beratnya abnormalitas dan prognosis :
Klas I : Poor infant survival
Klas II : Moderate impairment
Klas III : Mild defect, good long term survival.
WILMS TUMOR
Adeno sarcoma
Nefroblastoma
Embrioma
Karsino sarcoma
Adenomio sarcoma
Frekuensi :
Bayi anak 90 % pd usia < 7 tahun
Terbanyak pada usia 3 tahun
Etiologi :
Asal metanefrik blastema
Genetik ikut berperan, namun ragu sebagai kongenital
Berhubungan dgn sindroma :
Trisomi 8
Trisomi 18
Turners sindrome
Pseudohermaphroditism
Kadang-2 aniridia, hemihipertropi
Pathologi :

Umumnya besar, soliter, coklat, gambaran seperti daging


7 % kasus bilateral
Diameter daerah hemorhage & nekrosis sentral
Klasifikasi histologis (NWTS) menurut prognosis :
Favorable
Unfavorable
Unfavorable subgroup terdiri dari 3 tipe
1.
Anaplastik : mitosis abnormal & nukleus picnotic, dapat focal atau difuse
2.
Rhabdoid tumor : prognosis paling jelek, berhubungan dgn pemisahan tu CNS, metastase ke otak
3.
Clear cel sarcoma : spindel cells, metastase ke tulang
Staging :
Stad I :Tumor terbatas dalam kapsul ginjal. Reseksi operaasi komplit.
Stad II :Tumot meluar keluar ginjal tapi kompletly removed. Mungkin terdapat lokal spillage atau
trombus tumor pd vena renalis. Residual tumor pd margin eksisi (-).
Stad III :Residual tumor pd operasi dgn kontaminasi/ spillage pd peritoneum dan abdomen. Lnn + pd
hilus atau periaorta. Tumor melewati margin operasi.
Stad IV : Metastase hematogen : paru, liver, bone & brain
Stad V : Bilateral renal lesion
Klinis:
Sign-simptom : Asimtomatic mass (>>>), abdominal pain, distensi, anorexia, mual & muntah, febris,
hematuria. Hipertensi 25-60 % o/k renin .
Lab : Anemia, hematuria
X-Ray : IVU distorsi PCS & pembesaran ren, kalsifikasi perdarahan dl tumor, fungsi ren.
Renal arteriografi bila tumor bilateral/ horseshoe k.
Thorax : deteksi metastase.
USG men-dd/ dgn lesi jinak ginjal
CT-scan/ MRI : extensi tumor ke v. renalis, v.cava.
Bone scan curiga metastase ke tulang, tu clear cell Ca.
Biopsi preoperatif indikasi bila tu terlalu besar, pre operatif citostatika atau th/ radiasi
DD :
Hydronefrosis & kistik kidney.
Neuroblastome : biasanya muncul dari adrenal gland or paraspinal ganglion, melewati midline, kalsifikasi
>>. Tumor marker : VMA (vanillylmandelic acid) & other katekolamin.
Penanganan :
1.
Surgical :
Unilateral & tdk melewati grs tengah atau mengenai organ visceral
RPLND tdk dianjurkan
U/ staging biopsi Ln
Hindari spillage ginjal diangkat bersama dgn fascia gerota & perinefrik fat
Approach : transabdominal/ torakoabdominal, alasannya :
Memungkinkan reseksi terhadap tu/ primer
Explorasi u/ metastase
Pemeriksaan ren kontralateral.
2. Radioterapi :
- Wilms tu radiosensitif
- Direkomendasikan pd yg Unfavorable stadium apapun dan untuk penyakit stadium IV
- Usia > 1 th : 2000 rad, mulai 1 3 hari post op.
- Usia < 1 th : total 1000 rad
3. Kemoterapi :
Wilms tu kemosensitif :
Actinomicin D : 0,015 mg/kg/hari
Vincristine : 1,5 mg/m2LDT/minggu
Doxorubicin
Cyclophosphamide
Cisplatin
Adriamicin : 0,6 mg;kg/hari max

Ektopik & kriptorchismus

Ektopik disebabkan o/ koneksi yg abnormal dari ujung distal gubernakulum testis sehingga menyebabkan
posisi gonad tidak normal.
Tempat ektopik adalah :
1. Superfisial inguinal paling sering.
2. Perineal.
3. Femoral atau crural pada scarpas triangel
4. Penil dibawah kulit dorsum penis.
5. Transverse atau paradoxic descent pada canalis
inguinalis yg sama
6. Pelvik.
Kriptorkismus testis berhenti secara tidak normal pada tempat turunnya. Sering unilateral.
Pada bayi prematur insiden 30 %
Causa :
-Abnormalitas gubernakulum testis
-Intrinsik testicular defect testis tidak sensitif terhadap gonadotropin
-Defisiensi stimulasi hormon gonadotropin
Klinis :
-Skrotum tidak berisi testis
-Infertil
-Skrotum yg terkena atropi
-Testis teraba tidak pada tempatnya
-Sering disertai dengan hernia pada sisi yg terkena
Lab.:
Pada hipogonadisme primer gonadotropin urin (FSH) , Androgen sedikit berkurang
Pada hipopituitarisme primer Androgen dan gonadotropin hipofise sangat berkurang.
Pada kriptorkismus bilateral primer androgen dan gonadotroopin hipofise sedikit berkurang.
Test hCG : ukur kadar testosteron serum, lalu berikan hCG 2000 unit/ hari selama 4 hari. Hari ke 5 periksa
ulang kadar testosteron serum. Bila testis ada kadar testosteron meningkat 10 kali.
X-Ray :
-Selective gonadal venography plexus pampiniformis
CT-Scan :
-Efectif pada penderita yg dewasa
USG :
-Untuk canalis inguinalis hasilnya cukup baik.
-Untuk rongga pelvis hasil kurang memuaskan.
MRI :
-Hasilnya cukup memuaskan, tapi sulit dikerjakan pada anak
Komplikasi :
-Hernia inguinal 25 %
-Torsio testis
-Cancer 35 38 kali lebih sering (seminoma >>)
Biasanya usia > 10 tahun.
Terapi :
1. Terapi hormonal :
Diberikan pada usia sebelum 5 tahun.
Diberikan hCG, 1500 U/m2 / i.m. 3 x seminggu.
-diberikan 9 dosis.
-dapat juga diberikan LH-RH
-pada bilateral hasilnya lebih baik
2. Surgical :
Gagal terapi hormonal
Menmpatkan testis ke dalam skrotum sebelum usia 1 tahun (belum ada perubahan histologik)
Orkhiopeksi & herniorafi preservasi vasculer pedicle
Prognosis :
Unilateral20 % menjadi infertil

Tumor testis
- Insiden 1 2 % dari semua Ca pd pria
- Faktor resiko :
Kriptorkismus
Genetika
Trauma
Atropi

Infeksi

Klasifikasi :
A.
Gernminal sel ;
1. Seminoma : - Klasik
- Anaplastik
- Spermatositik
2. Nonseminoma :
Embrional (20 %)
Teratoma (5 %)
Terato Ca. (40 %)
Chorio Ca, (<3 % )
3. Campuran
B.
1.
2.

Non-Germinal sel :
Dari interstitial sel
Dari sel gonad

Metastase :
limfogen
Kkecuali chorio Ca hematogen
Saat diagnosis dibuat 40 50 % meta (+)
Regional : para aorta duktus thoracikus medistinum supra clavikula
Dex : ke KGB inter aortocaval level hilum precaval, preaorti, para caval, ilium communis dan iliaka
eksterna dex.
Sin. : ke peri aortik level hilum (s) advance : preaortic iliaka communis & iliaka eksterna sin.
Tumor Marker :
Tujuannya :
Diagnosis
Stadium
Evaluasi terapi
Prognosis
1.
Alpha Feto Protein :
Diproduksi oleh : Yolk sac, hepar & GIT
AFP pada Ca embrional, teratoma
2.
Beta HCG :
Diproduksi oleh tropoblas
Beta HCG : choriio Ca, Ca embrional (40 60 %), Seminoma (5 10 %)
3.
Lactic acid dehidrogenase (LDH)
Seminoma & chorio Ca AFP dbn
Klinis :
Asimtomatik : 10 %
Pembesaran testis painless
Back pain metastase ke retroperitoneal
Anoreksia, nusea
Bone pain
Masa kenyal yg bebas dari testis
Ginekomastia :5 %
Clinacal Staging :
1.
Beden & Gibb :
A.
Stad. A lesi terbatas pada testis
B.
Stad. B Penyebaran KGB regional
B1 : RPLN < 5 cm
B2.: RPLN 5 10 cm
B3 : RPLN > 10 cm
C.
Stad. C diatas RPLN
2.
MD. Anderson :
A.
Stad. I : terbatas pd testis
B.
Stad. II : metastase ke RPLN
IIa : < 10 cm
Iib : > 10 cm
C.
Stad III : KGB supradiafragma &/ visceral
3.
TNM sistem :
T1 : terbatas pada testis
T2 : melewati tunika albuginea/ ke epididimis

T3 : Kena funikulus spermatikus


T4 : kena skrotum
N1 : mikroskopis KGB (+)
N2a : KGB < 5 nodus / <2 cm
N2b : KGB > 5 nodus/ > 2 cm
N3 : invasi ekstra nodul
N4 : unresectable ROLN meta
Terapi :
1.
Low-Stage Seminoma : (I IIa)
Radical orchidectomi
Radiasi RPLN : 2500 3000 rad/3 minggu
2.
High-stage seminoma (Iib III) :
chemoterapi : PVB (platinum vincristin bleomicin)
3.
Low-stage nonseminomatous germ cell :
Stadium A : Orchidektomi + RPLND
4.
Hig-stage non seminoma germ cell tomur :
Orchicdektomi + kemoterapi
DISORDER OF URETER
Congenital : wanita > pria
1.
Atresia ureter bila bilateral : Potters syndrome
2.
Duplikasi ureter : complete or incomplete (Y-type)
Complete Weigert-Meyer law :
Ureter upper segment muara ke distal ektopik
Ureter lower segment muara lebih kelateral, intramural pendek refluk vesicoureter
Pada wanita ureter pole atas biasanya ektopik dgn muara distal dari spincter ekst atau diluar TU
incontinensia +
Pada lk ureter ektopik selalu proksimal dari spincter eksterna.
3.
Ureterocele :
Sacculasi dari bagianterminal ureter :
Intravesical : single ureter
Ektopic ureterocele ureter duplikasi pole atas
Ektopic 4 x lebih sering intravesikal, E > G
Ro. : cystic dilatasi & filling defect dalam buli.
Th/
Eksisi ureterocele
Vesical rekonstruksi
Ureteral reimplantasi
4.
Ectopic ureter orifice :
Berhubungan dgn ureterocele & duplikasi ureter.
Laki : incontinensia (-), sering epididimitis
Wanita : bisa ke uretra, vagina atau perineum, incontinensia (+)
Th/
Reimplantasi ureter
Nefroureterectomi
5.
Kelainan posisi ureter :
Retrocaval : - upper ureter & renal pelvis
- 1/3 tgh L3
6.
Obstruksi UPJ :
Kelainan ureter yg paling sering
Lk > wanita, kiri > kanan
10 15 % bilateral
Causa tidak jelas
Terdapat angulasi & lekukan
Sering ureter proksimal hipoplastik
Blood vessel of lower pole
Kongenital : faktor intrinsik : bisa k/ segmen ureter yg aperistaltik (tdk ada oto spiral) atau ada
jaringan fibrotik kegagalan pembentukan gelombang peristaltik aliran urine tdk lancar. Keadaan lain :
Katup daerah uretero pelvik atau adanya arteria abberan yg menyilang lewat belakang ureter.
Didapat : refluk ureter kinking, neoplasma
Klinis :
Infant abdominal mass, gx/ uremia
Children : pain, vomiting, hematuria, infeksi, calculus, hipertensi.
Dx/ :
IVP k/p provokasi diuretik renografi
USG bila RFT turun & nonvisualized
RPG bisa memastikan dx/ k/p pasang DJ stent
PNS sarana dx/ & untuk mengukur tekanan (Whittaker test) : larutan NaCl 0,9 % 10 cc/ menit

Non obstruktif : s/d 12- 15 cm H2O


Obstruktif : > 15 cm H2O
Th/ :
Tujuan :

menghilangkan sign & symptom


Menyelamatkan fungsi ginjal
Teknik : Pyelouretereo-plasty
Foley Y-V plasty
Pelvic flap procedures
Indikasi : obstruksi pelvis
Infeksi
Kemunduran fungsi
Batu (skunder)

PANENDOSKOPI
Merupakan salah satu pemeriksaan dasar urologi
Indikasi amat luas :
1. Kelainan / spk ada kelainan pada TU bawah :
Heamturia
Kel. Miksi non-invasif tidak jelas
ISK berulang pemeriksaan dasar tidak jelas
Spk kelainan bawaan uretra & buli :
Klep uretra
Refluk vesikoureter
Ureter ektopik
Fistel
Stres inkontinensia
Spk tumor uretra/ buli
2. Evaluasi pasca th/ endoskopi
4. Bagian dari diagnostik endourologi/ terapi endourologi :
RPG
TURP
TURB
Syarat :
Pemeriksaan no-invasif +, Lab, Ro.
Informed consent
Antibiotik profilaksis/ th/ ISK lebih dahulu
Miksi sebelum tindakan
Lavemen bila dgn GA/ SAB
Sheat untuk panendoskopi :
15,5 Fr : yellow
17 Fr : green
19 Fr : Red
Untuk sachse : 21 Fr : Blue
Untuk lithotripsi : 23,5 Fr : White
Untuk TURP : 24 Fr & 27 Fr.

UROLITIASIS
Evaluasi px/ urolitiasis :
IVP :
Conformasi Dx/
Ukuran & posisi batu
Derajat Obstruksi
UL : RBC & Cristal
Cultur : Bacterial infection &
Management Px/
SC : Data dasar
As. Urat hyperuricemia
Related to stone problem

Elektrolit Screening test u/ RTA type I hipercloremic acidosis


Ca. Serum (3x) Deteksi hiperparatiroid (>10,1 mg %)
Fosfor serum Dx/ hiperparatiroid (pd level yg renndah)
Batu cystein dan asam urat :
Urin pH sekitar 5,5 atau
Batu Ca. Fosfat :
PH urin Alkaline side of 6,5
Batu infeksi (struvit) :
Urea splitter amonium
PH urin Alkaline endapan/ medium
AB pre Op dan post Op diberikan s/d cultur urine negatif, bila tidak batu akan cepat muncul lagi.
Teori pembentukan batu :
1.
Nucleation theori :
Pembentukan batu diawali oleh adanya kristal atau foreign body dlm urin supersaturasi.
2.
Stone matrix theori :
Bahan organik serum
Protein urin : albumin, globulin, glikosaminoglikan
kerangka u/ deposisi kristal
3.
Inhibitor of crystalization theori :
Bahan-bahan tertentu dalam urin dapat menghambat pembentukan kristal :
Mg, Fosfor, Citrat, fosfocitrat, Mucoprotein, RNA, glikosaminoglikan.
4.
Status metabolisme Aquired or genetic
5.
Faktor lingkungan supersaturasi urin
6.
Dietary excess
7.
Abnormalitas anatomi
Gx/ dan tanda batu TU :
1. Batu Calix :
Kecil nonobstruksi asimtomatis
Gross hematuria
Flank pain
Recurrent infection
2. Renal pelvic stone :
Nyeri flank atau CVA
Infected sepsis
Obstruksi pyelonefritis
3. Proximal ureter :
Nyeri spamodic, tajam, acut di daerah flank
Radiating to abdominal area
Mual dan muntah.
4. Distal ureter :
- Kolik yg menjalar ke inguinal, testis/ labia
Radiologis :
90 % radioopage
Calsium fosfat paling radioopage ~ tulang
Calsium oxalat sedikit kurang opage
Mag. Amonium Fosfat (struvit)
Cystein
As. Urat & xanthine paling radioluscent
Batu Calsium: tidak larut.
- calsium fosfat Ca10(PO4)6(OH)2
- Calsium oxalat 80 %
- campuran
Laki-laki 3 x lebih sering
Jenis batu ginjal yang paling sering
Citrat urin inhibitor cristalisasi kalsium
bila kadar (<300 mg/hr) stone formation
Sreening Bila kadar calsium serum cek paratiroid H.
a. Fasting and calsium loading test.
Periksa kadar calsium dan creatin dalam urin puasa (10jam). Lalu diberi loading calsium glukonas 1
grm/oral periksa kadar calsium& creatinin post loading Cal.glukonas.
Normal = ratio Ca : creatini puasa < 0,11
Ratio > 0,11 renal hipercalciuria.
Rasio Ca : creatini post loading > 0,2 absorbtif hipercalsiuria.
Bila pH urin puasa > 5,3 renal tubular asidosis

Hipercalciuria : > 300mg/hari tanpa diet.


Absorbsi calsium : duodenum dan jejenum. dipengaruhi oleh Vit. D dan calsium binding protein.
Absorbtif hipercalsiuria :
Perubahan respon usus terhadap vit. D absorbsi calsium maningkat.
Renal hipercalciuria :
Calsium loss via urin kadar calsium plasma rendah stimulasi sekresi hormon paratiroid sintesis vit. D
meningkat dan absorbsi calsium dari GIT meningkat, resorbsi tulang meningkat. Kadar calsium urin puasa
tidak turun.
Th/ : Thiazide meningkatkan resorbsi calsium di tubulus distal eksresi calsium ke dalam urin turun.
Resorbtif hipercalciuria :
Jarang, biasanya disebabkan oleh :
Hiperparathiroidisme stimulasi bone destruksi, meningkatnya absorbsi calsium usus.
Cushing disease.
Bone metastase
Prolonge immobilization.
Kelainan metabolik yang berkaitan dengan Batu Calsium :
1. Sarcoidosis : sensitifitas epitel usus terhadap vit. D meningkat hipercalsiuria
Th/ ; Cortikosteroid.
2. RTA : yaitu RTA tipe I.
Autosomal dominan
70 % membentuk batu kalsium
70 % female
Persisten metabolic acidosis
Bicarbonat serum turun, calsium serumturun
Sitrat urin turun, Alkalin fosfat serum naik, hipercalciurin membentuk batu.
Cystine Stone :
-cystinuria
-family history of recurrent stone
-early onset
-UL : acid, hexagonal cystine crystal
Medical th/ :
Hidrasi
Alkalinisasi urin :
Bic Nat 15 20 grm/ hari
Sodium potassium citrat solution 10 15 cc/ 4x/ hari
Cystine binding drugs :
Penicillinamine
Alfa-mercaptopropionylglycine
Retriksi methionine
Struvit Stone :
Berkaitan dengan UTI kronis
15 20 % dari batu urin
Terdiri dari Magnesium Amonium fosfat (MgNH4PO4.6H2O)
Infeksi disebabkan oleh Urea-spliiting bacteria : Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, Stafilokoccos.
Urin infeksi oleh bakteria spliiter. :
Urin supersaturasi terhadap Mg, Nitras, fosfat, carbonat apatite
Urin menjadi alkalis, pH >7
Batu relatif non-opage.
Terapi/ :
Indikasi operasi :

Recurrent UTI

Progresif renal damage

Urinary obstruction

Persisten pain.
Tujuan Operasi :
Mengangkat semua batu
Memperbaiki abnormalitas anatomi
Membasmi UTI
Preservasi jaringan ginjal yang sehat
Preventif recurrent UTI & stone formation.
Kontraindikasi ESWL :
Gemuk/obesitas
Urosepsis/ infeksi
Obstruksi bagian bawal

Manfaat USG pd urolitiasis :


1. Menentukan adanya batu ginjal dan buli-buli (tu radiolusen)
2. Menentukan ada tidaknya HN ok/ obstruksi batu
3. Membedakan ren kistous atau padat
4. Sebagai tuntunan pd saat melakukan drainage ginjal perkutan
5. Membantu melokalisasi/ membedakan adanya batu dalam calic pada saat operasi batu ren.
RPG pd urolitiasis :
- Pemeriksaan harus segera diikuti dengan menghilangkan obstruksinya
- Harus ada perlindungan terhadap sepsis
- Penyuntikan kontras harus dilakukan dengan pemantauan flouroskopi
Prinsip terapi urolitiasis :
1.
Ekspektatif
2.
Manipulatif
Indikasi terapi ekspektatif :
- Batu asimtomatik tanpa obstruksi atau infeksi, < 4 mm, letak di ureter 1/3 distal
- 90 % batu < 4 mm keluar spontan
- 20 % batu < 6 mm keluar spontan
- Tempat macet :
- UPJ
- Pelvic brim
- UVJ
- 4 minggu evaluasi BOF
- Bila > 8 minggu batu tdk keluar & penyulit (+) terapi modalitas lain
Terapi operatif/ manipulatif :
1.
Endourologik
2.
Operasi terbuka
3.
ESWL
Tergantung pd : diameter batu, fasilitas yg ada, lokalisasi batu dan pengalaman pelaksana.
Batu < 2,5 cm : lithotripsi ( mekanik, ultrasonik, elektrohidraulik, atau laser)
Batu ureter :
Submukasa Intravesikal endo : collins knife ekstraksi transuretral.
Bt 1/3 distal endo : URS & litotripsi ekstraksi Dormir
Bt 1/3 tengah open : ureterolitotomi
Endo URS & litotripsi
Push & bangdorong ke pyelum & ESWL
Push & PNL
Bt 1/3 prox Pyelum
< 2 cm : ESWL (jika ren masih cukup fungsi, tdk ada infeksi aktif), PNL, Pyelolitotomi
> 2 cm : PNL & ESWL (multisession), extended pyelolitotomi
Staghorn : Open bivalve/ anatropik nefrolitotomi
Faktor predisposisi urolitiasis :
1. Benda asing
2. Obstruksi / stasis urin :BPH, striktur, UPJ/UVJ stenosis
3. Infeksi o/k urea splitter
4. Gangguan metabolisme
5. Kurang minum/ dehidrasi
6. Ren spons meduler
Batu sal kemih tanpa pencegahan 50 60 % kambuh
Dengan pencegahan 5 10 % kambuh
Pemeriksaan pd curiga batu sal kemih :
1. Eksresi : kreatinin, Ca, Pospat, as urat, oxalat & sitras dalam urin 24 jam
2. Cek pH urin, Ca., pospat dan as urat dalam darah
3. Retriksi diet.
Peningkatan Ca. :
1. Resorbtif : terapi penyakit primer
Hipertiroid, osteolitik metastase
Multiple myeloma
Immobilisasi
Cushing hipertiroid
2. Absorbtif : absorbsi oleh usus meningkat

Terapi retriksi diet & banyak minum


Oksalat sellulose fosfat 3 x 5 grm
3. Kebocoran ren : tubulus renal tidak mampu resorbsi ca
Terapi : Diuretika (HCT 2 x 50 mg)
Orthopospat
Kalsium retriksi
Derajat HN pada IVP :
Grd I : Seluruh sal kemih proximal dari obstruksi terisi bahan kontras.
Grd II : Tdpt gambaran kalix yg datar, tdk cekung lagi
Grd III : terdapat gambaran kallik yg cembung
Grd IV : Semua kalik cembung
Grd V : Parenkim ren menipis lebih dari tebal normal, bila batu diureter distal biasanya ureter juga
berkelok-kelok.
Penyebab terjadinya batu :
1. Batu Endemis :
Biasanya pada anak laki usia 2 tahunan BBB
Sosial ekonomi lemah
2. Batu infeksi :
Banyak pada px/ dgn bakteriuria o/ kuman pemecahan urea amoniak atau proteus.
Urin + amoniak alkalis senyawa pospat mengendap Batu amonium magnesium pospat (struvit)
3. Batu o/k gangguan metabolisme :
Oxalat, Ca, As urat, xanthine, cystine bila bertambah dalam urin mengandap jadi inti pembentukan
batu lebih lanjut.
4. Batu oleh karena faktor-faktor lain :
Immobilisasi yg lama px/ fraktur, cidera vert/ lumpuh
Px/ dgn penyakit tulang : tumor ganas tulang, myeloma, paget disease ekskresi calsium urine
meningkat
Benda asing dalam saluran kencing (cath, jahitan pd buli)
Kelainan anatomis TU : kongenital or acquired
Keluhan dan Gejala :
Silent stones
Keluhan (+) bila terjadi obstruksi / infeksi :
Hematuria
Nyeri (kemeng-kolik) o/k obstruksi/ infeksi
Febris/ menggigil : infeksi ren terancam rusak
Anuria obstruktif ggn faal ren cepat dan progresif
Komplikasi batu sal kemih :
1.
Obstruksi HN
2.
CRF
3.
Nonfungtion ren
4.
Atrofi ren
5.
Fistel uretra impact stones
Jenis batu menurut akibatnya pada TU :
1. Batu simple : tanpa obstruksi / infeksi, batu tunggal / tdk terlalu besar.
2. Batu Complicated : Multiple /besar (staghorn, BBB), batu obstruktif/ infeksi progresif gagal ginjal,
urosepsis
3. Batu o/k kel anatomis :
Kongenital : UPJ stenosis, horse shoe kidney, refluk vesikouretral, double sistim, divertikel, katup uretra
Didapat : bladder nect kontraktur, striktur uretra, fibrosis ureter, tekanan tumor dari luar.
Pencegahan batu TU :
1. Banyak minum diuresis s/d 2-2,5 liter/ hari
2. Olah raga/ aktivitas fisik yang cukup dan teratur
3. Berantas infeksi / bakteriuria
4. Cegan meningkatnya bahan-2 pembentuk batu atau meningkatnya daya larut bahan tersebut :
Koreksi gangguan metabolisme dgn diet/ obat :
Allopurinol bt as urat.
Diet rendah purin, thiazide, hygroton u/ bt calsium
Diet rendah calsium
Ikat bahan pembentuk batu agar mudah larut Mg oxyde
Buat urin alkalis pada bt as urat dengan Na sitras atau Na bicarbonat.
Buat urin reaksi asam bila terdapat kuman pemecah urea untuk larutkan garam pospat dengan :
mandelamin, vit c, amonium cloride.
Chemolysis

Obat untuk kemolisis ( melarutkan batu ) yang ideal yaitu bila : non toxic, per oral, murah dan bisa
melarutkan batu dalam jangka waktu pendek (3).
Metoda kemolisis yaitu :
1. Sistemik ( oral atau intravena )
2. Lokal dengan cara irigasi langsung pada batunya, sekarang tidak dianjurkan lagi karena alasan tidak
praktis, adanya morbiditas dan mortalitas.
Jenis batu yang bisa dikemolisis ( 2,3 ).
1. Batu asam urat bisa : - sistemik
- lokal
2. Batu sistin dan struvit : lokal (dengan sistemik tidak begitu baik hasilnya )
3. Batu kalsium ( oksalat / fosfat ) : tidak bisa dikemolisis.

BATU URETER
Batu ureter : adanya batu (opaque maupun non opaque) di ureter (proksimal, tengah dan distal)
PROSEDUR LENGKAP
a. Anamnesa :
- Keluhan utama adalah colik ureter, yaitu nyeri pinggang mendadak yang sangat hebat kadang-kadang
disertai muntah hilang timbul dan menjalar ke perut bawah atau kemaluan (testis, ujung penis, labium
mayor) tergantung lokasi batu.
- Riwayat kencing batu dan kencing berdarah disertai nyeri pinggang.
b. Pemeriksaan klinis
status umum
status urologis :
Anamnesa : Flank pain
Pemeriksaan : Flank mass, nyeri CVA, colok dubur: untuk membedakan dengan appendicitis (pada
appendicitis, colok dubur akan didapatkan nyeri jam 10.00 11.00, sedangkan kolik ureter tidak
didapatkan).
c. Pemeriksaan laboratorium
Sedimen urine : Eritrosit > 2 l/lpl
DL, RFT, LFT, Faal Hemotasis
Kultur urine dan tes kepekaan antibiotika
Kadar kalsium, phosphat dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, phosphat dan asam
urat dalam urine 24 jam.
d. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos Abdomen : akan nampak gambaran klasifikasi sepanjang ureter 1/3 proximal, 1/3 tengah
atau 1/3 distal bila batu radio opaque. Batu tidak nampak bila batu non opaque.
Pyelografi Intravena (IVP) dengan pemeriksaan ini dapat diketahui anatomi dan fungsi dari Traktus
Urinarius. Adanya sumbatan karena batu ureter akan nampak sebagai Hidroureter proximal batu,
Hidronephrosis, delayed function sampai non visualized.
Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque)
Pyelografi Retrograde (RPG) : Adalah membuat foto kontras dari ureter, pyelum dan kaliks ureter
yang dipasang dengan bantuan sistoskop. RPG dikerjakan bila IVP belum cukup jelas (misalnya terdapat
tanda obstruksi tetapi penyebabnya belum jelas), atau IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain dapat
membantu diagnosa.
Pyelografi Antegrade (APG) : Berlawanan dengan pyelografi retrograde maka pada APG kontras
dimasukkan melalui saluran ke kaliks (nefrostomi) yang telah dibuat.
Foto Thoraks
USG / renogram : bila ginjal non visualized
e. Pemeriksaan penunjang lain :
Gula darah puasa
Gula darah 2 jpp
ECG
PENATALAKSANAAN
Terapi operatif batu ureter tergantung pada lokasi batu, dibagi menjadi batu ureter 1/3 proksimal, batu
ureter 1/3 tengah dan batu ureter 1/3 distal.
Ureterolithotomi : operasi pembedahan untuk mengambil batu ureter.
Nephrostomy Percutan (PNS) :

Adalah membuat lubang yang menghubungkan pelvis kalik sistem dengan dunia luar. Tujuannya untuk
diversi urin bila sumbatan ureter tidak dapat segera diatasi.
Ureterorenoscopy (URS) :
Adalah mengambil / memecahkan batu ureter dengan alat ureteronoscope yang dimasukkan lewat muara
meter dengan bantuan cytoscope.
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Ureterolithotomi proksimal
Alat :
- Dexon 4-0
: 2 buah
- Catgut plain 2-0 : 1 buah
- Vicryl 1-0 : 2 buah
- Zeyde 3-0
: 2 buah
- Maagslang No. 8 : 1 buah
- Redon drain set
Teknik Operasi :
- Sebelum dilakukan operasi foto BOF pre operatif (1 jam sebelum operasi)
- Pasang dauer kateter 16 Fr dan urobag
- Pasang foto-foto (BOF/IVP) di light box
- Setelah dilakukan anesthesi, pasien diletakkan dalam posisi lumbotomi dengan sisi yang ada batu
diatas.
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidone Iodine mulai dari papilla mammac-umbilikus-collum
vertebra-simphisis pubis.
- Persempit lapangan operasi dengan dock steril
- Insisi kulit mulai ICS XI kearah umbilikus 10 cm lapis demi lapis sambil merawat perdarahannya.
(Struktur yang diinsisi : kulit, lemak subcutis, MOE, MOI in transversus abdominis). Buka fascia m. lumbo
dorsalis agak ke posterior di posterior axillary line (agar tidak merobek peritoneum) sepanjang 1-2
cm, pisahkan peritoneum dengan steel doppers kearah medial, setelah peritoneum terpisahkan, perlebar
insisi sesuai dengan insisi diatasnya.
- Pasang spreader
- Cari ureter dengan cara buka fascia gerota yang terletak didepan muskulus ilco psoas dgn ciri :
- berupa saluran warna putih
- tidak berdenyut
- berjalan bersama dgn a. spermatika in-terna pd laki atau a. ovarica pd wanita.
- Teugel ureter dengan nelaton kateter no. 8 di proksimal batu.
- Raba batu dan bersihkan ureter
- Insisi ureter dgn mess No. 15 tepat didaerah batu
- Keluarkan batu dengan stein tang
- Evaluasi cairan/urine yg keluar dari ureter (jernih)
- Lakukan sondage ke arah distal dan proksimal
- Bila sondage lancar lakukan spoeling
- Tutup ureter yang diinsisi dengan Dexon 4-0 secara jelujur
- Cuci lapangan operasi dengan PZ berkali-kali
- Evaluasi lagi adanya perdarahan
- Pasang redon drain di retro peritoneal
- Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
2.
Ureterolithotomi batu ureter tengah dan distal
BOF pre operasi
Posisi pasien telentang
Pasang dauer kateter No. 16 Fr dan urobag
Insisi Gibson yaitu mulai 2 jari medial SIAS kearah simphisis pubis 8-10 cm lapis demi lapis dan
rawat perdarahan. MOE, MOI di split sesuai seratnya
Sisihkan peritoneum kearah medial
Identifikasi ureter dan raba batu
Teugel ureter dengan Nelaton kateter di proksimal batu
Bersihkan ureter dari jaringan peri ureter, insisi ureter di tempat batu, perhatikan urine yang keluar
(jernih, pus).
Keluarkan batu dengan stein tang
Sondage dan spoeling ureter distal dan proksimal dengan PZ
Jahit ureter dengan Dexon 4-0 secara jelujur
Cuci lapangan operasi dengan PZ dan rawat perdarahan
Pasang redon drain dan fiksasi di kulit dengan zeyde 2-0
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis.
3.

ESWL : memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita

4.

URS

C. PERAWATAN PASCA OPERASI


1.
Di Rumah Sakit :
- Kateter dilepas setelah 1 hari paska operasi
- Vaccum drain tiap hari
- Rawat luka mulai 3 hari paska operasi dan ganti kasa tiap hari
- Af redon drain pada hari ke 5 dan bila produksinya < 10 cc/hari selama 2 hari.
Batu dianalisa bila hasil sudah ada konsult Bagian Gizi
2.
Di Poliklinik Urologi
Rawat luka, angkat jahitan pd hari ke 10 14
Evaluasi UL, DL dan Kultur urine, bila ada tanda-tanda ISK berantas dengan antibiotika sesuai dengan
uji kepekaannya
Cegah/hilangkan faktor predisposisi timbulnya batu lagi
Evaluasi BOF/IVP 6 bulan paska operasi
Minum banyak (>3 l/hari) dan aktif berolah raga.
BATU BULI-BULI
Batu buli-buli adalah batu baik opaque maupun non opaque yang berada di buli-buli
DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Hematuria baik mikroskopik/ makroskopik, disuria karena infeksi, demam disertai
menggigil, dapat juga terjadi retensi urine bila batu menyumbat leher buli atau dapat tanpa keluhan
(silent stone).
b. Pemeriksaan Klinis :
1. Status umum
2. Status urologis :
-inspeksi : suprapubik dapat terlihat menon jol bila retensi urine
-palpasi : suprapubik menonjol atau teraba keras bila batu sangat besar
3. Rectal toucher : teraba batu bila batunya sangat besar
c. Pemeriksaan laboratorium :
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Faal haemostasis
- Faal hati & faal ginjal :
- Urine kultur dan sensitivity test
- Kalsium, phosphat, asam urat dalam darah
- Eskresi kalsium, phosphat, asam urat dalam urine tampung 24 jam
d. Pemeriksaan foto radiologis :
- Foto polos abdomen (BOF) + Fotot Thorak
- Intravena pyelografi (IVP)
- Ultrasonografi (USG), bila dicurigai batu non opaque
e. Pemeriksaan penunjang lain :
- ECG
- Sistoskopi bila dipandang perlu
PROSEDUR PENATALAKSANAAN
1. Vesicolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan dari vesika urinaria
2. Lithotripsi adalah tindakan penghancuran batu buli buli secara endoskopik dengan lithotriptor
3. Trokar lithotripsi adalah tindakan pengeluaran batu di buli-buli pada anak-anak yang besarnya < 10 mm,
dengan kombinasi endoskopik dan trokar.
Vesikolitotomi
Indikasi :
- batu buli-buli dengan > 2 cm
- batu buli-buli yang tidak dapat dipecahkan dengan lithotriptor
- batu buli-buli multiple
Alat :
folley kateter F 16
urobag
Redon drain set no. 14
Dexone 4-0
Persiapan Operasi :

Persetujuan operasi
Puasa
Antibiotika profilaksis

Teknik Operasi :
Posisi pasien tidur terlentang dengan GA
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone jodine (paha atas ; genitalia eksterna, prosesua
xyphoidius).
Persempit lapangan operasi dengan doek steril
Insisi kulit midline, mulai 2 jari diatas simphisis ke arah umbilikus 10 cm, lapis demi lapis sampai fascia
anterior muskulus rektus abdominis.
Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea alba
Pasang spreader millins dan sisihkan pre vesikal fat kearah kranial
Dilakukan identifikasi buli (warna kebiruan, banyak pembuluh darah dan punksi keluar urine)
Teugel buli dgn chromic catgut 1-0 pada sisi kanan-kiri
Insisi buli dengan punch mesch dan perlebar secara tumpul dengan chrome klem.
Raba batu dengan jari, kemudian keluar kan batu dengan stain tang (perhatikan jumlah, ukuran dan
warna)
Setelah batu keluar spoelling buli dengan PZ (3x), kemudian evaluasi mukosa buli (tumor, divertikel),
muara ureter kanan-kiri (batu dan ureteric jet)
Pasang kateter F 16 sampai tampak ujung kateter di buli-buli kemudian spoelling PZ dengan blaas
spuit.
Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0 secara jelujur, tunika serosa dgn
Dexon 3-0.
Test buli-buli untuk evaluasi kebocoran dengan memasukkan PZ 250 cc lewat kateter, bila tidak ada
kebocoran isi kateter dengan air steril 10 cc.
Cuci lapangan operasi dengan Betadine dan PZ
Pasang redon drain peri vesikal dan fiksasi pada kulit
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis, muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, fascia anterior
muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, subkutan dengan plain catgut 3-0, kulit dengan Zeyde 3-0.
Lithotripsi
Indikasi : Batu buli simple dengan ukuran <2,5 cm
Alat :
- Alat untuk irigasi dan slang steril
- Sumber cahaya dan kabel fibre optic
- Busi roser 18 s/d 27 Fr
- Sistoskopi set dgn sheath 25 Fr & teleskop 30 & 70
- Ellik Evacuator
- Alat lithotriptor mekanik :
+ Alligator lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang terpendek max. 1 cm.
+ Hendrickson type lithotrite, untuk batu dgn ukuran panjang terpendek max. 2 cm
+ Peralatan desinfeksi
+ Skort serta doek dan baju operasi steril
Persiapan :
Puasa, antibiotika profilaksis injeksi, 1 jam sebelum tindakan
Tindakan dilakukan dengan bantuan anestesi umum atau spinal
Teknik operasi untuk batu < 1,5 cm :
Posisi lithotomi
Tindakan aseptik
Kalibrasi/dilatasi uretra dgn roser sampai 27 Fr
Panendoskopi untuk diagnosa
Teleskop dan bridge dilepas
Buli diisi irigan sampai penuh, pasang Aligator lithotrite dengan teleskop 30 mulai lithotripsi.
Lithotripsi dihentikan kalau ukuran fragmen sudah dapat melewati sheath
Evakuasi fragmen dengan ellik evakuator
Sistoskopi melihat apakah batu sudah keluar semua dan mengetahui adanya komplikasi tindakan.
Keluarkan lithotriptor dan keluarkan sheath dengan sebelumnya memasang obturator.
Pasang folley kateter F 16
Kateter dicabut setelah 24 jam, KRS.
Teknik Operasi untuk batu < 2,5 cm :
Posisi lithotomi
Tindakan aseptik
Kalibrasi atau dilatasi urethra dengan roser sampai 27 Fr
Panendoskopi untuk diagnosa
Teleskop dan bridge dilepas
Buli diisi irigan sampai penuh

Set panendoskopi dikeluarkan semuanya


Masukkan lithotriptor type Hendrickson dengan teleskop 70, mulai lithotripsi
Lithotripsi dihentikan kalau ukuran fragmen sudah dapat melewati sheath 25 Fr, kemudian lithotriptor
dikeluarkan.
Masukkan sistoskopi sheath 25 Fr. Evakuasi fragmen
Panendoskopi
Kalau masih ada fragmen yang tidak bisa di evakuasi ulangi lithotripsi dengan menggunakan alligator.
Trokar Lithotripsi
Indikasi :
Batu buli pada anak dengan ukuran < 10 mm
Alat :
Alat untuk irigasi & slang yang sudah di sterilkan
Sumber cahaya dan kabel fibre optic
Set sistoskopi pediatri
Set sistoskopi dgn sheath 21 Fr & teleskop 30
Trokar champbell untuk fungsi sistostomi suprapubik
Amplats 28 Fr / 30 Fr
Peralatan desinfeksi
Skort serta doek dan baju operasi steril
Persiapan :
- Puasa, antibiotika profilaksi 1 jam sebelum tindakan, tindakan dengan bantuan
- Anestesi umum
Teknik Operasi :
Posisi lithotomi
Tindakan antiseptik
Panendoskopi untuk diagnosa dgn sistoskopi anak
Buli diisi irigan sampai penuh semaksimal mungkin sampai teraba pada supra pubis
Lakukan insisi longitudinal sepanjang 1,5 sampai dengan 2 cm sampai menembus linea alba pada
jarak 2,5 cm dari suprapubik di garis mediana.
Lakukan punksi sistostomi dengan trokar campbell yang sudah dipasangi amplatz. Daerah punksi
dipastikan dengan melihat dinding anterior buli yang terdorong oleh ujung trokar.
Setelah trokar berhasil masuk amplatz didorong ke dalam buli dan setelah kelihatan amplastz dalam
buli (secara endoskopis) baru trokar dapat dicabut.
Lubang luar amplatz ditutup dengan jari dan ujung amplatz yang berada dalam buli diusahakan agar
dapat dimasuki batu.
Buli-buli diisi maksimal dengan cairan irigan, setelah penuh dilakukan penekanan yang gentle pada
abdomen pada abdomen pada saat bersamaan jari yang menutup amplatz dilepas . Dengan manuver ini
diharapkan batu akan ikut keluar bersama cairan irigasi.
Buli dikosongkan
Pasang kateter urethra
Bekas luka sistostomi dibiarkan terbuka, kalau perlu hanya dilakukan oposisi kulit
Kateter dibuka setelah 48 72 jam
Anak kencing spontan KRS
PERAWATAN PASCA OPERASI
1.
Di Rumah Sakit :
- Vesikolithotomi, pelepasan kateter setelah 7 10 hari dan pelepasan redon drain bila dalam 2 hari
berturut turut setelah pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam.
- Lithotripsi, pelepasan kateter setelah 24 jam, kecuali bila pada waktu operasi terjadi lesi pada buli dapat
diperpanjang sampai 5 hari.
Periksa analisa batu, untuk menentukan diet-nya setelah dikonsulkan kepada ahli gizi.
2.
Di Poliklinik Urologi :
Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol beri-kutnya tiap 3 bulan
Sistoskopi dilakukan 3 bulan setelah lithotripsi
Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bln setelah operasi
Setiap kontrol penderita periksa laboratorium (darah lengkap, urin lengkap, faal ginjal, urin kultur dan
sensitivity test).
Usahakan diuresis yang adekuat : minum 2 3 l / hari, sehingga dicapai diurese 1,5 l/hari
Diet, tergantung dari jenis batunya.
Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.
TRAUMA URETRA
Trauma uretra adalah Trauma mengenai uretra berupa trauma mengenai uretra berupa trauma tajam,
trauma tumpul atau akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi.

DIAGNOSIS
A.
Anamnesa :
Keluhan Utama :
- Keluar darah lewat uretra
- Tidak bisa kencing
- Hematom urine infiltrat darah uretra / srotum.
Anamnesa kausal :
- Trauma tajam
- Trauma tumpul : : cara terjadi berupa straddle injury atau fraktur pelvis (bahkan fraktur)
- Trauma akibat instrumentasi uretra berupa pemasangan kateter atau sistoskopi.
B.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
2. Status umum
3. Status urologis / lokalis
Inspeksi :
- Keluar darah lewat meatus uretra
- Buli-buli penuh
- Hematom/urin Infiltrat darah uretra atau skrotum
Palpasi :
- Teraba buli penuh
- Pembengkakan di uretra, perineum, dan skrotum
- Nyeri tekan
Colok dubur :
- Terdapat prostat melayang
C.
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Fungsi ginjal
D.
Pemeriksaan Radiologis
- Foto polos abdomen / pelvis
- Uretrografi

PENATALAKSANAAN
Sistostomi : adalah tindakan mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra pubik untuk
mengatasi retensi urine dan menghindari komplikasi.
Macam Sistostomi :
1.
Sistostomi trokar
2.
Sistostomi terbuka
Sistostomi Trokar
Alat yang diperlukan :
1. Trokar khusus yang terdiri dari :
A. Sheath setengah lingkaran
B. Kanula berlobang (Hollow Obtutor)
2. Kateter folley Ch 18 atau 20 F
3. Kantong penampung urine (urine bag)
4. Sepasang sarung tangan steril
5. Mata pisau berujung tajam lengkap dengan tangkainya (handle)
6. Syringe : 10 ml.
7. Doek berlobang ditengahnya, steril.
8. Larutan xylocain 1 %
9. Larutan desinfektan
10. Kasa steril
11. Tang/klem/forceps untuk desinfeksi
Indikasi :
Seperti indikasi sistostomi pd umumnya dgn syarat
- Buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba
- Tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah
- Tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis

Cara Melakukan :
- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dikerjakan padanya & diminta persetujuan tertulis.
- Sebaiknya operator berdiri disebelah kiri penderita. Cek ulang semua alat dan siap pakai.
- Semua alat yang diperlukan diatur ditempat khusus dan diletakkan sehingga terjangkau oleh operator.
- Operasi dikerjakan dengan teknik aseptik. Cukur rambut pubis.
- Daerah operasi desinfeksi dan ditutup dengan doek lubang steril.
- Di daerah yang akan di insisi (2-3 jari) diatas simpisis, dilakukan infiltrasi anastesi dengan larutan
xylocain linea alba.
- Trokar set, dimana canulla dlm keadaan terkunci telah pd Sheath ditusukkan melalui insisi tadi ke
arah buli dgn posisi telentang miring ke bawah.
- Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%.
- Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli akan ditandai dengan :
1.
Hilangnya hambatan pada trokar
2.
Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
- Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
- Secepatnya canulla dilepaskan dari Sheathnya dan secepatnya pula foley kateter, maksimal Ch. 20
F, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari sheath yang masih terpasang.
- Pangkal kateter segera dihubungkan dengan urine bag dan balon kateter dikembangkan dengan air
sebanyak kurang lebih 10 cc.
- Sekarang sheath dapat dilepas dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding bulibuli.
- Insisi ditutup dengan kasa steril dan difiksasi kekulit dengan plester.
Sistostomi Terbuka
Alat yang diperlukan :
Seperti alat-alat pada sistostomi trokar, hanya tidak memerlukan khusus.
Cara operasi :
- Posisi penderita : Penderita diletakkan dalam posisi terlentang biasa, kadang diperlukan tambahan
pengangkat sakrum.
- Kulit perut bawah sampai dasar penis, pelipatan paha kanan dan kiri di desinfeksi dengan larutan
povidon iodine 2-3X.
- Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril.
- Dilakukan penyuntikan xilocain untuk anastesi lokal. Irisan yang digunakan disini adalah digaris
median tegak lurus keatas sampai dibawah pusat. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan yaitu
transversal menurut Cherney.
- Irisan ini mulai dari kulit diperdalam terus menembus lapisan subcukan, fasia dari muskulus rektus yg
digaris tengah kita namakan linea alba.
- Dilakukan penyisihan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas. Dalam buli-buli penuh, lipatan
peritoneum ini dengan sendirinya sudah terdorong keatas. Kedudukan ini dipertahankan dengan
meletakkan kasa basah diatasnya dan menariknya keatas (memakai retraktor).
- Buli-buli dikenal karena banyak pembuluh darah vena yang berjalan sebagian besar vertikal.
- Dinding buli disangga dua jahitan yang diletakkan disisi kanan kiri dinding buli sebelah depan (dapat
pula digunakan klem dari Allis).
- Untuk meyakinkan dapat dilakukan fungsi buli, bila ternyata air seni yang keluar melalui tempat fungsi
tersebut diperlebar dengan membuat irisan tempat titik fungsi tadi selanjutnya diperlebar dengan
menggunakan klem Pean.
- Setelah dilakukan eksplorasi dari buli buli dimasukkan kateter foley Ch. 20-24
- Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chrom catgut No. 0-2, tidak dibenarkan menjahit
dengan benang yang tidak dapat diserap.
- Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli digantungkan di dinding perut
dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus kanan dan kiri.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis :
- Otot dengan catgut chromic
- Fasia dengan catgut chromic
- Lemak dengan catgut plain
- Kulit dengan benang sutera
- Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga dilakukan penjahitan
fiksasi kateter dengan kulit.
PERAWATAN PASCA OPERASI
Perawatan Pasca Operasi
1. Di Rumah Sakit :
Kateter dilepas setelah 5-7 hari bila strikturnya simple, 14 hari apabila strikturnya panjang dan multiple.
2. Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi)
- Untuk striktur simple : kontrol 2 minggu pasca operasi untuk test pancaran (Uroflometri), selanjutnya
kontrol setiap 3 bulan.

- Untuk striktura residif, complicated, multiple & panjang (>1cm) : penderita diajari kateterisasi mandiri
(self kateterisasi), kateterisasi sampai dengan 1 tahun, residif paling sering terjadi pada tahun pertama.

BATU GINJAL
Batu ginjal adalah semua batu baik opaque maupun non opaque yang berada di ginjal
1.
2.
kalik
3.

Pielolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu dari pielum ginjal.
Bivalve nefrolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu baik dari pielum dan
ginjal dengan membelah ginjal menjadi dua sisi anterior dan posterior.
ESWL adalah alat untuk memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita.

1. Pielolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang berada di pielum dengan batu sekunder yang dapat diambil melalui pielum.
Alat :
Dexon 4-0
Redon drain set
Persiapan operasi :
- Persetujuan operasi
- Puasa sejak malam harinya
- Lavemen
- BOF pre operasi
- Profilaksis antiobiotika sesuai kultur.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan,
maka posisi miring kiri, bagian kanan di sebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus
dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang
15 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis
dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penempe-lannya
pada fascia seperlunya (sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka
lebih kurang sepanjang tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak
perirenal dibersihkan dengan menggu-nakan pinset anatomis & gunting Metzembaum bila perlu dilakukan
kauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal pada kedua kutubnya dengan kasa dan di
identifikasi pielum dengan mencari hubungannya pada ureter.
- Pielum dibuka dengan insisi berbentuk huruf V, kemudian batu diluksir keluar dengan
menggunakan stein tang. Batu sekunder yang kemungkinan ada juga di cari dan diluksir keluar.
- Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yang
telah dicampur Povidone Iodine secukupnya.
- Dilakukan pula spoeling ginjal dgn PZ steril saja.
- Penutupan pielum dijahit dengan Dexon 3.0, jahitan simpul terputus semua lapisan sekaligus.
- Cuci lapangan operasi dgn Pov. Iodine dan PZ
- Pasang redon drain pada fosa renalis.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis, muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus
abdominis transversus jahit satu lapis,muskulus oblikus abdominis eksternus satu lapis dengan
menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dgn plain catgut 3.0 dan kulit
dengan zeide 1.0
2. Bivalve nefrolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang bercabang dan memenuhi seluruh sistema pelvio
yang banyak.

kaliseal atau dengan batu sekunder

Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan,
maka posisi miring kiri, bagian kanan disebelah atas). Dengan general anestesi.

- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus
dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15
cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dgn memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis
dibelakang dan muskulus oblikus abdominis depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penem-pelannya
pada fascia seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka
lebih kurang sepanjang tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dgn kateter Nelaton. Lemak
perirenal dibersihkan dgn menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila perlu dilakukan
cauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dr lemak dilakukan fik sasi ginjal pd kedua kutubnya dgn kasa basah.
- Dipisahkan pada daerah pedikel ginjal antara pedikel dengan ureter/pielum
- Pedikel ginjal (tidak termasuk ureter) di klem dengan klem non traumatis menggunakan
Satinsky
klem. Kemudian ginjal didinginkan dengan memakai es PZ secukupnya. Klem Satinsky harus dibuka tiap
30 menit.
- Kapsula renalis dibuka tepat pd tepi lateral ginjal
- Dilakukan pengirisan pada Broders line sepan-jang tepi ginjal pada daerah korteks sampai
mencapai daerah sistema pelvio-caliceal.
- Batu diambil dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder yg kemungkinan ada juga dicari dan
diluksir keluar.
- Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yg telah
dicampur Pov. Iodine secukupnya.
- Dilakukan pula spoeling ginjal dgn PZ steril saja.
- Sistema pelviokaliseal dijahit dgn menggunakan Dexon 3.0 serapat mungkin, dgn mengguna-kan
simpul terputus.
- Korteks dijahit dengan khromik cat gut 2.0 dengan jarum bulat, jahitan matras.
- Kapsula renalis dijahit dengan Dexon 3.0 dengan simpul terputus.
- Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine dan PZ
- Pasang redon drain pada fosa renalis.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis,muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus
abdominis transversus di jahit satu lapis, muskulus oblikus abdominis eksternus satu lapis dengan
menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dengan plain cat gut 3.0 dan
kulit dengan zeide 1.0.
PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Di Rumah Sakit :
- Pelepasan kateter 24 jam setelah penderita siuman
- Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam.
- Pelepasan benang jahitan selang-seling 4 hari pasca operasi bila luka operasi kering dan pelepasan
benang keseluruhan 7 hari pasca operasi.
2. Di Poliklinik Urologi :
- Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol berikutnya tiap 3 bulan
- Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bulan pasca operasi
- Setiap kontrol dilakukan
pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, urin lengkap faal ginjal, urin
kultur dan tes kepekaan).
- Usahakan diuresis yang adekuat ; minum 2-3 liter / hari, sehingga dicapai diuresis 1,5 l/hari.
- Dilakukan konsultasi ke Instalasi Gizi untuk menentukan jenis diet sesuai analisa batu
- Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA ( B.P.H. )
BPH adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu
organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler.
Semua penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun yang datang dengan keluhan kencing kurang lancar
( sindroma prostatism ) yang terdiri dari :
1.
Gejala Obstruktif
Hesitansi, pancaran urin melemah atau mengecil, intermitensi, terminal dribling, terasa ada sisa
setelah selesai miksi.
2.
Gejala Iritasi
Urgensi (sulit menahan miksi), frekuensi (miksi lebih sering dari biasanya), disuria sampai akhirnya
terjadi retensi urin.
Classical LUTS :
1. Voiding symptom : WAHIDIT
Weakness of stream
Abdominal straining

Hesitensy
Intermittensy
Disuria
Imcomplete bladder emptying
Terminal dribble
2. Storage symptom : FUrNIB
Frekuensi
Urgensi
Nokturia
Incontinensia
Bladder pain
Complikasi BPH/BOO : BUHABOH
Bladder
UTI
Hematuria
Acut urinary retention
Bladder damage (trabekulasi - diverticel)
Overflow incontinence
Hidronefrosis & renal insuffisiensi
Medical TX/ for BPH : 3 kategori
1.
Farmakologis dgn ABA (alfa blocking agent)
2.
Hormonal dgn 5-ARI (alfa reductase inhibitor)
3.
Phytotherapi dgn plan extracts
ABA :
1. Long acting alfa adrenoceptor antagonis :
+ Terazosin
+ Doxazosin
spesifik untuk TU.
TERAZOSIN
tonus otot polos prostat
otot polos vasculer
Dimulai dgn dosis : 1 mg, 2, 5, 10mg max 20 mg
Moontly interval
Efek samping :
Dizziness 14%
Asthenia 11%
Somnolen 5 %
Headache 5%
DOXAZOSIN
Dimulai dgn dosis : 1, 2, 4 mg, max 8 mg.
Efek samping :
Dizziness 15%
Asthenia 10%
Somnolen 4 %
Headache 10%
TAMSULOSIN
selective 1-alfa adrenoceptor antagonist
Tidak berpengruh pada tekanan darah
2. 5-ARI :
Walsh Caribean family defisiensi DHT
FINASTERIDE
Menurunkan DHT 75 %
Vol prostat turun 30%
PSA turun 50%
Sel epitel atrofi mati prostat involusi
Bila PSA pre th/ 2 x lipat tidak dipengaruhi
Biasanya untuk prostat > 40 grm
Efek samping :
Impoten
2,1 %
Libido
1%
Ginecomasti 0,4%
Medical terapi hanya menaikkan uroflowmetri 3-4 ml/s

Terazosin dan doxazosin perlu titrasi


Tamsulosin & finasteride titrasi (-)
Indikasi untuk pemeriksaan radiologi ditujukan untuk :
Menilai volume BPH (TRUS v = 0,52 x d1 x d2 x d3)
Menentukan derajat disfungsi buli-buli
Menentukan jumlah residual urine
Adanya kelainan patologi lain yang menyertai BPH
Pemeriksaan panendoskopi dikerjakan untuk mengetahui :
Keadaan uretra anterior
Keadaan uretra pars prostatika, bagian prostat yang membesar, dan panjangnya bagian yang obstruksi.
Keadaan di dalam buli-buli, ada tidaknya tumor, batu, hipertrofi dari detrusor, selulae atau divertikel
dan kapasitas buli-buli.
Diagnosa Banding BPH :
Karsinoma prostat
Prostatitis
Striktura uretra
Batu buli-buli atau batu yang menyumbat urethra posterior
Stenosis leher buli-buli
Buli-buli neuropati
Obat-obatan (simpatolitik, alfa adrenergik, psikotropika)
Penyulit BPH, baik pada traktus urinarius or diluar TU :
menurunnya kualitas hidup
infeksi saluran kencing yang berulang
terbentuknya batu buli-buli
terbentuknya sakulasi, divertikel dari buli-buli
residual urine yg menimbulkan retensi urine akut/ kronis
hidroureter dan hidronefrosis
gangguan faal ginjal
hematuria
inkontinensia paradoksal
haemorrhoid
hernia
Indikasi operasi BPH :
1.
Retensio urine
2.
BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia, hidronefrosis, uremia, hematuria berulang.
3.
Residual urine > 100 cc
4.
Flow metri : pola obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi memanjang)
5.
Sindroma prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif.
6.
Terapi medikamentosa ttidak berhasil
Indikasi open prostat :
1.
BPH besar Tur > 1 jam
2.
BPH disertai BBB > 2,5 Cm atau multiple
3.
TRUS > 40 gram
Kontra indikasi absolut pembedahan pada BPH :
Infark miokard akut
Cerebro vasculer accident akut
Kontra indikasi relatif pembedahan pada BPH :
Diabetes melitus
Hipertensi
Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
Penyakit jantung koroner
Dekompensasi kordis
Terapi invasif minimal pada BPH :
1.
Transurethral Inscision of the Prostat (TUIP)
2.
Transurethral Ballon Dilatation (TUBD)
3.
Stent Prostat
4.
Terapi Kriyo
5.
Terapi Hipertermia
6.
Transurethral Microwave Thermoterapi (TUMT)

7.
8.
9.
10.

Transurethral Needle Ablation of the Prostat (TUNA)


Terapi Ultrasonik
Laser prostatektomi
Transurethral Electrovaporization of the Prostat (TVP)

RT : pembesaran prostat :
- Grade I : berat < 20 gram
- Grade II : berat 20 - 40 grm, jelas menonjol , batas lateral >, & dangkal, sulkus median ttb / +
- Grade III : berat > 40 grm, batas atas tak teraba, teraba supra simpisis. indikasi open/Millins
Kriteria stop kateter :
1.
Miksi spontan.
2.
Residu urine < 10
3.
Bakteriuri terkendali
Uroflowmetri :
- Jumlah urin yang representatif : 200 - 300 cc
- Flow rate Max : - non obstruktif : > 15 cc/dt
- border line : 10 - 15 cc/dt
- obstruktif : < 10 cc/dt
- Grafik normal bifasik
DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Keluhan utama & lamanya keluhan
b. Pemeriksaan Klinis :
1. Status umum
- Inspeksi : Penonjolan supra pubik bila terjadi retensi urin dengan buli penuh.
- Palpasi
: Buli-buli teraba diatas pubis apabila terjadi retensi urin.
- Rectal toucher : Prostat teraba membesar konsistensi kenyal
c. Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, Faal hemostasis, Faal hati, Faal Ginjal, Elektrolit (K, Na), Urinalisis, Kultur urin dan
test kepekaan antibiotika.
d. Pemeriksaan Foto Radiologi
- BOF
- IVP
: Pada kasus BPH tanpa retensi urin
- USG : Ada gangguan faal ginjal (SC > 4 )
- Foto thoraks
e. Pemeriksaan penunjang lain :
- Uroflowmetri harus dikerjakan apabila penderita masih bisa kencing atau untuk
evaluasi
pasca terapi.
- Sistoskopi dilakukan pada penderita tanpa retensio urine dengan indikasi tertentu
- TRUS (Transrektal USG) dgn indikasi tertentu
- ECG
PENATALAKSANAAN
1.
Terapi medikamentosa diindikasikan pd penderita :
BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa penyulit (dianjurkan dengan IPSS)
BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra
Macam obat yang digunakan :
- Golongan alpha blocker
- Golongan inhibitor enzim 5 alpha reduktase
- Golongan finasteride
2.
Terapi operatif diindikasikan pada penderita :
Penderita dengan retensio urin akut atau pernah retensio urin akut
Penderita dengan retensio urin kronis artinya dalam buli-buli selalu lebih dari 300 ml.
Penderita dgn residual urine lebih dari 100 ml
Penderita BPH dengan penyulit : batu buli-buli, divertikel buli-buli, hidronephrosis, gangguan faal
karena obstruksi.
Terapi medikamentosa tidak berhasil
Flowmetri menunjukkan pola obstruksi,yaitu :
+ Flow maksimal < 10 ml/detik
+ Kurve berbentuk datar atau multifasik
+ Waktu miksi memanjang
1. Retropubik transkapsular prostatektomi (cara Millin) adalah suatu tindakan pengambilan
(pembuangan) jaringan prostat melalui retropubik dan membuka kapsul prostat.
2. Reseksi prostat transuretra (TURP) adalah suatu tindakan pengambilan (pembuangan) jaringan prostat
secara endoskopi dengan menggunakan alat pemotong (cutting loop) elektrik.

3. Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT) adalah invasi minimal ter- hadap prostat dengan
menggunakan kateter 22 F yang dihubungkan dengan sumber panas microwave 1296 MHz, dipanaskan
sampai 45 - 60 C dan uretra secara terus menerus didinginkan sehingga mukosa uretra tidak rusak.
1. Retropubik Transkapsular Prostatektomi (Millin)
Tehnik Operasi :
Pasang foto-foto pada light-box
Setelah dilakukan anestesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi supinasi
(telentang).
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone iodine 5% dari bawah os xyphoid sampai pertengahan
kedua paha dan skrotum di sangga dengan doek steril kecil.
Lapangan operasi di persempit dengan doek steril (lapangan operasi di mid line antara umbilikus
dan os pubis).
Insisi supra pubik dan infra umbilikal (midline) lapis demi lapis
Muskulus rektus abdominis dipisahkan ke lateral (pada linea alba) sambil merawat perdarahan
Lemak perivesikal disisihkan ke proksimal, identifikasi buli-buli dan prostat selanjutnya dipasang
spreader.
Pasang bantalan pada kiri dan kanan prostat (dengan kasa) dengan tujuan :
- agar prostat lebih menonjol
- identifikasi prostat lebih mudah
Jahit (hemostasis) kapsul prostat pada 4 tempat dengan chromic catgut no.
yaitu :
- lateral kanan dan kiri (arah oblique)
- tengah atas dan bawah kira-kira 1 cm dan 2 cm dari leher buli-buli.
Insisi kapsul prostat arahnya horisontal (diantara ke empat jahitan tersebut) sampai nampak
adenoma prostat.
Adenoma prostat dipisahkan dari kapsulnya dgn gunting metzeubaum secara tajam dan tumpul.
Setelah ada ruang antara kapsul dengan adenoma prostat sampai keluar semua adenomanya.
Bekas enukleasi di tekan dengan kassa sebanyak 4-5 lembar selama 5 menit untuk menghentikan
perdarahan.
Kasa diambil 2 sumber perdarahan dijahit dengan chormic catgut No. 0 pada jam 5 dan 7 secara
figure of eight. Rawat perdarahan yang lain dengan kauterisasi.
Kemudian pasang kateter three way 24F sampai ke buli-buli (balon jangan diisi dulu)
Kapsul prostat dijahit dengan chromic catgut No. 0 secara simpul bedah sampai tidak ada kebocoran
(water tight).
Isi buli-buli dengan PZ untuk melihat kebSetelah tidak bocor, balon kateter diisi air 40 cc dan di
fraksi dan dipasang spoel dengan PZ.
Rawat perdarahan dan pasang redon drain pada cavum Retzii
Semua kasa yang ada didalam dikeluarkan
Luka operasi ditutup lapis demi lapis :
- Otot dan fascia dijahit dengan chromic catgut
- Lemak dijahit dengan plain catgut
- Kulit dijahit dengan benang sutra (zeide)
2. Reseksi Prostat Transuretra (TURP)
Alat yang dipersiapkan :
- Cold light fountain standard (lampu endoskopi)
- Kabel cahaya fiber optik
- Pipa air dengan luerlock
- Alat koagulasi dan reseksi listrik
- Working element yang terdiri dari :
+ Sheath
: No.24 F atau 27 F
+ Obturator
: No. 24 F atau 27 F
+ Teleskope : Optik 0 atau 30
+ Cutting loop: No. 24 F atau 27 F
- Bougie : Roser 25 F,27 F, dan 29 F
Tehnik Operasi
- Pasang foto-foto pada light box
- Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam posisi lithotomi
- Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau (VTP)
- Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha
dan perut sebatas umbilikus
- Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek panjang berlubang untuk bagian
perut keatas.
- Dilatasi uretra dgn bougie roser 25 F sampai 29 F
- Sheath 24 F atau 27 F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.
- Obturator dilepas diganti dengan optik 30dan cutting loop sesuai dengan ukuran sheatnya.
- Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli

- Working element ditarik keluar untuk mengeva-luasi prostat ( panjangnya prostat yang menutup uretra,
leher buli dan verumontanum )
- Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan
- Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi paling lama 60 menit (bila
menggunakan irigan aquades ) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk
menghindari terjadinya Sindroma TUR.
- Apabila terjadi pembukaan sinus maka operasi segera dihentikan u/ menghindari sindroma TUR.
- Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan
perawatan perdarahan.
- Setelah selesai, dipasang three way kateter 24 F dan dipasang Spoel PZ atau aquades. Kateter ditraksi
selama 24 jam, dan dilepas 5-7 hari.
- Flowmetri dilakukan setelah lepas kateter dan penderita dapat miksi spontan.
- Penderita dapat pulang setelah diketahui hasil Patologi Anatominya
3. Transurethral Microwave Thermoterapi (TUMT)
Kriteria :
Volume prostat > 40 cc
Lobus medius (sub trigonam) tidak membesar
PSA 0-4 ng/ml
Tidak memakai Implan metal
Tidak memakai pacemaker jantung
Tidak mempunyai kelainan koagulasi
Tidak memakai Aspirin
Tidak mempunyai Angina
Panjang urethra prostatika > 25 mm
Alat alat :
Prostaprobe (dapat disterilkan dalam Glutaral-dehyde selama 15 menit dan dicuci dgan PZ)
Sarung tangan steril 3 pasang
Kondom 2 buah
Xylocain 2% jelly
Analgesik dan antibiotik
Doek steril
- Disposable syringe 5 cc= 2; 10 cc = 2
Larutan PZ
Folley kateter 16 F=1 & Urobag = 1
Persiapan penderita :
Sebaiknya dilakukan lavement dengan pemberian dulcolax suppositoria pada pagi harinya.
Kateter per uretram (bila ada) di klem untuk pengisian buli-buli
Analgesik (sedatif) dan antibiotik diberikan 1 jam sebelumnya
Tehnik Operasi :
Posisi penderita tidur telentang
Ukur temperatur aksilar dan catat hasilnya
Dilakukan pemeriksaan TRUS dengan probe 7,5 MHz untuk mengukur volume prostat : 0,52 x D1 x D2
x D3 (D1 = penampang longitudinal/sumbu panjang prostat; D2 = penampang melintang/ sumbu lebar
prostat ; D3 = penampang melintang/ sumbu tinggi prostat) dan mengukur panjang uretra pars prostatika.
Kateter uretra bila ada dilepas
Masukkan probe 2,5 atau 2,0 dari prosta probe sesuai program yang diminta pada uretra.
Masukkan probe rektal dan fiksasi pada tempatnya dengan baik
Jalankan mesin sesuai prosedur
Cek dan monitor probe rektal dan uretra secara berkala, dengan probe USG pada buli-buli.
Bila telah selesai lepaskan probe per uretram dan probe rektal
Pasang kateter per uretram No. 16 dan urobag
Penderita harus kontrol tiap minggu sampai pelepasan kateter di hari ke XIV.
Perawatan Pasca Operasi
1.
Di Rumah Sakit :
- Traksi kateter dilepas setelah 24 jam pasca operasi
- Spoel kateter dilepas apabila urine yang keluar sudah jernih ( 2 hari)
- Pada tindakan Millin :
- kateter dilepas setelah hari ke 5
- redon drain dilepas pada hari berikutnya, bila produksi < 20 cc/24 jam.
- pada tindakan TURP, kateter dilepas pada hari ke 3 atau lebih lama
2. Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi)
Pada bulan pertama kontrol 2 minggu sekali untuk evakuasi keluhan dan pancaran kencingnya.
Selanjutnya setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan setiap tahun

Apabila terdapat gangguan pancaran segera periksa uroflowmetri


Setiap kontrol penderita harus sudah membawa hasil laboratorium dasar (UL, DL, RFT dan kultur
urine).
Terapi antibiotika diberikan atas indikasi yang jelas
Selain dengan tiga jenis pembedahan BPH juga dapat diterapi dengan teknologi modern :
Dilatasi dgn baloon
Sten prostat (temporer & permanen)
Hipertermia
Termoterapi
Ablasio dengan laser
Ultrasound intensitas tinggi terfokus
Pyroterapi ekstracorporal terfokus
Ablasi jarum trans uretra (TUNA)
Komplikasi pembedahan Prostat durante op. :
1.
Perdarahan :
a. Pada pembedahan terbuka perdarahan dapat bersumber daari arteri (a, prostatika cabang dari
vesikalis inferior) atau vena (cabang dari vena dorsalis penis di retropubic). Perdarahan arteri biasanya
terjadi pada teknik Freyer (Suprapubic transvesical Prostatectomi). Arteri ini berjalan pada permukaan
posterolateral prostat dan pada vesicoprostatic junction pada jam 5 dan 7. Perdarahan vena biasanya pada
teknik Millin (Retropubic transcapsuler Prostatectomi). Vena terletak pada permukaan anterior kapsul
prostat andiantara ligamen puboprostatikum. Perdara-han juga dapat terjadi bila kapsul prostat robek pada
saat enukleasi prostat.
b. Pada reseksi prostat transuretra perdarahan dapat berasal dari cabang arteri uretralis interna yang
masuk kedalam prostat melalui leher buli pada jam 5 dan 7 atau berasal dari vena-vena kecil dimukosa.
Perdarahan dari sinus venosus serius/ masif. Sinus venosus ada dua kelompok : submukosa dan
profunda/periprostatika antara jam 3-5 dan 7-9. Cara mnegatasi dengan traksi.
c. Pada TUIP perdarahan dari cabang arteri uretralis interna. Cara mengatasi dengan traksi.
2. Sindroma TURP.
Akibat masuk cairan irigan dan hiponatremia.
Klinis : tensi meningkat
Bradikardi
Mual
Muntah
Mata kabur
Penurunan kesadaran/gelisah
Twitching
Kejang dan letargi.
Kadar Na < 125 mEq/L
Cairan bisa masuk langsung ke intravaskuler lewat sinus yg terbuka atau melalui ekstravasasi periprostatik
dan perivesikal.
Faktor yg berpengaruh timbulnya sindroma TURP
- Besarnya tekanan intravesikal dalam fossa prostatika.
- Teknik TURP
- Lamanya waktu reseksi.
3. Trauma :
Pada open prostatektomi Robekan rektum atau kapsul prostat dan kerusakan spinter eksterna
Pada TURP :
Trauma orifisium uretra striktur uretra
Trauma spinter uretra eksterna inkontinensia
Perforasi uretra False route
Perforasi buli
Perforasi kapsul prostat
Perforasi daerah prostatovesikal
Komplikasi pasca bedah dini:
1. Infeksi saluran kemih -- sepsis
-Prostatitis
-Pielonefritis
-Uretritis
-Epididimitis
2.Retensi bekuan darah/clot retention
3.Perdarahan skunder/ deleyed bleeding urin sudah pernah jernih. Biasanya hari 10 14. Berhenti sendiri.
Banyak minum kurangi aktivitas, dan tidak mengejan
4. Sindroma TURP
5. Retensio urin, causa :
-Clot
-Chip prostat

-Otot detrusor masih dalam fase dekompensata


6. Inkontinentia Urin, akibat inflamasi, neoplastik, mekanikal (sisa prostat, striktur,batu), neurogenik.
7. Koagulasi intravaskuler dan fibrinolisis
8. Deep vein trombosis dan emboli paru
Komplikasi pasca operasi lanjut
1.
Impotensia
2.
Ejakulasi retrograde
3.
Striktur uretra
4.
Stenose leher buli
5.
Osteitis pubis
6.
Prostat kambuh

NEPHROSTOMI PERKUTAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Semua tindakan Endourologi yang menggunakan sinar rontgen harus diperhatikan perlindungan untuk
dokter/petugas dan juga untuk penderita.
Untuk petugas :
-pakai baju khusus (lood jas/apron)
-bila tidak perlu jangan berada dalam kamar operasi
-pakai dosimeter (bila tersedia)
Untuk penderita :
-batasi expose dengan sinar rontgen seminimal mungkin
-gunakan C arm dengan memori
Indikasi
1.
Pyonefrosis akut dan kronis
2.
Infected hidronefrosis
3.
Bilateral hidronefrosis
4.
Sebagai bagian dari test Whitaker
5.
Sebagai bagian PNL
6.
Hidronefrosis unilateral terapi tindakan definitif tidak dapat cepat dikerjakan (lebih dari 2 minggu).
Alat yang diperlukan
A. 1. Meja operasi tembus sinar-X
2. Image intensifier = C arm
3. Kontras minimal 2 ampul
B. Set katun steril
C. 1. Klem desinfeksi
2. Kasa depper
3. Larutan desinfektan (Povidone jodium 10%)
4. Doek klem atau steridrape
5. Spidol steril
6. Spuit 10 ml (2 buah)
7. Larutan anestesi 1%
8. Tangkai dan pisau yang sesuai (kecil)
9. Jarum punksi lengkap dengan mandrin : jarum Chiba 22G 20 cm (2 bh)
10. Larutan krontrast (urografin atau yang lain) minimal 2 ampul
11. Guide wire : Standar : panjang 80 cm ; 0,97 mm ; ujung fleksibel lurus atau panjang 100 cm ; 0,97
mm ; ujung fleksibel J.
12. Dilator teflon : Ch. 6 ; 8 ; 10 dan 12 F
13. Set dilator metal yang terdiri dari :
- Rigid guide wire (antena) Storz 27090 AG.
- 6 buah telescoping dilator/Storz 27090 A : Ch. 9, 12, 15, 21, 24F.
- Slotted canulla (Storz 27094 V)
14. Kateter Ch. 18F atau 20F, kantong urin
15. Alat jahit
16. Kasa ; plester
Tehnik Operasi
A. Persiapan penderita :
- Inform consent
- Pasang infus
- Antibiotika (untuk indikasi 1 & 2 : terapeutik ; 3,4 & 5 : profilaktik)

- Cuci lapangan operasi dengan Savlon encer


B. Operasi
Penderita posisi telengkup
Daerah ginjal yang akan di punksi boleh diberi ganjal
Tim pakai apron, cuci tangan secara Fuhrbringer dan pakai gaun steril
Desinfeksi daerah operasi :
+ke kranial sampai ujung scapula
+ke kaudal sampai sakrum yang menonjol
+ke lateral sampai linea axilaris anterior
Persempit lapangan operasi dengan linen steril
C-arm yang telah di tutup linen steril. Diatur dan dipasang posisinya
Bila terdapat bayangan batu opaque bertanda silang dengan spidol
Tentukan daerah yang akan di punksi/insisi kulit yaitu titik temu antar garis 2 cm sejajar dan dibawah
kosta XII dengan garis aksila posterior. Beri tanda dengan spidol.
Berikan anestesi lokal sampai fascia pada titik 7
Insisi kulit di titik 7, sepanjang 1 - 1 cm.
Punksi melalui insisi kulit tadi dengan tujuan kaliks inferior berpedoman :
+ Bayangan batu
+ Pyelografi retrograd (RPG)
+ Pyelografi interna (IVP)
+ Ultrasonografi
+ Imaginasi berdasarkan bayangan tulang-tulang
+ Punksi ke arah kutub bawah ginjal dengan sudut 30- 45. Bila jarum telah masuk/ menusuk ginjal
biasanya akan bergerak seirama dengan pernafasan penderita.
Tarik mandrin pelan-pelan sambil dorong sedikit jarum luar, perhatikan cairan yang keluar dari jarum
setelah mandrin terlepas, Bila yang keluar bukan urin/pus segera tutup dengan jari dan masukkan
kontrast pelan-pelan dengan perenceran 1:1, sambil dilakukan fluoroskopi dan diperhatikan apakah jarum
telah betul masuk kalik inferior atau kaliks yang dituju. Bila kontrast ternyata tidak masuk kaliks / pyelum,
penyuntikan jangan diteruskan. Lakukan punksi ulangan.
Bila punksi sudah tepat segera masukan guide wire sampai ke pyelum dan jangan sampai melingkar
di jalur nefrostomi.
Cabut jarum punksi pelan-pelan dgn memperta-hankan guide wire tetap pada tempatnya.
Masukan delator teflon melalui guide wire, mulai ch. 6 bergantian sampai no. 10 atau 12 F, sampai
bagian yang datar dari delator masuk kedalam kaliks kontrol dengan fluoroskopi.
Masukkan Rigit Guide Wire = antena melalui fleksibel guide wire.
Lakukan delatasi traktus dengan cara memasukan Telescopy Delator pada antena secara
berturutan dari yang terkecil sampai ukuran ch. 22.
Cara
- Tetap pertahankan antena pada tempatnya .
- Kontrol dgn fluoroskopi pada saat manipulasi
- Bila terdapat tahanan dari fascia, delator dapat diputar2 sedikit
- Lepaskan delator yang Ch. 22 dan ganti dengan slotted canulla
- Cabutlah antena, pertahankan guide wire fleksibel dan slotted canulla. Semua delator akan tercabut
bersama antena.
- Masukkan Folley kateter Ch. 18 atau 20 yang telah dipotong ujungnya dengan tuntunan guide wire dan
slotted canulla. Bagian baloon kateter harus berada dalam kaliks. Cabut slotted canulla dan kembangkan
baloon kateter dengan H2O atau PZ 2 5 ml. Lepaskan guide wire, kontrol dengan memasukkan kontrast
melalui kateter.
- Fiksasi kateter dengan jahitan benang sutera. Hubungkan dengan kantong urin.
Perawatan Nefrostomi
Untuk nefrostomi dengan indikasi 1 & 2 (infeksi) maka pemberian antibiotika sejak sebelum tindakan
diteruskan.
Pedoman :
a. Jenis antibiotika berdasarkan kultur dan antibiogram
b. Bila belum ada kultur dan antibiogram :
c. Kombinasi ampicillin/ derifatnya dan aminogliko-sida
d. Cephalosporin generasi III, untuk kasus gagal ginjal berat
Bila tidak infeksi cukup diberikan obat golongan nitrofurantorin atau asam nalidisat peri operatif.
1.
Perhatikan kateter / pipa drainage, jangan sampai buntu karena terlibat, dll.
2.
Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari nefrostomi
3.
Usahakan diuresis yang cukup
4.
Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala
5.
Bila ada boleh spoeling dengan larutan asam asetat 1% seminggu 2x
6.
Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi untuk jangka lama pertimbangkan
memakai kateter silikon.

OPERASIONALISASI ESWL EDAP LT - 02


Persiapan penderita:
1.
Sedative (valium) dan analgetika kalau dianggap perlu dapat diberikan
2.
Antibiotika diberikan mulai sehari sebelumnya bila terdapat bakteriuria bermakna
3.
Tidak diperlukan puasa
4.
Untuk batu ureter distal penderita diusahakan defekasi (bab) dahulu dan buli-buli dalam keadaan
terisi (jangan miksi dahulu sebelum ESWL).
Alat
I. Menyalakan dan Booting Unit :
a. Power dan regulator bekerja pada 220 volt
b. Tombol M-24 di unit Control Console harus terangkat (tombol berwarna merah)
c. Power Supply Unit (PSU) :
1. Tangkai berwarna merah putar ke arah ON, lampu kuning menyala.
2. Kunci putar ke arah ON.
3.Tekan tombol hitam - lampu hijau menyala.
Sebagian unit telah menyala , kecuali X - ray unit.
II. Operasionalisasi Unit Control - Console ( Unit X-ray)
Digunakan tanpa penderita.
1. Tekan tombol X-01 sehingga unit X-Ray menyala, tunggu 2-3 menit akan keluar tulisan Ready for
Operation pada monitor A.
Catatan :Of button X-02 untuk mematikan X-Ray. X-Ray baru boleh dimatikan bila semua session telah
selesai. Diantara 2 penderita jangan tekan X-02.
2. Fluoroskopi (tombol X-29) ditekan sampai menyala pada monitor A (tombol X-30, monitor B menyala).
3. Tombol X-22 (switch auto/manual regulation) dari KV (X-16) dan mA (X-17), mengatur dose rate
controle (DRC). Sebaiknya dimulai secara manual dahulu yaitu dengan mematikan tombol X-22.
(misalkan X-16 sampai 60 KV dan X-17 sampai 6.0 mA). Kemudian tekan X-22 sampai menyala, maka
kV dan mA menyesuaikan secara otomatis.
4. Pemanfaatan X-Ray :
Dimulai dengan menekan tombol M-19. Tekan tombol M-20 untuk mengaktifkan X-ray unit sampai M-20
menyala.
Tekan M-23 terus menerus untuk mengembang-kan balon X-ray sampai lampu menyala.
III. Operasionalisasi Unit Control console - Unit USG
1.
Pastikan tidak ada gelembung udara dalam balon. Tekan tombol F3.
2.
Tekan tombol 1 pada keyboard untuk mengaktifkan monitor 1 atau monitor
3.
Luruskan arah panah pada monitor 2, gambar 1 dan 2 dengan joystick M
4.
Berikan lubrikan pada membran dan kulit penderita pada sisi letak batu.
5.
Dengan menekan tombol F3 pada keyboard, harus diisi data penderita dan komentar atau tekan
tombol return : 2x
6.
Mengembangkan balon :
a. Aktifkan ultrasound unit dengan mengempes-kan balon X-Ray, dengan menekan terus-menerus tombol
M-21 sampai menyala.
b. Tekan tombol M-22 guna memindahkan probe ultrasound ketempatnya
c. Matikan M-19 u/ dpt mengisi membran balon.
d. Tekan M-17 sambil melihat monitor-1 sehingga dicapai luas permukaan kontak yang optimal antara
membran dengan kulit.
e. Melihat pada layar monitor-1 posisi ginjal dan batu dicari dengan memainkan ketiga Joy-stick M1 M2 - M3 secara sistematis.
f. Usahakan posisi pusat dari ginjal dan batu berada pada fokus tembakan.
g. Bilamana masih belum jelas dapat diatur gambaran potongan ginjal pada Ultrasonografi
dengan menekan tombol M4a atau M4b (M4a : posisi longitudinal; M4b: posisi transversal/ melintang).
Lihat monitor 2 gambar kanan bawah.
h. Isilah data penderita pada monitor B dengan tombol-tombol huruf / angka di-keyboard.
IV. Positioning Batu
a. Dengan unit X-Ray :
a.1.Letakkan batu dalam layar monitor A.
a.2.Tepatkan batu dengan menggunakan Joy-stick M2 pada tanda pusat tembakan (+) dengan X-Ray aktif
( Fluoroskopi aktif dengan menekan X-29).
a.3.Putar arah inklinasi dengan Joystick M-1 ke arah sesuai dgn letak batu dgn memperhatikan
tulang rusuk dan tulang-tulang disekelilingnya.
a.4.Dengan Joystick M3, maka kedalaman batu terhadap pusat tembakan diatur sampai tepat pada
pusat tembakan (+).
a.5.Dengan memakai Joy-stick M1 dan fluoroskopi aktif dapat dilihat berbagai posisi batu, batu harus
tetap pada fokus tembakan.
a.6.Tekan tombol X-47 untuk memory, pindahkan gambar pada monitor B.
b. Dengan unit ultrasonografi :

b.1.Aktifkan ultrasosnografi lihat Bab III.


b.2.Tepatkan batu pada puncak tembakan
b.3.Gunakan Joystick M2 secara sistematis untuk mencari batu.
V. Tambahan
1.
Usahakan melakukan tembakan dengan memanfaatkan ultrasound.
2.
Bilamana tidak memungkinkan dengan ultrasound dapat digunakan X - Ray dengan catatan pada
waktu balon X-Ray mengembang, energi akan berkurang 25%. Untuk itu bila selesai memonitor dengan XRay, balon harus dikempeskan dengan menekan tombol M-21.
3.
Tembakan dimulai pada posisi tombol M-10 dan M-11 paling rendah (power dan frekwensi).
4.
Tekan tombol M-6 sampai menyala dan dilanjutkan dengan menekan tombol M-9 sampai menyala.
Power dan frekwensi dapat ditingkatkan secara bertahap sampai batas nyeri yang bisa diterima oleh
penderita dengan menggunakan tombol M-10 dan M11.
5.
Disarankan frekwensi maksimal 4Hz yang umum digunakan adalah 1 dan 2 Hz. Sebaiknya
ditentukan lama dan storage tiap session.
6.
Selama tembakan posisi batu diikuti dan dipantau bila perlu di koreksi terus menerus.
7.
Untuk mengakhiri tembakan tekan tombol M-8 dan M-7. Kembalikan tombol M-10 dan M-11 pada
posisi terendah.
VI. Laporan Tindakan
1.
Aktifkan monitor 2 dengan menekan tombol 1 pada keyboard.
2.
Tekan ombol F5 sehingga terlihat form data isisan penderita dan penyakit.
3.
Isi :
-Nama, kelamin dan umur penderita.
-Operator : Isi dengan singkatan nama yang baku (misalkan WS)
- Lokasi batu
-US location : YA atau TIDAK
- Rx location : YA atau TIDAK
- Rx exposure : tulis sesuai X-16, X-17 & X-19
- Comments :Batu : Hancur atau Tidak; Nyeri : Ya atau Tidak (keberhasilan, kegagalan, nyeri, catatan
lain yang diperlukan).
Gunakan tanda panah arah dan ataupun untuk mengisi. Hapus : tekan DEL.
4.
Siapkan printer dengan power on dengan kertas ukuran kuarto.
5.
Tekan ctrl-F9 untuk pencetakan. Dibuat 2 copies laporan.
6.
Untuk mengaktifkan layar kembali : monitor 1 : tekan F5 : exit, untuk monitor 2 : tekan F3.
VII. Printing Foto
a. Untuk printer X-ray tekan tombol M12, lihat di monotor kecil, tekan tombol print pd printer unit.
b. Untuk printer USG - tekan tombol M-13. Tekan tombol print pada printer unit.
c. Potonglah kertas film dengan menekan tombol cut (cutter).

URS
( URETERORENOSKOPI )
Suatu tindakan Endoskopi seperti Sistoskopi dengan perbedaan utama pada anatomi ureter dan ginjal
serta ukuran yang kecil dari instrumentasi, untuk melihat dan melakukan tindakan didalam ureter dan
ginjal.
Indikasi URS :
1.
Diagnosa
- Evaluasi filling defect atau obstruksi pada radiologi
- Evaluasi gross hematuri unilateral
- Evaluasi maligna cytologi unilateral
- Surveilance pada terapi konservatip tumor tractus urinous atas
2.
Tindakan
- Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal basket (tertentu) :
+ diambil dengan forceps atau
+ dipecah (lithotripsi)
- Biopsi tumor /polyp ureter
- Reseksi tumor
- Dilatasi strictura
- Pengambilan benda asing
TEKNIK OPERASI :
1. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : lithotomi

2. Dilakukan retrograde pyelografi untuk melihat anatomi ureter


3. Bila perlu dilatasi muara ureter
4. Masukkan alat URS secara avue dan bantuan fluoroskopi
5. Lakukan tindakan yang diperlukan
6. Bila batu perlu dihancurkan dipakai Elektro Hidrolik Litholapasy atau Lithoclast (Pneumatik) atau sarana
lainnya
7. Bila perlu pemasangan ureter kateter / DJ Stent
PERAWATAN PASCA OPERASI
Tergantung tindakan yang telah dilakukan misalnya, jika pengambilan batu intra ureter sebaiknya 6
minggu dilakukan IVP untuk melihat komplikasi dsb.
Bila dipasang DJ Stent, diambil bila sudah tidak dibutuhkan melaui cystoskopi.
KARSINOMA BULI-BULI
Karsinoma buli adalah keganasan berasal dari epitel (mukosa) buli-buli, dan anak-anak paling sering
berasal dari otot.
DIAGNOSIS
Anamnesa : Keluhan utama adanya hematuria dgn sifat :
-Gross (makroskopis) tanpa nyeri dan intermiten dapat terjadi (berulang serta retensi urin karena
tersumbat bekuan darah).
- Disuria yg lama dan berulang
- Retensio urin karena klot
Faktor peningkat resiko :
Bahan pewarna : naphtylamin dan benzidin
TAR dalam tembakau
Pemanis sintetis : Sodium siklamat, sodium sakarin
Skistosomiasis
Infeksi / iritasi kronis buli
Analgetikum : phenacetin
Pemeriksaan klinis
1.
Status Umum
: Tanda vital, berat badan, status penampilan (Karnofsky).
2.
Status Urologi : Adanya masa suprasimfiser, tanda invasi organ terdekat, tanda-tanda metastase.
Palpasi : masa suprasimfiser, masa daerah flank.
Colok dubur : Adanya masa pada buli-buli dan prostat.
Bimanual palpasi pada keadaan narkose
Pemeliharaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Faal Hemostasis
- Faal hati
- Faal Ginjal
- Urinalisis
- Kultur Urin dan tes kepekaan.
- Sitologi Urin, dinilai menurut sistim Broder, di bagi 5 kelas :
Kelas I
: tidak di ketemukan sel
Kelas II : di ketemukan sel yang normal
Kelas III: diketemukan sel dengan perubahan atipik
Kelas IV: di ketemukan sel yang mencu-rigakan keganasan
Kelas V : di ketemukan sel-sel ganas.
Pemeriksaan Radiologis :
- Thoraks foto PA / lateral
- IVP
- USG buli-buli, ginjal dan abdomen
- CT Scan abdomen, dikerjakan dgn indikasi ttt.
Pemeriksaan Sistoskopi :
Pemeriksaan ini dikerjakan bila pemeriksaan yang disebut diatas di ketahui hasilnya. Dan bila hasilnya
menyokong adanya karsinoma buli-buli, maka penderita sekaligus dipersiapkan untuk dilakukan reseksi
tumor dan staging.
Pemeriksaan sistoskopi dengan tujuan diagnostik saja, di kerjakan bila :
1.
Pemeriksaan yang lain tidak menyokong adanya karsinoma buli-buli
2.
Penderita mengalami penyulit retensi urin karena tersumbat bekuan darah.
Pada sistoskopi diagnostik ini sekaligus dilakukan pemeriksaan bimanual palpasi dalam keadaan narkose
dan biopsi.
Histopatologi :

Pemeriksaan histopatologi untuk menentukan :


1.
Jenis Karsinoma. Sebagian besar karsinoma buli-buli berasal dari epitel (mukosa). Yang sering adalah
karsinoma sel transisi (TCC), karsinoma sel skuamosa, adeno karsinoma
2.
Derajat Infiltrasi. Ditentukan berdasarkan infiltrasi sel ganas terhadap membrana basalis (lamina
propria) dan lapisan otot buli-buli.
3.
Derajat degenerasi / deferensiasi. Ditentukan berdasarkan susunan dan tebalnya lapisan sel,
gambaran inti sel dan perbandingan antara inti sel dengan sitoplasma.
Derajat I : diferensiasi baik (well diferentiated)
Derajat II: diferensiasi sedang (moderatly dife-rentiated )
Derajat III: diferensiasi jelek (poorly diferen-tiated)
Derajat IV: diferensiasi tak beraturan (undife-rentiated )

Diagnosa Stadium klinis :


Setelah data klinis, laboratoris, radiologis, histopatologi ditegakkan, diperlukan staging guna memilih
terapi yang adekuat untuk penderita.
Stadium
Stadium
Stadium
Stadium
Stadium
Stadium

dengan sistim TNM :


O :
Tis dan Ta
I
:
T1 No Mo
II :
T2
III :
T3a dan T3b
IV :
T4 No Mo
Semua T
Semua T

N1-3
Semua N

Mo
M1

Diagnosis of bladder cancer


Haematuria is an important but non-specific sign. Investigations to exclude bladder cancer are
recommended for all patients with gross hematuria or unexplained microhematuria. The impetus for
investigation is increased with age, and those who are at greater risk of developing bladder cancer e.g.
cigarette smokers and those with exposure to industrial carcinogens for bladder cancers.
An IVU is indicated in all patients with unexplained haematuria or cystoscopic evidence of bladder
cancer for the purpose of examining the upper urinary tracts for associated urothelial tumours.
A retrograde pyelogram should be performed if the upper tracts are not adequately visualised on the
IVU.
Cystoscopy is required for unexplained haematuria as intravenous urography (IVU) may miss up to 40%
of lesions in the bladder.
Flexible cystoscopy is recommended as an anaesthesia-free, low-risk procedure with high sensitivity
and specificity for the diagnosis of bladder tumour.
Staging Procedures
Transurethral resection of the bladder tumour (TURBT)
a. TURBT determines the depth of tumour invasion.
b. During TURBT, the following are recommended:
Bladder washings for cytology before resection
Resection of tumour down to detrusor muscle
Even if the cancer is muscle invasive, complete debulking is preferable
Separate biopsy of the base of the tumour
Directed biopsies of any abnormal mucosa
A random biopsy of "normal" mucosa near and far from the tumour and a biopsy of the prostatic
urethra (especially if the tumour is near the bladder neck) should be taken separately. Otherwise multiple
biopsies of normal mucosa are not usually helpful.
Computed Tomography (CT)
a.
The CT scan may overstage bladder cancer if deep biopsies of the bladder have been performed prior
to the scan because of post-operative oedema. Scheduling the scan, where possible, either before or 1
month after the TURBT may reduce the chance of this error.
b.
The CT scan has recognised limitations in detecting minimal pelvic nodal disease or microscopic
invasion of adjacent organs.
c.
A CT scan of the pelvis is useful in assessing extra-vesical spread for muscle-invasive tumours and in
detecting pelvic lymphadenopathy.
d.
CT-guided fine needle aspiration biopsy of pelvic lymph node may be performed to document lymph
node metastases for patients in whom radical surgery is not appropriate.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI scanning can be as useful as CT scanning and in some centres has been shown to be superior.
MRI however has not replaced CT scans in routine practice.
Chest radiograph (CXR)

a.
Routine chest radiographs are usually performed to detect pulmonary metastases.
b.
However, in equivocal cases, the CT thorax is more sensitive in detecting pulmonary metastasis.
Bone Scan
This is an optional investigation for the detection of bony metastasis and should be used selectively. Bone
metastases are only a common feature in higher stages of muscle-invasive bladder cancer. However, the
bone scan is useful as a baseline reference.

Pembagian staging yang lain adalah menurut Jewett Strong Marshall Stage.
FINISI :

Reseksi Transuretra
Dengan resektoskop dilakukan reseksi transuretra dalam keadaan narkose baik sebagai monoterapi
maupun dengan tujuan mengurangi masa tumor.
Cara ini dilakukan dengan menggunakan peralatan endoskopi.
Sistektomi Partial
Pengangkatan buli-buli secara parsial (sebagian buli-buli) sebatas daerah tumor. Adapun teknik operasi
dengan cara pendekatan supra pubik, identifikasi buli-buli dan kelenjar getah bening daerah pelvis, ligasi
arteri vesicalis superior, dilakukan limfadenektomi daerah pelvis dan wide eksisi tumor minimal 2 cm
daerah bebas tumor.
Radikal Sistektomi
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pangangkatan buli-buli, peritoneum
daerah pelvis, prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk
limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pengangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk
peritoneum daerah pelvis, uretra, serviks, uterus sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun
ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin dikerjalan berdasarkan persetujuan dokter,
penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa
digunakan adalah dengan cara Cofey atau cara Bricker.
Radiasi
Radiasi yang diberikan adalah eksternal radiasi dengan dosis 6000 7000 rad diberikan selama 5-8
minggu untuk tujuan kuratip dan 2000 rad untuk preoperatip (sistektomi).
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan secara topikal intravesikal.

Penanganan karsinoma buli-buli

Teknik Operasi
Pasang foto-foto pada light box
Setelah dilakukan anestesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi lithotomi.
Dilakukan pemeriksaan colok dubur dan bimanual palpasi
Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone jodine : di daerah penis, skrotum sebagian dari kedua
paha dan perut sebatas umbilikus.

Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki pada kedua kaki dan doek panjang
berlubang untuk bagian perut ke atas
Dilakukan panendoskopi dengan sheath No. F16, Optik 30o, untuk evaluasi uretra
Dilatasi dengan bougie roser secara gentle
Dengan sheath F 27 atau F 24 Sheat Resektoskop dengan obturator secara gentle dimasukkan ke dalam
buli-buli
Kemudian dilakukan evaluasi buli-buli, sebelum melakukan reseksi harus diperhatikan lokasi, ukuran
tumor, bentuk tumor.
Reseksi dilakukan / dimulai dari daerah tumor yang berbatas tegas dengan mukosa buli-buli yang normal
(daerah margin). Kemudian reseksi tumor dilanjutkan sampai tampak otot buli-buli sambil melakukan
hemostatis dengan cara fulgurasi. Selama reseksi, cairan irigan diatur sedemikian rupa sehingga operator
dapat melakukan reseksk tumor dengan baik, serta tidak menyebabkan perforasi buli-buli.
Untuk tumor yang besar, dan dasar tumor yang luas bentuk sesile, tumor papiler yang multiple, serta
lokasi tumor yang sulit, suker untuk melakukan reseksi sampai bersih.
Hati-hati melakukan reseksi tumor di muara ureter daerah trigonum, kemungkinan terjadi sikatrik di
muara ureter sangat besar sehingga dikawatirkan dapat menyebabkan terjadinya striktur. Beberapa
peneliti menggunakan penuntun sten kateter ureter sebelum melakukan reseksi.
Untuk tumor di dinding lateral buli-buli hati-hati akan terjadinya rangsangan nervus obturator saat
melakukan reseksi, sehingga terjadi kontraksi otot aduktor paha yang dapat mengakibatkan perforasi bulibuli.
Apabila tumor sudah bersih, dasar otot yang sudah dilakukan reseksi dilakukan biopsi untuk menilai
dalamnya infiltrasi tumor ( staging ).
Setelah dilakukan hemostasis, dilakukan pemasangan three way kateter No. F 24, sambil dilakukan
spoeling dengan cairan NaCl 0,9% sampai jernih. Tidak dilakukan pemasangan traksi kateter.
Jaringan reseksi timor dan biopsi dasar tumor dilakukan pemeriksaan PA.
a.
Partial Sistektomi
Indikasi :
Tumor tunggal, T1-T3, lokasi tumor pada dinding lateral buli-buli, atap buli-buli (dome), tumor pada
divertikel, adeno karsinoma daerah dome yang berhubungan dengan urachus.
Teknik Operasi
Pendekatan Retroperitoneal.
Persiapan operasi pada umumnya.
Pemberian antibiotika profilaksis, premedikasi.
Setelah anestesi general, penderita diletakkan dalam posisi supine.
Dilakukan pemasangan kateter No. F 16
Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan povidone yodine di daerah penis, skrotum, sebagian dari
pangkal paha, kateter, perut sebatas umbilikus, & vulva (wanita).
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Insisi midline supra pubik, perdalam lapis demi lapis.
Identifikasi buli & peritonium disisihkan ke kranial.
Bebaskan dinding buli kearah lateral & posterior.
Identifikasi KGB ipsilateral dengan cara mengikuti percabangan anterior dan posterior arteri iliaka
interna, sampai tampak pedikel arteri vesikalis superior, ligasi arteri vesikalis superior.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan froozen section.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang
sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan
insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga
sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga
terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli,
dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem sehingga
tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli-buli tampak jelas, sambil melakukan
hemostasis yang baik dengan elektro surgikal.
Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter (karena lokasi tumor
dekat dengan muara), maka dapat digunakan stent kateter ureter.
Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah
jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin,
termasuk lemak perivesikal.
Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan
adalah cara Politano-Ledbetter.
Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis.
Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi.
Pasang drain prevesikal, & kateter F 22 atau F 24
Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.
Pendekatan Trans Peritoneal

Untuk tumor daerah dinding posterior buli-buli, dianjurkan dengan pendekatan transperitoneal.
Insisi midline suprasimfisis, perdalam.
Identifikasi buli-buli dan peritonium, buka peritonium daerah midline, sisihkan usus.
Identifikasi vasa iliaka interna dan percabangan arteri vesikalis superior, serta dilakukan ligasi.
Bebaskan dinding posterior buli-buli serta identifikasi kelenjar getah bening ipsilateral.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan froozen section sebelum
mengambil keputusan lebih lanjut.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang
sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan
insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga
sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga
terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli,
dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem sehingga
tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli tampak jelas, sambil melakukan
hemostasis yg baik dgn elektro surgikal.
Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter (karena lokasi tumor
dekat dengan muara), maka dapat digunakan stent kateter ureter.
Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah
jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin,
termasuk lemak perivesikal.
Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan
adalah cara Politano-Ledbetter.
Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis.
Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi.
Pasang drain prevesikal, & kateter F 22 atau F 24
Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.
b.
Radikal Sistektomi
Persiapan preoperasi
Radiasi/ kemotrapi preoperasi dilihat kasus perkasus
Bowel sterilisasi
Prinsip teknik operasi :
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pengangkatan buli-buli, peritonium
daerah pelvis, prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk
limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pangangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk
peritonium daerah pelvis, uretra, serviks, uterus, sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun
ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin di kerjakan berdasarkan persetujuan dokter,
penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa
digunakan adalah dengan cara Cofey atau cara Bricker.
Follow Up :
Tahun I : setiap 3 bulan
Tahun II
: setiap 4 bulan
Tahun III : setiap 6 bulan & seterusnya.
Hal yang diperiksa pada saat kunjungan ulang :
Tentukan status penampilan ( performance status ), menurut kriteria Karnofsky. Menentukan T,N dan M.
Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorik dasar, dan sitologi urin.
Sistoskopi di kerjakan setiap kali kunjungan ulang, kecuali telah dikerjakan sistektomi.
Foto thorak : setiap 6 bulan sekali
Pyelografi intravena : setelah 6 bulan, 12 bulan dan bila ada indikasi tertentu.
PH dan elektrolit darah dikerjakan setiap kali kunjungan untuk penderita dengan diversi urin.
Pemeriksaan yang lain dikerjakan hanya atas dasar indikasi tertentu.
BCG Immunotherapy
Intravesical BCG has been shown to be efective in reducing tumour recurrence rate. IIb/B
BCG is superior to the other intravesical agents for the treatment of carcinoma in situ (CIS), with
complete response rates of approximately 70%. A/Ib
Only limited prospective randomised studies have been performed comparing the prophylactic value of
intravesical chemotherapy or immunotherapy. Current data seems to suggest superiority of intravesical
BCG over intravesical chemotherapy, with the exception of mitomycin C. Ib/B
BCG therapy is given as a standard induction course of 6 weeks with one installation a week. Monthly
maintenance therapy is not superior to standard therapy. III/B
The 6 + 3 schedule is probably superior to standard induction therapy for CIS.
A second 6 instillation course for patients who do not respond to a single course may be beneficial. III/B
Morbidity from BCG immunotherapy is common but is seldom severe or persistent.

Follow-Up Surveillance

For high risk patients, cystoscopy is recommended in the following schedule: 3-monthly for the first
year, 6-monthly for the next 4 years and annually for the next 5 years. Low risk tumours do not require
such frequent surveillance. (IV/C)

Cytologic surveillance should accompany every cystoscopic examination. (IV/C)

To detect upper tract urothelial cancer, an IVU is recommended at least once in two years, or else in
the presence of positive cytology with negative cystoscopy. (IV/C)
Muscle-invasive bladder cancer (T2, T3, T4)
Radical cystectomy or radiotherapy are the preferred choices for T2 and T3 bladder cancers. (III/B)
Radiotherapy is the usual choice for T4 bladder cancers. III/B
Neoadjuvant chemotherapy and adjuvant chemotherapy have not shown any advantage compared to
surgery or radiotherapy alone. Ib/A Not recommended
Patients should be carefully informed of the wide choice of urinary diversion and orthotopic bladder
reconstructions available, and their attendant advantages and complications. III/B
Metastatic bladder cancer
The MVAC (Methotrexate/Vinblastine/Doxorubicin/Cisplatin) and CMV (Cisplatin/Methotrexate/Vinblastin)
regimes are superior to the others but need to be carefully considered in terms of quality of life. Ib/A
Promising, new agents, such as paclitaxel, gemcitibine, ifosfamide and gallium nitrate should be
investigated.
KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma prostat adalah keganasan yang berasal dari sel acinus prostat.
DIAGNOSIS
Anamnesa :
Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan, pengobatan dan rujukan
Gejala-gejala obstruksi infravesikal
Tanda-tanda metastase
Pemeriksaan klinis :

Status umum : Tanda vital, Berat badan, Status penampilan (Karnofsky)

Status urologi :
Inspeksi : Tanda-tanda pembesaran kelenjar regional / juksta regional, tanda-tanda invasi organ
terdekat, tanda-tanda metastase.
Palpasi : Kelenjar inguinal, kelenjar hypogas-trika, kelenjar Virchow, massa tumor di supra pubik.
Colok dubur : Nodulus, konsistensi prostat berdungkul keras, mobilitas, invasi perkontinuitatum ke
vesikula seminalis, rektum.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap
Faal hemostasis
Faal hati
Elektrolit
Urinalisis
Kultur urin dan tes kepekaan
Antigen spesifik untuk prostat (PSA)
Alkali fosfatase curiga metastase tulang
PSA (Prostat Spesific Antigen):
Suatu glikoprotein yang di sekresi oleh sitoplasma sel prostat.
Fungsi Mencairkan (kuquifasi) semen
Diproduksi oleh sel epitel asini & duktal
Waktu paruh 2,2 3,3 hari
Normal : 0 4 ng/cc
Setiap 1 grm BPH PSA meningkat 0,2 - 0,3 ng/cc
PSA < 10 ng/cc lymp node tidak terlibat
PSA > 40 ng/cc 60 % nodal disease
Post radical prostatectomy PSA = 0
Bila naik lagi recurrent disease
masih (+) residual disease
Faktor yang mempengaruhi kenaikan PSA :
1. Intrinsik : BUVICA
BPH, Umur, Volume, Infeksi, Ca prostat
2. Ekstrinsik :
Retensi urin akut, DRE (2x), Biopsi (57x), DK, Endoskopi (4x), TURP (53x), TRUS (1,3x)
Interpretasi PSA :

Kadar PSA :

0,5 4 ng/cc normal


4 10 ng/cc 20 % kanker
> 10 ng/cc 50 % kanker
Meningkat > 20 % / tahun perlu biopsi
PSA terikat pada
A-ACT : alfa-antichemotripsin
AMG : alfa-2-macroglobulin
Free PSA tidak terikat dgn komponen tersebut
Yang dapat diperiksa dengan PS assay :
Free PSA (F)
PSA-A-ACT
Total PSA (T)
F/T ratio : free PSA : total PSA
Bila ratio turun Ca.
Bila ratio meningkat benign
PSA dalam kaitan dgn perlunya Biopsi :
1.
PSA Density.
2.
PSA Velocity
3.
Age-spesific PSA references ranges
4.
Molekular form of PSA (% free PSA)
PSA Density :
Oleh Benson dari Columbia Univ. 92
PSA : Vol Prostat.
Indikasi bila PSA 4-10 ng/l
Cutt-of : 0,15 ng/l > 0,15 Ca prostat
Masih kontroversi
PSA Velocity
Change of PSA overtime.
PSA-V = x [(PSA2-PSA1/ t1)+(PSA3-PSA2/t2)]
PSA velocity > 0,75ng/l/tahun
sensitivitas 72 %
Spesifisitas
95 %
Age-Spasific
Nilai :
Usia 40 49
Usia 50 59
Usia 60 69
Usia 70 79

PSA references range :


:
:
:
:

0
0
0
0

2,5
3,5
4,5
6,5

ng/l
ng/l
ng/l
ng/l

Free PSA :
Enzimatically inactive
Uncomplex
Free
Nilai : 5 50 % dari total PSA
Cut-of 25 % sensitifitas 95 %
Moderate grade Ca prostat : gleason < 7
High-grade Ca prostat : gleason 7.
Recurrent of prostate cancer :
Post radical prostatectomi PSA >0,4 ng/l residual or recurrent
Hormonal th/ early.
Th/ standar :
Orchidectomi
LHRH agonist
Anti Androgen :
1. Sterodi :
Cyproterene acetat
Megastrol acetat
2. Non-steroid :
Flutamide
Nilutamide
Bicalutamide

Algoritma dx/ Ca. Prostat :


DRE dan PSA :
1. DRE normal PSA total PSA 2-10 free PSA
PSA < 2 anual DRE & PSA
1.
Abnormal DRE Biopsi

Cancer probability estimates of free PSA :

Pemeriksaan radiologis :
Thoraks foto PA/lateral
IVP
USG abdomen
TRUS
Bone survey/scanning
CT scanning
MRI

bila diperlukan

Histopatologi pre operasi :

Sitologi urin bila didapatkan hematuria

Colok dubur teraba nodul keras, didapatkan peningkatan PSA > 4 ng/dl, lesi hypoekhoik pada TRUS
dilakukan Biopsi prostat
Uretrosistoskopi :

Adanya kecurigaan invasi pada uretra, bladder neck, buli-buli dilakukan uretrosistoskopi.
Diagnosa stadium klinis :

Histopatologi (sitologi urin/Biopsi) diagnosa stadium klinis guna memilih terapi yang adekuat
untuk penderita.

PROSTATEKTOMI RADIKAL
- Teknik suprapubik, insisi midline suprapubik sampai dengan 2 cm di atas umbilikus membuang prostat,
vesikula seminalis beserta lymfedenektomi pelvik meninggalkan jaras syaraf vaskuler.
- Tehnik perineal, insisi mercy pada perineal membuang prostat, vesikula seminalis, jaras syaraf vaskuler
terpotong, insisi kedua di atas untuk lymfedenektomi pelvik.
RADIASI EKSTERNA
Radiasi eksterna dengan rasdioterapi simulator (a.l : Xymatron) baik untuk terapetik, adjuvan maupun
paliatif.
RADIASI IMPLANTASI
Retropubik implantasi I 125 pada prostat
TERAPI HORMONAL
BEDAH, Orkhidektomi subkapsuler
MEDIKAMENTOSA dengan estrogen, LH-RH agonis, anti androgen
KEMOTERAPI
Dengan sitostatika pd kasus hormonal resisten

PENGOBATAN PALIATIF
Terutama pengobatan bebas nyeri pada keganasan lanjut.
Radiasi eksterna pasca operasi

Dilakukan setelah TURP sebagai terapik adjuvan atau pada prostatektomi radikal bila masih ada spillage,
dosis 60 65 Gy.
Paliatif Radiasi eksterna untuk metastase tulang :
Lokal, dosis 3500 4000 cGy selama 2 minggu
Difus, radiasi hemibogy 800 cGy tiap kali pemberian
RADIASI IMPLANTASI
Dengan I 125 dimasukkan ke prostat melalui insisi suprapubik dosis total 10.000 sampai 17.000 rads
HORMONAL TERAPI
Orkhidektomi subkapsuler, dengan anestesi lokal infiltrasi ke arah funikulus atau anestesi umum atau
regional, insisi pada raphe, dibuka rongga kanan kiri, buka tunika vaginalis keluarkan isi testis dengan
meninggalkan epididimis dan kapsul.
Medikamentosa :
- Estrogen, preparat DES dosis 3 mg/hari
- LH-RH agonis : leuprolide acetate, goserlin
- Antiandrogen : ketoconazole, flutamide
KOMBINASI ANDROGEN BLOKADE
Kombinasi antiandrogen dengan LH-RH analog atau orkhidektomi
KEMOTERAPI : Terutama untuk kasus hormonal resisten :

RADIASI EKSTERNA
- Stage A1, A2, B1 dimana lymfedenektomi hasil (-) radiasi pada prostat saja dosis total 6400 cGy selama
6,5 minggu.
- Stage A2, B tanpa lymfedenektomi radiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada
prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu
- Stage A2, B dengan lymfedenektomi hasil (+) area radiasi diperluas sampai dengan Th 2 sampai L5
dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (-) radiasi area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu
dilanjutkan daerah prostat saja 2000 cGy selama 2,5 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (+) radiasi area pelvik bila kelenjar para aorta positif juga
diradiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2500 cGy selama 2,5
minggu
- Stage D1 area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2000
cGy selama 2 minggu
PENATALAKSANAAN TERAPI

TRAUMA GINJAL
Trauma ginjal adalah suatu proses rudapaksa yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal, bisa
menyebabkan diskontinuitas kortex atau bahkan dapat merusak medulla sampai sistim pielokaliks, atau
merusak pembuluh darah utama ginjal. Biasanya merupakan salah satu diagnosa sari multiple injured
patient.
Klasifikasi :
1)
Trauma major : 85 %
Kontusio : Memar atau hematom subkapsuler, kapsul ginjal masih utuh
Laserasi minor : Kerusakan korteks parenkim ginjal bagian superfisial tanpa disertai kerusakan medula
atau sistim kaliks.
2)
Trauma mayor (10-15 %) (Ruptur Ginjal) : Kerusakan parenkim yang meluas mulai dari korteks dan
medulla sampai ke sistim kaliks

3)
Trauma vaskuler (1 %) atau Renal vascular injury : oklusi atau terputusnya pembuluh darah utama
ginjal.
-Trauma yang paling sering dari TU
-Ginjal dilindungi oleh :
Otot lumbar
Corpus vertebra
Iga dan viscera didepannya
-Causa :- automobile accident 80 %
- Sport
-Predisposisi keadaan patologis :
Hidronefrosis, tumor ruptur
Klasifikasi :
Grade I :
-mikroskopis/ gross hematuria
-Ro; normal
-Contusio / hematome subcapsuler
-Laserasi parenchime (-)
Grade II:
-Tidak meluas
-Hematome perirenal/ dalam laserasi kortikal < 1 cm
-Ekstravasasi urin (-)
Grade III :
-Laserasi parenkhim < 1 cm ke kortex
-Ekstravasasi urin (-)
Grade IV :
-Laserasi parenkhime luas mll corticomedulla junction
-Sistim kolekting terkena
-Laserasi vasa segmental
-Trombosis a.renalis segmental, laserasi parenkhim (-)
-Parenkhim iskemia
Grade V :
-Trombosis a.renalis utama
-Multiple mayor laceration
-Avulsi a/v. renalis utama
Klasifikasi Patologis:
1.
Kontusio : hematoma subkapsuler
kapsul intak
2.
Laserasi minor
:
kortek parenchym ginjal rusak, medulla & sistem kalisial intak
3.
Laserasi mayor : kerusakan kortek s/d medulla atau sistem kalisial
4.
Trauma Vaskuler: oklusi atau ruptur vasa renalis
Bila urin bocor masuk rongga intra peritoneal ileus paralitik
Klasifikasi Patologis :
1. Trauma renal minor (85 %) grade I & II
2. Trauma renal mayor (15%)
3. Vasculer injury (1 %) blunt trauma
Late Pathologic Finding :
1. Urinoma :
-Perinefric renal mass
-Hidronefrosis
-Abcess formation
2. Hidronefrosis :
-Hematome/ekstravasasi urin fibrosis Hidronefrosis
3. Arteriovenous fistel jarang
4. Renal vascular hipertension.
Clinical Finding :
-Hematuria gross/ mikroskopis
Derajat hematuri tdk berkaitan dengan derajat trauma
-Flank pain
-Echimosis di flank
-Fraktur iga bawah
-Nyeri abdomen acut abdomen
-Teraba mass.
Langkah Dx/ Trauma Tumpul Ginjal

Trauma tumpul abdomen / pinggang


Multi trauma

Keadaan umum : kesadaran, T, N, R, t


Status lokalis : jejas, massa, nyeri tekan
Lab.
: Hb, SC / BUN, Urin sedimen
Pasang infus

Pielografi Infusion, ( USG )


Tindakan pd trauma ginjal :
* Kontusio Ginjal : observasi bila UL normal 1-2 hari KRS
Cek UL s/d 3 minggu bahaya rebleeding
* Rupture ginjal :
KU baik & Ekstravasasi minimal / moderat

observasi
KU Labil & ekstravasasi luas Expl. Laparotomi.
* Fragmented / shattered : Eksplorsi laparotomi
* Non visualized kontur baik : segera arterio grafi
Prinsip pengelolaan pada trauma ginjal :
- menyelamatkan /mempertahankan fungsi ginjal
- mengurangi morbiditas ginjal
1. Penetrating trauma : harus dikerjakan explorasi laparatomi
2. trauma tumpul :
Kontusio ren sikap adalah konservatif :
- bed rest total observasi 2 x 24 jam
- anti biotika broad spektrum
- observasi ketat vital sign, status lokalis
lab.: Hb, urin , sedimen
Indikasi operasi pada kontusio ren :
* perdarahan yg tdk dpt diatasi secara konservatif
* ekstra vasasi urin (urinoma)
* infeksi abses
Bahaya rebleeding hari ke 810 rebound litik
Kontrol IVP : 6 minggu, --- 6 bulan
DIAGNOSTIK
a)
Anamnesa :
Keluhan, kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma ( mode of injury ), riwayat penyakit ginjal
sebelumnya ( batu ginjal, hidronefrosis, kista )
b)
Pemeriksaan klinis :
Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah atau adanya syok karena berkurangnya volume
darah atau cairan intravaskuler. Dicari apakah ada kerusakan organ lain akibat proses rudapaksa yang
dialami penderita.
Status Urologis :
Inspeksi : Dilihat apakah ada jejas, hematome, luka terbuka, luka tusuk, luka masuk atau luka keluar
akibat tembakan didaerah perut bagian atas ( kiri atau kanan ), pinggang (kanan atau kiri) Dicari apakah
ada gross hematuria.
Palpasi : Dicari apakah ada tanda patah tulang iga 12, dan tanda penumpukan darah didaerah ginjal.
Biasanya ditemui adanya nyeri tekan ataupun nyeri ketok pada daerah ini.
Auskultasi : Pada kasus dimana sudah terjadi inhibisi cairan dari retroperitoneal kedalam rongga peritoneal
biasanya ditemui tanda ileus paralitik.
c)
Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan faal hemostatik, faal ginjal dan eritrosit dalam sedimen
urine pada keadaan syok diperlukan pemeriksaan hematokrit, analisa gas darah.
d) Pemeriksaan foto rongen
Pemeriksaan IVP di klinik ini dijadikan sebagai pemeriksaan standard untuk penilaian klinis adanya trauma
serta menilai berat ringannya trauma ginjal. Agar dapat terlaksana penderita tidak harus dalam keadaan
syok, dan tidak ada kontrainsikasi lain untuk pemeriksaan radiologis dengan menggunakan kontrast serta
tidak boleh menunda tindakan yang bersifat live-saving. Pada senter yang lebih maju, umumnya diluar
negari yang dijadikan standard adalah CT-Scan.
e)
Pemeriksaan penunjang lain
Pada keadaan tertentu dimana pemeriksaan IVP tidak dapat dilakukan atau kurang informatif dapat
dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi.
Pada kecurigaan trauma pedikel, dapat dilakukan pemeriksaan arteriografi renal.
Eksplorasi emergensi : adalah suatu tindakan eksplorasi ginjal yang mengalami trauma yang bernilai live
saving dengan tujuan mengatasi perdarahan. Selain untuk mengatasi perdarahan indikasi lain eksplorasi

emergensi adalah ; cedera vaskular ginjal, nonviable parenchym, ekstravasi urine major. Macam perlakuan
tergantung pada derajat kerusakan ginjal yang ditemui saat eksplorasi serta pertimbangan kondisi ginjal
kontralateral. Tindakan yang paling sering dilakukan nefrektomi. Tindakan lain yang mungkin dilakukan
adalah nefrektomi parsial, reparasi kerusakan parenkim dan sistim kaliks serta reparasi kerusakan
vaskuler.
Terapi konservatif : 85% trauma ginjal hanya membutuhkan tindakan tirah baring.
Eksplorasi tertunda : yaitu tindakan eksplorasi yang dilakukan pada penderita dengan terapi konservatif
dengan komplikasi berupa gejala perdarahan berulang, infeksi dan timbulnya urinoma.
Terapi Late complication : pada penderita yang pernah mengalami trauma ginjal dapat timbul
komplikasi berupa hipertensi, fistel arteri-venosa, urolithilasis dan pielonefritis. Pada penderita tersebut
dapat dilakukan tindakan ; terapi urolitiasis koreksi hidronefrosis atau fistel AV, atau nefrektomi.
1.
A.
-

Eksplorasi emergensi
Persiapan Pra Bedah gawat darurat. :
Melakukan resusitasi kardio-pulmonal, agar optimal untuk pembedahan emergensi
Mempersiapkan kebutuhan cairan dan darah yang dibutuhkan untuk pembedahan
Memasang kateter uretra
Melakukan informed consent

B.
-

Alat yang diperlukan


Satu set alat major set surgery
Ring spreader besar
Peralatan untuk oklusi pedikel ginjal : klem satinsky, bulldog
Alat untuk diversi urine atau untuk tindakan splinting ; DJ Stent, Gastric tube 8 Fr, Kateter folley 20 Fr
Redon drainage set steril

C.
Teknik Operasi / Eksposur ginjal
Karena besar kemungkinan adanya trauma organ intraperitoneal maka approach operasi adalah lewat
sayatan perut vertikal dibagian tengah.
Penderita dalam posisi terlentang
Buat sayatan mediana dari prosesus sifoideus kearah simfisi pubis
Ekspolarasi organ intraperitoneal (hepar, lien, usus, omentum). Umumnya reparasi organ
intraperitoneal dilakukan lebih dulu, kecuali kalau perdarahan retroperitoneal yang lebih mengancam.
Pasang ring spreader
Usus halus dikeluarkan dan ditempatkan diatas dinding perut kontralateral.
Peritoneum posterior dibuka vertikal secara tajam di sebelah medial dan sejajar vena mesenterika
inferior. Kalau perlu agar eksposure dapat lebih baik, pada sisi kiri, arteri dan vena mesenterika inferior
dapat dikorbankan.
Pasang klem vaskuler pada vassa renalis
Insisi peritoneum posterior pada daerah white line ipsilateral, kolon disisihkan ke arah medial, agar
daerah retroperitoneal ipsilateral dapat di ekpose, bebaskan ginjal dari lemak perirenal.
Hematome dan darah yang terkumpul pada daerah retroperitoneal di keluarkan, nilai derajat
kerusakan ginjal, dan vaskular.
Perlakuan terhadap ginjal yang mengalami trauma tergantung pada beratnya kerusak-an, perkiraan
waktu yang diperlukan untuk tindakan yg bersifat koreksi, adanya trauma penyerta lain serta
keadaan umum penderita saat operasi
D.

Teknik Reparasi ginjal


Ginjal didinginkan dengan Ice slush. Buka klem pada vena renalis agar lokasi perdarahan dapat terlihat,
Perdarahan diatasi dengan jahitan angka 8 dengan chromic cat gut 4.0.
Laserasi parenkim dijahit dgn chromc cat gut 4.0
Drainage retroperitoneal dipasang kalau ada kecurigaan ekstravasasi urine

E.
Nefrektomi
Pada tindakan nefrektomi parsial (atas atau bawah), sebaiknya dilakukan ligasi arteri segmental
terlebih dulu
Kalau diputuskan untuk melakukan nefrektomi total tindakan diawali dengan memasang klem hilus,
kemudian nefrektomi dan kemudian dilakukan double ligasi pada arteri dan vena renalis secara terpisah
dengan benang sutera No. 1
F.
Repair Vaskuler
Robekan pada arteri atau vena renalis dilakukan jahitan dengan prolene 5.0, interrupted.
Pada trombosis yang menimbulkan oklusi mungkin diperlukan graft yang berasal dari vena safena
G.
Repair Sistem Pielokaliks
Robekan pada pielum atau UPJ dijahit dengan chromic cat gut 4.0 atau 5.0 dan dengan pemasangan
splint

H.
Teknik Eksplorasi delayed
Ginjal di ekpose melalui sayatan lumbotomi lateral (ICS XI-XII)
Perlakuan pada ginjal tergantung berat ringanya kerusakan yang ada (seperti 1d,e,f,g)
2. Terapi Konservatif
80-85% trauma ginjal merupakan kontusio dan laserasi minor, dan tidak membutuhkan terapi
pembedahan, dan hanya memerlukan tirah baring, sampai makrokopis hematuria menghilanh dan tanda
vital normal dan stabil (berapa lama waktu yang diperlukan tidak disebutkan dari kepustakaan). Tindakan
yang dilakukan pada terapi konservatif ini adalah :
Tirah baring
Monitor Tanda vital berkala (tekanan darah nadi, frekuensi nafas dan suhu rektal)
Monitor perubahan tanda fisik pada status lokalis : flankmass, nyeri lokal
Monitor tanda berlanjutnya perdarahan ; Hb, hematokrit, Urine serial.
Terapi konservatif diangap tidak berhasil kalau didapatkan :
Perdarahan masih berlanjut, dengan tanda flank mass bertambah besar, atau gross hematuri menetap,
Ekstravasasi urine yang cukup besar (urinoma)
Komplikasi infeksi / sepsis
Perdarahan sekunder.
3. Perawatan pasca Bedah / follow-up
Pada penderita yang di nefrektomi perhatian harus ditujukan pada ginjal yang masih ada agar terhindar
dari proses patologi lain yg dapat timbul
Pada penderita yang diterapi konservatif atau dengan koreksi pembedahan harus dilakukan
pemeriksaan teratur secara berkala agar komplikasi yang timbul berupa hipertensi, fistel arteri-venosa,
urolitiasis, hidronefrosis dan pielonefritis dapat diketahui dan dikoreksi sedini mungkin.

TRAUMA BULI-BULI
Trauma buli-buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, dapat disebabkan oleh trauma tajam,
trauma tumpul maupun iatrogenik.
Semua penderita yang dicurigai trauma buli-buli, yaitu penderita dengan riwayat trauma yang disertai
dengan :
- Tidak keluar kencing atau tidak ingin kencing
- Kencing darah atau bercampur darah
- Nyeri didaerah supra symphysis/perut bagian bawah
- Nyeri tekan didaerah abdomen dan tegang (peritonismus)
- Sistografi : ada ekstravasasi kontras
- Test buli-buli : cairan yang keluar < cairan yang masuk buli
1. Trauma tumpul : - Kontusio buli-buuli
- Ruptur buli ekstraperitoneal
- Ruptur buli intraperitonela
2. Trauma tajam (penetrating) : tusuk, tembak, iatrogenik.
c. Radiologis : BOF fr. Pelvis, benda asing/peluru
Sistogrfi 300 cc kontras foto AP
d. Tes buli-buli 300 - 400 cc PZ tampung ulang.
e. Uretrogram bila ada bloody discharge
DIAGNOSIS
a. Anamnesa :
Keluhan utama :
- nyeri didaerah supra simphysis
- kencing darah atau bercampur darah
- tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Anamnesa kausal :
- instrumentasi didaerah urethra buli-buli
- Riwayat trauma/ fr. Pelvis
- Hematri, Anuria
- Infiltrat urin prevesikal
- Trauma perut bawah pd keadaan buli penuh
b. Pemeriksaan klinis :
1.
Status umum : Tensi, nadi, respirasi (ingat ABCD, karena biasanya disertai dgn trauma ditempat lain)
2.
Status urologi :
Inspeksi :
- adanya jejas didaerah symphysis atau pelvis
- kwalitas urine yang keluar ( hematuria )

- abdomen distended bagian bawah (supra simphysis)


Palpasi
- nyeri tekan di supra simphysis / abdomen bawah
abdomen tegang (peritonismus)peritoneal iritasi, jejas/riwayat trauma
- buli-buli tak teraba (kosong)
- terdapat infiltrat urine di daerah prevesikal
- tidak dapat kencing
- gross heaturia
- RT : landmark tdk dpt dibedakan hematom luas
prostat melayang/tidak teraba ditempat
Perkusi : nyeri ketok supra simphysis
c.

Pemeriksaan laboratorium :
Sedimen urin
Darah lengkap
RFT, LFT, FH
Kultur urin

d. Pemeriksaan radiologis :
Foto polos abdomen dan sistografi
IVP (bila juga dicurigai ada trauma di upper tract dan vital sign-nya stabil
Foto thoraks
e.
Pemeriksaan penunjang :
- Test buli-buli :
Masukkan PZ 300 cc melalui kateter perurethra, kemudian keluarkan lagi bila jumlah yang keluar lebih
sedikit trauma buli-buli.
- Sistoskopi
Terapi trauma buli tergantung letaknya, yaitu extra peritoneal atau intra peritoneal.
Terapi :
Diversi urin harus adekuat
Drainage urin dari prevesikal area
Jahit ruptur buli
Pada ruptur intraperitoneal :
- Eksplorasi laparatomi
- Bladder repair
- Pasang drain cavum retzii
Pada ruptur Ekstraperitoneal :
- Konservatif : pasang DK 7 hari
- Infiltrat urin bertambah besar Eksplorasi +drain
Komplikasi :
- Pelvic abses ruptur ekstraperitoneal
- Peritonitis ruptur intraperitoneal
- Partial inkontinentia laserasi bladder neck
TEKNIK OPERASI
- Beri profilaksis antibiotika (ampisili 2 gr) sebelum operasi (bila ada hasil kultur urin, profilaksis sesuai
kultur).
- Pasang foto sistografi (bila ada) pada kotak cahaya
- Setelah dilakukan anesthesi, baik regional ataupun general penderita diletakkan dengan posisi
terlentang.
- Desinfeksi (dengan larutan povidon iodin 10%) didaerah paha atas, skrotum, penis sampai di processus
xyploideus.
- Pasang duk kecil dibawah skrotumnya
- Persempit lapangan operasi dengan duk steril
- Insisi kulit midline 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan
- M. rektum abdominis di split (dipisahkan) pada linea alba (tengah-tengah)
- Sisihkan prevesikal fat kearah kranial sehingga buli-buli terlihat keseluruhannya dengan jelas.
- Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan bentuk robekannya :
- Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada tepi-tepinya.
- Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans peritoneal
- Pasang DK 16 F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan pastikan DK masuk di dalam
buli (balon kateter jangan dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter sistostomi Ch. 22 atau 24.
- Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :
+ Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa

+
-

Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu


Kembangkan balon kateter dengan PZ 10cc
Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor/tidak)
Cuci lapangan operasi dengan PZ sampai bersih
Pasang redon drain perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi dengan silk 1-0 di kulit
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu
Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu
Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu

PERAWATAN PASCA OPERASI


- Bila bising usus (+) dan tidak muntah, segera di MSS (minum sedikit-sedikit)
- Mobilisasi sedini mungkin (bila dengan anesthesi SAB, mobilisasi/duduk setelah 24 jam post operasi)
- Rawat DK dengan baik, perhatikan fixasinya dengan baik
- Usahakan di uresis yang cukup (minum : 2-3 liter/hari)
- Rawat luka dan vaccum drain tiap hari
- Catat produksi urin dan drain
- Lepas DK atau kateter sistostomi pada hari ke 7 dengan profilaksis antibiotika sesuai kultur urine
(ampisilin 2 gr, bila hasil kultur (-) )
- Lepas drain, setelah lepas DK dan produksinya < 20 cc dalam 2 hari berturut-turut.
Urofarmakologi

Klinefelters syndrome :
Fost common form of primery hypogonadism and infertility in males.
Cromosome : 47,XXY
Incidence Ca mamma 20 x lebih tinggi
Delay in the onset of adolescence
Hialinisasi dan fibrosis tubulus seminiferus >>>
FSH >> dan Testosteron <<
Terapi androgen replacement :
- Testosteron 50 100 mg / i.m./montly.
Turners syndrome (gonadal dysgenesis)
Cromosom : 45,X or XO.
Cardinal feature :
-variety of somatic anomalies,
-sexual infantilism,
-short staure.
Lymphedema of extremities and loose skin folds
Micrognathia, epicanthal folds, prominent low set ear
Fishlike mouth and ptosis.
Chest shieldlike, neck short, Hypertensi, renal abnormalities,cubitus valgusshort fourth metacarpal.
True Hermafrodism
Ambigius genetalia
Cromosome : 46,XX (60%) atau 46,XY (20%).
Ovotestis in the inguinal region or labioscrotal folds
Criptorchidism and hipospadia are often
Female Pseudohermaphroditism.
Normal ovaries with ambigius external genetalia.
Mascullinization
Congenital adrenal hperplasiaautosomal recessive
Male Pseudohermaphroditism.
Have testis, but external genetalia not completely masculinized.
Causa :
-Defect in testicular diferentiation
-Kegagalan sekresi testosteron
-Faillure of target tissue response to testosterone or dihidrotestosteron
-Kegagalan konversi testosterone menjadi dihidrotestosteron.
Pemeriksaan pada intersexuality :
1.
History : family history, pregnancy (hormon)

2.
Physical examination: KGB, labioscrotal folds, RT.
3.
Karyotype analysis.
4.
Initial studies : Plasma 17-hydroxyprogesteron, dihidroepiandrosterone, testosterone and
dihydrotestosterone.
5.
Serum elektrolite
6.
Sonogram or MRI of the kidney, ureter and pelvic content.
7.
Provisional diagnosis
8.
Vaginogram (selected cases)
9.
Endoscopy, laparotomy, gonadal biopsy.

HYPOSPADIA
Three periods of uneven inspiration mark the history of hypospadias repair; the 19th century, where the
principles of this surgery were remarkably good but the technical facilities were insufficient, the first twothirds of the 20th century, where many procedures were published, often advocating a multi-stage
reconstruction, the use of inadequate tissues (hairy skin) for urethroplasty, and accepting imperfect
results; and finally, the 1980s where modern principles have been standardized, ofering better and regular
cosmetic and functional results, and using some of the 19th-century ideas which were revived successfully.
Definition
Hypospadias may be defined classically as an association of three anatomical anomalies of the penis that
is :
1. an abnormal ventral opening of the urethral meatus which can be located anywhere on the ventral
aspect of the penis (the urethral meatus may appear narrow, but is only exceptionally stenotic);
2. an abnormal ventral curvature of the penis (chordee);
3. an abnormal distribution of the foreskin around the glans with the ventrally deficient hooded foreskin.
Looking carefully at these anomalies, hypospadias might be defined as an atresia of the ventral radius of
the penis. The skin shaft is often poorly represented on the ventral aspect of the penis and sometimes very
adherent to the underlying urethra; the ventral height of the glans is poor and the ventral side of the glans
itself is opened wide. The corpus spongiosum distal to the ectopic urethral meatus is atretic and is one of
the major factors of the penile chordee; the frenular artery is always missing, even when the foreskin is
intact, and in some rare cases the ventral aspect of the corpora cavernosum is also atretic. The aetiology
of the poor development of the ventral tissues of the penis is unclear; impaired hormonal production or
receptivity, genetic disorders or vascular anomalies have been suggested but never confirmed, although
the anomaly may have an increased incidence in members of the same family.
The concept of the urethral plate
The urethral plate is a strip of urethral mucosa extending from the ectopic meatus toward the glans. In the
male embryo, the urogenital plate is the horizontal segment of the urogenital sinus which appears at 11
weeks' gestation and lies under the genital tubercle. The urogenital plate is at the origin of the penile
urethra but not the distal urethra (glanular urethra) which has a diferent embryological origin and appears
later, at 4 months' gestation.
Since these recent studies, most paediatric urologists recognize that the urethral plate as such is rarely the
cause of chordee and is a reliable `mooring plate' on which to fix the urethra. This is shown clearly in
severe posterior hypospadias or even in ambiguous genitalia, where the phallus can be straightened and
developed by lifting the urethral plate of the ventral surface of the corpora cavernosum.
Principles of hypospadias surgery
According to the anatomical features described above, three main steps characterize hypospadias surgery;
1. the correction of the penile chordee;
2. the reconstruction of the missing urethra (urethroplasty);
3. the covering of the penis and fashioning of the slit-shaped urethral meatus (meatoplasty),
reconstruction of the ventral aspect of the glans (glanuloplasty), transfer of the dorsal mucosa and dorsal
skin to create a mucosal collar around the base of the glans covering the penile shaft.
The correction of the penile chordee depends on four possible factors;
1. the abnormal distribution of the skin around the penile shaft and the tethering of the skin onto the
underlying layers;
2. the tethering of the urethral plate onto the ventral surface of the corpora cavernosa;
3. the atretic corpus spongiosum which extends in a fan shape from the ectopic meatus to the glans cap;
4. in rare cases, an asymmetrical disposition of the corpora cavernosa (atresia of the ventral aspect) can
be responsible for some residual chordee. Therefore, the correction of the chordee, when it exists, requires;
1. the de-gloving of the penis;
2. the dissection of the urethral plate. It is remarkable to see the lengthening and the narrowing of the
urethral plate as soon as it is freed from the corpora, even in posterior hypospadias. The two lateral wings
of the glans should also be dissected extensively at this stage;
3. the excision of the atretic and fibrous corpus spongiosum distally to the ectopic meatus;

4. in rare cases (<5%), the penis remains bent ventrally and a dorsal plication of the tunica albuginea
should be performed, or a derotation of the corpora, which is a more complex procedure.
The most common sutures used for urethroplasty are the 6/0 and 7/0 polydixanone, polyglactin or catgut.
When the urethroplasty is completed, the meatoplasty and glanuloplasty are performed approximating the
two wings of the glans over the neourethra. A mucosal collar is brought ventrally around the corona using
the excess of dorsal preputial mucosa.
Urinary diversion varies with the type of reconstruction. The reconstruction of distal hypospadias may need
no urethral catheter. The authors place a transurethral catheter (feeding tube, size 6 or 8) for between 4
and 15 days, depending on the extent of the reconstruction. The authors no longer use suprapubic
diversion, which is favoured by some paediatric urologists.
A practical classification of hypospadias
1.
The glanular hypospadias. The meatus is distal to the corona and there is usually no chordee. The
most popular procedure used is meatoplasty advancement and glanuloplasty incorporated (MAGPI).
Alternatively, the distal urethral plate can be tubularized if the glans groove is deep enough. Others use a
flap of shaft skin
2.
Anterior hypospadias with no chordee. The meatus is at any position between corona and mid-shaft.
When the urethral plate is wide enough a Thiersch-Duplay urethroplasty may be used; a Mathieu
urethroplasty is an alternative.
3.
All other hypospadias with chordee. These require a three-step approach as described above;
a. untethering and preservation of the urethral plate;
b. Duplay or onlay urethroplasty;
c. meatoplasty, glanuloplasty and skin cover.
Hypospadias cripple.
These usually require a complete revision of the repair. The urethral plate, even when scarred, may be
preserved in many cases and an onlay buccal mucosal graft performed. When the tissues are too scarred,
a complete excision of the previously reconstructed urethra is required and a tubular urethroplasty using
buccal or bladder mucosa is then recommmended.
Current techniques used by paediatric urologists. Paediatric urologists tend to use single-stage procedures,
which are usually performed when the patient is 18-24 months of age.
Glanular hypospadias
MAGPI, described by Duckett in 1981, is not an advancement of the meatus but a reshaping of the glans,
which gives the illusion that the urethral meatus has been moved to the tip of the penis. The incision line is
drawn 5 mm proximal to the ectopic meatus and follows the cutaneomucosal junction of the prepuce. A
deep vertical incision into the glanular groove for a distance of about 1 cm opens the dorsal meatus
generously. Transverse closure of the diamond-shaped defect thus created flattens out the glanular groove
and allows a straight stream to emerge. The ventral lip of the urethra is fixed with a holding suture and
brought forward. This tilts the glans to a more normal conical position and allows the lateral wings of the
glans to rotate to the ventrum. A sleeve approximation of the penile skin is performed, excising all
redundant tissue and leaving a ircumcised appearance. The MAGPI is particularly indicated when the glans
is broad and flat.
The idea of using the mucosa of the distal groove to reconstruct minor hypospadias has been described by
several authors;
1. the glans approximation procedure (GAP), described by Zaontz, is possible when there is a wide glanular
groove.
2. Gilpin describe glanular reconstruction and preputioplasty (GRAP) using the same principle.
3. Barcat reconstructedthe distal urethra with one cutaneous flap and one glanular flap.
In many cases of glanular or coronal hypospadias, the technique of Mathieu (described in 1932) can be
used safely.
Anterior hypospadias with no chordee: Mathieu procedure
Two parallel incisions are made on either side of the urethral plate up to the tip of the glans and deep to
the corpora cavernosum. The incision line delineates a parameatal-based skin flap, which is folded over
and sutured to the edges of the urethral plate. The lateral wings of the glans are generously dissected from
the corpora cavernosa. The rest of the procedure follows the recommendations given above.
Hypospadias with chordee
Three techniques are illustrated;
1. `Yelsnar' procedure, which is based on Ransley's operation for epispadias repair demonstrates an onlay
urethroplasty, when a pedicled foreskin flap or a free buccal mucosal graft may be used. In both these
procedures the urethral plate is lifted of the corpora cavernosa.
2. Transverse island-flap technique which ignores the urethral plate, which is excised, and uses a
tubularized pedicled flap of foreskin placed between the ectopic meatus and the glans. The risks of
stricture in this technique are higher because of the circular anastomosis.
3. Any persisting chordee following these procedures is corrected using a modified Nesbit operation.

MAGPI
Mathieu
Onlay urethroplasty
The transverse preputial island flap technique
The Yelsnar procedure
Complications
These modern techniques should give :

normal-looking penis with a slit-shaped apical meatus,

good ventral reconstruction of the glans,

normal erections and micturition.


Complications are quite common and should not be treated for at least 6 months after the initial
procedure, to let the tissues heal properly.
Fistulae. The fistula rate varies with the technique used; the Mathieu procedure has a fistula rate of 4%
whereas the onlay and Yelsnar procedures have a fistula rate of 15% in our hands, rising to 20% in
hypospadias cripples. This complication is more common with free-graft urethroplasties than with
vascularized grafts.
More than half of these fistulae will close spontaneously and a minimum of 6 months is required before
choosing surgical closure.
Urethral stenosis. This is rare with the modern procedures which avoid circular anastomoses (e.g. 1% in
the Mathieu procedure). Proximal stenoses are severe complications requiring recurrent dilatations which
are accepted poorly by the child and are often insufficient to solve the problem. A distal stricture and
proximal fistula are often associated, and the urethral calibre should always be checked before closing a
fistula. Severe strictures often require a complete reconstruction of the urethra.
Mucosal ectropion. This is due to the prolapse of a bladder mucosal graft and the subsequent development
of pseudo-polyps, requiring a resection. Recurrence and secondary meatal stenoses are common.
Balanitis xerotica obliterans. This is a rare complication related to a chronic inflammation and fibrosis of
the meatus and glans. Meatoplasty may be required. A short course of topical steroids may also be of
value.
Urethrocele.Two types of urethrocele may be distinguished. The first appears at the level of the
reconstructed urethra when its calibre or its constitution are inadequate or when a meatal tenosis also
exists. This type of urethrocele may be encountered with a bladder mucosal urethroplasty which becomes
progressively distended by urine flow. Second, the urethrocele may appear proximal to the reconstructed
urethra because the corpus spongiosum is missing at this level and allows the urethral wall to bulge out
when urine is passed. Excision of the redundant urethral tissues and treatment of the distal stenosis are
required.
Hairy urethra.
This should no longer be seen with modern techniques; it is caused by the use of scrotal skin and requires
a new urethroplasty. Urethral stones may develop in the hairy segment of the urethra.
Meatal regression or glanular dehiscence. This should be avoided by adequate lateral mobilization of glans
wings and careful midline approximation of the glans. This complication is commonly encountered with the
MAGPI procedure. Meatal regression requires a salvage Mathieu repair.
Persistent chordee. This is due to the inexperience of the surgeon. A good repair with a per-operative
erection test is the only way to avoid this unacceptable complication. If the persistent chordee is minor,
dorsal plication of the tunica albuginalis is a possible option, although ventral dissection is often needed.
Hypospadias cripples. These disasters are secondary to multiple surgical interventions and lead to
persistent chordee, fibrous patches, scarred tissues, irregular skin and multiple fistulae partly covered by
skin bridges. An incorrect diagnosis, ignorance of the principles of this fine surgery and a poor follow-up
are usually found. Neglected chordee, missed intersex, traumatizing dissection, badly vascularized tissues,
sutures under tension, inappropriate urine drainage and infection are the main causes of such
complications.
Bad cosmetic results. Results such as redundant ventral skin, an asymmetrical foreskin or a retracted
meatus are accepted badly by patients and require further surgical procedures.
The sexual life. Sexual function of these patients should be normal, although it is often slightly delayed.
Erection should
Trias
1.
2.
3.

Hipospadia :
Letak OUE lebih proximal
Ada chordae penis bengkok.
Preputium bagian ventral minimal/ tidak ada, bagian dorsal berlebihan.

Operasi hipospadia :
Usia 1 tahun chordektomi.
Usia 1,5 tahun rekonstruksi uretrae
Kalau terjadi fistel + 6 bulan lagi. fistulektomi.
Tanda sex primer :
- adanya gonad.

- cromosom sex.
Tanda sex scunder :
- alat kelamin luar.
IMPOTENSIA
Ketidak mampuan untuk : ereksi dan / atau memper-tahankan ereksi sampai cukup untuk melakukan
penetrasi vagina.
Etiologi :
1. PSIKOGEN :
- cemas
- stress
- problema perkawinan
- depresi / neurose / psikose
2. ORGANIK
- kel. endokrin : DM
- trauma
- operasi daerah pelvis
- penyakit vaskuler
- CRF
- obat-obatan, dll
TUJUAN EVALUASI:
1. Membuktikan benar tidaknya keluhan
2. Membedakan impotensi organik/
psikogenik.
3. Menentukan diagnosa etiologi dan
faktor penyebab.
4. Menentukan cara terapi
5. Evaluasi hasil terapi pasien dan pasangannya.
Pemeriksaan :
1. ANAMNESA :
- Lengkap, detail dan teliti
- Aspek seksual, medis, bedah psikis
dan kebiasaan.
2. FISIK DIAGNOSTIK :
Sistematis dan menyeluruh
3. LABORATORIUM :
- DL, UL, RFT, Kadar gula darah, Hormonal.
4. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. NPT test
b. Test tekanan darah penis dan penobrachial indeks (PBI)
c. Test farmakologi
d. Kavernosometri & kavernosografi
e. Arteriografi
f. Test konduksi saraf dan cetusan potensial
A. NPT TEST (Nocturnal Penile Tumescene)
- Laki-laki normal tidur malam, 3 - 5 kali ereksi
spontan bersama gerakan cepat bola mata (REM)
- Asumsi :
1. Mekanisme NPT dan ereksi karena rangsangan erotik adalah sama.
2. Impotensi psikogen tetap terjadi NPT
- Keakuratan NPT 805
- Cara : 1. Stamp test
2. Mercury Strain Gauge
3. Snap Gauge
4. Regiscan
B. TEST TEKANAN DARAH PENIS & PBI
- Membandingkan tekanan sistolik arteri dorsalis
penis dengan tekanan sistolik a. brachialis.
- Bila : > 0,90
: Normal
0,75 - 0,90 : Mungkin normal
0,60 - 0,75 : Gray zone
< 0,60
: Abnormal
Abnormal : Impoten karena vaskulogen
C. TEST FARMAKOLOGI
1. Test Papaverine : Positif bila dalam 10 menit ereksi normal rigid angulasi > 90, bertahan lebih dari
berarti impoten vaskulogen (-)
2. Kombinasi papaverin dan Phentolamin

3. Prostaglandin E1 (PGE1)
D. CAVERNOSOMETRI & CAVERNOSOGRAFI
Bila curiga impotensi venogen yaitu gangguan oklusi atau kebocoran vena yang ditandai dengan :
1. Tekanan intra corporal tidak pernah melebihi
tekanan sistolik (> 100 mm Hg).
2. Tekanan intra corporal menurun cepat (< 10 detik).
3. Cavernosografi terdapat kontras dalam v. dorsalis, v. cruralis, v. saphena.
E. ARTERIOGRAFI
Dikerjakan bila PBI abnormal serta rencana rekonstruksi vaskuler.
F. TEST KONDUKSI SARAF & CETUSAN POTENSIAL
Dikerjakan bila curiga penyebabnya : Neurogen
TERAPI IMPOTENSI:
1. PSIKO/SEKS TERAPI
Bila penyebabnya psikogen
2. MEDIKAMENTOSA
a. Substitusi androgen
b. Yohimbine hidrochloride
c. Farmakologi intra kavernosa :
- Papaverine HCL
- Papaverine Phentolamin
- PGE1
Insiden priapismus (ereksi > 6-8 jam) :
- Papaverine 9,5%
- Papaverine phentolamin 5,3%
- PGE1 2,4%
Penanganan :
- Aspirasi darah 90 - 150 cc
- Injeksi intra kavernosa a adrenergik
- Shunting dengan winter
3. PEMBEDAHAN
a. Vaskuler
b. Pemasangan penis protesa
PROTOKOL IMPOTENSIA
Kunjungan I :

Anamnese

DP : vital sign, GE, Pulsasi a. femoralis, poplitea, daan dorsalis peddis

LAB : RFT, BSN/2J PP, Testosteron, Prolaktin.


Kunjungan II :
DP : tensi
Injeksi intra cavernosa
Papaverin 20 mg, atau
Androskat 1/3 amp (pap 10 mg+fentolamin 0,3 mg), or
PGE1 10 ug.
Terapi kelainan Lab.
Kunjungan III : Bila ke II < 80 %
Injeksi pap. 40 mg, or
Androskat 2/3 amp (pap 20+fentol 0,6), or
PGE1 20 ug
Kunjungan ke IV : Bila ke III < 80 % :
Pap 80 mg
Androskat 1 amp (pap 30 + fentol 1mg)
PGE1 40 mg
Bila ke IV < 80 %
Injeksi androskat 1 amp + PGE1 20 mg (Trimix)
Bila trimix < 80 % cari alternatif lain.

INFERTILITAS
PASANGAN INFERTIL :

Tidak punya anak setelah satu tahun perkawinan

Tanpa kontrasepsi

Koitus dengan frekwensi normal


Etiologi :
PRE TESTIKULAR : - Endokrinopati
- Sexual dysfunction
TESTICULAR : - Kriptorkismus

- Orkhitis
- Obat-obatan
- Infeksi
- Varikokele, dll
POST TESTIKULAR :
1.
Gangguan ejakulasi :
- Volume turun s/d (-)
- Retrograd
- Volume meningkat
2.
Obstruksi :
- Vasektomi
- Trauma
- Infeksi, dll
ANAMNESA :
- Lama perkawinan / frekwensi koitus / potensi / libido
- Penyakit-penyakit sebelumnya
- Penggunaan obat-obatan / radiasi / daerah testis
Fisik :
- Tanda-tanda seks sekunder/ginekomasti
- Penis : hypospadia / Chorrdae, dll
- Testis : N = 2,5 x 4,5 cm
- Lebih baik Orchidometer
- Epididimis / vas deferens
- Varicocele
Analisis semen
- Tiga hari abstinensi
- Pemeriksaan min. 2x (interval 2 mg - 3 bln)
- Volume : 1,5 - 5,3
- Densitas
- Motilitas
- Morfologi
Pemeriksaan lain :
- Test penetrasi in-vitro
- Test penetrasi in-vivo
- Test fertilasi in-vitro (dengan telur harmster)
- Test immunologik
- Pemeriksaan hormonal :
- FSH, LH, Testoteron, Prolaktin, Thiroid
- Biopsi Testis
- Vasografi
Terapi :
1. MEDIKAMENTOSA
- Manipulasi hormon gonadotropin, FSH, LH
- Macam : Clomiphen
HCG
Bromocriptin
Testosteron
Simphatominetik
Kortikosteroid
2. PEMBEDAHAN
Vasoligasi vena spermatika interna
Vaso-vasostomi & Vaso epidimostomi
3. INSEMINASI ARTIFISIAL
- Menggunakan sperma suami
- Menggunakan sperma donor
4. VERTILISASI IN-VITRO
Bayi tabung
Prinsip : induksi ovulasi -- pengambilan ovum -- persiapan sperma -- inkubasi ovum dan sperma dalam
media -- transfer embrio ke dalam uterus.
5. KONSELING
- Penjelasan yang hati-hati dan sabar
- Alternatif adopsi
ART ( Assisted Reproduuctive Technology)
Ada beberapa macam :
1.
IVF : In Vitro Fertilization
2.
GIFT : Gamete Intra Fallopian Transfer

3.
4.

ZIFT Zygote Intra Fallopian Transfer


ICSI : Intra Cytoplasmic Sperm Injection

Prinsip ART :
1.
Sperma dibuat mudah masuk ruang perivitelin
2.
Meng-injeksi sperma kedalam ruang perivitelin / ooplasma
Teknik ART :
1.
PZO (Partial Zona Dissection). Membuat celah pada zona pellucida.
Cara : Oosit Enzim Hialurudinase (menghilangkan humulus. diletakkan dalam kulturmsukrosa
hipertonik ooplasma mengkerut dan ruang perivitelin membesar robek dengan jarum. Masih perlu
sperma 500 ribu 1 juta. Fertilitas 79 %.
2.
SUZI ( SubZonal Insertion).
Perlu 50 ribu sperma
Caranya seperti PZO, tapi tidak dirobek. Langsung ditusuk jarum dan injeksi sperma 1 50 sperma.
3.
ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).
Cara : 1 spermatozoa 1 sel telur
Cara
1.
2.
3.

pengambilan Sperma :
MESA : Microscopic Epididymal Sperm Aspiration
PESA : Percutaneus Epididymal Sperm Aspiration
TESA : Testicular Sperm Extraction

Indikasi MESA/ PESA/ TESA/ ICSI :


1.
CAVD : Congenital Absence of the Vas Deference
2.
Obstruksi
3.
Pasca GO, TBC
4.
Gagal rekanalisasi
5.
Post sisto-prostatektomi radikal
6.
Disfungsi ejakulasi
7.
Oligoo Asteno Terato Zoospermia Berat

COMPARISONS OF TESTICULAR DIMENSIONS (LENGTH x WIDTH) AND VOLUME FOR PREPUBERTAL AND
PUBERTAL BOYS ANF NORMAL ADULT MEN

HORMONAL STATUS AS A FUNCTION OF CLINICAL DIAGNOSIS

CLASSIFICATION OF MALE INFERTILITY STATUS BY CRITERIA OF SEMEN ANALYSIS


I.
1.
2.
3.
4.
5.
II.
1.
a.
b.
2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.
4.
5.
III.

Absent Ejaculation
Drugs
Surgery
Vascular occlusion
Diabetes mellitus
Psychologic disturbances
Azoospermia
Seminiferous tubular sclerosis
Klinefelter's syndorma
Chromatin-negative Klinefelter's syndorma
Germinal aplasia
Idiopathic
Drug/radiation exposure
Klinefelter's syndorma with mosaicism
XYY syndroma
Maturation arrest
Idiopathic
XYY syndroma
Varicocele
Ductal obstruction
Endocrinopathy
Oligospermia

1.
Idiopathic
2.
Cryptorchidism
3.
Varicocele
4.
Systemic Infection
5.
Endocrinopathy
IV. Normal but Infertile
1.
Gynecologic abnormality
2.
Abnormal coital habits
3.
Acrosomal defects
4.
Immunologic
5.
Unexplained
V. Asthenospermia
1.
Spermatozoal structural
2.
Prolonged abstinence
3.
Idiopathic
4.
Genital tract. Infection
5.
Antisperm antibodies

Anda mungkin juga menyukai