Anda di halaman 1dari 20

1

Bab I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kesulitan belajar siswa dalam belajar matematika
disebabkan oleh objek kajian matematika yang bersifat abstrak. Objek
kajian matematika yang abstrak ini tidak ditunjang dengan suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang tepat. Masalah klasik yang
sering muncul dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah masih
banyak guru yang melakukan proses pembelajaran matematika dengan
pendekatan konvensional dengan cara yang kurang baik dan kurang cocok
pada materi tertentu, yakni guru secara aktif mengajarkan matematika
kemudian memberi contoh dan latihan. Di sisi lain, siswa mendengarkan ,
mencatat dan mengerjakan latihan yang diberikan guru, sehingga
pembelajaran menjadi kurang bermakna dan membuat siswa kurang aktif.
Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar khususnya untuk
memacu penguasaan materi pelajaran pada jenjang SD, SMP, SMA , perlu
adanya penyempurnaan proses belajar mengajar dan metode pembelajaran,
khususnya pada pelajaran matematika agar dapat diperoleh hasil belajar
yang lebih baik. Senada dengan pendapat yang di atas, kurangnya
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita mengakibatkan siswa
kurang terampil dalam menjawab beberapa bentuk soal matematika.
Penyebab lainnya dikarenakan adanya guru yang beraanggapan bahwa
soal cerita matematika merupakan soal soal penerapan tingkat tinggi,
sehingga soal cerita matematika tidak dikembangkan dalam proses
pembelajaran dari awal pengenbangan konsep.
Teori peluang adalah salah satu materi matematika yang
membutuhkan tingkat penalaran yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan
dalam pemahaman konsep dan pengerjaan soal soalnya membutuhkan
analisa dan logika yang tinggi. Apalagi bentuk soal yang dihadapkan lebih
banyak berupa soal cerita dan dalam pelaksanaan nya siswa banyak
mengalami kesulitan. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba
menerapkan model Pembelajaran Kontekstual atau Pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) pada materiTeori Peluangdi kelas XI subbab


kaidah pencacahan, karena diharapkan siswa tidak mendapatkan kesulitan
dalam belajar matematika karena pendekatan CTL membuat siswa lebih
aktif dalam belajar dan akan mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan kehidupan sehari hari, sehingga siswa mengetahui manfaat
matematika secara nyata.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan di ambil
1

yaitu :

1. Bagaimana penerapan CTL dalam pembelajaran matematika tentang


kaidah pencacahan?
2. Bagaimana menghitung banyaknya cara dalam berfoto pada objek wisata
Candi Prambanan dengan kaidah pencacahan berdasarkan CTL?
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang pembelajaran kontekstual.
2. Untuk mengetahui bagaimana menghitung banyaknya cara berfoto pada
objek wisata Candi Prambanan.

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Hakikat Pembelajaran Matematika

Menurut Hamalik ( Nasution, 2008 ) pembelajaran adalah suatu


kombinasi yang tersusun meliputi unsur unsur manusia, materi , fasilitas,
perlengkapan. Proses pembelajaran dikaitkan berhasil jika siswa belajar
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai sebelumnya. Adapun manusia
yang terlibat adalah siswa dan guru yang saling berinteraksi satu sama
lain.
Depdiknas ( 2004 : 7 ) mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika tidaklah sama maknanya dengan mengajar matematika.
Mengajar diartikan menyampaikan ilmu pengetahuan ( bahan ajar ) kepada
siswa atau peserta didik. Dengan demikian, siswa dianggap sebagai objek
bukan subjek. Siswa hanya pasif menerima apa yang disampaikan guru,
sebaliknya guru sangat menentukan. Pandangan ini disebut berpusat pada
guru ( Teacher Centered).
Depdiknas ( 2004 : 8 ) juga mengemukakan bahwa belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan pembelajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh
siswa, sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru
sebagai pemimpin belajar.
Dari pendapat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pwmbelajaran matematika adalah interaksi belajar mengajar yang tidak
memandang siswa hanya sebagai subjek. Dengan demikian, pengetahuan
atau bahan ajar tidak hanya berasal dari guru tapi siswa dilibatkan secara
aktif untuk membangun konsep atau pengetahuan sendiri. Pada
matematika, pengetahuan atau bahan ajar yang dimaksud adalah yang
berkaitan dengan konsep matematika.

B. Matematika Luar Kelas ( Out Door Mathematic )


Salah satu cara agar dalam belajar matematika lebih mudah
dipahami dan dimengerti adalah dengan cara mengaitkannya dengan
kehidupan sehari hari. Karena apabila dalam belajar matematika

pengajar memberikan teori dan rumus rumus hal itu dapatmembuat


peserta didik menjadi bosan dan cenderung jadi tidak menyukai pelajaran,
maka dari itu diperlukan suatu model pembelajaran di luar kelas dimana
siswa bisa mengaitkannya dengan konsep dan pembelajaran dikelas.
C. Pembelajaran Kontekstual( Contextual Teaching and Learning)
a. Pengertian Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning)
Konsep dasar dan karakteristik CTL menurut Wina Sanjaya
( 2008 : 109 ) Contextual Teaching and Learning ( CTL ) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya

dengan

situasi

kehidupan

nyata

sehingga

mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.


Pengertian pembelajaran kontekstual menurut Baharudin dan Esa
( 2007 : 137 ) pembelajarn kontekstual ( Contextual Teaching and
Learning ) adlah konsep belajar yang membantu siswa mengaitkan
antara materi yang diberikan dengan dunia nyata san menghubungkan
pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari hari, dengan
konsep seperti itu siswa diharapkan mendapatkan pelajaran yang lebih
bermakna.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching
and learning ( CTL ) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan tenaga kerja ( US. Departement of Education the
National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001 )
b. Ciri Ciri Pendekatan Pembelajaran Konstekstual
Menurut Blanchard, ciri ciri kontekstual :
a. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
b. Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks.
c. Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar
mandiri.

d. Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok


atau secara mandiri.
e. Pelajaran menekankan pada kontks kehidupan siswa yang berbedabeda
f. Menggunakan penilaian otentik.
c. Komponen - Komponen Penting Pembelajaran Kontekstual
Menurut Priyatni Pembelajran Kontekstual ( CTL ) memiliki tujuh
komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1. Konstruktivisme (Construktivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan
CTL yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas ( sempit dan tidak sekonyong konyong. Strategi
perolehan pengetahuanlebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa

banyak

siswa

mengingat

pengetahuan.

Konsep

konstruktivisme menuntut siswa untuk dapat membangun arti dari


pengalaman baru pada pengetahuan tertentu.
Priyatni ( 2002 : 2 ) menyebutkan bahwa pembelajaran
yang

berciri

konstruktivisme

menekankan

terbangunnya

pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari


pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman
belajar yang bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide ide. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
2. Inkuiri ( inquiry )
Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan
pembelajaran konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus
selalu

merancang

kegiatan

menemuakn, apapun materinya.


Inkuiri adalah siklus

yang

merujuk

proses

pada

dalam

kegiatan

membangun

pengetahuan yang bermula dari melakukan observasi, bertanya,

investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep.


Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau
fenomena

dan

dilanjutkan

dengan

melaksanakan

kegiatan

bermakna untuk menghasilkan temuan. Priyatni ( 2002 : 2 )


menjelaskan bahwa inkuiri dimulai dari kegiatan mengamati,
bertanya,

mengajukan

dugaan

sementara

hipotesis

mengumpulkan data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan akhir.


3. Bertanya ( Questioning )
Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan
dalam pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa
yang sudah diketahuinya, dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahui.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang
dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai
wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya jawab dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, atau siswa dengan
orang lain yang didatangkan dikelas.
4. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan
belajar dalam pembelajaran konstekstual ( CTL ). Masyarakat
belajar adlah kelompok belajar yang berfungsi sebagai wadah
komunikasi untuk berbagai pengalaman dan gagasan. Aplikasinya
dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau
kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar
dengan teman teman lainnya. Belajar bersama dengan orang lain
lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan ornag lain. Hasil
belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antar teman , antar

kelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran


konstektual dilaksanakan dalam kelompok kelompok belajar
yang anggotanya heterogen sehingga akan terjadi kerja sama antara
siswa yang pandai dengan siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat
belajar

difokuskan

pada

aktivitas

berbicara

dan

berbagi

pengalaman dengan orang lain.


Priyatni ( 2002 : 3 ) menyebutkan bahwa aspek kerja sama
dengan orang lain menciptakan pembelajaran yang lebih baik adlah
tujuan pembelajaran yang menerapkan Learning Community.
5. Pemodelan ( Modelling )
Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam
pembelajaran konstektual. Konsep ini berhubungan dengan
kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran agar siswa
dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan
model yang diberikan. Dalam pembelajaran konstekstual, guru
bukan satu satu nya model, siswa juga dapat berperan aktif dalam
mencoba menghasilkan model.
Priyatni ( 2001 : 3 ) menatakan bahwa kegiatan pemberian
model bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan,
mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa
untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa
melakukannya.
6. Refleksi ( Reflection )
Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam
pembelajaran konstruktivisme. Konsep ini merupakan proses
berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah terhadap
kejadian, aktivitas, dan engalaman yang dihubungkan dengan apa
yang telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide ide
baru. Refleksi berarti melihat kembali suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal yang telah
diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya adalah
pertanyaan langsung tentang apa apa yang diperolehnya hari itu,

catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai


pembelajaran pada hari itu.
Priyatni ( 2002 : 3 ) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi
adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita pelajari, menelaah,
dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang
terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan masukan
perbaikan jika diperlukan.
7. Penilaian yang Sebenarnya ( Authentic Assessment )
Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual,
penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka data dan
informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang

dikerjakan

siswa

pada

saat

melakukan

proses

pembelajarannya.
Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai
kompetensi siswa nyata dengan menggunakan berbagai alat dan
berbagai teknik tes, portofolio, lembar observasi, unjuk kerja, dan
sebaginya. Prosedur penilaian yang menunjukkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang
sebenarnya ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya
membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan hanya
memperoleh informasi pada akhir periode. Kemajuan belajar siswa
dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih pada
proses belajarnya.
d. Langkah Langkan Pembelajaran Konstekstual
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima
bentuk belajar yang penting, yakni mengaitkan ( relating ) , mengalami
( experiencing ), menerapkan ( applying), bekerja sama ( cooperating )
dan mentransfer ( transferring) .
1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan
inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia

mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal


siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana
mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat
terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan
dan bahan serta melakukan bentuk bentuk penelitian aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia
melakukan

kegiatan

pemecahan

masalah.

Guru

dapat

memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistic


dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak
membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang
bekerja secara kelompok sering mngatasi masalah yang
kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak
hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi
konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam macam
pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan
hapalan.
Duit ( dalam Marpaung, 2007 ) menjelaskan bahwa konstruktivis
radikal memiliki prinsip kunci yaitu : pengetahuan tidak diterima secara
pasif, tetapi dibangun oleh objek yang aktif secara kognitif. Pengetahuan
dibangun dari kata kata atau kalimat yang mereka dengar atau bayangan
visual yang mereka lihat. Pengetahuan bukan suatu representatif dari
realitas, tetapi dari hasil konstruksi oleh mereka yang memiliki
pengetahuan itu. Orang yang hanya dapat mengetahui apa yang
dikonstruksinya, sedeangkan realitas diluar sana tetap tak diketahui karena
tidak dikonstruksi sendiri.
e. Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas

10

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar bermakan dengan


cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok

kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
f. Materi dan Ilustrasi
1. Teori Peluang
Materi perhitungan peluang yang sering dipopulekan dengan istilah
probabilitas pertama kali dikenalkan oleh Blaise Pascal dan Pierre de
Fermat pada abad ke -17 melalui permainan dadu. Dari permaianan dadu
inilah akhirnya berkembang permainan permainan yang lain seperti
pelemparan koin, permainan bridge ( remi ) dan permainan lainnya.
Oleh karena itu, konsep peluang lahir melalui suatu permainan.
Dalam perkembangannya, perhitungan peluang mendapatkan perhatian
yang serius dari para ilmuwan karena mempunyai peran yang sangat
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, seperti Ilmu
fisika modern, Statistika, dll.
a. Pengertian Kaidah Pencacahan ( Caunting Slots )
Kaidah pencacahan atau Caunting slots adalah suatu kaidah yang
digunakan untuk menentukan atau menghitung berapa banyak cara
yang terjadi dari suatu peristiwa. Kaidah pencacahan terdiri atas :
1. Pengisian Tempat yang Tersedia ( Filling Slots )
Apabila suatu peristiwa pertama dapat dikerjakan dengan k 1
cara yang berbeda, peristiwa kedua dapat dikerjakan dengan k2
yang berbeda dan sterusnya sampai peristiwa ke n , maka
banyak cara yang berbeda dari semua peristiwa tersebut adalah
K, dimana : K = k1 x k2 x . . . x kn. K sering disebut dengan
istilah banyaknya tempat yang tersedia dengan aturan perkalian
atau Kaidah perkalian. Untuk menentukan banyaknya tempat
yang tersedia selain menggunakan aturan perkalian, juga

11

menggunakan diagram pohon, tabel silang dan pasangan


berurutan.
Suatu himpunan A memuat r elemen dan himpunan B
memuat s elemen, maka A x B adlah suatu himpunan yang
memuat rs elemen, dimana rs adalah banyak pasangan
berurutan ( a , b ) denan a A dan b B. Missal A =
dan

{x, y}

maka

{ 1,3 , 5 }
B

{ ( 1 x ) , ( 1 y ) , ( 3 x ) , ( 3 y ) , ( 5 x ) ,(5 y )} . n( A ) = 3, n
( B ) = 2, n ( A x B ) = 3 x 2 = 6
Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa jika peristiwa pertama
dapat dilakukan dengan n cara yang berbeda dan setiap cara ini
dilanjutkan dengan peristiwa kedua yang dapat dilakukan
dengan m cara berbeda maka kedua peristiwa tersebut dapat
dilakukan secara bersama sama dengan n x m cara yang
berbeda.
Contoh soal :
Pada saat diadakan pemilihan ketua dan sekretaris kelas,
ada 3 calon untuk ketua kelas dan ada 5 calon untuk sekretaris
kelas. Berapa banyak pasangan ketua kelas dan sekretaris yang
mungkin terpilih?
Jawab :
Ada 3 cara untuk memilih ketua, ada 5 cara untuk memilih
sekretaris tersebut. Jadi pasangan ketua dan sekretaris yang
mungkin terpilih adalah = 3 x 5 = 15
2. Permutasi
Permutasi adalah susunan unsur unsur yang berbeda
dalam urutan tertentu. Pada permutasi urutan diperhatikan
sehinggaa AB BA. Permutasi k unsur dari n unsur k n, adlah
semua urutan yang berbeda yang mungkin dari k unsur yang
diambil dari n unsur yang berbeda. Banyak permutasi k unsur dari

12

k
n unsur ditulis nPk , pn

atau P ( n,k ). Nilai dari P ( n,k ) =

n!
(nk )! danbanyaknyapermutasi

unsurdari

unsurdapatditulisnPn = n ! .

3. Kombinasi
Kombinasi adalah susunan unsur unsur dengan tidak
memperhatikan urutannya. Pada kombinasi AB = BA. Dari suatu
himpunan dengan n unsur dapat disusun himpunan bagiannya
untuk k n , setiap himpunan bagian dengan k unsur dari
himpunan dengan unsur n disebut kombinasi k unsur dari n yang
n

dilambangkan nCk, C k atau C ( n,k ) dengan rumus


C ( n,k ) =

n!
(nk )! k !

13

Bab III. PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Pengamatan


Gambar gambar dibawah ini adalah foto yang diambil pada saat
berpariwisata ke Candi Prambanan Yogyakarta pada tanggal 25 januari
2015. Ketiga foto tersebut adalah foto pengunjung di area candi
prambananpadapembelajarankonstekstual.

14

Foto 1 3 adalah foto pengunjung candi prambanan yang akan


menjadi fokus utama pengamatan, didalamnya terdapat :
7 orang pengunjung
Berdasarkan data data diatas maka objek tersebut dapat dikaitkan dalam
pembelajaran matematika SMA kelas XI pada materi peluang.

15

B. Pembahasan
1. Pembahasan konsep tentang PermutasidanKombinasipadasaatberfotodi
candi prambananpadatanggal 25 januari 2015 di Yogjakarta. Jika ada 7
orang pengunjung yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 1 orang
laki laki.
a. Tentukan banyaknya cara 7 orang pengunjungituberfoto?
b. Tentukan banyaknya cara 7 orang pengunjung berfoto jika
pengunjung A dan B selalu berdampingan?
c. Berapa banyak cara berfotojikadari 7 orang pengunjung hanya 3
orang yang akan berfoto?
Penyelesaian :
Diketahui : sketsa ilustrasi soal diatas sebagai berikut :
a. Jika 7 orang pengunjung akan berfoto.

b. Jika 7 orang pengunjung akan berfoto dimana pengunjung A dan B


selalu berdampingan.

c. Jika dari 7 orang hanya 3 orang yang akan berfoto


Hanya 3 orang saja yang
akanberfoto di candi

16

Penyelesaian :
Jawab :
a. Permutasi n unsure dari n unsure dapat ditulis nPn =n !
Dari soal n = 7 jadi 7P7 = 7 ! = 7 6 5 4 3
2 1 = 5.040 cara
b. Jika pengunjung A dan B selalu berdampingan maka :
(AB, C, D, E, F, G) (A, B ) = P P
6

= 6 ! 2 !
=(6 5 4 3 2 1
) (2 1)
= 1.440 cara

17

c. Dalam kasus ini urutan diabaikan, jadi permasalahannya adalah berapa


banyak cara memilih 2 orang dari pengunjung, maka C (7,3)
7!
7!
C (7,3) = (73)! 3 ! = 4 ! 3 ! = 35 cara

Bab IV. PENUTUP

Simpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan proses pembelajaran yang bertujuan membantu siswa
memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks
kehidupan mereka sehari - hari ( konteks pribadi, sosial dan kultural ),

18

sehingga siswa memilki kemampuan/keterampilan yang dinamis dan


flesibel untuk mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota masyarakat.
Pendekatan kontekstual memiliki 7 komponen utama yaitu
konstruktivisme

(constructivism),

menemukan

(inquiry),

bertanya

(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan


(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic
assesment).
Dari hasil yang telah dicari di atas dapat disimpilkan bahwa :
1. Matematika memiliki nilai seni yang tinggi dan menarik.
2. Dari objek yang di amati dipeoleh :
Banyaknya cara berfoto 7 orang pengunjung di candi

Prambanan adalah 5.040 cara.


Banyaknya cara berfoto 7 orang pengunjung di candi
Prambanan jika pengunjung A dan B selalu berdampingan

adalah 1.440 cara.


Banyaknya cara pengunjung berfoto di candi Prambanan jika
dari 7 orang hanya 3 orang saja yang akan berfoto adalah 35
cara.

Penulis juga menyimpulkan bahwa untuk membuat anak didik


tidak takut kepada matematika bahkan lebih menyukai matematika maka
kita sebagai seorang guru harus bisa membuat pelajaran matematia dengan
mengaitkannya dengan dunia nyata dan kehidupan sehari hari, agar si
anak menjadi lebih kreatif dan lebih biasa mengingat konsep materi
pembelajaran yang sedang ia pelajari.

19

DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, H dan Esa Nurwahyuni.2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.Ar-ruzz


Media. Jogjakarata
Nasution.2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bumi
Aksara. Jakarta
Ahmad,

Dahli.

2009.

Peranan

Pembelajaran

CTL.

Dari:http://dahli-

ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html
Depdiknas.2004.Hakikat
Pembelajaran
Matematika.Dari:
http://eziapino.blogspot.com/2012/04/hakikat-pembelajaran-matematika.html
Johanes S.Pd.,M.Ed.2007.Kompetensi Matematika.yudhistira:Jakarta.
Sanjaya,
Wina.2008.Pengertian
Kontesktual.
http://adfal86.blogspot.com/2011/11/pengertian-kontekstua.html

Dari:

20

Priyantni.2002.Komponen-komponen penting Pembelajaran Kontekstual.Dari:


http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/komponen-utama-pembelajarankontekstual.html
Marpaung.2007.Langkah-langkah
Pembelajaran
Kontekstual.Dari:
http://education-mantap.blogspot.com/2010/06/langkah-langkahpembelajaran.html
Blanchard.2001.Department

of

Education

the

National

Office.Dari:http://education-mantap.blogspot.com/2010/11

School-to-Work

Anda mungkin juga menyukai