Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) GRADE IV

Diajukan kepada Yth:


dr. A. Heppy O., M. Sc, Sp. PD

Disusun oleh :
Aulia Dyah Febrianti

G4A013037

Nurul Arsy M.

G4A013038

Bunga Wiharning S. P.

G4A013040

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2014
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) GRADE IV

Disusun Oleh :
Aulia Dyah Febrianti

G4A013037

Nurul Arsy M.

G4A013038

Bunga Wiharning S. P.

G4A013040

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal :

2014

Dokter Pembimbing :

dr. A. Heppy O., M. Sc, Sp. PD

BAB I
PENDAHULUAN
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan
ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau
lebih (Nahas, 2003). Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan
irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal. Adanya
kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah, urin,
pencitraan, atau biopsy ginjal. CKD merupakan masalah kesehatan yang mendunia
dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan
memerlukan biaya perawatan yang mahal. Di negara-negara berkembang CKD lebih
kompleks lagi masalahnya karena berkaitan dengan sosio-ekonomi dan penyakitpenyakit yang mendasarinya. Perjalanan penyakit CKD tidak hanya terjadi gagal
ginjal tetapi juga dapat terjadi komplikasi lainnya karena menurunnya fungsi ginjal
dan penyakit kardiovaskularn (Sharon, 2006).
Peningkatan prevalens penderita CKD dari 13,8% menjadi 15,8% pada
populasi dewasa dilaporkan oleh US Renal Data System tahun 2007, sedangkan pada
populasi anak kejadian CKD < 2% dari populasi dewasa. Jumlah penderita CKD yang
dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal diproyeksikan meningkat dari 340.000 pada
tahun 1999 menjadi 651.000 pada tahun 2010 (Levey et al, 2009).
Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa perjalanan penyakit CKD tersebut
dapat diperbaiki dengan melakukan deteksi dini dan memberikan penanganan yang
lebih awal. The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality
Initiative (K/DOQI) tahun 2002 mengembangkan clinical practice guidelines on
CKD yang memuat mengenai batasan, stadium, penilaian klinis berdasarkan hasil
laboratorium, dan membagi tingkatan risiko akibat penurunan fungsi ginjal. Tujuan
guidelines ini agar dapat diterima secara universal dan dapat memberikan penanganan
yang optimal bagi penderita CKD (Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of
The National Kidney Foundation, 2002).

BAB II
STATUS PENDERITA
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM

: Ny. M
: 56 tahun
: Perempuan
: Kroya RT 03/05 Cilacap
: Islam
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 14 Mei 2014
: 19 Mei 2014
: 00646471

B. Anamnesis
Keluhan utama
: sesak nafas
Keluhan tambahan
Kaki tangan bengkak, mual, muntah, tidak nafsu makan, lemas, batuk kering.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 14 Mei 2014 dengan keluhan sesak nafas sejak
1 minggu yang lalu. Sesak dirasakan sepanjang hari. Pasien mengatakan bahwa sesak
napas dirasakan semakin memberat. Pasien merasa sesak berkurang ketika posisi duduk
dan memberat ketika tiduran.
Selain itu pasien mengeluh adanya kaki tangan bengkak, mual, muntah, tidak nafsu
makan, lemas dan batuk kering. BAB dan BAK lancar. Sebelumnya, pasien berobat ke
RS Cilacap kemudian di rujuk ke RSMS.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan yang sama
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat DM
4. Riwayat penyakit jantung
5. Riwayat penyakit Asma
6. Riwayat alergi
7. Riwayat mondok
8. Riwayat Pengobatan
9. Riwayat Operasi
10. Riwayat Cuci Darah

: Disangkal
: Diakui, tidak terkontrol
: Diakui, tidak terkontrol
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

Riwayat penyakit keluarga


1. Riwayat keluhan yang sama
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat DM
4. Riwayat penyakit jantung

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

Riwayat sosial ekonomi


1. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain
berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik.
2. Occupational
Pasien merupakan ibu rumah tangga
3. Diet
Dalam kesehariannya, pasien mengaku lebih menyukai makanan yang asin dan
berlemak serta sering mengkonsumsi air teh dan jarang mengkonsumsi air putih
4. Drug
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di Ruang Soepardjo Rustam kamar 120 RSMS, 19 Mei 2014.
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 170/90 mmHg
Nadi
: 104 x/menit
Respiration Rate
: 26 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
4. Berat badan
: 65 kg
5. Tinggi badan
: 160 cm
6. Indeks Massa Tubuh
: 25.3 kg/m2
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm H2O
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketinggalan
gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada
(-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri


Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
: Perkusi seluruh lapang paru sonor
: Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus +/+
Ronki basah kasar -/Wheezing -/: Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS
: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan kuat

angkat (-)
: Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
: SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi
: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: Cembung
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-) , undulasi (+)
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Perkusi

Pemeriksaan

Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis

Ekstremitas
superior
Dextra Sinistra
+
+
+
+
-

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 14 Mei 2014
Hematologi

Ekstremitas inferior
Dextra
+
+
-

Sinistra
+
+
-

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Ht
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV

Hitung Jenis
1.
Basofil
2.
Eosinofil
3.
Neutrofil Batang
4.
Neutrofil Segmen
5.
Limfosit
6.
Monosit

Hasil
7,7
8060
22
2,6
422.000
85,4
29,6
34,7
13,4
9,5

gr/dL
/ul
%
x 106 /ul
/ul
fl
pg
%
%
fl

Ket.
()
Normal
()
()
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

0,2
6,2
0,8
93,7
2.9
2,5

%
%
%
%
%
%

Normal
()
()
()
()
Normal

Kimia Klinik
1
Ureum darah
50,3
mg/dL
2
Kreatinin darah
3.50
mg/dL
3
Glukosa sewaktu
192
mg/dL
4
Kalium
4.3
mmol/L
Laboratorium tanggal 14 Mei 2014 (Post transfusi PRC 3 kolf)

()
()
Normal
Normal

Hematologi
No
Jenis Pemeriksaan
1
Hb
2
Leukosit
3
Ht
4
Eritrosit
5
Trombosit
6
MCV
7
MCH
8
MCHC
9
RDW
10
MPV
Hitung Jenis
1.
Basofil
2.
Eosinofil
3.
Neutrofil Batang
4.
Neutrofil Segmen
5.
Limfosit
6.
Monosit
tanggal 17 Mei 2014
Glukosa darah puasa

Hasil
12,2
gr/dL
12910
/ul
36
%
4,2
x 106 /ul
414.000
/ul
85,3
fl
29,3
pg
34,4
%
13,6
%
9,2
fl
0,2
3,1
0,5
82,6
9,0
4,6

%
%
%
%
%
%
146

Ket.
Normal
()
()
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Labor
atoriu
m

Normal
Normal
()
()
()
Normal
mg/dL

()

USG Abdomen tanggal 17 Mei 2014


Kesan:
-

Ukuran kedua ginjal dalam batas normal, ekogenesitas meningkat sama dengan hepar

proses kronis ginjal


Ascites

E. Resume
1. Anamnesis
a. Sesak nafas diperberat dengan aktivitas
b. Kaki bengkak, mual, muntah, tidak nafsu makan, lemas, batuk kering.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah : 170/90
b. Pemeriksaan paru
Ronkhi basah halus (+/+)
c. Pemeriksaan abdomen
Perkusi : pekak sisi (+), pekak alih (+)
Palpasi : undulasi (+)
d. Ekstremitas
Edema pada ekstremitas superior dan inferior
3. Pemeriksaan Penunjang
Ureum darah
: 50,3 mg/dl ()
Kreatinin darah
: 3,50 mg/dl ()
Glukosa darah puasa : 146 mg/dl ()
USG abdomen
: proses kronis ginjal
F. Diagnosis
- CRF CKD Grade IV
(140umur ) x BB
GFR : 72 x serum creatinin x 0,85
= 18,41
-

Hipertensi Stage II
DM tipe II

G. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
1. Bed rest
Farmakologi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

O2 4 lpm
IVFD D5% 10 tpm
Inj. furosemid 3x1 amp
Inj. Ondansentron 3x1 amp
Inj. Omeprazole 2x1 amp
PO. Irbesartan 1x150 mg
PO. Lodem 3x1 tab
PO. Natrium bikarbonat 3x1 tab

Monitoring
1. Hb, Ureum dan Kreatinin

2. Tekanan darah
3. Glukosa darah
H. Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad functionam

: dubia ad malam

BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Penurunan fungsi ginjal yang
terjadi bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ni terjadi apabila
laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/mnt(Sudoyo, 2006).
Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau
berat.Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti.Insufisiensi ginjal
kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.
Batasan penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007) :
1

Kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan padapemeriksaan


pencitraan radiologi

Laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m selama >3 bulan denganatau tanpa
kerusakan ginjal.

B. Etiologi
Penyebab GGK, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain (Price et al, 2005):

1 Infeksi, misalnya: pielonefritis kronik


2 Penyakit peradangan, misalnya: glomerulonefritis
3 Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya: nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4 Gangguan jaringan penyambung, misalnya: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
5 Gangguan kongenital dan herediter, misalnya: penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
6 Penyakit metabolik, misalnya: DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7 Nefropati toksik, misalnya: penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
8 Nefropati obstruktif, misalnya: saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab gagal ginjal kronis berdasarkan keperluan klinis dapat dibagi dalam 2
kelompok :
1) Penyakit parenkim ginjal :
a) Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, TBC
ginjal
b) Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilodorsis ginjal,
poliarteritis nodasa, sclerosis sistemik progresif, gout, DM
2) Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dkategorikan :
-

infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk


obstruksi saluran kemih
destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

C. Faktor Risiko
Faktor risiko potensial GGK dapat dilihat dari faktor klinis dan faktor
sosiodemografi.Faktor klinis berkaitan dengan kondisi kesehatan atau adanya penyakit
yang diderita sebelumnya.Sedangkan faktor sosiodemografi menekankan kepada kondisi
seseorang yang dapat menyebabkan orang tersebut berisiko terkena GGK.Faktor risiko
tersebut dijabarkan pada Tabel 4 (National Kidney Foundation, 2002).
Tabel 4. Faktor risiko gagal ginjal kronis
Faktor Klinis

Faktor Sosiodemografi

Diabetes

Usia tua

Hipertensi

Kaum minoritas

Penyakit autoimun

Paparan zat kimiawi di

Infeksi sistemik

lingkungan

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Tingkat

Batu saluran kemih

pendapatan/pendidikan yang

Obstruksi saluran kemih bawah

rendah

Neoplasia
Riwayat GGK pada keluarga
Pernah menderita GGA
Penurunan massa ginjal
Paparan obat
BBLR
D. Patomekanisme
Berdasarkan hipofisis nefron yang utuh, mengatakan bahwa bila nefron terserang
penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Uremia akan timbul jika jumlah nefron sudah berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi (Price et al, 2005).
Sisa nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertrofi dalam usahanya
untuk mengimbangi beban ginjal. Terjadinya peningkatan filtrasi dan reabsorbsi
glomerulus tubulus dalam setiap nefron, meskipun GRF untuk seluruh massa nefron
yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal, namun jika 75% massa nefron
telah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron akan semakin
tinggi. Ini mengakibatkan keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat dopertahankan
lagi (Price et al, 2005).
Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih menyebabkan BJ
urin tetap pada nilai 1,010 atau 285m Osmot (sama dengan konsentrasi plasma) dan
merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia. Retensi cairan dan natrium ini
mengkibatkan ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin.Respon
ginjal yang tersisa terhadap masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak
terjadi.Penderita sering menahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin dan angiotensin.Kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron.Saat muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang dapat
memepreberat stadium uremik.Dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)

yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal


mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (Price et al, 2005).
Anemia pada CKD sebagai akibat terjadinya produksi erytropoetin yang tidak
adekuat dan memendekkan usia sel darah merah. Erytropoitin adalah suatu substansi
normal yang diprosuksi oleh ginjal, menstimulus sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Pada penderita CKD, produksi erytropoetin menurun dan anemia berat
akan terjadi disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Price et al, 2005).
Pada penderita CKD, juga terjadi gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kedua kadar serum tersebut memiliki hubungan yang saling berlawanan. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum
dan penurunan kadar serum kalsium (Price et al, 2005).
Pada pendeita DM, konsentrasi gula dalam darah yang meningkat, menyebabkan
kerusakan pada nefron ginjal atau menurunkan fungsinya yang akhirnya akan merusak
sistem kerja nefron untuk memfiltrasi zat zat sisa. Keadaan ini bisa mengakibatkan
ditemukannya mikroalbuminuria dalam urine penderita.Inilah yang biasa disebut sebagai
nefropati diabetik (Price et al, 2005).
Penderita CKD juga dapat mengalami osteophorosis sebagai akibat dari
menurunnya fungsi ginjal untuk memproduksi vitamin D, sehingga terjadi perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan hormone (Price et al, 2005).
Perjalanan penyakit CRF secara umum terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu
(McCance dan Sue, 2006):
1 Penurunan Fungsi Ginjal. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR < 50%.
Pada keadaan ini, tanda dan gejala CRF belum muncul, namun sudah terdapat
2

peningkatan pada ureum dan kreatinin darah.


Insufisiensi Ginjal. Insufisiensi ginjal menandakan bahwa ginjal sudah tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya secara normal, pada keadaan ini GFR mengalami
penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta disfungsi ginjal yang ringan sudah
muncul. Nefron yang masih berfungsi akan melakukan kompensasi untuk
memaksimalkan fungsi ginjal. Kelainan konsentrasi urin, nokturia, anemia ringan, dan

gangguan fungsi ginjala saat stres dapat terjadi pada tahapan ini.
Gagal Ginjal. Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia, asidosis,
ketidakseimbangan konsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan elektrolit
(hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan gagal ginjal terjadi saat

GFR < 20% dan penyakit mulai memberikan efek pada sistem organ lain.
ESRD. End Stage Renal Disease merupakan tahapan terakhir dari gangguan fungsi
ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang berat. GFR hampir tidak ada
lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi juga terganggu, dikarenakan perubahan

yang besar dari elektrolit, regulasi cairan, dan gangguan keseimbangan asam basa.
Gangguan

kardiovaskuler,

hematologi,

neurologi,

gastrointestinal,

endokrin,

metabolik, gangguan tulang dan mineral juga dapat terjadi.

E. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis.
Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar perhitungan GFR. Pedoman
KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Gault untuk orang
dewasa, yaitu:
Klirens kreatinin (ml/men) =

( 140umur ) x berat badan


x ( 0,85 jika wanita )
72 x kreatinin serum

Tabel Stadium penyakit ginjal kronikberdasarkan laju filtrasi glomerulus (Suwitra,


2007).
Derajat

Penjelasan

LFG
(mL/menit/1,73m2)

1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
5
Gagal ginjal
Klasifikasi Chronic Kidney Disease
Derajat

Deskripsi

Kerusakan ginjal dengan


GFR Normal atau

Klasifikasi Berdasarkan Keparahan


GFR
Keadaan Klinis
mL/min/1.73 m2
Albuminuria,
90

meningkat
Kerusakan ginjal dengan
penurunan GFR ringan
Penurunan GFR sedang

Penurunan GFR berat

Gagal ginjal

90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis

proteinuria,
hematuria
Albuminuria,

60-89

30-59
15-29
< 15

proteinuria,
hematuria
Insufisiensi ginjal
kronik
Insufisiensi ginjal
kronik, pre-ESRD
Gagal ginjal, uremia,

Atau dialisis
ESRD
(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005)
F. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
a

Stadium pertama
Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan
urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti. (Ketut, 2007)

Stadium kedua
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium ini, kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan ( kecuali bila pasien mengalami stress akibat infeksi,
gagal jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-

gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala


gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman
yang tiba-tiba. Pasien biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga
gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti. Nokturia (berkemih dimalam hari) didefinisikan sebagai gejala pengeluaran urin
waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk
berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola
pemekatan urine diurnal normal sampai tingkat tertentu dimalam hari. Dalam keadaan
normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1.
Sudah tentu, nokturia kadang kadang dapat terjadi juga sebagai respon kegelisahan
atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum sebelum
tidur. (Ketut, 2007)
c

Stadium ketiga
Disebut stadium akhir atau uremia. ESRD (gagal ginjal stadium akhir) terjadi
apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal.
Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok.
Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik
karena kegagalan glomerulus. Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks
gejala yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen.Dua kelompok gejala klinis
dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan
ekskresi , kelainan volum cairan dan elektrolit, ketidak seimbagan asam basa, retensi
metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi
sekresi

ginjal.

Kedua,

timbul

gejala

yang

merupakan

gabungan

kelainan

kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan kelainan lainnya. (Ketut, 2007)


Gambaran klinis pada pasien dengan gagal ginjal kronik meliputi
1

Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien GGK. Anemia terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi
besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik. Evaluasi
terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30 %,
meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat

besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati,
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang
dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia,
dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik
adalah 11-12 g/dL. (Ketut, 2007)
2 Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien GGK
terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk
amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung
dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. (Ketut, 2007)

3 Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien GGK.
Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan GGK yang
adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,
miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien GGK. Penimbunan atau deposit
garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien GGK
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.(Ketut, 2007)
4 Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
(Ketut, 2007)
5 Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan
tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai. Kelainan mental ringan atau
berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung
dari dasar kepribadiannya. (Ketut, 2007)
6

Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada GGK sangat kompleks. Beberapa
faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien GGK terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan
kegagalan faal jantung. (Ketut, 2007)

G. Penegakkan diagnosis
1

Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a

Sesuai dengan penyakit yang mendasari;

Sindrom uremia yang terdiri dari : lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;

Gejala komplikasinya antara lain : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah


jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida). (Ketut, 2007)

Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit GGK sesuai dengan penyakit yang mendasarinya,
penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dapat dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta
kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau

hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria,


hematuri, leukosuria, dan silinder. (Ketut, 2007)
3

Pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
a

Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerolus, selain itu dikhawatirkan terjadi pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks


yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, mass

Pemeriksaan renografi dikerjakan bila ada indikasi.(Ketut, 2007)

H. Penatalaksanaan
1.

Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a

Peranan diet Diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau


mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK
harus adekuat agar dapat mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit


bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal
tersebut (underlying renal disease). (Sukandar, 2006)

2. Terapi simptomatik
a

Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan


serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali (sodium bicarbonat) yang harus segera diberikan
intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.

Anemia Dapat diberikan eritropoetin pada pasien GGK. Dosis inisial 50 u/kg IV
3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian
menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga
kali dalam seminggu.8 Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC)
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi
pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak. Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.

Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan


keluhan utama yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

Kelainan kulit . Tindakan yang diberikan tergantung jenis keluhan di kulit.

Kelainan neuromuskular. Terapi yang dilakukan adalah hemodialisis reguler yang


adekuat, medikamentosa / operasi subtotal paratiroidektomi.

Hipertensi. Pemberian obat anti hipertensi terutama penghambat Enzym


Konverting Angiotensin (ACE inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat
memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.

Kelainan sistem kardiovaskular. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit


kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada
penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang
diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk
pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit. (Sukandar, 2006)

3. Diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan
pada LFG 60 ml/mnt,sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr
diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan
sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status
nutrisi pasien.
Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh

tapi tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan
melalui ginjal. Pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan
mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan
mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Pembatasan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik.
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi. Kebutuhan cairan bila ureum serum > 150
mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per
hari.19. Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease) (Sukandar, 2006).
4. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit GGK stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a

Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut, yaitu : perikarditis,
ensefalopati atau neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Serta indikasi
elektif, yaitu LFG : antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat. (Rahardjo et al., 2006)

Dialisis peritoneal (DP)


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,

tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal. (Rahardjo et al., 2006)
c

Transplantasi ginjal
Pertimbangan dilakukannya transplantasi ginjal adalah
1

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal

2
3
4

alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk

mencegah reaksi penolakan.


Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. (Rahardjo et al., 2006)

I. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita penyakit gagal ginjalkronik antara
lain :
a. Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormone eritropoietin yang
bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari.Akibat dari gangguan tersebut,
tubuh kekurangan energy karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi.Gejala dari gangguan sirkulasi darah
adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambatsembuh, kehilangan
rasa (baal) pada kaki dan tangan.
b. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibatgangguan metabolisme
mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi, akan terjadi
pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi
metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis),
pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan
gangguan penglihatan.
c. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang memadai ke
seluruh tubuh.Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatanmemompa atau daya tampungnya
berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari anemia yang

mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik
jantung kiri (left venticular hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan
melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom
kardiorenal).
d. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang
diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya.Selain akibat
gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormon testeron) untuk merangsang
hasrat seksual(libido), secara emosional penderita gagal ginjal kronis menderita
perubahan emosi (depresi) yang menguras energi.Namun, penyebab utama gangguan
kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang tidak cukup ke
penis yang berhubungan langsung dengan ginjal.
e. Sindrom Metabolik
Terdapat korelasi erat antara komponen sindrom metabolic dengan CKD dan
albuminuria dianggap sebagai komponen dari sindrom metabolik.Hiperinsulinemia
dan resistensi insulin terhadap mortalitas penyakit kardiovaskular. Penurunan kadar
adiponektin plasma dapat meningkatkan risiko kematian pada penyakit kardiovaskular
pasien CKD.
f. Atherosklerosis
Faktor risisko terjadinya atherosclerosis pada CKD adalah diabetes, kadar kolesterol
total yang tinggi, kadar kolesterol HDL yang rendah, merokok, dan tingginya tekanan
darah sistolik.
g. Inflamasi
Peradangan

merupakan

salah

satu

faktor

yang

dapat

menyebabkan

atherosklerosis.Peenanda C-reactive protein (CRP) tidak hanya menandakan adanya


peradangan, namun dapat menggambarkan perkembangan atherosklerosis, termasuk
inisiasi, pembentukan dan pecahnya plak.
h. Kerusakan dan disfungsi sel endothelial
Vasodilatasi endotel yang abnormal sebagai manifestasi gangguan arteri brakhialis
merupakan prediktor kejadian penyakit kardiovaskular dan kematian pada pasien
dengan CKD serta berhubungan dengan kekakuan arteri dan LVH. Kematian sel
endotel memfasilitas pembuluh darah, proliferasi sel otot polos dan makrofag, dan
aktivasi platelet dan agregrasi

Pada CKD dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:


Tabel Komplikasi CKD2
Derajat

Penjelasan

GFR

Komplikasi

Kerusakan ginjal dengan

(ml/men/1,73m2)
90

GFR normal
Kerusakan ginjal dengan

60-89

- TD mulai

penurunan GFR ringan


Kerusakan ginjal dengan

30-59

- Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hiperosmosisteinemia
- Manutrisi
- Asidosis metabolic
- Cenderung hiperkalemia
- Dislipidemia
- Gagal jantung
- Uremia

penurunan GFR sedang

Kerusakan ginjal dengan

15-29

penurunan GFR berat


5

Gagal ginjal

< 15

J. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih
lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan
keganasan (4%) (Rahardjo et al., 2006)

BAB IV
KESIMPULAN
1

Chronic Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, bersifat menahun, berlangsung
progresif, dan cukup lanjut. Hal ni terjadi apabila laju filtrasi glomerular

(LFG) kurang dari 50 mL/mnt


Penyebab gagal ginjal kronis berdasarkan keperluan klinis dapat dibagi
dalam 2 kelompok, yaitu penyakit parenkim ginjal dan penyakit ginjal

obstruktif.
Perjalanan penyakit CRF secara umum terjadi dalam beberapa tahapan,
yaitu penurunan fungsi ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan end

stage renal disease.


Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis. Klasifikasi
berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar perhitungan GFR.
Pedoman KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus

Cockroft-Gault untuk orang dewasa.


Terapi yang diberikan berupa konservatif, simptomatik, diet tinggi kalori
rendah protein serta transplantasi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney
Disease. US Nephrology: 13-7.
Ketut , S. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi. 4
Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;. hlm 570-3.
Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines
for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
New York: National Kidney Foundation.
Levey, AS, Coresh J, Balk E, Kautz T, Levin A, Steves M et al. National Kidney
Foundation

Guidelines

for

Chronic

Kidney

Disease:

Evaluation,

Classification, and Stratification. Ann Intern Med. 2003;139:137-47.


McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease
in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.
Nahas, M.E. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, Davison
AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford
University Press. 2003; hal 1648-98.
National Kidney Foundation. 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses
perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 579-580.
Sharon, K. Chronic kidney disease. Critical Care Nurse. 2006;14:17-22.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid
I. Jakarta Balai Penerbit FKUI. p. 725 33 ; 766 71.
Sukandar, E., 2006. Nefrologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Suwitra, K.2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,


Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 570-3.

Anda mungkin juga menyukai