u/ meningkatkan tensi
stimulasi beta-1 HR , CO
3. Dosis tinggi : 8 20 micro-grm/ kg BB/mnt
stimulasi alfa-1
retensi perifer
GFR
Cara membuat sediaan :
1 ampul dopamin = 200 mg
200 mg dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%
:4
:3
:2
:1
:0
:3
14 - 15
:5
11 - 13
:4
8 - 10
:3
5-7
:2
3-4
:1
<3
:0
Score : 1 - 16
Bila trauma score 9 harapan hidup 9/16 x 100 %
Koreksi elektrolit :
Kalium Normal : 3,5 - 5 meq/L
Kebutuhan : 1 - 2 mg/ kg/ hari
Hati -hati pada orang tua.
K+=
Defisit K+ x BB
------------------------ x cc
10
Cara masuk masukkan koreksi (KCl 15 %) dlm drip D5
dengan monitor EKG.
Indikasi koreksi kalium bila K < 2,5
Defisit x BB
BE = ----------------------3
Cara masuk :
- bolus meylon
- lagi drip
1 grm NaCl = 17,1 meq (kebutuhan harian 2 - 4 meq/kg/hr)
1 grm KCl = 13,4 meq (kebutuhan 1 - 2 meq/kg/ hr)
1 grm Na. Bic. = 5,9 meq
1 cc Meylon = 1 meq
KCl
7,5 % 1 cc = 1 meq/L
KCl
15 % 1 cc = 2 meq/ L
NaCl 15 % 1 cc = 2,5 meq/L
Analisa Gas Darah :
* Acidemia (pH turun) : [H+] > 45 atau pH < 7,35
* Alkalemia : [H+] < 35 atau pH > 7,45
* Metabolik alkalosis [HCO3-] > 35
* Metabolik asidosis [HCO3-] < 23
* Respiratori asidosis [PCO2] > 45
* Respiratori alkalosis [PCO2] < 35
Step :
1. Evaluasi pH :
- Low asidosis primery lesion
- High alkalosis primery lesion
- Normal normal/ mixed
2. Evaluasi [HCO3-] :
- High metabolik alkalosis
- Low metabolik asidosis
3. Evaluasi pCO2 :
- High (hipercapnia) respiratori asidosis
- Low (hippocapnia) respiratori alkalosis
4. Combine information :
- pH : Low asidemia
- [HCO3-] : Low metabolik acidemia
- pCO2 : Low respiratori alkalosis
overall penderita acidemia dgn lesi primer metabolik asidosis dengan proses kompensasi respiratori
alkalosis.
5. Evaluasi proses kompensasi :
Compensasi respiratori asidosis :
a.
Acut : HCO3- < 32
b.
Cronik (2-4 hari) : HCO3- < 45
Rumus [HCO3-] = 0,43 x pCO2 + 7,6.
Alkalosis : H+ keluar sel, K masuk sel K serum
Asidosis : H+ masuk sel, K keluar sel K serum
Metabolik alkalosis :
-Retensi HCO3-Loss H+ >>
Causa :
Loss H+ GIT
: muntah >>
Renal Loss H+
: -Minerallocortikoid excess
- Hipoparathiroid
Retensi Bicarbonat :
- Pemberian NaHCO3 >>
- Tranfusi masif
Gangguan Asam Basa mempengaruhi distribusi K+
Metabolik Asidosis
- Prod. H+ >>
- Ekskresi H+ <<
HCO3 -
Ada 2 macam :
1.
Anion gap meningkat
2.
Anion gap normal.
Anion Gap : Perbedaan antara Na serum dan jumlah Cl + bicarbonat.
Bila Anion gap (>14 mEq/lt) berarti terjadi penambahan asam : RF, Ketoasidosis, laktic acidosis
Bila anion gap normal (12 mEq/lt) berarti kehilangan bicarbonate dengan retensi cloride : RTA, Urinari
diversion, pangkreatic fistel, diarhea.
Causa :
Inflamasi
Proliferasi
Remodeling
Peritonitis :
Klinis : - nyeri abdomen
- mual, muntah
- febris
- perut : distensi, kaku dan nyeri tekan
- bising usus mula-2 meningkat kmd turun
- hipotensi shock
Lab. :
- leukositosis (DL)
- elektrolit bervariasi
- metabolik acidosis
Foto :
BOF
UROLOGI
Frekuensi Miksi :
Normal : 4 8 kali/ hari
Meningkat > 8 kali/hari Kel. TU, Kel. Metabolisme, psikologik/ansietas.
Straining :
Usaha untuk meningkatkan pancaran miksi dengan sengaja melakukan kontraksi otot abdomen dan
pelvis
Ciri obstruksi bladder outlet
Enueresis : nogmpol > 3 x/ mgg pada anak yang harusnya sudah tidak ngompol
Stranguria : disuria berat + hematuria
IVP :
Kontraas : urografin 76 % = 0,5 mg/ kg BB or 60-100 cc
1 ampul = 20 cc
SC < 1,6 : - BB < 50 kg dosis 1 ampul
- BB > 50 kg dosis 2 ampul
SC 1,6 2,5 :
BB < 50 kg dosis 2 ampul
BB > 50 kg dosis 4 ampul
SC 2,5 3,5 :
- Infusion 5 ampul + 100 cc D5 (=200 cc)
- grojok sampai sisa 25 cc
Bila alergi ringan/ sedang : difenhidramin 50 mg/ iv
Bila alergi berat :
Resusitasi C/P
Epinefrin 1/1000 0,3 cc / sc or 1/10.000 3 cc/ iv
Difenhidramin 50 mg/ iv
Bila bradicardi atropin 0,5 cc/ iv
Profilaksis reaksi alergi kontras :
Difenhidramin 50 cc 1jam sebelum injeksi
Prednison oral :
4 x 50 mg -- 1 hari sebelumnya
1 jam sebelum injeksi
4 jam setelah selesai
Indikasi IVP :
- Curiga kelainan kongenital TU
- ISK berulang or resisten
- Colik yg diduga dari TU
- Hematuria
- Curiga tumor TU
- Curiga urolitiasis, kecuali BBB endemis
- Hipertensi renovaskular
- Trauma TU
- Buli-buli neuropati
- BPH tanpa retensi
- PNA, GNA, hematuria + silinder eritrosit
- Tumor testis
Indikasi RPG :
- IVP tidak informatif terdapat obstruksi tapi causa tidak jelas
- IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain tidak dapat membantu diagnosis
- Curiga fistel upper tract
Kontras yg dipakai 30 % = 5 10 cc
Komplikasi RPG :
Sepsitikemia
False route
Reaksi kontras
Obstruksi sementara o/k edema ureter
Kaliko renal refluks
Sistografi :
Masukkan kontras langsung kedalam buli-buli mll :
Kateter transuretra
Perkutan,SPP kedalam buli
Kontras 30 % sebanyak sesuai kapasitas buli
Indikasi sistografi :
Vistel fesikovaginal
Fistel vesikointestinal
Fistel vesikourakal
Striktur uretra totallis untuk ketahui batas proximal dan panjang penyempitan vol kontras harus cukup
agar bledder outlet membuka dan terisi kontras atao hingga pasien ingin kencing
Curiga refluks vesiko uretra refluks studi
Uretrografi :
Kontras 10 20 cc kedalam uretra
Indikasi :
Curiga striktur uretra
Curiga ruptur uretra
Curiga duplikasi/ divertikel uretra
Bila curiga klep uretra kontras masuk antegrade
Lopografi :
Pemeriksaan radiologis dengan kontras pada pasien yg telah dikerjakan diversi urin dengan conduit dari
usus, kontras dimasukkan mll stome dari cunduit tersebut
Vasografi : Pemeriksaan Vas deferens dengan kontras:
- retrorade mll ductus ejakulatorius dgn bantuan panendoskopi, kontras juga masuk vesikula seminalis
vasoseminal vesikolagrafi
- langsung mll vas deferens yg telah dikeluarkan lewat skrotum.
- Bila curiga obstruksi vas deferens pada infertilitas pria.
Phlebografi v. spermatika interna sin. :
- Kontras masuk kedalam v. spermatika interna melalui incisi kecil di inguinal cath v. femoralis v.
iliaka v. cava inferior cab. V. renalis sin masuk kontras.
- Indikasi : Varikokel subklinis
Varikokele yg tdk hilang/ kambuh pasaca operasi
Bila (+) varikokele injeksi bahan oklusan hati-hati dapat terjadi emboli v. renalis
Kavernosografi :
Ro. Penis dgn injeksi kontras kedalam korpus cavernosum
Indikasi :
Fraktur penis, ruptur tunika albuginea
Impotensia erektile, curiga v. oklusi (inkompeten)
Arteriografi A. renalis : indikasi :
Curiga tumor renalis hipervaskularisasi
Calon donor ginjal
Horse shoe Kidney pro separasi
Limfangiografi :untuk mengatahui saluran kel limfe :
Kel. Limfe inguinal, pelvinal & retroperitoneal (tu. Testis)
Kontras masuk mll sal limfe dorsum penis.
BCR : kontraksi spinter anal dan otot bulbocavernosus
S2-4
Reflex cremaster L1-2
Reflex anal S2-5
Acut treatment of Hyperkalemia :
1.
Cal. Glukonate 10 %, 10 cc/ i.v. 10 mnt.
2.
3.
4.
Konsul kandungan
Anamnesis : riwayat kolik, disuri, keluar batu, operasi UT. Fl. Pain, menggigil/demam, anuria, fl. mass
Lab. : - UL : leukosituria, hematuria.
- DL : Leukositosis, LED meningkat, shift to the left.
USG : sistim kalik melebar, ada batu.
BOF : batu, perselubungan daerah ginjal.
Terapi :
1. Antibiotik : - Ampi 4 x 1 gr + Gentamicin 2 x 80 mg atau
- sefalosporin generasi ke-3
2. Operatif : prinsip cepat masuk , cepat keluar.
* Nefrostomi, ada dua cara :
a. Terbuka (klasik), tindakan sementara, perlu tindakan definitif. Tujuannya mengeluarkan urin yang
tersumbat. Bila kortek masih tebal ginjal dibebaskan sampai terkihat pelvis dan Folley kateter no 20
dimasukkan kedalam pyelum melalui pelvis renalis. Bila kortek sudah tipis Folley kateter lanngsung
dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
b. Peerkutan, dengan bantuan flouroskopi. Syarat : ginjal teraba dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.
3. Bila keadaan sudah stabil lakukan Pielografi antegrad.
DIURESIS :
Klasifikasi :
1.
Fisiologis : akibat retensi urea, Na. & air.
Non electrolite Solute diuresis :
C/ osmotically aktif agent. (urea)
2.
Patologis : c/ kegagalan kemampuan mengkonsentrasi urin atau reabsorbsi Na.
3.
Iatrogenik : c/ high volume glukose-containing fluid replacement.
Post obstruktif Diuresis :
C/ combinasi dari :
Fisiologik diuresis urea osmotik diuresis
Patologik diuresis
Iatrogenik diuresis glukose osmotik diuresis
Biasanya 2 hari atau kurang ( BUN dan SC turun menjadi normal)
Biasanya disertai dengan :
Obstruksi kronis
Edema
Congestif HF
Hipertensi
Kenaikan BB
Azotemia
Uremia encephalopathi
Klinis :
SC > 4,0, CHD, edema perifer
Hight risk terhadap post obstruksi diuresis
Mekanisme yg menyebabkan ketidak mampuan mengkonsebtrasi urine :
Reabsorbsi NaCl o/ thick ascending loop
Reabsorbsi Urea o/ kolekting loop
Ketidakmampuan mempertahankan solute gradient akibat medullary blood flow (solute washout)
Kegagalan medullary gradient akibat aliran & konsentrasi solute di nefron distal.
Diuresis post obstruksi yang paling sering adalah Pathologik sodium loss Sodium washting nephropathy
Definisi poliuri :
Urine out put > 3 lt/hari pd keadaan minum biasa.
Untuk membedakan poliuria k/ solute diuresis atau wawter diuresis periksa osmolaritas urine.
Bila < 150 mosmol water ingestion/ d.insipidus
Bila iso/ hiperosmolar : periksa Na, K.
(Na + K) x 2 << osmol urine osmotik diuresis
(Na + K) x 2 = osmol urine salt & water diuresis
Diuresis post Obstruksi dapat menyebabkan terjadinya :
Dehidrasi
Kehilangan Natrium.
Edema cerebri
Kejang
Evaluasi CVP, Balance cairan, Cek K & Na
Varicocele
: Melebar + berkelok-2 plexus pampiniformis, derajatnya :
- Grade I : teraba / tampak setelah valsava < 1 cm
- Grade II : teraba / tampak saat berdiri 1 - 2 cm
- Grade III : teraba / tampak saat baring > 2 cm
Varikokel lebih sering kiri karena :
- V. spermatika kiri bermuara pada v. renalis kiri
- V. spermatika kiri > panjang dari kanan
- V. renalis kiri terjepit oleh aorta dan a. mesenterika superior
- Katup v. spermatika kiri lebih jelek
Indikasi operasi varikokel :
- Varikokel dengan keluhan.
- Varikokel dengan komplikasi
- Analisa sperma penurunan kwalitas dan kwantitas sperma.
Opersi Varikokel : Vasoligasi tinggi v. spermatika interna.
1.
Metode Palomo : Incisi inguinal transversal.
2.
Prosedur laparoskopik.
Sebab Varikokel :
1.
Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/ atrofi otot
cremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pl. pampiniformis.
2.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjalke vena kava inferior.
3.
Turbulensi dari v. supra renalis s keda;am juxta v. renalis internus s berlawanan dengan kedalam v.
spermatika int.s.
4.
Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5.
Tekanan v. spermatika int. meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6.
Skunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
Penyebab ggn spermatogenesis pada varikokel :
Aliran retrograd dari v. renalis dan v. adrenalis s. yang mengandung bahan metabolik toksik (steroid)
inhibitor spermatogenesis (1965)
Kadar testosteron dalam darah menurun jumlah sel -sel leidig turun. (1978).
Penanganan:
1. Konservativ/ noninvasive
Pentoxifilin (dgn/ tanpa androgen dosis rendah) minimal 6 bulan.
Analisa sperma tiap bulan
Follow up fisik testis
2. Invasif nonsirurgis :
Sklerosis v. spertaika interna sin.
Follow up analisis sperma minimal 6 bulan
3. Sirurgis
Vasoligasi tinggi v. spermatika int.
Follw up analisi sperma minimal 6 bulan
Gagal pasca bedah varikokel (minimal 1 tahun) :
Captopril minimal 3 bulan
Infertility pada varikokel:
Peningkatan suhu scrotal
Penurunan aliran darah
Peningkatan kadar steroid adrenal dan katekolamin
Peningkatan kadar prostaglandin sebagai metabolit ginjal
Spermatocele :
Painless cystic mass yg mengandung sperma
Letaknya posterosuperior testis
Umumnya ukurannya kurang dari 1 cm diameternya
Berupa massa kistik yg mobil dan trnsluminansi +
Aspirasi berupa cairan halus berwarna putih dan keruh, sedangkan cairan hidrokel kuning jernih
Tidak perlu terapi kecuali yg sangat besar dan mengangu penderita.
Analisis Sperma :
1.
Oligospermia : volume ejakkulat < 1 cc
2.
Hiperspermia :Vol ejakulat > 4 cc
3.
Aspermia : vol ejakulat 0 cc
4.
Normozoospermia : Jml hitungan sperma > 20 jt/cc
5.
Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
Oligozoospermia : spermatozoa 5 20 jt/cc
6.
Oligozoospermia ekstrim :spermatozoa < 5 jt/cc
7.
Kriptozoospermia : Hanya ditemukan bbrp spermatozoa saja.
8.
Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %.
9.
Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %
Alur Penanganan Subfertilitas pria :
1. Normozoospermia & normospermia :
Pikirkan faktor immunologis : Bila (+) terapi etiologi follow up analisa sperma belum berhasil
preparasi sperma rujuk IUI/ IVF
Kemungkinan disfungsi seksual
Coital stress
2. Normozoospermia & hipospermia :
Incomplit ejakulasi
Disfungsi kelainan sek skunder
3. Oligoastenoteratozoospermia :
Faktor infeksi atau inflamasi
Faktor endokrinologi
Faktor kongenitak/heriditer
Obstruksi intra/ post testikuler
Underlying disease
Retensio Urin :
* Keadaan dimana px tidak dapat mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli shg melampaui
kapasitas maksimal buli-buli.
Causa :
1. Kelemahan detrusor : kateterisasi evaluasi
- cidera sumsum tulang belakang
Tipe I : uretra teregang (stretched) akibat ruptur ligamentum puboprostatikum dan hematom periuretra.
Uretra masih intack.
Tipe II: uretrra pars membranacea ruptur diatas diafragma urogenital yg masih intack. Ekstravasasi
kontras ke ekstraperitoneal pelvic space.
Tipe III : Uretra pars membranacea ruptur . Diafragma urogenital ruptur. Trauma uretra bulbosa proksimal.
Ekstravassasi kontras ke peritoneum.
Trauma Uretra :
a. Traume uretra Posterior :
- KLL 90 % fr. Pelvis
- Manipulasi kateterisasi, endoskopi
b. Trauma uretra Anterior :
- Manipulasi Kateter, endoskopi
- Straddle injury,
- KLL
- Intercourse/ bite
- Self manipultion
Diagnosis :
1.
Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome
2.
PD/ :
Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
3.
Lab. : UL ery +
4.
Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto
Terapi :
a.
Initial : segera sistostomi transpubik bila ada fr. Pelvis tidak boleh trokar
b.
Rekonstruksi : - uretrotomia interna/ sachse
- Anastomosis uretra
- PER
Striktur Uretra :
Etiologi :
1.
Congenital : Cobbs collar contriksi diafragma pada pars bulbar
2.
Trauma :
-Fall astride uretra bulbar
-Fraktur pelvis uretra posterior
-Iatrogenik Instrumen endoskopi
3.
Post TURP :
Biasanya submeatal akibat iskemia
4.
Infeksi / inflamasi :
Cateterisasi : (iritasi)
-Material (latex)
-Lubricant
-Lamanya
-Calibrasi
-Adanya infeksi
Balanitis Xerotika obliteran
Pelvic radioterapi :
-endarteritis obliterance iskemia striktur
5.
Malignancy :
Ca prostat
Ca penis
Ca uretra
Jarang
Diagnosis :
Anamnesa : riwayat trauma, intrumentasi, GO
Klinis : -MUE
-foreskin retrakten
- spongiofibrosis.
LAB : urine kultur
Urinary flaow rate : tergsngu bila kaliber uretra < 10 F
Uretrografi : -Site, length & calibre stricture
-Adanya concurrent stricture
Uroflowmeter.
Tekanan transducer.
Sistometer.
EMG ( Elektromyografi ).
Unit peralatan rekaman.
Pengukuran yang dibuat selama pengisian dan pengosongan sistometri terdiri dari beberapa parameter
yaitu :
MFR 10 - 15 ml / detik
: moderat.
Urosepsis
Sindroma sepsis : Gambaran dari sepsis berupa perubahan-perubahan dari perfusi berbagai organ,
seperti takikardia, perubahan temperatur serta perfusi organ yang tidak adekuat. Sepsis dapat berlanjut
menjadi syok septik.
Syok septik : Adalah sindroma sepsis yang disertai hipotensi ( tekanan, sistole < 90 mm Hg atau
penurunan tekanan sistole yang melebihi 40 mm Hg dari tekanan sistole awal / basis ) walaupun sudah
diberi terapi antibiotika yang tepat serta dukungan untuk memperbaiki sirkulasi.
Suatu keadaan di mana sirkulasi perifer mengalami kegagalan sehingga perfusi jaringan tidak mencukupi
kebutuhan.
Pada sepsis tidak selalu ditemukan adanya kuman di dalam kultur darah.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan data fisik dan laboratorium :
Endotoksin berasal dari dinding sel kuman gram negatif (semua jenis kuman gram negatif ) dan
menimbulkan efek lethal, metabolik, pirogenik maupun imunologik.
Kuman-kuman gram positif, bila masuk ke dalam aliran darah, akan menyebar ke berbagai organ berupa
keradangan supuratif. Hal ini disebabkan karena kumam gram positif cenderung melekat pada sel-sel
endotel dan matriks dari katup jantung, tulang, sendi dan organ rongga perut ( visera ).
Mekanisme daya tahan tubuh untuk melawan endotoksin belum sepenuhnya dipahami.
PATOFISIOLOGI SYOK SEPTIK :
Dinding bakteri Gram negatif terdiri dari protein, lipid dan lipopolisakharida (LPS). LPS yang identik dengan
endotoksin dihasilkan terutama oleh bakteri yang mati, tapi dapat juga dihasilkan oleh bakteri yang masih
hidup.
LPS yang masuk ke dalam aliran darah atau ke dalam jaringan, memiliki kemampuan sebagai antigen yang
terdiri dari 3 komponen :
Lipid A terdapat pada kuman aerob maupun anaerob, terdiri dari disakharida dan asam lemak,
sangat imuno reaktif, karenanya segala upaya untuk mengembangkan imuno terapi difokuskan pada
pembentukan antibody terhadap lipid A.
Gambaran klinik sepsis ditimbulkan oleh komponen Lipid A dari LPS, yakni dilepasnya mediator biologik
(cytokines).
Endotoksin merangsang terjadinya migrasi sel neutrophil dan sel-sel radang lainnya ke dalam jaringan
untuk melakukan fagositosis atau lisis bakteri.
Namun, sel neutrophil dapat menghasilkan pula bahan toksik (radikal oksigen yang toksik atau protase )
yang justru akan merusak jaringan.
Endotoksin dapat pula mengaktivasi factor Hageman yang berlanjut dengan mekanisme pembekuan darah
karena terbentuknya fibrin dari fibrinogen dengan akibat terjadinya trombosis diikuti konsumsi trombosit
dan factor-faktor II, V dan VIII, keadaan ini mengakibatkan gambaran klinik yang sangat serius, yakni DIC
( disseminated intravascular coagulation ).
Endotoksin juga merangsang produksi TNF ( tumor necrosis factor ) dari makrophag dan monosit.
TNF dan IL-1 merangsang sel-sel inflamasi untuk mensekresi mediator sekunder, seperti prostaglandin,
leukotrien, interferon, PAF ( platelet activating factor ), endorphin dan colony stimulating factor.
TNF merupakan mediator utama yang memberikan gambaran dari sepsis Gram negatif.
Melalui proses yang sangat kompleks dan saling terkait dari mediator-mediator tersebut diatas, endotoksin
pada akhirnya akan menimbulkan perubahan pada hampir semua organ tubuh dan terjadi keadaan yang
disebut MOF ( multi organ failure ). Terjadi gangguan fungsi ventrikel jantung, bisa terjadi vasokonstriksi,
vasodilatasi disertai kebocoran cairan dan protein ke dalam jaringan. Kerusakan pada paru menimbulkan
terjadinya ARDS ( adult respiratory distress syndrome ). Gangguan pada ginjal menimbulkan oliguria akibat
spasme arteri ginjal, hipovolemia dan pembentukan darah.
GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik sepsis sangat bervariasi, karena beraneka ragamnya mediator biologik, lagipula
prosesnya kompleks dan saling terkait.
Keadaan ini terjadi karena efek dari mediator kadang-kadang saling bertentangan, tergantung pada saat
apa sepsis dideteksi, atau tergantung pada jumlah endotoksin yang beredar.
Gejala pada umumnya berupa hipertermia atau hipotermia, takhipnea, hiperglikemia pada penderita
diabetes, takhikardia, dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan asidosis ( laktat ) dan lekositosis.
Pada umumnya ditemukan dua jenis gambaran sepsis, yakni :
sepsis hiperdinamik, disebut pula syok panas : peningkatan suhu, pernapasan- curah jantung dan
konsumsi oksigen meningkat, alkalosis respiratorik, kulit kering dan panas, disertai oliguria ( produksi urin
< 20 ml/jam ). Tensi biasanya tetap normal walaupun terjadi kenaikan tahanan perifer vaskuler. Terjadi
perubahan status mental, biasanya letargi, kadang-kadang agitasi. Bila berkepanjangan, akan terjadi
kerusakan pada system kapiler disertai aglutinasi sel-sel lekosit.
sepsis hipodinamik atau syok dingin : hipovolemia (akibat kebocoran system kapiler), tensi turun,
tahanan perifer vaskuler makin meningkat dan curah jantung juga dipengaruhi oleh bahan-bahan vasoaktif
(depressant) yang dilepaskan oleh kuman Gram negatif. Gambaran lanjut berupa penurunan perfusi
jaringan, asidosis respiratorik dan kegagalan berbagai organ ( MOF ) dan berakhir dengan kematian.
Kultur darah positif hanya ditemukan pada 45% kasus sepsis. Adanya endotoksin di dalam darah sukar
dibuktikan.
DIAGNOSIS :
Febris / pernah febris
Gejala obstruksi urologis
Gejala dini : gejala bakteremia disertai takhikardia, takipneu, hipotensi dan oliguria. Lanjut bingung,
gelisah, letargi,stupor, kulit dingin serta basah.
Sepsis sindrom : cambells
Clinical evidence of infection
Tachipneu, RR > 20
Tachicardi, N > 90
Hiper/hipotermia, 35,6 > t > 38,3
Inadequate organ perfusion :
Hypoxemia, PaO2/FiO2 <280
Kadar lactate plasma
Oliguria, < 0,5 cc/ kg/ jam
Septic shock : sepsis sindrome + hipotension, sistole < 90, or turun > 40 / jam (volume replacement
adequate)
Manipulasi urologis/ batu ren
Dx : Urosepsis
Terapi / tindakan :
* Antibiotika : s/d 5 hari afebril
Ampicillin 4 x 1 gram
Gentamicin 3 x 80 mg
Cefalosporin Gen.III 3 x 1 gram
* Koreksi Cairan :
Elektrolit
Asam / basa
* Hemodialisis :
Bila SC > 10,
Bun > 100, K > 7
Edema paru
* Drainage timbunan nanah Op. Cito bila Pyonephrosis dan Hidronefrosis berat dapat menyebabkan
terjadinya iskemia sehingga penetrasi antibiotika turun.
* Tx/ definitif Op. urgen untuk kel. primer urologik
Shock septik tidak hanya dipengaruhi oleh endotoksin, tapi juga interaksi dari sistim fibrinolitik, coagulasi,
complement, kinin & pengaruh pada mikrosirkulasi & hemostasis.
R/ urosepsis
Blood set = 3
Cavafic 375 = 1
DK + Urobag = 1
Spuit 5 cc, 10 cc
PZ = 2, D5% = 2
Tree way stopcox =1
Surflo = 1
Antibiotik
IMUNOTERAPI
Pemberian vaksin secara luas pada sepsis menghadapi dua kendala utama :
Spektrum reaktivitas imun dari vaksin terbatas
Penderita sepsis tak sanggup memberikan respons dengan pemberian vaksin.
Sedangkan untuk memproduksi antiserum, dibutuhkan banyak sukarelawan agar diperoleh jumlah yang
cukup. Manfaat pemberian gamma globulin (IgG poliklonal) belum terbukti.
TEKNOLOGI ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi monoklonal adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh populasi klonal sel-sel limfosit yang
terikat pada titik tangkap (target site) tunggal/spesifik dari antigennya.
Management of Septic Shock
1.
Establishment of dx/ :
A. Diagnosis bacteremia :
Epidemiologi, clinical, & physical finding
Cultur/ gram stain darah dan urin
B. Dx/ penyebab syok :
Hipovolemia
Hemorrhage
Cardiac cause
Hipersensivitas, anafilaksis
Endokrine
Bacteremia
2. Appropriate antibiotic therapy
a.
berdasarkan cultur & sensitivitas
b.
pertimbangan dx/, sumber infeksi, nosokomial
c.
pengambilan sampel cultur sebelum th/
3. Volume expansion : 1000 cc cristaloid sol 15 -20 mnt
4. Monitoring volume expansion : CVP
a.
Tek a. pulmonal > 8 mmHg or to level 18 mmHg kemung-kinan cardiac decompensation
b.
CVP > 5 cm H2O or to level 12 14 cm H2O kemungkinan overload
5. Continuation of volume expansion (15 20 cc/mnt) until recovery or tek a. pulmonal 18 mmHg or CVP
12 cm H2O
6. Vasoactive agent
7. Evaluasi status mental & urin output
8. Ventilasi : O2 dengan atau tanpa intubasi
9. Digitalis jika berkembang CHF
10. Drainage akumulasi pus
11. Modifikasi Antibiotik sesuai kultur sensitiviti test & fungsi renal
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada sepsis Gram negatif adalah :
Penyakit yang menyebabkan terjadinya sepsis
Adanya penyakit penyerta seperti neutropenia, diabetes, gagal ginjal, gagal nafas, sirosis hati,
hipogama-globulinemia.
Terjadi penyulit akibat sepsis
Pemilihan antibiotika tidak tepat
Bakteremia polimikrobial
Sumber infeksi
Kecepatan dimulainya terapi yang adekuat
Umur penderita
Antibiotik :
a. Cefalosporin generasi I efektif u/ Klebsiela , Stafilococ producer penicillinase:
Sefazolin
Sefalotin
Sefradin
Sefaloridin
b. Cefalosporin gen. II efektif terhadap nosokomial :
Sefoksitin
Sefamandol
Sefuroxin 1,5 grm
Seftasidin
Sefotetan 2 grm
c. Cefalosporin gen III pilihan profilaksis urologi :
Sefotaxim 2 grm/ 8 jam
Sefoperazon
Seftriaxon 2 x 1 grm
Seftazidin 2 x 2 grm
d.Cefalosporin gen IV :
cefixim
d. Aminoglikosida gram negatif : 1,5 mg/kg/ 8 jam
Kanamicin
Gentamicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam
Netilmicin
Tobramicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam less nefrotoksis
Amikacin : 5 mg/ kg/ 8 jam
Bila gentamicin resisten ganti tobramicin bila resisten ganti amikasin
Gross Hematuri.
Penyebab hematuria :
1.
Glumerular : glumerulonefritis
2.
Renal :
Penyakit polikistik ginjal
Nekrosis papiler
Inflamasi dan infeksi
Malformasi vaskuler
3.
Urologik :
Neoplasma : tu ca buli, ca prostat
Batu
BPH
Striktur uretra
Divertikullitis, apendicitis
Corpus alaenum
4.
Hematologik :
Koagulopati
Antikoagulasi terapeutik
Sickle cell
5.
Factitious : perdarahan vaginal (causa luar TU).
6.
Pseudohematuria : pigmen makanan, metabolit obat, zat pewarna.
7.
Hemoglobinuria, Myoglobinuria.
Penatalaksanaan hematuria (>3 rbc/lp):
1.
Bila proteinuria + dan red cell cast + nefrologi
2.
Bacteria + :- cultur urin
- antibiotik
- IVP
- Uretrocystoscopy
3.
IVP/ Uretrocystoskopi/ Sitologi urin :
- kelainan + bedah
- kelainan - evaluasi / observasi.
Asimtomatik micros hematuia :
History, PF, Urinalisis, Cultur :
1. Medical renal bleeding (glumerular)
Clearen Cr.
Protein 24 jam
USG ren
Serial evaluation
a. Renal faillure renal biopsi
b. No renal deterioration serial evaluation
Th/ UTI
repeat urinalisis
3. Cytologi urin, IVU, USG renal
a. Abnormal additional evaluation, th/sesuai causa
b. Normal :
Low risk (age < 40, women, rokok -) serial evaluatiion
High risk (age > 40, rokok+, citologi+) cystoskopi
Stones
Bladder tumor
60 Years (males)
Benign prostatic hyperplasia
Bladder tumor
Acute urinary tract infection
60 Years (females)
Bladder tumor
Acute urinary tract infection
Trauma Ureter
Kausa :
1. Eksternal trauma :
- Penetrasi (Luka tusuk, tembak)
- Op. Rongga pelvis (terligasi/ terpotong)
2. Internal trauma :
- Ureteral catheterization
- Intra ureteral manipulation
- Endourologi : - RPG
- Ureteroskopi
- Stenting ureter
Diagnosis Trauma ureter :
1.
Intra operatif irigasi methylen blue/ betadin
2.
Post operatif IVP/RPG
3.
Klinis : - Nyeri abdominal
-Massa di abdomen
- Unknown febris
- Gx. RF dgn segala macam komplikasi
Terapi trauma ureter :
1.
Deligasi
2.
Stent ureter
3.
Reimplantasi ureter
4.
Transureteroureteroskopi
5.
Autotransplantsi
6.
Ureterolisis
7.
Diversi ureter
Kolik ureter :
Keadaan umum
Keadaan lokal
- DL : Hb/Leko
- RFT : BUN/SC
- Sedimen urin
- BOF
Spasmolitikum :
- sembuh poliklinis
- tak sembuh/ makin frekuensi dipertimbangkan dengan pemasangan stent
Refluk Study
Etiokogi :
1.
Refluk primer : kelemahan uretero trigonum
2.
Refluk skunder krn obstruksi : Obst. Intravesikal
Bisa iatrogenik atau radang
3.
Refluk skunder kongenital : anomali ureter, orifisium ektopik, uretrokel, double ureter.
Klasifikasi refluk ureter menurut Heikel & Parkeetmien
(Internal refluk study group) :
Grade I : Refluk s/d ureter distal , belum sampai ginjal
Grade II : refluk s/d kalik, belum dilatasi
Grade III : Dilatasi ringan, tak ada blunting calic
Grade IV : Blunting calic
Grade V : refluk massive, ureter sangat lebar, tourtous, clubbing calic
Diagnosis :
1.
Voiding cystouretrografi foto evakuasi.
2.
Isotop cystografi
3.
USG
Maturasi CNS
BULI-BULI
Vaskularisasi buli-buli :
a. Arteri : - cab. iliaka int. : a. vesikalis sup, med, & inf.
- cab. a. obtoratoria & a. glutea inf.
- cab. a. uterina & a. vaginalis
b. Vena : plexus venosus inferolateral & preprostatik v. iliaka interna iliaka komunis.
Persyarafan Buli :
1. Otonom : u/ buli-buli dan uretra proximal.
a.
Parasimpatis (S2-4) n. splanicus pelvicus (sacralis, n. pelvicus). Bersifat visceromotorik (otot buli)
pengosongan buli - buli.
Neurotransmitternya : acetilkolin.
b.
Simpatis (Th 11-L2) n. hipogastrikus
Neurotranslitter : alfa & beta adrenergik
Alfa dominan di spinter kontraksi spinter int.
Beta dominan di buli menghambat otot detrusor pengisian buli.
2. Somatomotorik (S2-4) : n. pudendus
u/ spinter uretra ekterna
Sensoris : nyeri, suhu, raba (ekteroseptif
regangan ( propioseptif)
Bladder :
- Bladder dilindungi oleh tulang pelvis.
- Fraktur menusuk buli ruptur ekstraperitoneal
- Buli-buli penuh blunt trauma intraperitoneal
DISORDER OF BLADDER
Congenital anomali :
1. Extrophy buli.
Merupakan defek ventral dari sinus urogenita yg komplet
Biasanya disertai kelainan organ lain
Rami pubis terpisah jauh
Sering infeksi ginjal, obstruksi ureterovesical hidronefrosis
2. Urachus persisten
Obliterasi allantois yg tidak sempurna
Priapismus
Ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering disertai rasa nyeri. lebih 4 - 6 jam
> 24 jam nekrosis sel luas
> 48 jam pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi endotel.
Etiologi :
- Primer/ idoipatik.
- Skunder : ggn pembekuan darah (anemia bulan sabit, lekemi, emboli lemak), trauma perineum/
genetalia, neurogenik, keganasan, obat-obatan (alkohol, psikotropik, anti hipertensi).
Jenis :
1. Low-flow priapismus (iskemik) diikuti rasa nyeri.
2. High-flow proapismus (non-iskemik) tanpa rasa nyeri dan prognosis lebih baik.
Terapi : mengeluarkan darah dari koprpora kavernosa secepatnya.
a. Konservatif :
- hidrasi yang baik
- sedativ
- enema es saline
- kompres srotum/penis
- massage prostat
b. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa :
- aspirasi 10 - 20 cc darah intrakavernosa dgn scalp vein no.21G.
- Instilasi 10 -20 mg epinefrin yang dilarutkan dalam 1 cc larutan garam fisiologis setiaap 5 menit hingga
detumesensi. (priapismus < 24 jam)
c. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa :
jenis iskemik atau gagal medikamentosa/ aspirasi
- Pintas korporo-glanular/ winter.
- Pintas korporo-spongiosum.
- Pintas saveno-kavernosum.
POST OPERASI
Vesikolitotomi :
Af DK setelah 7 - 10 hari
Af redon drain 2 hari setelah af DK prod < 20 cc/ hr
Litotripsi :
af DK setelah 24 jam
bila ada lesi buli tunggu 5 hari.
Sistoskopi ulang setelah 3 bulan
IVP ulang setelah 6 bulan
Ureterolitotomi :
af DK setelah 24 jam
vacum drain tiap hari
rawat luka setelah hari ketiga
af redon drain hari ke-5, bila prod. < 10 cc/hr 2 hr
analisa batu
af benang hari ke 10 - 14
BOF kontrol
IVP setelah 6 bulan
TURP :
af traksi setelah 24 jam
af spoel setelah 2 hari (urin jernih)
af DK hari ke 3 - 5
evaluasi uroflowmetri
TURP Syndrome :
Tensi naik atau < 88 mmHg
Bradikardi
Edema paru sesak & ronkhi (+)
Cardiovascular :
Early : Bradicardi
Hipertensi
Dyspneu
Cianosis
Angina
Late : hipotensi / shock
Neurologik :
Early : restlessness
Confussion
Blurred vision
Twitching
Seizure
Late : coma
Th/ :
Bila Na serum 110 mEq/lt diuresis dgn furosemide
Bila coma/ kejang NaCl 3% 1 lt/ 12 jam + antikonvulsan
Millins :
af DK setelah hari ke-5
af redon drain hari ke-6 prod. < 20 cc/hari
kontrol tiap 2 minggu (bulan I)
evaluasi uroflowmetri
Indikasi operasi repair ren mobilis :
- Intermitten gros hematuri
- Sering nyeri hebat
- Hematuri tanpa obstruksi dan infeksi
- Hipertensi/ hipotensi
Indikasi Percutaneus catheter placement :
Cateterisasi ureter retrograde kontraindikasi (sepsis)
Obstruksi ureter (batu, tumor, striktur)
Indikasi diagnostik (whitakertest)
Prosedur terapi kemolisis batu
Autosomal dominan
LAB. :
- leukositosis PMN dan segmen meningkat
- LED meningkat
- urinalisis : urin keruh, pyuria,
bacteriuria, proteinuria, hematuria
- kultur urin > 100.000 koloni/cc
- febris kultur darah
IVP :
- kontur ginjal >>
- batas ginjal dan lemak perirenal
- psoas line kabur
- cari bayangan kalsifiaksi
- kalic, infundibulum, pyelum -> kecil & langsing (a/ edem)
- bila ada tanda-tanda obstruksi di pyelokalic degan klinis pyelonefritis dx/ Urosepsis.
- bila nonvisualized konfirmasi dengan USG ada dilatasi pyelokalic -> dx/ pyonefrosis.
Pyelonefritis kronis :
- batas/ kontur ginjal tidak teratur
- kaliektase multiple (clubbing)
akibat scarring dari parenkim ginjal
Voiding cistografi : untuk melihat adanya reflux vesiko uretral ascending infection .
ISK Bawah :
Sistitis :
- fase acut : mukosa hiperemi, edema, infiltrasi sel netrofil
- fase kronis : buli rapuh banyak debris, mudah berdarah , granulasi s/d ulkus.
Klinis :
- gejala sistemik ( -)
- tidak ada demam & nyeri pinggang
- tanda iritasi : frekuensi, urgensi, nokturia, disuria.
- nyeri suprapubik/ perut bawah.
- wanita post soitus
- cari kelainan pada uretra : stenosis meatus , fimosis
Lab.
- leukositosis
- faal ginjal normal
- urinalisis pyuria dan bacteriuria, hematuria
- kultur urin + dx/ pasti.
Indikasi IVP : u/ cari kelainan primer
- curiga infeksi menyebar ke ginjal
- terapi adekuat hasil (-)
- re-infeksi 1 - 2 bulan
Terapi :
* causal : Anti biotik
- Cotrim
- Nitrofurantoin 4 x 50 mg
* Simtomatik
- Anticholinergik : probantine 3 x 15 mg
- Analgetik : pyridium 3 x 1 tab.
* Minum banyak.
Interstitial Cystitis
(Hunners Ulcer, Submucous fibrosis)
-Ditandai o/ fibrosis dinding buli capasty
- Fibrosis diduga karena obstruksi limfe buli sekunder dari
infeksi
pelvic surgery,
prolonged intrinsic arteriol spasm
neuropathic origin
faktor endokrinologi
Klinis :
-Middle age women
-Frekuensi & nocturia tanpa disuria
-Suprapubic pain, juga di uretra dan perineum. setelah BAK nyeri hilang
-Gross hematuria
Lab :
-Urin steril
-Mikros hematuria
X-Ray :
-Excretori urogram dbn
Cystoskopi :
Buli diisi suprapibic pain meningkat
Kapasitas bula < 60 cc
Bladder lining dbn
DD/ :
-Tuberculosa Buli. yg sering orifisium ureteral
pyuria, basil (+)
-Vesical ulcer akibat schistosomiasis.
-Nonspesific vesical infection
-Ca buli.
Komplikasi :
Refluk
Hidronefrosis
Treatment
Terapi :
-Terapi definitif tidak ada
-Hidraulic overdistention meningkatkan kapasitas buli
-Superfisial electrocoagulation relief pain
-Tranuretral resection of the lesion
-Symptomatic relief 50 cc DMSO 50 % (dimethyl sulfoxide) kedalam buli setiap 2 minggu.
-Sodium pentosan polysulfate (Elmiron) 4 x 50 mg atau 2 x 150 mg selama 4- 8 minggu.
relief frekuensi & nokturia
-Cortison asetate 100 mg atau prednison 10 20 mg 21 hari
-Antihistamin : pyribenzamin 4 x 50 mg /hari
-Antibiotik bila disertai infeksi akibat instrumentasi
-Terapi komplikasi.
Abses Ginjal .
Ada 2 jenis :
1. Kortikal/kortikorenal. akibat infeksi hematogen
causa 90 % stafilokokus aureus
predisposisi : obat-obat i.v, HD, DM.
2. Kortikomeduler :akibat ascending infection reflux.
Causa : E. coli, klebsiella, proteus.
Predisposisi : obstruksi, reflux.
Klinis :
- sama dengan pyelonefirtis akut
- abses besar teraba mass daerah pinggan .
Lab. :
- sama dgn pyelonefritis
- pada kortikorenal urinalisis normal.
IVP :
- distorsi sistim pyelokalic
- cari faktor predisposisi
Terapi : sama dgn pyelonefritis
- abses besar drainage
- abses luas dan multiple nefrektomi
- koreksi faktor primer
Fourniers Gangrene
Bentuk fasciitis necrotizing yg terjadi sekitar genetalia laki-laki.
Gangrene skrotum idiopatik
Gangrene skrotum streptokokus
Phlegmon perineal
Infeksi umumnya muncul dari kulit , uretra, or regio rektal
Faktor predisposisi :
DM, Trauma lokal, parafimosis,
Ekstravasasi urine peri uretral,
Infeksi peri uretral or perianal,
Circumsisi, herniotomi, instrumentasi
STD
Kultur luka biasanya multiple organisme (aerob & anaerob)
Klinis :
Riwayat trauma, instrumentasi, striktur uretra, STD, fistel uretrokutan
Biasanya dimulai dgn sellulitis, bengkak, eritema, nyeri dan febris sistemik.
Gx/ UT; disuria, discharge and retensiio, Gas.
Th/.
Debridement ekstensif
AB: Ampicillin + Sulbactam atau
Cephalosporin gen III
PERIURETRAL ABCESS :
Life treatening infection
Akibat dari : GO, striktur uretra, kateterisasi uretra
Klinis :
Scrotal sweeling
Fever
Retensio urine
Spontan drainage abcess
Dysuria
Urethral discharge
Gx/ awal s/d timbul abcess : 21 hari
LAB :
Pyuria
Bacteriuria
Th/ :
Suprapubic urin drainage
Wide debridement
AB :
Aminoglikoside
Cephalosporin
Acut bacterial prostatitis :
Etiologi :
- Aerobic gram negatif : E.coli, pseudomonas, s. fecalis
- Gram positif : sangat jarang.
Pathogenesis :
1.
Ascending dari uretra.
2.
Reflux kedalam duktus prostatikus
3.
Direct extension/ limfogen dari rektum
4.
Hematogen
1 & 2 paling sering
Berkaitan dgn sistitis akut
Dapat menyebabkan retensio akut
Patologi :
PMN sekitar acini
Desquamasi intraduktal
Struma edem dan hiperemi
Klinis :
Febris akut dgn menggigil
Low back pain
Perineeal pain
Urgensi & frekuensi, nokturia, disuria
Retensio urin akut
Mialgia, artralgia
Prostat bengkak, nyeri, lembut, indurasi dan hangat
Urin keruh, hematuria
Kontraindikasi :
Intrumentasi / kateterisasi
Massage prostate : nyeri, & bakteremia
Th/ :
1.
Cotrim : 2 x 960 mg 4 minggu
2.
Gentamici/ tobramicin + ampicillin 1 minggu dilanjutkan dgn oral ampicillin full dose 30 hari.
Beda torsio degan epididimitis :
Batu
Hematuria
Proteinuria
Renal insuffisiensi
Komplikasi
Post streptococcal Glomerulonefritis
Dx/ :
Riwayat infeksi streptokokus sebelumnya
Malaise, headache, anorexi, low grade fever
Edema, mild hipertensio, retinal hemorrhages
Gross hematuria; protein, red cell cast, granular and hyaline cast, white cell & renal epithel cell in urine.
Elevated anti streptolisin O titer, hipocomplementemia
Biasanya mengenai kedua gijal
Fase akut recoveri komplet
Paling banyak anak umur 3-10 tahun, dewasa 5 %
Sering didahului oleh pyoderma/impeigo, pharingitis, infeksi kulit
Konfirmasi dx/ eritrosit cast dalam urine
Therapy :
No pesific treatment
Menghilangkan infeksi
Foto thorak
BOF IVP
USG (u/ membedakan renal dan post renal)
# Non obtruktiif perawatan nefrologik
# Obtruktif diversi urin / by pass terapi definitif
# Meragukan :
- RPG double set up
- Tes diuretik dengan persiapan tindakan :
+ diversi urin, &
+ by pass
Bila ada indikasi, hemodialisis mendahuli tindakan.
Oliguria.
Def. : bila produksi urine < 400 / hari pada spesifik gravity urin 1,035 atau < 6 cc/ kg BB
Jika kemampuan onsentrasi ginjal gagal dan spesifik gravity hanya 1,010, oliguria bila urin < 1000
1500 cc/ hari high output/nonoliguric renal faillure
Etiologi acut renal faillure : (Smiths)
1. Pre renal :
-Dehidrasi
-Vascular collapse (sepsis, obat antihipertensi)
-Reduced cardiac output
2. Vascular :
- Atheroembilsm
- Dissecting arterial aneurisme
- Malignant hipertensi
3. Parenchimal (intrarenal) :
-. Spesifik : -Glumerulonefritis
- Interstitial nefritis
- Toxin, dye-induced
- Nonspesifik :
-Acut tubular nekrosis
-Acut cortical necrosis
4. Fungtional hemodinak :
-ACE-inhibitor drug
-Nonsteroid anti inflamasi drug
-Cyclosporin
-Hepatorenal syndrome
5. Post renal :
-Calculus pd px/ dgn solitary kidney
-Bilateral uretral obstruction
-Outlet obstruktion
-Leak, post traumatik
-Retroperitoneal fibrosis.
---------------------------------------------------------------------------Prerenal Renal Faillure
Akibat perfusi renal yg tidak adekuat karena volume intravaskuler yg tidak adekuat atau tidak efektif.
Klinis
-complain : thirst, orthostatic dizziness, fluid loss, BB .
-turgor , JVP , mukosa kering, orthostatic change in BP & pulse, tachicardi, prod. urin
Lab.
1. Urine :
-Volume
-High urine spesific gravity : > 1,025
-High urine osmolality : > 600 mosm/kg
2. Kimia darah urin :
-Ratio BUN : SC meningkat (N=10:1)
Beberapa teori :
1.
Early urethral obstruction/ prostatic hypoplasia bladder /urethral dilatation with :
- Abdominal distortion
- Mechanical obstruction of testicular descent
2.
Intrinsic defect ureter & bladder
3.
Mesodermal defect
Diagnosis :
Prenatal USG (kehamilan 25-30 minggu) classic finding :
Distended bladder
Hidroureteronefrosis
Floppy abdominal wall
Gambaran pada saat lahir :
Diding abd tipis
Jaringan otot dan subcutis sedikit
Organ abdominal dgn mudah dapat diraba
Kriptorchidism >> intraabdominal
Megalouretra
Disertai dengan kelainan lain :
Cardivasculer (ASD TF)
Extremitas (congenital hip disloc)
GIT (malrotasi bowel, imperforates anus, gastroschisis, hirsprung disease)
Lung : polmonary hipoplasia
Evaluasi periode perinatal :
USG, Renal function studies
Urinalisis untuk menilai : derajat HN, kerusakan parenchim dan menyingkirkan infeksi
Urography
Voiding cystouretrografi
Penanganan :
1.
Antibiotik
2.
Consevative non operatif
Indikasi bedah :
Recurrent infeksi
Ektopik disebabkan o/ koneksi yg abnormal dari ujung distal gubernakulum testis sehingga menyebabkan
posisi gonad tidak normal.
Tempat ektopik adalah :
1. Superfisial inguinal paling sering.
2. Perineal.
3. Femoral atau crural pada scarpas triangel
4. Penil dibawah kulit dorsum penis.
5. Transverse atau paradoxic descent pada canalis
inguinalis yg sama
6. Pelvik.
Kriptorkismus testis berhenti secara tidak normal pada tempat turunnya. Sering unilateral.
Pada bayi prematur insiden 30 %
Causa :
-Abnormalitas gubernakulum testis
-Intrinsik testicular defect testis tidak sensitif terhadap gonadotropin
-Defisiensi stimulasi hormon gonadotropin
Klinis :
-Skrotum tidak berisi testis
-Infertil
-Skrotum yg terkena atropi
-Testis teraba tidak pada tempatnya
-Sering disertai dengan hernia pada sisi yg terkena
Lab.:
Pada hipogonadisme primer gonadotropin urin (FSH) , Androgen sedikit berkurang
Pada hipopituitarisme primer Androgen dan gonadotropin hipofise sangat berkurang.
Pada kriptorkismus bilateral primer androgen dan gonadotroopin hipofise sedikit berkurang.
Test hCG : ukur kadar testosteron serum, lalu berikan hCG 2000 unit/ hari selama 4 hari. Hari ke 5 periksa
ulang kadar testosteron serum. Bila testis ada kadar testosteron meningkat 10 kali.
X-Ray :
-Selective gonadal venography plexus pampiniformis
CT-Scan :
-Efectif pada penderita yg dewasa
USG :
-Untuk canalis inguinalis hasilnya cukup baik.
-Untuk rongga pelvis hasil kurang memuaskan.
MRI :
-Hasilnya cukup memuaskan, tapi sulit dikerjakan pada anak
Komplikasi :
-Hernia inguinal 25 %
-Torsio testis
-Cancer 35 38 kali lebih sering (seminoma >>)
Biasanya usia > 10 tahun.
Terapi :
1. Terapi hormonal :
Diberikan pada usia sebelum 5 tahun.
Diberikan hCG, 1500 U/m2 / i.m. 3 x seminggu.
-diberikan 9 dosis.
-dapat juga diberikan LH-RH
-pada bilateral hasilnya lebih baik
2. Surgical :
Gagal terapi hormonal
Menmpatkan testis ke dalam skrotum sebelum usia 1 tahun (belum ada perubahan histologik)
Orkhiopeksi & herniorafi preservasi vasculer pedicle
Prognosis :
Unilateral20 % menjadi infertil
Tumor testis
- Insiden 1 2 % dari semua Ca pd pria
- Faktor resiko :
Kriptorkismus
Genetika
Trauma
Atropi
Infeksi
Klasifikasi :
A.
Gernminal sel ;
1. Seminoma : - Klasik
- Anaplastik
- Spermatositik
2. Nonseminoma :
Embrional (20 %)
Teratoma (5 %)
Terato Ca. (40 %)
Chorio Ca, (<3 % )
3. Campuran
B.
1.
2.
Non-Germinal sel :
Dari interstitial sel
Dari sel gonad
Metastase :
limfogen
Kkecuali chorio Ca hematogen
Saat diagnosis dibuat 40 50 % meta (+)
Regional : para aorta duktus thoracikus medistinum supra clavikula
Dex : ke KGB inter aortocaval level hilum precaval, preaorti, para caval, ilium communis dan iliaka
eksterna dex.
Sin. : ke peri aortik level hilum (s) advance : preaortic iliaka communis & iliaka eksterna sin.
Tumor Marker :
Tujuannya :
Diagnosis
Stadium
Evaluasi terapi
Prognosis
1.
Alpha Feto Protein :
Diproduksi oleh : Yolk sac, hepar & GIT
AFP pada Ca embrional, teratoma
2.
Beta HCG :
Diproduksi oleh tropoblas
Beta HCG : choriio Ca, Ca embrional (40 60 %), Seminoma (5 10 %)
3.
Lactic acid dehidrogenase (LDH)
Seminoma & chorio Ca AFP dbn
Klinis :
Asimtomatik : 10 %
Pembesaran testis painless
Back pain metastase ke retroperitoneal
Anoreksia, nusea
Bone pain
Masa kenyal yg bebas dari testis
Ginekomastia :5 %
Clinacal Staging :
1.
Beden & Gibb :
A.
Stad. A lesi terbatas pada testis
B.
Stad. B Penyebaran KGB regional
B1 : RPLN < 5 cm
B2.: RPLN 5 10 cm
B3 : RPLN > 10 cm
C.
Stad. C diatas RPLN
2.
MD. Anderson :
A.
Stad. I : terbatas pd testis
B.
Stad. II : metastase ke RPLN
IIa : < 10 cm
Iib : > 10 cm
C.
Stad III : KGB supradiafragma &/ visceral
3.
TNM sistem :
T1 : terbatas pada testis
T2 : melewati tunika albuginea/ ke epididimis
PANENDOSKOPI
Merupakan salah satu pemeriksaan dasar urologi
Indikasi amat luas :
1. Kelainan / spk ada kelainan pada TU bawah :
Heamturia
Kel. Miksi non-invasif tidak jelas
ISK berulang pemeriksaan dasar tidak jelas
Spk kelainan bawaan uretra & buli :
Klep uretra
Refluk vesikoureter
Ureter ektopik
Fistel
Stres inkontinensia
Spk tumor uretra/ buli
2. Evaluasi pasca th/ endoskopi
4. Bagian dari diagnostik endourologi/ terapi endourologi :
RPG
TURP
TURB
Syarat :
Pemeriksaan no-invasif +, Lab, Ro.
Informed consent
Antibiotik profilaksis/ th/ ISK lebih dahulu
Miksi sebelum tindakan
Lavemen bila dgn GA/ SAB
Sheat untuk panendoskopi :
15,5 Fr : yellow
17 Fr : green
19 Fr : Red
Untuk sachse : 21 Fr : Blue
Untuk lithotripsi : 23,5 Fr : White
Untuk TURP : 24 Fr & 27 Fr.
UROLITIASIS
Evaluasi px/ urolitiasis :
IVP :
Conformasi Dx/
Ukuran & posisi batu
Derajat Obstruksi
UL : RBC & Cristal
Cultur : Bacterial infection &
Management Px/
SC : Data dasar
As. Urat hyperuricemia
Related to stone problem
Recurrent UTI
Urinary obstruction
Persisten pain.
Tujuan Operasi :
Mengangkat semua batu
Memperbaiki abnormalitas anatomi
Membasmi UTI
Preservasi jaringan ginjal yang sehat
Preventif recurrent UTI & stone formation.
Kontraindikasi ESWL :
Gemuk/obesitas
Urosepsis/ infeksi
Obstruksi bagian bawal
Obat untuk kemolisis ( melarutkan batu ) yang ideal yaitu bila : non toxic, per oral, murah dan bisa
melarutkan batu dalam jangka waktu pendek (3).
Metoda kemolisis yaitu :
1. Sistemik ( oral atau intravena )
2. Lokal dengan cara irigasi langsung pada batunya, sekarang tidak dianjurkan lagi karena alasan tidak
praktis, adanya morbiditas dan mortalitas.
Jenis batu yang bisa dikemolisis ( 2,3 ).
1. Batu asam urat bisa : - sistemik
- lokal
2. Batu sistin dan struvit : lokal (dengan sistemik tidak begitu baik hasilnya )
3. Batu kalsium ( oksalat / fosfat ) : tidak bisa dikemolisis.
BATU URETER
Batu ureter : adanya batu (opaque maupun non opaque) di ureter (proksimal, tengah dan distal)
PROSEDUR LENGKAP
a. Anamnesa :
- Keluhan utama adalah colik ureter, yaitu nyeri pinggang mendadak yang sangat hebat kadang-kadang
disertai muntah hilang timbul dan menjalar ke perut bawah atau kemaluan (testis, ujung penis, labium
mayor) tergantung lokasi batu.
- Riwayat kencing batu dan kencing berdarah disertai nyeri pinggang.
b. Pemeriksaan klinis
status umum
status urologis :
Anamnesa : Flank pain
Pemeriksaan : Flank mass, nyeri CVA, colok dubur: untuk membedakan dengan appendicitis (pada
appendicitis, colok dubur akan didapatkan nyeri jam 10.00 11.00, sedangkan kolik ureter tidak
didapatkan).
c. Pemeriksaan laboratorium
Sedimen urine : Eritrosit > 2 l/lpl
DL, RFT, LFT, Faal Hemotasis
Kultur urine dan tes kepekaan antibiotika
Kadar kalsium, phosphat dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, phosphat dan asam
urat dalam urine 24 jam.
d. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos Abdomen : akan nampak gambaran klasifikasi sepanjang ureter 1/3 proximal, 1/3 tengah
atau 1/3 distal bila batu radio opaque. Batu tidak nampak bila batu non opaque.
Pyelografi Intravena (IVP) dengan pemeriksaan ini dapat diketahui anatomi dan fungsi dari Traktus
Urinarius. Adanya sumbatan karena batu ureter akan nampak sebagai Hidroureter proximal batu,
Hidronephrosis, delayed function sampai non visualized.
Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque)
Pyelografi Retrograde (RPG) : Adalah membuat foto kontras dari ureter, pyelum dan kaliks ureter
yang dipasang dengan bantuan sistoskop. RPG dikerjakan bila IVP belum cukup jelas (misalnya terdapat
tanda obstruksi tetapi penyebabnya belum jelas), atau IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain dapat
membantu diagnosa.
Pyelografi Antegrade (APG) : Berlawanan dengan pyelografi retrograde maka pada APG kontras
dimasukkan melalui saluran ke kaliks (nefrostomi) yang telah dibuat.
Foto Thoraks
USG / renogram : bila ginjal non visualized
e. Pemeriksaan penunjang lain :
Gula darah puasa
Gula darah 2 jpp
ECG
PENATALAKSANAAN
Terapi operatif batu ureter tergantung pada lokasi batu, dibagi menjadi batu ureter 1/3 proksimal, batu
ureter 1/3 tengah dan batu ureter 1/3 distal.
Ureterolithotomi : operasi pembedahan untuk mengambil batu ureter.
Nephrostomy Percutan (PNS) :
Adalah membuat lubang yang menghubungkan pelvis kalik sistem dengan dunia luar. Tujuannya untuk
diversi urin bila sumbatan ureter tidak dapat segera diatasi.
Ureterorenoscopy (URS) :
Adalah mengambil / memecahkan batu ureter dengan alat ureteronoscope yang dimasukkan lewat muara
meter dengan bantuan cytoscope.
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Ureterolithotomi proksimal
Alat :
- Dexon 4-0
: 2 buah
- Catgut plain 2-0 : 1 buah
- Vicryl 1-0 : 2 buah
- Zeyde 3-0
: 2 buah
- Maagslang No. 8 : 1 buah
- Redon drain set
Teknik Operasi :
- Sebelum dilakukan operasi foto BOF pre operatif (1 jam sebelum operasi)
- Pasang dauer kateter 16 Fr dan urobag
- Pasang foto-foto (BOF/IVP) di light box
- Setelah dilakukan anesthesi, pasien diletakkan dalam posisi lumbotomi dengan sisi yang ada batu
diatas.
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidone Iodine mulai dari papilla mammac-umbilikus-collum
vertebra-simphisis pubis.
- Persempit lapangan operasi dengan dock steril
- Insisi kulit mulai ICS XI kearah umbilikus 10 cm lapis demi lapis sambil merawat perdarahannya.
(Struktur yang diinsisi : kulit, lemak subcutis, MOE, MOI in transversus abdominis). Buka fascia m. lumbo
dorsalis agak ke posterior di posterior axillary line (agar tidak merobek peritoneum) sepanjang 1-2
cm, pisahkan peritoneum dengan steel doppers kearah medial, setelah peritoneum terpisahkan, perlebar
insisi sesuai dengan insisi diatasnya.
- Pasang spreader
- Cari ureter dengan cara buka fascia gerota yang terletak didepan muskulus ilco psoas dgn ciri :
- berupa saluran warna putih
- tidak berdenyut
- berjalan bersama dgn a. spermatika in-terna pd laki atau a. ovarica pd wanita.
- Teugel ureter dengan nelaton kateter no. 8 di proksimal batu.
- Raba batu dan bersihkan ureter
- Insisi ureter dgn mess No. 15 tepat didaerah batu
- Keluarkan batu dengan stein tang
- Evaluasi cairan/urine yg keluar dari ureter (jernih)
- Lakukan sondage ke arah distal dan proksimal
- Bila sondage lancar lakukan spoeling
- Tutup ureter yang diinsisi dengan Dexon 4-0 secara jelujur
- Cuci lapangan operasi dengan PZ berkali-kali
- Evaluasi lagi adanya perdarahan
- Pasang redon drain di retro peritoneal
- Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
2.
Ureterolithotomi batu ureter tengah dan distal
BOF pre operasi
Posisi pasien telentang
Pasang dauer kateter No. 16 Fr dan urobag
Insisi Gibson yaitu mulai 2 jari medial SIAS kearah simphisis pubis 8-10 cm lapis demi lapis dan
rawat perdarahan. MOE, MOI di split sesuai seratnya
Sisihkan peritoneum kearah medial
Identifikasi ureter dan raba batu
Teugel ureter dengan Nelaton kateter di proksimal batu
Bersihkan ureter dari jaringan peri ureter, insisi ureter di tempat batu, perhatikan urine yang keluar
(jernih, pus).
Keluarkan batu dengan stein tang
Sondage dan spoeling ureter distal dan proksimal dengan PZ
Jahit ureter dengan Dexon 4-0 secara jelujur
Cuci lapangan operasi dengan PZ dan rawat perdarahan
Pasang redon drain dan fiksasi di kulit dengan zeyde 2-0
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis.
3.
ESWL : memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita
4.
URS
Persetujuan operasi
Puasa
Antibiotika profilaksis
Teknik Operasi :
Posisi pasien tidur terlentang dengan GA
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone jodine (paha atas ; genitalia eksterna, prosesua
xyphoidius).
Persempit lapangan operasi dengan doek steril
Insisi kulit midline, mulai 2 jari diatas simphisis ke arah umbilikus 10 cm, lapis demi lapis sampai fascia
anterior muskulus rektus abdominis.
Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea alba
Pasang spreader millins dan sisihkan pre vesikal fat kearah kranial
Dilakukan identifikasi buli (warna kebiruan, banyak pembuluh darah dan punksi keluar urine)
Teugel buli dgn chromic catgut 1-0 pada sisi kanan-kiri
Insisi buli dengan punch mesch dan perlebar secara tumpul dengan chrome klem.
Raba batu dengan jari, kemudian keluar kan batu dengan stain tang (perhatikan jumlah, ukuran dan
warna)
Setelah batu keluar spoelling buli dengan PZ (3x), kemudian evaluasi mukosa buli (tumor, divertikel),
muara ureter kanan-kiri (batu dan ureteric jet)
Pasang kateter F 16 sampai tampak ujung kateter di buli-buli kemudian spoelling PZ dengan blaas
spuit.
Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0 secara jelujur, tunika serosa dgn
Dexon 3-0.
Test buli-buli untuk evaluasi kebocoran dengan memasukkan PZ 250 cc lewat kateter, bila tidak ada
kebocoran isi kateter dengan air steril 10 cc.
Cuci lapangan operasi dengan Betadine dan PZ
Pasang redon drain peri vesikal dan fiksasi pada kulit
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis, muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, fascia anterior
muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, subkutan dengan plain catgut 3-0, kulit dengan Zeyde 3-0.
Lithotripsi
Indikasi : Batu buli simple dengan ukuran <2,5 cm
Alat :
- Alat untuk irigasi dan slang steril
- Sumber cahaya dan kabel fibre optic
- Busi roser 18 s/d 27 Fr
- Sistoskopi set dgn sheath 25 Fr & teleskop 30 & 70
- Ellik Evacuator
- Alat lithotriptor mekanik :
+ Alligator lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang terpendek max. 1 cm.
+ Hendrickson type lithotrite, untuk batu dgn ukuran panjang terpendek max. 2 cm
+ Peralatan desinfeksi
+ Skort serta doek dan baju operasi steril
Persiapan :
Puasa, antibiotika profilaksis injeksi, 1 jam sebelum tindakan
Tindakan dilakukan dengan bantuan anestesi umum atau spinal
Teknik operasi untuk batu < 1,5 cm :
Posisi lithotomi
Tindakan aseptik
Kalibrasi/dilatasi uretra dgn roser sampai 27 Fr
Panendoskopi untuk diagnosa
Teleskop dan bridge dilepas
Buli diisi irigan sampai penuh, pasang Aligator lithotrite dengan teleskop 30 mulai lithotripsi.
Lithotripsi dihentikan kalau ukuran fragmen sudah dapat melewati sheath
Evakuasi fragmen dengan ellik evakuator
Sistoskopi melihat apakah batu sudah keluar semua dan mengetahui adanya komplikasi tindakan.
Keluarkan lithotriptor dan keluarkan sheath dengan sebelumnya memasang obturator.
Pasang folley kateter F 16
Kateter dicabut setelah 24 jam, KRS.
Teknik Operasi untuk batu < 2,5 cm :
Posisi lithotomi
Tindakan aseptik
Kalibrasi atau dilatasi urethra dengan roser sampai 27 Fr
Panendoskopi untuk diagnosa
Teleskop dan bridge dilepas
Buli diisi irigan sampai penuh
DIAGNOSIS
A.
Anamnesa :
Keluhan Utama :
- Keluar darah lewat uretra
- Tidak bisa kencing
- Hematom urine infiltrat darah uretra / srotum.
Anamnesa kausal :
- Trauma tajam
- Trauma tumpul : : cara terjadi berupa straddle injury atau fraktur pelvis (bahkan fraktur)
- Trauma akibat instrumentasi uretra berupa pemasangan kateter atau sistoskopi.
B.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
2. Status umum
3. Status urologis / lokalis
Inspeksi :
- Keluar darah lewat meatus uretra
- Buli-buli penuh
- Hematom/urin Infiltrat darah uretra atau skrotum
Palpasi :
- Teraba buli penuh
- Pembengkakan di uretra, perineum, dan skrotum
- Nyeri tekan
Colok dubur :
- Terdapat prostat melayang
C.
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Fungsi ginjal
D.
Pemeriksaan Radiologis
- Foto polos abdomen / pelvis
- Uretrografi
PENATALAKSANAAN
Sistostomi : adalah tindakan mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra pubik untuk
mengatasi retensi urine dan menghindari komplikasi.
Macam Sistostomi :
1.
Sistostomi trokar
2.
Sistostomi terbuka
Sistostomi Trokar
Alat yang diperlukan :
1. Trokar khusus yang terdiri dari :
A. Sheath setengah lingkaran
B. Kanula berlobang (Hollow Obtutor)
2. Kateter folley Ch 18 atau 20 F
3. Kantong penampung urine (urine bag)
4. Sepasang sarung tangan steril
5. Mata pisau berujung tajam lengkap dengan tangkainya (handle)
6. Syringe : 10 ml.
7. Doek berlobang ditengahnya, steril.
8. Larutan xylocain 1 %
9. Larutan desinfektan
10. Kasa steril
11. Tang/klem/forceps untuk desinfeksi
Indikasi :
Seperti indikasi sistostomi pd umumnya dgn syarat
- Buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba
- Tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah
- Tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis
Cara Melakukan :
- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dikerjakan padanya & diminta persetujuan tertulis.
- Sebaiknya operator berdiri disebelah kiri penderita. Cek ulang semua alat dan siap pakai.
- Semua alat yang diperlukan diatur ditempat khusus dan diletakkan sehingga terjangkau oleh operator.
- Operasi dikerjakan dengan teknik aseptik. Cukur rambut pubis.
- Daerah operasi desinfeksi dan ditutup dengan doek lubang steril.
- Di daerah yang akan di insisi (2-3 jari) diatas simpisis, dilakukan infiltrasi anastesi dengan larutan
xylocain linea alba.
- Trokar set, dimana canulla dlm keadaan terkunci telah pd Sheath ditusukkan melalui insisi tadi ke
arah buli dgn posisi telentang miring ke bawah.
- Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%.
- Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli akan ditandai dengan :
1.
Hilangnya hambatan pada trokar
2.
Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
- Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
- Secepatnya canulla dilepaskan dari Sheathnya dan secepatnya pula foley kateter, maksimal Ch. 20
F, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari sheath yang masih terpasang.
- Pangkal kateter segera dihubungkan dengan urine bag dan balon kateter dikembangkan dengan air
sebanyak kurang lebih 10 cc.
- Sekarang sheath dapat dilepas dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding bulibuli.
- Insisi ditutup dengan kasa steril dan difiksasi kekulit dengan plester.
Sistostomi Terbuka
Alat yang diperlukan :
Seperti alat-alat pada sistostomi trokar, hanya tidak memerlukan khusus.
Cara operasi :
- Posisi penderita : Penderita diletakkan dalam posisi terlentang biasa, kadang diperlukan tambahan
pengangkat sakrum.
- Kulit perut bawah sampai dasar penis, pelipatan paha kanan dan kiri di desinfeksi dengan larutan
povidon iodine 2-3X.
- Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril.
- Dilakukan penyuntikan xilocain untuk anastesi lokal. Irisan yang digunakan disini adalah digaris
median tegak lurus keatas sampai dibawah pusat. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan yaitu
transversal menurut Cherney.
- Irisan ini mulai dari kulit diperdalam terus menembus lapisan subcukan, fasia dari muskulus rektus yg
digaris tengah kita namakan linea alba.
- Dilakukan penyisihan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas. Dalam buli-buli penuh, lipatan
peritoneum ini dengan sendirinya sudah terdorong keatas. Kedudukan ini dipertahankan dengan
meletakkan kasa basah diatasnya dan menariknya keatas (memakai retraktor).
- Buli-buli dikenal karena banyak pembuluh darah vena yang berjalan sebagian besar vertikal.
- Dinding buli disangga dua jahitan yang diletakkan disisi kanan kiri dinding buli sebelah depan (dapat
pula digunakan klem dari Allis).
- Untuk meyakinkan dapat dilakukan fungsi buli, bila ternyata air seni yang keluar melalui tempat fungsi
tersebut diperlebar dengan membuat irisan tempat titik fungsi tadi selanjutnya diperlebar dengan
menggunakan klem Pean.
- Setelah dilakukan eksplorasi dari buli buli dimasukkan kateter foley Ch. 20-24
- Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chrom catgut No. 0-2, tidak dibenarkan menjahit
dengan benang yang tidak dapat diserap.
- Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli digantungkan di dinding perut
dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus kanan dan kiri.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis :
- Otot dengan catgut chromic
- Fasia dengan catgut chromic
- Lemak dengan catgut plain
- Kulit dengan benang sutera
- Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga dilakukan penjahitan
fiksasi kateter dengan kulit.
PERAWATAN PASCA OPERASI
Perawatan Pasca Operasi
1. Di Rumah Sakit :
Kateter dilepas setelah 5-7 hari bila strikturnya simple, 14 hari apabila strikturnya panjang dan multiple.
2. Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi)
- Untuk striktur simple : kontrol 2 minggu pasca operasi untuk test pancaran (Uroflometri), selanjutnya
kontrol setiap 3 bulan.
- Untuk striktura residif, complicated, multiple & panjang (>1cm) : penderita diajari kateterisasi mandiri
(self kateterisasi), kateterisasi sampai dengan 1 tahun, residif paling sering terjadi pada tahun pertama.
BATU GINJAL
Batu ginjal adalah semua batu baik opaque maupun non opaque yang berada di ginjal
1.
2.
kalik
3.
Pielolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu dari pielum ginjal.
Bivalve nefrolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu baik dari pielum dan
ginjal dengan membelah ginjal menjadi dua sisi anterior dan posterior.
ESWL adalah alat untuk memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita.
1. Pielolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang berada di pielum dengan batu sekunder yang dapat diambil melalui pielum.
Alat :
Dexon 4-0
Redon drain set
Persiapan operasi :
- Persetujuan operasi
- Puasa sejak malam harinya
- Lavemen
- BOF pre operasi
- Profilaksis antiobiotika sesuai kultur.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan,
maka posisi miring kiri, bagian kanan di sebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus
dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang
15 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis
dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penempe-lannya
pada fascia seperlunya (sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka
lebih kurang sepanjang tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak
perirenal dibersihkan dengan menggu-nakan pinset anatomis & gunting Metzembaum bila perlu dilakukan
kauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal pada kedua kutubnya dengan kasa dan di
identifikasi pielum dengan mencari hubungannya pada ureter.
- Pielum dibuka dengan insisi berbentuk huruf V, kemudian batu diluksir keluar dengan
menggunakan stein tang. Batu sekunder yang kemungkinan ada juga di cari dan diluksir keluar.
- Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yang
telah dicampur Povidone Iodine secukupnya.
- Dilakukan pula spoeling ginjal dgn PZ steril saja.
- Penutupan pielum dijahit dengan Dexon 3.0, jahitan simpul terputus semua lapisan sekaligus.
- Cuci lapangan operasi dgn Pov. Iodine dan PZ
- Pasang redon drain pada fosa renalis.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis, muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus
abdominis transversus jahit satu lapis,muskulus oblikus abdominis eksternus satu lapis dengan
menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dgn plain catgut 3.0 dan kulit
dengan zeide 1.0
2. Bivalve nefrolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang bercabang dan memenuhi seluruh sistema pelvio
yang banyak.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan,
maka posisi miring kiri, bagian kanan disebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus
dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15
cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dgn memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis
dibelakang dan muskulus oblikus abdominis depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penem-pelannya
pada fascia seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka
lebih kurang sepanjang tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dgn kateter Nelaton. Lemak
perirenal dibersihkan dgn menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila perlu dilakukan
cauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dr lemak dilakukan fik sasi ginjal pd kedua kutubnya dgn kasa basah.
- Dipisahkan pada daerah pedikel ginjal antara pedikel dengan ureter/pielum
- Pedikel ginjal (tidak termasuk ureter) di klem dengan klem non traumatis menggunakan
Satinsky
klem. Kemudian ginjal didinginkan dengan memakai es PZ secukupnya. Klem Satinsky harus dibuka tiap
30 menit.
- Kapsula renalis dibuka tepat pd tepi lateral ginjal
- Dilakukan pengirisan pada Broders line sepan-jang tepi ginjal pada daerah korteks sampai
mencapai daerah sistema pelvio-caliceal.
- Batu diambil dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder yg kemungkinan ada juga dicari dan
diluksir keluar.
- Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yg telah
dicampur Pov. Iodine secukupnya.
- Dilakukan pula spoeling ginjal dgn PZ steril saja.
- Sistema pelviokaliseal dijahit dgn menggunakan Dexon 3.0 serapat mungkin, dgn mengguna-kan
simpul terputus.
- Korteks dijahit dengan khromik cat gut 2.0 dengan jarum bulat, jahitan matras.
- Kapsula renalis dijahit dengan Dexon 3.0 dengan simpul terputus.
- Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine dan PZ
- Pasang redon drain pada fosa renalis.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis,muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus
abdominis transversus di jahit satu lapis, muskulus oblikus abdominis eksternus satu lapis dengan
menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dengan plain cat gut 3.0 dan
kulit dengan zeide 1.0.
PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Di Rumah Sakit :
- Pelepasan kateter 24 jam setelah penderita siuman
- Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam.
- Pelepasan benang jahitan selang-seling 4 hari pasca operasi bila luka operasi kering dan pelepasan
benang keseluruhan 7 hari pasca operasi.
2. Di Poliklinik Urologi :
- Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol berikutnya tiap 3 bulan
- Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bulan pasca operasi
- Setiap kontrol dilakukan
pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, urin lengkap faal ginjal, urin
kultur dan tes kepekaan).
- Usahakan diuresis yang adekuat ; minum 2-3 liter / hari, sehingga dicapai diuresis 1,5 l/hari.
- Dilakukan konsultasi ke Instalasi Gizi untuk menentukan jenis diet sesuai analisa batu
- Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA ( B.P.H. )
BPH adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu
organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler.
Semua penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun yang datang dengan keluhan kencing kurang lancar
( sindroma prostatism ) yang terdiri dari :
1.
Gejala Obstruktif
Hesitansi, pancaran urin melemah atau mengecil, intermitensi, terminal dribling, terasa ada sisa
setelah selesai miksi.
2.
Gejala Iritasi
Urgensi (sulit menahan miksi), frekuensi (miksi lebih sering dari biasanya), disuria sampai akhirnya
terjadi retensi urin.
Classical LUTS :
1. Voiding symptom : WAHIDIT
Weakness of stream
Abdominal straining
Hesitensy
Intermittensy
Disuria
Imcomplete bladder emptying
Terminal dribble
2. Storage symptom : FUrNIB
Frekuensi
Urgensi
Nokturia
Incontinensia
Bladder pain
Complikasi BPH/BOO : BUHABOH
Bladder
UTI
Hematuria
Acut urinary retention
Bladder damage (trabekulasi - diverticel)
Overflow incontinence
Hidronefrosis & renal insuffisiensi
Medical TX/ for BPH : 3 kategori
1.
Farmakologis dgn ABA (alfa blocking agent)
2.
Hormonal dgn 5-ARI (alfa reductase inhibitor)
3.
Phytotherapi dgn plan extracts
ABA :
1. Long acting alfa adrenoceptor antagonis :
+ Terazosin
+ Doxazosin
spesifik untuk TU.
TERAZOSIN
tonus otot polos prostat
otot polos vasculer
Dimulai dgn dosis : 1 mg, 2, 5, 10mg max 20 mg
Moontly interval
Efek samping :
Dizziness 14%
Asthenia 11%
Somnolen 5 %
Headache 5%
DOXAZOSIN
Dimulai dgn dosis : 1, 2, 4 mg, max 8 mg.
Efek samping :
Dizziness 15%
Asthenia 10%
Somnolen 4 %
Headache 10%
TAMSULOSIN
selective 1-alfa adrenoceptor antagonist
Tidak berpengruh pada tekanan darah
2. 5-ARI :
Walsh Caribean family defisiensi DHT
FINASTERIDE
Menurunkan DHT 75 %
Vol prostat turun 30%
PSA turun 50%
Sel epitel atrofi mati prostat involusi
Bila PSA pre th/ 2 x lipat tidak dipengaruhi
Biasanya untuk prostat > 40 grm
Efek samping :
Impoten
2,1 %
Libido
1%
Ginecomasti 0,4%
Medical terapi hanya menaikkan uroflowmetri 3-4 ml/s
7.
8.
9.
10.
RT : pembesaran prostat :
- Grade I : berat < 20 gram
- Grade II : berat 20 - 40 grm, jelas menonjol , batas lateral >, & dangkal, sulkus median ttb / +
- Grade III : berat > 40 grm, batas atas tak teraba, teraba supra simpisis. indikasi open/Millins
Kriteria stop kateter :
1.
Miksi spontan.
2.
Residu urine < 10
3.
Bakteriuri terkendali
Uroflowmetri :
- Jumlah urin yang representatif : 200 - 300 cc
- Flow rate Max : - non obstruktif : > 15 cc/dt
- border line : 10 - 15 cc/dt
- obstruktif : < 10 cc/dt
- Grafik normal bifasik
DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Keluhan utama & lamanya keluhan
b. Pemeriksaan Klinis :
1. Status umum
- Inspeksi : Penonjolan supra pubik bila terjadi retensi urin dengan buli penuh.
- Palpasi
: Buli-buli teraba diatas pubis apabila terjadi retensi urin.
- Rectal toucher : Prostat teraba membesar konsistensi kenyal
c. Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, Faal hemostasis, Faal hati, Faal Ginjal, Elektrolit (K, Na), Urinalisis, Kultur urin dan
test kepekaan antibiotika.
d. Pemeriksaan Foto Radiologi
- BOF
- IVP
: Pada kasus BPH tanpa retensi urin
- USG : Ada gangguan faal ginjal (SC > 4 )
- Foto thoraks
e. Pemeriksaan penunjang lain :
- Uroflowmetri harus dikerjakan apabila penderita masih bisa kencing atau untuk
evaluasi
pasca terapi.
- Sistoskopi dilakukan pada penderita tanpa retensio urine dengan indikasi tertentu
- TRUS (Transrektal USG) dgn indikasi tertentu
- ECG
PENATALAKSANAAN
1.
Terapi medikamentosa diindikasikan pd penderita :
BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa penyulit (dianjurkan dengan IPSS)
BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra
Macam obat yang digunakan :
- Golongan alpha blocker
- Golongan inhibitor enzim 5 alpha reduktase
- Golongan finasteride
2.
Terapi operatif diindikasikan pada penderita :
Penderita dengan retensio urin akut atau pernah retensio urin akut
Penderita dengan retensio urin kronis artinya dalam buli-buli selalu lebih dari 300 ml.
Penderita dgn residual urine lebih dari 100 ml
Penderita BPH dengan penyulit : batu buli-buli, divertikel buli-buli, hidronephrosis, gangguan faal
karena obstruksi.
Terapi medikamentosa tidak berhasil
Flowmetri menunjukkan pola obstruksi,yaitu :
+ Flow maksimal < 10 ml/detik
+ Kurve berbentuk datar atau multifasik
+ Waktu miksi memanjang
1. Retropubik transkapsular prostatektomi (cara Millin) adalah suatu tindakan pengambilan
(pembuangan) jaringan prostat melalui retropubik dan membuka kapsul prostat.
2. Reseksi prostat transuretra (TURP) adalah suatu tindakan pengambilan (pembuangan) jaringan prostat
secara endoskopi dengan menggunakan alat pemotong (cutting loop) elektrik.
3. Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT) adalah invasi minimal ter- hadap prostat dengan
menggunakan kateter 22 F yang dihubungkan dengan sumber panas microwave 1296 MHz, dipanaskan
sampai 45 - 60 C dan uretra secara terus menerus didinginkan sehingga mukosa uretra tidak rusak.
1. Retropubik Transkapsular Prostatektomi (Millin)
Tehnik Operasi :
Pasang foto-foto pada light-box
Setelah dilakukan anestesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi supinasi
(telentang).
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone iodine 5% dari bawah os xyphoid sampai pertengahan
kedua paha dan skrotum di sangga dengan doek steril kecil.
Lapangan operasi di persempit dengan doek steril (lapangan operasi di mid line antara umbilikus
dan os pubis).
Insisi supra pubik dan infra umbilikal (midline) lapis demi lapis
Muskulus rektus abdominis dipisahkan ke lateral (pada linea alba) sambil merawat perdarahan
Lemak perivesikal disisihkan ke proksimal, identifikasi buli-buli dan prostat selanjutnya dipasang
spreader.
Pasang bantalan pada kiri dan kanan prostat (dengan kasa) dengan tujuan :
- agar prostat lebih menonjol
- identifikasi prostat lebih mudah
Jahit (hemostasis) kapsul prostat pada 4 tempat dengan chromic catgut no.
yaitu :
- lateral kanan dan kiri (arah oblique)
- tengah atas dan bawah kira-kira 1 cm dan 2 cm dari leher buli-buli.
Insisi kapsul prostat arahnya horisontal (diantara ke empat jahitan tersebut) sampai nampak
adenoma prostat.
Adenoma prostat dipisahkan dari kapsulnya dgn gunting metzeubaum secara tajam dan tumpul.
Setelah ada ruang antara kapsul dengan adenoma prostat sampai keluar semua adenomanya.
Bekas enukleasi di tekan dengan kassa sebanyak 4-5 lembar selama 5 menit untuk menghentikan
perdarahan.
Kasa diambil 2 sumber perdarahan dijahit dengan chormic catgut No. 0 pada jam 5 dan 7 secara
figure of eight. Rawat perdarahan yang lain dengan kauterisasi.
Kemudian pasang kateter three way 24F sampai ke buli-buli (balon jangan diisi dulu)
Kapsul prostat dijahit dengan chromic catgut No. 0 secara simpul bedah sampai tidak ada kebocoran
(water tight).
Isi buli-buli dengan PZ untuk melihat kebSetelah tidak bocor, balon kateter diisi air 40 cc dan di
fraksi dan dipasang spoel dengan PZ.
Rawat perdarahan dan pasang redon drain pada cavum Retzii
Semua kasa yang ada didalam dikeluarkan
Luka operasi ditutup lapis demi lapis :
- Otot dan fascia dijahit dengan chromic catgut
- Lemak dijahit dengan plain catgut
- Kulit dijahit dengan benang sutra (zeide)
2. Reseksi Prostat Transuretra (TURP)
Alat yang dipersiapkan :
- Cold light fountain standard (lampu endoskopi)
- Kabel cahaya fiber optik
- Pipa air dengan luerlock
- Alat koagulasi dan reseksi listrik
- Working element yang terdiri dari :
+ Sheath
: No.24 F atau 27 F
+ Obturator
: No. 24 F atau 27 F
+ Teleskope : Optik 0 atau 30
+ Cutting loop: No. 24 F atau 27 F
- Bougie : Roser 25 F,27 F, dan 29 F
Tehnik Operasi
- Pasang foto-foto pada light box
- Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam posisi lithotomi
- Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau (VTP)
- Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha
dan perut sebatas umbilikus
- Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek panjang berlubang untuk bagian
perut keatas.
- Dilatasi uretra dgn bougie roser 25 F sampai 29 F
- Sheath 24 F atau 27 F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.
- Obturator dilepas diganti dengan optik 30dan cutting loop sesuai dengan ukuran sheatnya.
- Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli
- Working element ditarik keluar untuk mengeva-luasi prostat ( panjangnya prostat yang menutup uretra,
leher buli dan verumontanum )
- Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan
- Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi paling lama 60 menit (bila
menggunakan irigan aquades ) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk
menghindari terjadinya Sindroma TUR.
- Apabila terjadi pembukaan sinus maka operasi segera dihentikan u/ menghindari sindroma TUR.
- Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan
perawatan perdarahan.
- Setelah selesai, dipasang three way kateter 24 F dan dipasang Spoel PZ atau aquades. Kateter ditraksi
selama 24 jam, dan dilepas 5-7 hari.
- Flowmetri dilakukan setelah lepas kateter dan penderita dapat miksi spontan.
- Penderita dapat pulang setelah diketahui hasil Patologi Anatominya
3. Transurethral Microwave Thermoterapi (TUMT)
Kriteria :
Volume prostat > 40 cc
Lobus medius (sub trigonam) tidak membesar
PSA 0-4 ng/ml
Tidak memakai Implan metal
Tidak memakai pacemaker jantung
Tidak mempunyai kelainan koagulasi
Tidak memakai Aspirin
Tidak mempunyai Angina
Panjang urethra prostatika > 25 mm
Alat alat :
Prostaprobe (dapat disterilkan dalam Glutaral-dehyde selama 15 menit dan dicuci dgan PZ)
Sarung tangan steril 3 pasang
Kondom 2 buah
Xylocain 2% jelly
Analgesik dan antibiotik
Doek steril
- Disposable syringe 5 cc= 2; 10 cc = 2
Larutan PZ
Folley kateter 16 F=1 & Urobag = 1
Persiapan penderita :
Sebaiknya dilakukan lavement dengan pemberian dulcolax suppositoria pada pagi harinya.
Kateter per uretram (bila ada) di klem untuk pengisian buli-buli
Analgesik (sedatif) dan antibiotik diberikan 1 jam sebelumnya
Tehnik Operasi :
Posisi penderita tidur telentang
Ukur temperatur aksilar dan catat hasilnya
Dilakukan pemeriksaan TRUS dengan probe 7,5 MHz untuk mengukur volume prostat : 0,52 x D1 x D2
x D3 (D1 = penampang longitudinal/sumbu panjang prostat; D2 = penampang melintang/ sumbu lebar
prostat ; D3 = penampang melintang/ sumbu tinggi prostat) dan mengukur panjang uretra pars prostatika.
Kateter uretra bila ada dilepas
Masukkan probe 2,5 atau 2,0 dari prosta probe sesuai program yang diminta pada uretra.
Masukkan probe rektal dan fiksasi pada tempatnya dengan baik
Jalankan mesin sesuai prosedur
Cek dan monitor probe rektal dan uretra secara berkala, dengan probe USG pada buli-buli.
Bila telah selesai lepaskan probe per uretram dan probe rektal
Pasang kateter per uretram No. 16 dan urobag
Penderita harus kontrol tiap minggu sampai pelepasan kateter di hari ke XIV.
Perawatan Pasca Operasi
1.
Di Rumah Sakit :
- Traksi kateter dilepas setelah 24 jam pasca operasi
- Spoel kateter dilepas apabila urine yang keluar sudah jernih ( 2 hari)
- Pada tindakan Millin :
- kateter dilepas setelah hari ke 5
- redon drain dilepas pada hari berikutnya, bila produksi < 20 cc/24 jam.
- pada tindakan TURP, kateter dilepas pada hari ke 3 atau lebih lama
2. Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi)
Pada bulan pertama kontrol 2 minggu sekali untuk evakuasi keluhan dan pancaran kencingnya.
Selanjutnya setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan setiap tahun
NEPHROSTOMI PERKUTAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Semua tindakan Endourologi yang menggunakan sinar rontgen harus diperhatikan perlindungan untuk
dokter/petugas dan juga untuk penderita.
Untuk petugas :
-pakai baju khusus (lood jas/apron)
-bila tidak perlu jangan berada dalam kamar operasi
-pakai dosimeter (bila tersedia)
Untuk penderita :
-batasi expose dengan sinar rontgen seminimal mungkin
-gunakan C arm dengan memori
Indikasi
1.
Pyonefrosis akut dan kronis
2.
Infected hidronefrosis
3.
Bilateral hidronefrosis
4.
Sebagai bagian dari test Whitaker
5.
Sebagai bagian PNL
6.
Hidronefrosis unilateral terapi tindakan definitif tidak dapat cepat dikerjakan (lebih dari 2 minggu).
Alat yang diperlukan
A. 1. Meja operasi tembus sinar-X
2. Image intensifier = C arm
3. Kontras minimal 2 ampul
B. Set katun steril
C. 1. Klem desinfeksi
2. Kasa depper
3. Larutan desinfektan (Povidone jodium 10%)
4. Doek klem atau steridrape
5. Spidol steril
6. Spuit 10 ml (2 buah)
7. Larutan anestesi 1%
8. Tangkai dan pisau yang sesuai (kecil)
9. Jarum punksi lengkap dengan mandrin : jarum Chiba 22G 20 cm (2 bh)
10. Larutan krontrast (urografin atau yang lain) minimal 2 ampul
11. Guide wire : Standar : panjang 80 cm ; 0,97 mm ; ujung fleksibel lurus atau panjang 100 cm ; 0,97
mm ; ujung fleksibel J.
12. Dilator teflon : Ch. 6 ; 8 ; 10 dan 12 F
13. Set dilator metal yang terdiri dari :
- Rigid guide wire (antena) Storz 27090 AG.
- 6 buah telescoping dilator/Storz 27090 A : Ch. 9, 12, 15, 21, 24F.
- Slotted canulla (Storz 27094 V)
14. Kateter Ch. 18F atau 20F, kantong urin
15. Alat jahit
16. Kasa ; plester
Tehnik Operasi
A. Persiapan penderita :
- Inform consent
- Pasang infus
- Antibiotika (untuk indikasi 1 & 2 : terapeutik ; 3,4 & 5 : profilaktik)
URS
( URETERORENOSKOPI )
Suatu tindakan Endoskopi seperti Sistoskopi dengan perbedaan utama pada anatomi ureter dan ginjal
serta ukuran yang kecil dari instrumentasi, untuk melihat dan melakukan tindakan didalam ureter dan
ginjal.
Indikasi URS :
1.
Diagnosa
- Evaluasi filling defect atau obstruksi pada radiologi
- Evaluasi gross hematuri unilateral
- Evaluasi maligna cytologi unilateral
- Surveilance pada terapi konservatip tumor tractus urinous atas
2.
Tindakan
- Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal basket (tertentu) :
+ diambil dengan forceps atau
+ dipecah (lithotripsi)
- Biopsi tumor /polyp ureter
- Reseksi tumor
- Dilatasi strictura
- Pengambilan benda asing
TEKNIK OPERASI :
1. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : lithotomi
N1-3
Semua N
Mo
M1
MRI scanning can be as useful as CT scanning and in some centres has been shown to be superior.
MRI however has not replaced CT scans in routine practice.
Chest radiograph (CXR)
a.
Routine chest radiographs are usually performed to detect pulmonary metastases.
b.
However, in equivocal cases, the CT thorax is more sensitive in detecting pulmonary metastasis.
Bone Scan
This is an optional investigation for the detection of bony metastasis and should be used selectively. Bone
metastases are only a common feature in higher stages of muscle-invasive bladder cancer. However, the
bone scan is useful as a baseline reference.
Pembagian staging yang lain adalah menurut Jewett Strong Marshall Stage.
FINISI :
Reseksi Transuretra
Dengan resektoskop dilakukan reseksi transuretra dalam keadaan narkose baik sebagai monoterapi
maupun dengan tujuan mengurangi masa tumor.
Cara ini dilakukan dengan menggunakan peralatan endoskopi.
Sistektomi Partial
Pengangkatan buli-buli secara parsial (sebagian buli-buli) sebatas daerah tumor. Adapun teknik operasi
dengan cara pendekatan supra pubik, identifikasi buli-buli dan kelenjar getah bening daerah pelvis, ligasi
arteri vesicalis superior, dilakukan limfadenektomi daerah pelvis dan wide eksisi tumor minimal 2 cm
daerah bebas tumor.
Radikal Sistektomi
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pangangkatan buli-buli, peritoneum
daerah pelvis, prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk
limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pengangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk
peritoneum daerah pelvis, uretra, serviks, uterus sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun
ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin dikerjalan berdasarkan persetujuan dokter,
penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa
digunakan adalah dengan cara Cofey atau cara Bricker.
Radiasi
Radiasi yang diberikan adalah eksternal radiasi dengan dosis 6000 7000 rad diberikan selama 5-8
minggu untuk tujuan kuratip dan 2000 rad untuk preoperatip (sistektomi).
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan secara topikal intravesikal.
Teknik Operasi
Pasang foto-foto pada light box
Setelah dilakukan anestesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi lithotomi.
Dilakukan pemeriksaan colok dubur dan bimanual palpasi
Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone jodine : di daerah penis, skrotum sebagian dari kedua
paha dan perut sebatas umbilikus.
Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki pada kedua kaki dan doek panjang
berlubang untuk bagian perut ke atas
Dilakukan panendoskopi dengan sheath No. F16, Optik 30o, untuk evaluasi uretra
Dilatasi dengan bougie roser secara gentle
Dengan sheath F 27 atau F 24 Sheat Resektoskop dengan obturator secara gentle dimasukkan ke dalam
buli-buli
Kemudian dilakukan evaluasi buli-buli, sebelum melakukan reseksi harus diperhatikan lokasi, ukuran
tumor, bentuk tumor.
Reseksi dilakukan / dimulai dari daerah tumor yang berbatas tegas dengan mukosa buli-buli yang normal
(daerah margin). Kemudian reseksi tumor dilanjutkan sampai tampak otot buli-buli sambil melakukan
hemostatis dengan cara fulgurasi. Selama reseksi, cairan irigan diatur sedemikian rupa sehingga operator
dapat melakukan reseksk tumor dengan baik, serta tidak menyebabkan perforasi buli-buli.
Untuk tumor yang besar, dan dasar tumor yang luas bentuk sesile, tumor papiler yang multiple, serta
lokasi tumor yang sulit, suker untuk melakukan reseksi sampai bersih.
Hati-hati melakukan reseksi tumor di muara ureter daerah trigonum, kemungkinan terjadi sikatrik di
muara ureter sangat besar sehingga dikawatirkan dapat menyebabkan terjadinya striktur. Beberapa
peneliti menggunakan penuntun sten kateter ureter sebelum melakukan reseksi.
Untuk tumor di dinding lateral buli-buli hati-hati akan terjadinya rangsangan nervus obturator saat
melakukan reseksi, sehingga terjadi kontraksi otot aduktor paha yang dapat mengakibatkan perforasi bulibuli.
Apabila tumor sudah bersih, dasar otot yang sudah dilakukan reseksi dilakukan biopsi untuk menilai
dalamnya infiltrasi tumor ( staging ).
Setelah dilakukan hemostasis, dilakukan pemasangan three way kateter No. F 24, sambil dilakukan
spoeling dengan cairan NaCl 0,9% sampai jernih. Tidak dilakukan pemasangan traksi kateter.
Jaringan reseksi timor dan biopsi dasar tumor dilakukan pemeriksaan PA.
a.
Partial Sistektomi
Indikasi :
Tumor tunggal, T1-T3, lokasi tumor pada dinding lateral buli-buli, atap buli-buli (dome), tumor pada
divertikel, adeno karsinoma daerah dome yang berhubungan dengan urachus.
Teknik Operasi
Pendekatan Retroperitoneal.
Persiapan operasi pada umumnya.
Pemberian antibiotika profilaksis, premedikasi.
Setelah anestesi general, penderita diletakkan dalam posisi supine.
Dilakukan pemasangan kateter No. F 16
Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan povidone yodine di daerah penis, skrotum, sebagian dari
pangkal paha, kateter, perut sebatas umbilikus, & vulva (wanita).
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Insisi midline supra pubik, perdalam lapis demi lapis.
Identifikasi buli & peritonium disisihkan ke kranial.
Bebaskan dinding buli kearah lateral & posterior.
Identifikasi KGB ipsilateral dengan cara mengikuti percabangan anterior dan posterior arteri iliaka
interna, sampai tampak pedikel arteri vesikalis superior, ligasi arteri vesikalis superior.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan froozen section.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang
sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan
insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga
sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga
terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli,
dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem sehingga
tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli-buli tampak jelas, sambil melakukan
hemostasis yang baik dengan elektro surgikal.
Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter (karena lokasi tumor
dekat dengan muara), maka dapat digunakan stent kateter ureter.
Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah
jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin,
termasuk lemak perivesikal.
Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan
adalah cara Politano-Ledbetter.
Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis.
Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi.
Pasang drain prevesikal, & kateter F 22 atau F 24
Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.
Pendekatan Trans Peritoneal
Untuk tumor daerah dinding posterior buli-buli, dianjurkan dengan pendekatan transperitoneal.
Insisi midline suprasimfisis, perdalam.
Identifikasi buli-buli dan peritonium, buka peritonium daerah midline, sisihkan usus.
Identifikasi vasa iliaka interna dan percabangan arteri vesikalis superior, serta dilakukan ligasi.
Bebaskan dinding posterior buli-buli serta identifikasi kelenjar getah bening ipsilateral.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan froozen section sebelum
mengambil keputusan lebih lanjut.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang
sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan
insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga
sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga
terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli,
dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem sehingga
tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli tampak jelas, sambil melakukan
hemostasis yg baik dgn elektro surgikal.
Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter (karena lokasi tumor
dekat dengan muara), maka dapat digunakan stent kateter ureter.
Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah
jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin,
termasuk lemak perivesikal.
Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan
adalah cara Politano-Ledbetter.
Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis.
Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi.
Pasang drain prevesikal, & kateter F 22 atau F 24
Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.
b.
Radikal Sistektomi
Persiapan preoperasi
Radiasi/ kemotrapi preoperasi dilihat kasus perkasus
Bowel sterilisasi
Prinsip teknik operasi :
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pengangkatan buli-buli, peritonium
daerah pelvis, prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk
limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pangangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk
peritonium daerah pelvis, uretra, serviks, uterus, sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun
ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin di kerjakan berdasarkan persetujuan dokter,
penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa
digunakan adalah dengan cara Cofey atau cara Bricker.
Follow Up :
Tahun I : setiap 3 bulan
Tahun II
: setiap 4 bulan
Tahun III : setiap 6 bulan & seterusnya.
Hal yang diperiksa pada saat kunjungan ulang :
Tentukan status penampilan ( performance status ), menurut kriteria Karnofsky. Menentukan T,N dan M.
Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorik dasar, dan sitologi urin.
Sistoskopi di kerjakan setiap kali kunjungan ulang, kecuali telah dikerjakan sistektomi.
Foto thorak : setiap 6 bulan sekali
Pyelografi intravena : setelah 6 bulan, 12 bulan dan bila ada indikasi tertentu.
PH dan elektrolit darah dikerjakan setiap kali kunjungan untuk penderita dengan diversi urin.
Pemeriksaan yang lain dikerjakan hanya atas dasar indikasi tertentu.
BCG Immunotherapy
Intravesical BCG has been shown to be efective in reducing tumour recurrence rate. IIb/B
BCG is superior to the other intravesical agents for the treatment of carcinoma in situ (CIS), with
complete response rates of approximately 70%. A/Ib
Only limited prospective randomised studies have been performed comparing the prophylactic value of
intravesical chemotherapy or immunotherapy. Current data seems to suggest superiority of intravesical
BCG over intravesical chemotherapy, with the exception of mitomycin C. Ib/B
BCG therapy is given as a standard induction course of 6 weeks with one installation a week. Monthly
maintenance therapy is not superior to standard therapy. III/B
The 6 + 3 schedule is probably superior to standard induction therapy for CIS.
A second 6 instillation course for patients who do not respond to a single course may be beneficial. III/B
Morbidity from BCG immunotherapy is common but is seldom severe or persistent.
Follow-Up Surveillance
For high risk patients, cystoscopy is recommended in the following schedule: 3-monthly for the first
year, 6-monthly for the next 4 years and annually for the next 5 years. Low risk tumours do not require
such frequent surveillance. (IV/C)
To detect upper tract urothelial cancer, an IVU is recommended at least once in two years, or else in
the presence of positive cytology with negative cystoscopy. (IV/C)
Muscle-invasive bladder cancer (T2, T3, T4)
Radical cystectomy or radiotherapy are the preferred choices for T2 and T3 bladder cancers. (III/B)
Radiotherapy is the usual choice for T4 bladder cancers. III/B
Neoadjuvant chemotherapy and adjuvant chemotherapy have not shown any advantage compared to
surgery or radiotherapy alone. Ib/A Not recommended
Patients should be carefully informed of the wide choice of urinary diversion and orthotopic bladder
reconstructions available, and their attendant advantages and complications. III/B
Metastatic bladder cancer
The MVAC (Methotrexate/Vinblastine/Doxorubicin/Cisplatin) and CMV (Cisplatin/Methotrexate/Vinblastin)
regimes are superior to the others but need to be carefully considered in terms of quality of life. Ib/A
Promising, new agents, such as paclitaxel, gemcitibine, ifosfamide and gallium nitrate should be
investigated.
KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma prostat adalah keganasan yang berasal dari sel acinus prostat.
DIAGNOSIS
Anamnesa :
Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan, pengobatan dan rujukan
Gejala-gejala obstruksi infravesikal
Tanda-tanda metastase
Pemeriksaan klinis :
Status urologi :
Inspeksi : Tanda-tanda pembesaran kelenjar regional / juksta regional, tanda-tanda invasi organ
terdekat, tanda-tanda metastase.
Palpasi : Kelenjar inguinal, kelenjar hypogas-trika, kelenjar Virchow, massa tumor di supra pubik.
Colok dubur : Nodulus, konsistensi prostat berdungkul keras, mobilitas, invasi perkontinuitatum ke
vesikula seminalis, rektum.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap
Faal hemostasis
Faal hati
Elektrolit
Urinalisis
Kultur urin dan tes kepekaan
Antigen spesifik untuk prostat (PSA)
Alkali fosfatase curiga metastase tulang
PSA (Prostat Spesific Antigen):
Suatu glikoprotein yang di sekresi oleh sitoplasma sel prostat.
Fungsi Mencairkan (kuquifasi) semen
Diproduksi oleh sel epitel asini & duktal
Waktu paruh 2,2 3,3 hari
Normal : 0 4 ng/cc
Setiap 1 grm BPH PSA meningkat 0,2 - 0,3 ng/cc
PSA < 10 ng/cc lymp node tidak terlibat
PSA > 40 ng/cc 60 % nodal disease
Post radical prostatectomy PSA = 0
Bila naik lagi recurrent disease
masih (+) residual disease
Faktor yang mempengaruhi kenaikan PSA :
1. Intrinsik : BUVICA
BPH, Umur, Volume, Infeksi, Ca prostat
2. Ekstrinsik :
Retensi urin akut, DRE (2x), Biopsi (57x), DK, Endoskopi (4x), TURP (53x), TRUS (1,3x)
Interpretasi PSA :
Kadar PSA :
0
0
0
0
2,5
3,5
4,5
6,5
ng/l
ng/l
ng/l
ng/l
Free PSA :
Enzimatically inactive
Uncomplex
Free
Nilai : 5 50 % dari total PSA
Cut-of 25 % sensitifitas 95 %
Moderate grade Ca prostat : gleason < 7
High-grade Ca prostat : gleason 7.
Recurrent of prostate cancer :
Post radical prostatectomi PSA >0,4 ng/l residual or recurrent
Hormonal th/ early.
Th/ standar :
Orchidectomi
LHRH agonist
Anti Androgen :
1. Sterodi :
Cyproterene acetat
Megastrol acetat
2. Non-steroid :
Flutamide
Nilutamide
Bicalutamide
Pemeriksaan radiologis :
Thoraks foto PA/lateral
IVP
USG abdomen
TRUS
Bone survey/scanning
CT scanning
MRI
bila diperlukan
Colok dubur teraba nodul keras, didapatkan peningkatan PSA > 4 ng/dl, lesi hypoekhoik pada TRUS
dilakukan Biopsi prostat
Uretrosistoskopi :
Adanya kecurigaan invasi pada uretra, bladder neck, buli-buli dilakukan uretrosistoskopi.
Diagnosa stadium klinis :
Histopatologi (sitologi urin/Biopsi) diagnosa stadium klinis guna memilih terapi yang adekuat
untuk penderita.
PROSTATEKTOMI RADIKAL
- Teknik suprapubik, insisi midline suprapubik sampai dengan 2 cm di atas umbilikus membuang prostat,
vesikula seminalis beserta lymfedenektomi pelvik meninggalkan jaras syaraf vaskuler.
- Tehnik perineal, insisi mercy pada perineal membuang prostat, vesikula seminalis, jaras syaraf vaskuler
terpotong, insisi kedua di atas untuk lymfedenektomi pelvik.
RADIASI EKSTERNA
Radiasi eksterna dengan rasdioterapi simulator (a.l : Xymatron) baik untuk terapetik, adjuvan maupun
paliatif.
RADIASI IMPLANTASI
Retropubik implantasi I 125 pada prostat
TERAPI HORMONAL
BEDAH, Orkhidektomi subkapsuler
MEDIKAMENTOSA dengan estrogen, LH-RH agonis, anti androgen
KEMOTERAPI
Dengan sitostatika pd kasus hormonal resisten
PENGOBATAN PALIATIF
Terutama pengobatan bebas nyeri pada keganasan lanjut.
Radiasi eksterna pasca operasi
Dilakukan setelah TURP sebagai terapik adjuvan atau pada prostatektomi radikal bila masih ada spillage,
dosis 60 65 Gy.
Paliatif Radiasi eksterna untuk metastase tulang :
Lokal, dosis 3500 4000 cGy selama 2 minggu
Difus, radiasi hemibogy 800 cGy tiap kali pemberian
RADIASI IMPLANTASI
Dengan I 125 dimasukkan ke prostat melalui insisi suprapubik dosis total 10.000 sampai 17.000 rads
HORMONAL TERAPI
Orkhidektomi subkapsuler, dengan anestesi lokal infiltrasi ke arah funikulus atau anestesi umum atau
regional, insisi pada raphe, dibuka rongga kanan kiri, buka tunika vaginalis keluarkan isi testis dengan
meninggalkan epididimis dan kapsul.
Medikamentosa :
- Estrogen, preparat DES dosis 3 mg/hari
- LH-RH agonis : leuprolide acetate, goserlin
- Antiandrogen : ketoconazole, flutamide
KOMBINASI ANDROGEN BLOKADE
Kombinasi antiandrogen dengan LH-RH analog atau orkhidektomi
KEMOTERAPI : Terutama untuk kasus hormonal resisten :
RADIASI EKSTERNA
- Stage A1, A2, B1 dimana lymfedenektomi hasil (-) radiasi pada prostat saja dosis total 6400 cGy selama
6,5 minggu.
- Stage A2, B tanpa lymfedenektomi radiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada
prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu
- Stage A2, B dengan lymfedenektomi hasil (+) area radiasi diperluas sampai dengan Th 2 sampai L5
dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (-) radiasi area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu
dilanjutkan daerah prostat saja 2000 cGy selama 2,5 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (+) radiasi area pelvik bila kelenjar para aorta positif juga
diradiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2500 cGy selama 2,5
minggu
- Stage D1 area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2000
cGy selama 2 minggu
PENATALAKSANAAN TERAPI
TRAUMA GINJAL
Trauma ginjal adalah suatu proses rudapaksa yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal, bisa
menyebabkan diskontinuitas kortex atau bahkan dapat merusak medulla sampai sistim pielokaliks, atau
merusak pembuluh darah utama ginjal. Biasanya merupakan salah satu diagnosa sari multiple injured
patient.
Klasifikasi :
1)
Trauma major : 85 %
Kontusio : Memar atau hematom subkapsuler, kapsul ginjal masih utuh
Laserasi minor : Kerusakan korteks parenkim ginjal bagian superfisial tanpa disertai kerusakan medula
atau sistim kaliks.
2)
Trauma mayor (10-15 %) (Ruptur Ginjal) : Kerusakan parenkim yang meluas mulai dari korteks dan
medulla sampai ke sistim kaliks
3)
Trauma vaskuler (1 %) atau Renal vascular injury : oklusi atau terputusnya pembuluh darah utama
ginjal.
-Trauma yang paling sering dari TU
-Ginjal dilindungi oleh :
Otot lumbar
Corpus vertebra
Iga dan viscera didepannya
-Causa :- automobile accident 80 %
- Sport
-Predisposisi keadaan patologis :
Hidronefrosis, tumor ruptur
Klasifikasi :
Grade I :
-mikroskopis/ gross hematuria
-Ro; normal
-Contusio / hematome subcapsuler
-Laserasi parenchime (-)
Grade II:
-Tidak meluas
-Hematome perirenal/ dalam laserasi kortikal < 1 cm
-Ekstravasasi urin (-)
Grade III :
-Laserasi parenkhim < 1 cm ke kortex
-Ekstravasasi urin (-)
Grade IV :
-Laserasi parenkhime luas mll corticomedulla junction
-Sistim kolekting terkena
-Laserasi vasa segmental
-Trombosis a.renalis segmental, laserasi parenkhim (-)
-Parenkhim iskemia
Grade V :
-Trombosis a.renalis utama
-Multiple mayor laceration
-Avulsi a/v. renalis utama
Klasifikasi Patologis:
1.
Kontusio : hematoma subkapsuler
kapsul intak
2.
Laserasi minor
:
kortek parenchym ginjal rusak, medulla & sistem kalisial intak
3.
Laserasi mayor : kerusakan kortek s/d medulla atau sistem kalisial
4.
Trauma Vaskuler: oklusi atau ruptur vasa renalis
Bila urin bocor masuk rongga intra peritoneal ileus paralitik
Klasifikasi Patologis :
1. Trauma renal minor (85 %) grade I & II
2. Trauma renal mayor (15%)
3. Vasculer injury (1 %) blunt trauma
Late Pathologic Finding :
1. Urinoma :
-Perinefric renal mass
-Hidronefrosis
-Abcess formation
2. Hidronefrosis :
-Hematome/ekstravasasi urin fibrosis Hidronefrosis
3. Arteriovenous fistel jarang
4. Renal vascular hipertension.
Clinical Finding :
-Hematuria gross/ mikroskopis
Derajat hematuri tdk berkaitan dengan derajat trauma
-Flank pain
-Echimosis di flank
-Fraktur iga bawah
-Nyeri abdomen acut abdomen
-Teraba mass.
Langkah Dx/ Trauma Tumpul Ginjal
observasi
KU Labil & ekstravasasi luas Expl. Laparotomi.
* Fragmented / shattered : Eksplorsi laparotomi
* Non visualized kontur baik : segera arterio grafi
Prinsip pengelolaan pada trauma ginjal :
- menyelamatkan /mempertahankan fungsi ginjal
- mengurangi morbiditas ginjal
1. Penetrating trauma : harus dikerjakan explorasi laparatomi
2. trauma tumpul :
Kontusio ren sikap adalah konservatif :
- bed rest total observasi 2 x 24 jam
- anti biotika broad spektrum
- observasi ketat vital sign, status lokalis
lab.: Hb, urin , sedimen
Indikasi operasi pada kontusio ren :
* perdarahan yg tdk dpt diatasi secara konservatif
* ekstra vasasi urin (urinoma)
* infeksi abses
Bahaya rebleeding hari ke 810 rebound litik
Kontrol IVP : 6 minggu, --- 6 bulan
DIAGNOSTIK
a)
Anamnesa :
Keluhan, kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma ( mode of injury ), riwayat penyakit ginjal
sebelumnya ( batu ginjal, hidronefrosis, kista )
b)
Pemeriksaan klinis :
Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah atau adanya syok karena berkurangnya volume
darah atau cairan intravaskuler. Dicari apakah ada kerusakan organ lain akibat proses rudapaksa yang
dialami penderita.
Status Urologis :
Inspeksi : Dilihat apakah ada jejas, hematome, luka terbuka, luka tusuk, luka masuk atau luka keluar
akibat tembakan didaerah perut bagian atas ( kiri atau kanan ), pinggang (kanan atau kiri) Dicari apakah
ada gross hematuria.
Palpasi : Dicari apakah ada tanda patah tulang iga 12, dan tanda penumpukan darah didaerah ginjal.
Biasanya ditemui adanya nyeri tekan ataupun nyeri ketok pada daerah ini.
Auskultasi : Pada kasus dimana sudah terjadi inhibisi cairan dari retroperitoneal kedalam rongga peritoneal
biasanya ditemui tanda ileus paralitik.
c)
Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan faal hemostatik, faal ginjal dan eritrosit dalam sedimen
urine pada keadaan syok diperlukan pemeriksaan hematokrit, analisa gas darah.
d) Pemeriksaan foto rongen
Pemeriksaan IVP di klinik ini dijadikan sebagai pemeriksaan standard untuk penilaian klinis adanya trauma
serta menilai berat ringannya trauma ginjal. Agar dapat terlaksana penderita tidak harus dalam keadaan
syok, dan tidak ada kontrainsikasi lain untuk pemeriksaan radiologis dengan menggunakan kontrast serta
tidak boleh menunda tindakan yang bersifat live-saving. Pada senter yang lebih maju, umumnya diluar
negari yang dijadikan standard adalah CT-Scan.
e)
Pemeriksaan penunjang lain
Pada keadaan tertentu dimana pemeriksaan IVP tidak dapat dilakukan atau kurang informatif dapat
dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi.
Pada kecurigaan trauma pedikel, dapat dilakukan pemeriksaan arteriografi renal.
Eksplorasi emergensi : adalah suatu tindakan eksplorasi ginjal yang mengalami trauma yang bernilai live
saving dengan tujuan mengatasi perdarahan. Selain untuk mengatasi perdarahan indikasi lain eksplorasi
emergensi adalah ; cedera vaskular ginjal, nonviable parenchym, ekstravasi urine major. Macam perlakuan
tergantung pada derajat kerusakan ginjal yang ditemui saat eksplorasi serta pertimbangan kondisi ginjal
kontralateral. Tindakan yang paling sering dilakukan nefrektomi. Tindakan lain yang mungkin dilakukan
adalah nefrektomi parsial, reparasi kerusakan parenkim dan sistim kaliks serta reparasi kerusakan
vaskuler.
Terapi konservatif : 85% trauma ginjal hanya membutuhkan tindakan tirah baring.
Eksplorasi tertunda : yaitu tindakan eksplorasi yang dilakukan pada penderita dengan terapi konservatif
dengan komplikasi berupa gejala perdarahan berulang, infeksi dan timbulnya urinoma.
Terapi Late complication : pada penderita yang pernah mengalami trauma ginjal dapat timbul
komplikasi berupa hipertensi, fistel arteri-venosa, urolithilasis dan pielonefritis. Pada penderita tersebut
dapat dilakukan tindakan ; terapi urolitiasis koreksi hidronefrosis atau fistel AV, atau nefrektomi.
1.
A.
-
Eksplorasi emergensi
Persiapan Pra Bedah gawat darurat. :
Melakukan resusitasi kardio-pulmonal, agar optimal untuk pembedahan emergensi
Mempersiapkan kebutuhan cairan dan darah yang dibutuhkan untuk pembedahan
Memasang kateter uretra
Melakukan informed consent
B.
-
C.
Teknik Operasi / Eksposur ginjal
Karena besar kemungkinan adanya trauma organ intraperitoneal maka approach operasi adalah lewat
sayatan perut vertikal dibagian tengah.
Penderita dalam posisi terlentang
Buat sayatan mediana dari prosesus sifoideus kearah simfisi pubis
Ekspolarasi organ intraperitoneal (hepar, lien, usus, omentum). Umumnya reparasi organ
intraperitoneal dilakukan lebih dulu, kecuali kalau perdarahan retroperitoneal yang lebih mengancam.
Pasang ring spreader
Usus halus dikeluarkan dan ditempatkan diatas dinding perut kontralateral.
Peritoneum posterior dibuka vertikal secara tajam di sebelah medial dan sejajar vena mesenterika
inferior. Kalau perlu agar eksposure dapat lebih baik, pada sisi kiri, arteri dan vena mesenterika inferior
dapat dikorbankan.
Pasang klem vaskuler pada vassa renalis
Insisi peritoneum posterior pada daerah white line ipsilateral, kolon disisihkan ke arah medial, agar
daerah retroperitoneal ipsilateral dapat di ekpose, bebaskan ginjal dari lemak perirenal.
Hematome dan darah yang terkumpul pada daerah retroperitoneal di keluarkan, nilai derajat
kerusakan ginjal, dan vaskular.
Perlakuan terhadap ginjal yang mengalami trauma tergantung pada beratnya kerusak-an, perkiraan
waktu yang diperlukan untuk tindakan yg bersifat koreksi, adanya trauma penyerta lain serta
keadaan umum penderita saat operasi
D.
E.
Nefrektomi
Pada tindakan nefrektomi parsial (atas atau bawah), sebaiknya dilakukan ligasi arteri segmental
terlebih dulu
Kalau diputuskan untuk melakukan nefrektomi total tindakan diawali dengan memasang klem hilus,
kemudian nefrektomi dan kemudian dilakukan double ligasi pada arteri dan vena renalis secara terpisah
dengan benang sutera No. 1
F.
Repair Vaskuler
Robekan pada arteri atau vena renalis dilakukan jahitan dengan prolene 5.0, interrupted.
Pada trombosis yang menimbulkan oklusi mungkin diperlukan graft yang berasal dari vena safena
G.
Repair Sistem Pielokaliks
Robekan pada pielum atau UPJ dijahit dengan chromic cat gut 4.0 atau 5.0 dan dengan pemasangan
splint
H.
Teknik Eksplorasi delayed
Ginjal di ekpose melalui sayatan lumbotomi lateral (ICS XI-XII)
Perlakuan pada ginjal tergantung berat ringanya kerusakan yang ada (seperti 1d,e,f,g)
2. Terapi Konservatif
80-85% trauma ginjal merupakan kontusio dan laserasi minor, dan tidak membutuhkan terapi
pembedahan, dan hanya memerlukan tirah baring, sampai makrokopis hematuria menghilanh dan tanda
vital normal dan stabil (berapa lama waktu yang diperlukan tidak disebutkan dari kepustakaan). Tindakan
yang dilakukan pada terapi konservatif ini adalah :
Tirah baring
Monitor Tanda vital berkala (tekanan darah nadi, frekuensi nafas dan suhu rektal)
Monitor perubahan tanda fisik pada status lokalis : flankmass, nyeri lokal
Monitor tanda berlanjutnya perdarahan ; Hb, hematokrit, Urine serial.
Terapi konservatif diangap tidak berhasil kalau didapatkan :
Perdarahan masih berlanjut, dengan tanda flank mass bertambah besar, atau gross hematuri menetap,
Ekstravasasi urine yang cukup besar (urinoma)
Komplikasi infeksi / sepsis
Perdarahan sekunder.
3. Perawatan pasca Bedah / follow-up
Pada penderita yang di nefrektomi perhatian harus ditujukan pada ginjal yang masih ada agar terhindar
dari proses patologi lain yg dapat timbul
Pada penderita yang diterapi konservatif atau dengan koreksi pembedahan harus dilakukan
pemeriksaan teratur secara berkala agar komplikasi yang timbul berupa hipertensi, fistel arteri-venosa,
urolitiasis, hidronefrosis dan pielonefritis dapat diketahui dan dikoreksi sedini mungkin.
TRAUMA BULI-BULI
Trauma buli-buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, dapat disebabkan oleh trauma tajam,
trauma tumpul maupun iatrogenik.
Semua penderita yang dicurigai trauma buli-buli, yaitu penderita dengan riwayat trauma yang disertai
dengan :
- Tidak keluar kencing atau tidak ingin kencing
- Kencing darah atau bercampur darah
- Nyeri didaerah supra symphysis/perut bagian bawah
- Nyeri tekan didaerah abdomen dan tegang (peritonismus)
- Sistografi : ada ekstravasasi kontras
- Test buli-buli : cairan yang keluar < cairan yang masuk buli
1. Trauma tumpul : - Kontusio buli-buuli
- Ruptur buli ekstraperitoneal
- Ruptur buli intraperitonela
2. Trauma tajam (penetrating) : tusuk, tembak, iatrogenik.
c. Radiologis : BOF fr. Pelvis, benda asing/peluru
Sistogrfi 300 cc kontras foto AP
d. Tes buli-buli 300 - 400 cc PZ tampung ulang.
e. Uretrogram bila ada bloody discharge
DIAGNOSIS
a. Anamnesa :
Keluhan utama :
- nyeri didaerah supra simphysis
- kencing darah atau bercampur darah
- tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Anamnesa kausal :
- instrumentasi didaerah urethra buli-buli
- Riwayat trauma/ fr. Pelvis
- Hematri, Anuria
- Infiltrat urin prevesikal
- Trauma perut bawah pd keadaan buli penuh
b. Pemeriksaan klinis :
1.
Status umum : Tensi, nadi, respirasi (ingat ABCD, karena biasanya disertai dgn trauma ditempat lain)
2.
Status urologi :
Inspeksi :
- adanya jejas didaerah symphysis atau pelvis
- kwalitas urine yang keluar ( hematuria )
Pemeriksaan laboratorium :
Sedimen urin
Darah lengkap
RFT, LFT, FH
Kultur urin
d. Pemeriksaan radiologis :
Foto polos abdomen dan sistografi
IVP (bila juga dicurigai ada trauma di upper tract dan vital sign-nya stabil
Foto thoraks
e.
Pemeriksaan penunjang :
- Test buli-buli :
Masukkan PZ 300 cc melalui kateter perurethra, kemudian keluarkan lagi bila jumlah yang keluar lebih
sedikit trauma buli-buli.
- Sistoskopi
Terapi trauma buli tergantung letaknya, yaitu extra peritoneal atau intra peritoneal.
Terapi :
Diversi urin harus adekuat
Drainage urin dari prevesikal area
Jahit ruptur buli
Pada ruptur intraperitoneal :
- Eksplorasi laparatomi
- Bladder repair
- Pasang drain cavum retzii
Pada ruptur Ekstraperitoneal :
- Konservatif : pasang DK 7 hari
- Infiltrat urin bertambah besar Eksplorasi +drain
Komplikasi :
- Pelvic abses ruptur ekstraperitoneal
- Peritonitis ruptur intraperitoneal
- Partial inkontinentia laserasi bladder neck
TEKNIK OPERASI
- Beri profilaksis antibiotika (ampisili 2 gr) sebelum operasi (bila ada hasil kultur urin, profilaksis sesuai
kultur).
- Pasang foto sistografi (bila ada) pada kotak cahaya
- Setelah dilakukan anesthesi, baik regional ataupun general penderita diletakkan dengan posisi
terlentang.
- Desinfeksi (dengan larutan povidon iodin 10%) didaerah paha atas, skrotum, penis sampai di processus
xyploideus.
- Pasang duk kecil dibawah skrotumnya
- Persempit lapangan operasi dengan duk steril
- Insisi kulit midline 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan
- M. rektum abdominis di split (dipisahkan) pada linea alba (tengah-tengah)
- Sisihkan prevesikal fat kearah kranial sehingga buli-buli terlihat keseluruhannya dengan jelas.
- Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan bentuk robekannya :
- Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada tepi-tepinya.
- Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans peritoneal
- Pasang DK 16 F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan pastikan DK masuk di dalam
buli (balon kateter jangan dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter sistostomi Ch. 22 atau 24.
- Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :
+ Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa
+
-
Klinefelters syndrome :
Fost common form of primery hypogonadism and infertility in males.
Cromosome : 47,XXY
Incidence Ca mamma 20 x lebih tinggi
Delay in the onset of adolescence
Hialinisasi dan fibrosis tubulus seminiferus >>>
FSH >> dan Testosteron <<
Terapi androgen replacement :
- Testosteron 50 100 mg / i.m./montly.
Turners syndrome (gonadal dysgenesis)
Cromosom : 45,X or XO.
Cardinal feature :
-variety of somatic anomalies,
-sexual infantilism,
-short staure.
Lymphedema of extremities and loose skin folds
Micrognathia, epicanthal folds, prominent low set ear
Fishlike mouth and ptosis.
Chest shieldlike, neck short, Hypertensi, renal abnormalities,cubitus valgusshort fourth metacarpal.
True Hermafrodism
Ambigius genetalia
Cromosome : 46,XX (60%) atau 46,XY (20%).
Ovotestis in the inguinal region or labioscrotal folds
Criptorchidism and hipospadia are often
Female Pseudohermaphroditism.
Normal ovaries with ambigius external genetalia.
Mascullinization
Congenital adrenal hperplasiaautosomal recessive
Male Pseudohermaphroditism.
Have testis, but external genetalia not completely masculinized.
Causa :
-Defect in testicular diferentiation
-Kegagalan sekresi testosteron
-Faillure of target tissue response to testosterone or dihidrotestosteron
-Kegagalan konversi testosterone menjadi dihidrotestosteron.
Pemeriksaan pada intersexuality :
1.
History : family history, pregnancy (hormon)
2.
Physical examination: KGB, labioscrotal folds, RT.
3.
Karyotype analysis.
4.
Initial studies : Plasma 17-hydroxyprogesteron, dihidroepiandrosterone, testosterone and
dihydrotestosterone.
5.
Serum elektrolite
6.
Sonogram or MRI of the kidney, ureter and pelvic content.
7.
Provisional diagnosis
8.
Vaginogram (selected cases)
9.
Endoscopy, laparotomy, gonadal biopsy.
HYPOSPADIA
Three periods of uneven inspiration mark the history of hypospadias repair; the 19th century, where the
principles of this surgery were remarkably good but the technical facilities were insufficient, the first twothirds of the 20th century, where many procedures were published, often advocating a multi-stage
reconstruction, the use of inadequate tissues (hairy skin) for urethroplasty, and accepting imperfect
results; and finally, the 1980s where modern principles have been standardized, ofering better and regular
cosmetic and functional results, and using some of the 19th-century ideas which were revived successfully.
Definition
Hypospadias may be defined classically as an association of three anatomical anomalies of the penis that
is :
1. an abnormal ventral opening of the urethral meatus which can be located anywhere on the ventral
aspect of the penis (the urethral meatus may appear narrow, but is only exceptionally stenotic);
2. an abnormal ventral curvature of the penis (chordee);
3. an abnormal distribution of the foreskin around the glans with the ventrally deficient hooded foreskin.
Looking carefully at these anomalies, hypospadias might be defined as an atresia of the ventral radius of
the penis. The skin shaft is often poorly represented on the ventral aspect of the penis and sometimes very
adherent to the underlying urethra; the ventral height of the glans is poor and the ventral side of the glans
itself is opened wide. The corpus spongiosum distal to the ectopic urethral meatus is atretic and is one of
the major factors of the penile chordee; the frenular artery is always missing, even when the foreskin is
intact, and in some rare cases the ventral aspect of the corpora cavernosum is also atretic. The aetiology
of the poor development of the ventral tissues of the penis is unclear; impaired hormonal production or
receptivity, genetic disorders or vascular anomalies have been suggested but never confirmed, although
the anomaly may have an increased incidence in members of the same family.
The concept of the urethral plate
The urethral plate is a strip of urethral mucosa extending from the ectopic meatus toward the glans. In the
male embryo, the urogenital plate is the horizontal segment of the urogenital sinus which appears at 11
weeks' gestation and lies under the genital tubercle. The urogenital plate is at the origin of the penile
urethra but not the distal urethra (glanular urethra) which has a diferent embryological origin and appears
later, at 4 months' gestation.
Since these recent studies, most paediatric urologists recognize that the urethral plate as such is rarely the
cause of chordee and is a reliable `mooring plate' on which to fix the urethra. This is shown clearly in
severe posterior hypospadias or even in ambiguous genitalia, where the phallus can be straightened and
developed by lifting the urethral plate of the ventral surface of the corpora cavernosum.
Principles of hypospadias surgery
According to the anatomical features described above, three main steps characterize hypospadias surgery;
1. the correction of the penile chordee;
2. the reconstruction of the missing urethra (urethroplasty);
3. the covering of the penis and fashioning of the slit-shaped urethral meatus (meatoplasty),
reconstruction of the ventral aspect of the glans (glanuloplasty), transfer of the dorsal mucosa and dorsal
skin to create a mucosal collar around the base of the glans covering the penile shaft.
The correction of the penile chordee depends on four possible factors;
1. the abnormal distribution of the skin around the penile shaft and the tethering of the skin onto the
underlying layers;
2. the tethering of the urethral plate onto the ventral surface of the corpora cavernosa;
3. the atretic corpus spongiosum which extends in a fan shape from the ectopic meatus to the glans cap;
4. in rare cases, an asymmetrical disposition of the corpora cavernosa (atresia of the ventral aspect) can
be responsible for some residual chordee. Therefore, the correction of the chordee, when it exists, requires;
1. the de-gloving of the penis;
2. the dissection of the urethral plate. It is remarkable to see the lengthening and the narrowing of the
urethral plate as soon as it is freed from the corpora, even in posterior hypospadias. The two lateral wings
of the glans should also be dissected extensively at this stage;
3. the excision of the atretic and fibrous corpus spongiosum distally to the ectopic meatus;
4. in rare cases (<5%), the penis remains bent ventrally and a dorsal plication of the tunica albuginea
should be performed, or a derotation of the corpora, which is a more complex procedure.
The most common sutures used for urethroplasty are the 6/0 and 7/0 polydixanone, polyglactin or catgut.
When the urethroplasty is completed, the meatoplasty and glanuloplasty are performed approximating the
two wings of the glans over the neourethra. A mucosal collar is brought ventrally around the corona using
the excess of dorsal preputial mucosa.
Urinary diversion varies with the type of reconstruction. The reconstruction of distal hypospadias may need
no urethral catheter. The authors place a transurethral catheter (feeding tube, size 6 or 8) for between 4
and 15 days, depending on the extent of the reconstruction. The authors no longer use suprapubic
diversion, which is favoured by some paediatric urologists.
A practical classification of hypospadias
1.
The glanular hypospadias. The meatus is distal to the corona and there is usually no chordee. The
most popular procedure used is meatoplasty advancement and glanuloplasty incorporated (MAGPI).
Alternatively, the distal urethral plate can be tubularized if the glans groove is deep enough. Others use a
flap of shaft skin
2.
Anterior hypospadias with no chordee. The meatus is at any position between corona and mid-shaft.
When the urethral plate is wide enough a Thiersch-Duplay urethroplasty may be used; a Mathieu
urethroplasty is an alternative.
3.
All other hypospadias with chordee. These require a three-step approach as described above;
a. untethering and preservation of the urethral plate;
b. Duplay or onlay urethroplasty;
c. meatoplasty, glanuloplasty and skin cover.
Hypospadias cripple.
These usually require a complete revision of the repair. The urethral plate, even when scarred, may be
preserved in many cases and an onlay buccal mucosal graft performed. When the tissues are too scarred,
a complete excision of the previously reconstructed urethra is required and a tubular urethroplasty using
buccal or bladder mucosa is then recommmended.
Current techniques used by paediatric urologists. Paediatric urologists tend to use single-stage procedures,
which are usually performed when the patient is 18-24 months of age.
Glanular hypospadias
MAGPI, described by Duckett in 1981, is not an advancement of the meatus but a reshaping of the glans,
which gives the illusion that the urethral meatus has been moved to the tip of the penis. The incision line is
drawn 5 mm proximal to the ectopic meatus and follows the cutaneomucosal junction of the prepuce. A
deep vertical incision into the glanular groove for a distance of about 1 cm opens the dorsal meatus
generously. Transverse closure of the diamond-shaped defect thus created flattens out the glanular groove
and allows a straight stream to emerge. The ventral lip of the urethra is fixed with a holding suture and
brought forward. This tilts the glans to a more normal conical position and allows the lateral wings of the
glans to rotate to the ventrum. A sleeve approximation of the penile skin is performed, excising all
redundant tissue and leaving a ircumcised appearance. The MAGPI is particularly indicated when the glans
is broad and flat.
The idea of using the mucosa of the distal groove to reconstruct minor hypospadias has been described by
several authors;
1. the glans approximation procedure (GAP), described by Zaontz, is possible when there is a wide glanular
groove.
2. Gilpin describe glanular reconstruction and preputioplasty (GRAP) using the same principle.
3. Barcat reconstructedthe distal urethra with one cutaneous flap and one glanular flap.
In many cases of glanular or coronal hypospadias, the technique of Mathieu (described in 1932) can be
used safely.
Anterior hypospadias with no chordee: Mathieu procedure
Two parallel incisions are made on either side of the urethral plate up to the tip of the glans and deep to
the corpora cavernosum. The incision line delineates a parameatal-based skin flap, which is folded over
and sutured to the edges of the urethral plate. The lateral wings of the glans are generously dissected from
the corpora cavernosa. The rest of the procedure follows the recommendations given above.
Hypospadias with chordee
Three techniques are illustrated;
1. `Yelsnar' procedure, which is based on Ransley's operation for epispadias repair demonstrates an onlay
urethroplasty, when a pedicled foreskin flap or a free buccal mucosal graft may be used. In both these
procedures the urethral plate is lifted of the corpora cavernosa.
2. Transverse island-flap technique which ignores the urethral plate, which is excised, and uses a
tubularized pedicled flap of foreskin placed between the ectopic meatus and the glans. The risks of
stricture in this technique are higher because of the circular anastomosis.
3. Any persisting chordee following these procedures is corrected using a modified Nesbit operation.
MAGPI
Mathieu
Onlay urethroplasty
The transverse preputial island flap technique
The Yelsnar procedure
Complications
These modern techniques should give :
Hipospadia :
Letak OUE lebih proximal
Ada chordae penis bengkok.
Preputium bagian ventral minimal/ tidak ada, bagian dorsal berlebihan.
Operasi hipospadia :
Usia 1 tahun chordektomi.
Usia 1,5 tahun rekonstruksi uretrae
Kalau terjadi fistel + 6 bulan lagi. fistulektomi.
Tanda sex primer :
- adanya gonad.
- cromosom sex.
Tanda sex scunder :
- alat kelamin luar.
IMPOTENSIA
Ketidak mampuan untuk : ereksi dan / atau memper-tahankan ereksi sampai cukup untuk melakukan
penetrasi vagina.
Etiologi :
1. PSIKOGEN :
- cemas
- stress
- problema perkawinan
- depresi / neurose / psikose
2. ORGANIK
- kel. endokrin : DM
- trauma
- operasi daerah pelvis
- penyakit vaskuler
- CRF
- obat-obatan, dll
TUJUAN EVALUASI:
1. Membuktikan benar tidaknya keluhan
2. Membedakan impotensi organik/
psikogenik.
3. Menentukan diagnosa etiologi dan
faktor penyebab.
4. Menentukan cara terapi
5. Evaluasi hasil terapi pasien dan pasangannya.
Pemeriksaan :
1. ANAMNESA :
- Lengkap, detail dan teliti
- Aspek seksual, medis, bedah psikis
dan kebiasaan.
2. FISIK DIAGNOSTIK :
Sistematis dan menyeluruh
3. LABORATORIUM :
- DL, UL, RFT, Kadar gula darah, Hormonal.
4. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. NPT test
b. Test tekanan darah penis dan penobrachial indeks (PBI)
c. Test farmakologi
d. Kavernosometri & kavernosografi
e. Arteriografi
f. Test konduksi saraf dan cetusan potensial
A. NPT TEST (Nocturnal Penile Tumescene)
- Laki-laki normal tidur malam, 3 - 5 kali ereksi
spontan bersama gerakan cepat bola mata (REM)
- Asumsi :
1. Mekanisme NPT dan ereksi karena rangsangan erotik adalah sama.
2. Impotensi psikogen tetap terjadi NPT
- Keakuratan NPT 805
- Cara : 1. Stamp test
2. Mercury Strain Gauge
3. Snap Gauge
4. Regiscan
B. TEST TEKANAN DARAH PENIS & PBI
- Membandingkan tekanan sistolik arteri dorsalis
penis dengan tekanan sistolik a. brachialis.
- Bila : > 0,90
: Normal
0,75 - 0,90 : Mungkin normal
0,60 - 0,75 : Gray zone
< 0,60
: Abnormal
Abnormal : Impoten karena vaskulogen
C. TEST FARMAKOLOGI
1. Test Papaverine : Positif bila dalam 10 menit ereksi normal rigid angulasi > 90, bertahan lebih dari
berarti impoten vaskulogen (-)
2. Kombinasi papaverin dan Phentolamin
3. Prostaglandin E1 (PGE1)
D. CAVERNOSOMETRI & CAVERNOSOGRAFI
Bila curiga impotensi venogen yaitu gangguan oklusi atau kebocoran vena yang ditandai dengan :
1. Tekanan intra corporal tidak pernah melebihi
tekanan sistolik (> 100 mm Hg).
2. Tekanan intra corporal menurun cepat (< 10 detik).
3. Cavernosografi terdapat kontras dalam v. dorsalis, v. cruralis, v. saphena.
E. ARTERIOGRAFI
Dikerjakan bila PBI abnormal serta rencana rekonstruksi vaskuler.
F. TEST KONDUKSI SARAF & CETUSAN POTENSIAL
Dikerjakan bila curiga penyebabnya : Neurogen
TERAPI IMPOTENSI:
1. PSIKO/SEKS TERAPI
Bila penyebabnya psikogen
2. MEDIKAMENTOSA
a. Substitusi androgen
b. Yohimbine hidrochloride
c. Farmakologi intra kavernosa :
- Papaverine HCL
- Papaverine Phentolamin
- PGE1
Insiden priapismus (ereksi > 6-8 jam) :
- Papaverine 9,5%
- Papaverine phentolamin 5,3%
- PGE1 2,4%
Penanganan :
- Aspirasi darah 90 - 150 cc
- Injeksi intra kavernosa a adrenergik
- Shunting dengan winter
3. PEMBEDAHAN
a. Vaskuler
b. Pemasangan penis protesa
PROTOKOL IMPOTENSIA
Kunjungan I :
Anamnese
INFERTILITAS
PASANGAN INFERTIL :
Tanpa kontrasepsi
- Orkhitis
- Obat-obatan
- Infeksi
- Varikokele, dll
POST TESTIKULAR :
1.
Gangguan ejakulasi :
- Volume turun s/d (-)
- Retrograd
- Volume meningkat
2.
Obstruksi :
- Vasektomi
- Trauma
- Infeksi, dll
ANAMNESA :
- Lama perkawinan / frekwensi koitus / potensi / libido
- Penyakit-penyakit sebelumnya
- Penggunaan obat-obatan / radiasi / daerah testis
Fisik :
- Tanda-tanda seks sekunder/ginekomasti
- Penis : hypospadia / Chorrdae, dll
- Testis : N = 2,5 x 4,5 cm
- Lebih baik Orchidometer
- Epididimis / vas deferens
- Varicocele
Analisis semen
- Tiga hari abstinensi
- Pemeriksaan min. 2x (interval 2 mg - 3 bln)
- Volume : 1,5 - 5,3
- Densitas
- Motilitas
- Morfologi
Pemeriksaan lain :
- Test penetrasi in-vitro
- Test penetrasi in-vivo
- Test fertilasi in-vitro (dengan telur harmster)
- Test immunologik
- Pemeriksaan hormonal :
- FSH, LH, Testoteron, Prolaktin, Thiroid
- Biopsi Testis
- Vasografi
Terapi :
1. MEDIKAMENTOSA
- Manipulasi hormon gonadotropin, FSH, LH
- Macam : Clomiphen
HCG
Bromocriptin
Testosteron
Simphatominetik
Kortikosteroid
2. PEMBEDAHAN
Vasoligasi vena spermatika interna
Vaso-vasostomi & Vaso epidimostomi
3. INSEMINASI ARTIFISIAL
- Menggunakan sperma suami
- Menggunakan sperma donor
4. VERTILISASI IN-VITRO
Bayi tabung
Prinsip : induksi ovulasi -- pengambilan ovum -- persiapan sperma -- inkubasi ovum dan sperma dalam
media -- transfer embrio ke dalam uterus.
5. KONSELING
- Penjelasan yang hati-hati dan sabar
- Alternatif adopsi
ART ( Assisted Reproduuctive Technology)
Ada beberapa macam :
1.
IVF : In Vitro Fertilization
2.
GIFT : Gamete Intra Fallopian Transfer
3.
4.
Prinsip ART :
1.
Sperma dibuat mudah masuk ruang perivitelin
2.
Meng-injeksi sperma kedalam ruang perivitelin / ooplasma
Teknik ART :
1.
PZO (Partial Zona Dissection). Membuat celah pada zona pellucida.
Cara : Oosit Enzim Hialurudinase (menghilangkan humulus. diletakkan dalam kulturmsukrosa
hipertonik ooplasma mengkerut dan ruang perivitelin membesar robek dengan jarum. Masih perlu
sperma 500 ribu 1 juta. Fertilitas 79 %.
2.
SUZI ( SubZonal Insertion).
Perlu 50 ribu sperma
Caranya seperti PZO, tapi tidak dirobek. Langsung ditusuk jarum dan injeksi sperma 1 50 sperma.
3.
ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).
Cara : 1 spermatozoa 1 sel telur
Cara
1.
2.
3.
pengambilan Sperma :
MESA : Microscopic Epididymal Sperm Aspiration
PESA : Percutaneus Epididymal Sperm Aspiration
TESA : Testicular Sperm Extraction
COMPARISONS OF TESTICULAR DIMENSIONS (LENGTH x WIDTH) AND VOLUME FOR PREPUBERTAL AND
PUBERTAL BOYS ANF NORMAL ADULT MEN
Absent Ejaculation
Drugs
Surgery
Vascular occlusion
Diabetes mellitus
Psychologic disturbances
Azoospermia
Seminiferous tubular sclerosis
Klinefelter's syndorma
Chromatin-negative Klinefelter's syndorma
Germinal aplasia
Idiopathic
Drug/radiation exposure
Klinefelter's syndorma with mosaicism
XYY syndroma
Maturation arrest
Idiopathic
XYY syndroma
Varicocele
Ductal obstruction
Endocrinopathy
Oligospermia
1.
Idiopathic
2.
Cryptorchidism
3.
Varicocele
4.
Systemic Infection
5.
Endocrinopathy
IV. Normal but Infertile
1.
Gynecologic abnormality
2.
Abnormal coital habits
3.
Acrosomal defects
4.
Immunologic
5.
Unexplained
V. Asthenospermia
1.
Spermatozoal structural
2.
Prolonged abstinence
3.
Idiopathic
4.
Genital tract. Infection
5.
Antisperm antibodies