Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mengindikasikan bahwa investasi Pemerintah
untuk mendukung pembangunan nasional hanya 20% dari PDB, sisanya dilakukan oleh Swasta.
2
Dalam Global Competitive Index (GCI), World Economic Forum menempatkan komponen infrastruktur sebagai
komponen penting bersama dengan isu korupsi dan inefisiensi birokrasi pemerintah.
3
dibutuhkan pendanaan yang besar untuk itu. Indikasi kebutuhan pendanaan untuk lima
tahun ke depan (2015-2019) dalam rangka mendukung perekonomian nasional
dibutuhkan sekitar Rp. 1.114 triliun yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan di
bidang perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, transportasi penyeberangan,
lalu-lintas dan angkutan jalan, transportasi perkotaan dan transportasi multimoda4.
Dengan adanya kebutuhan investasi di sektor infrastruktur yang besar tersebut,
dibutuhkan efisiensi dalam penggunaan dana Pemerintah dan upaya-upaya untuk
mencari sumber pembiayaan menjadi sangat penting. Pencarian sumber pembiayaan ini
tidak hanya terbatas untuk Pemerintah Pusat saja, namun juga untuk Pemerintah Daerah.
Hal ini dikarenakan tanggung jawab penyediaan infrastruktur merupakan tanggung
jawab bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah5, yang membedakan tanggung
jawab tersebut adalah cakupan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, misalnya terkait dengan cakupan wilayah. Pengaturan mengenai hal tersebut
terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Salah satu sumber pembiayaan yang menarik untuk dikembangkan terkait
dengan Pemerintah Daerah adalah mengenai penerbitan Obligasi Daerah untuk
membiayai pembangunan infrastruktur di daerah. Pilihan untuk mengembangkan
Obligasi Daerah dilandasi oleh kecilnya anggaran pembangunan di daerah membuat
pelayanan kepada masyarakat dapat terabaikan 6 . Selain itu, terdapat trend Belanja
Modal dalam APBD kurang mendukung pembangunan dan penyediaan infrastruktur
yang menunjang pembangunan ekonomi7. Di sisi lain, Pinjaman Daerah di negara maju
sudah menjadi trend sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur, contoh di
Jepang, Cina, Vietnam, dan Polandia 8 . Dalam konteks nasional, status Indonesia
sebagai middle income country menyebabkan Indonesia semakin sulit mendapatkan
pinjaman lunak/murah dari lembaga donor Internasional maupun dari negara bilateral.
Pemerintah Daerah menurut peraturan perundangan yang berlaku, yaitu UndangUndang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, dimungkinkan untuk
menerbitkan Obligasi Daerah untuk pembiayaan sarana dan prasrana (infrastruktur).
Kewenangan untuk menerbitkan Obligasi Daerah ini tentunya perlu dilakukan secara
hati-hati, karena Obligasi Daerah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang
diserap dari masyarakat disertai dengan biaya pinjaman berupa bunga yang ditetapkan
dalam obligasi daerah tersebut. Untuk itu, diperlukan pembahasan mengenai potensi
penerbitan Obligasi Daerah di Indonesia dari aspek regulasi maupun kelembagaan.
Pembahasan ini dalam kerangka untuk mengantisipasi kendala yang dihadapi ketika
suatu Pemerintah Daerah akan menerbitkan Obligasi Daerah.
Bappenas dan Indonesia Infrastructure Initiative (Australia Aid), Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang
Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi, bahan paparan dalam FGD V RPJMN 2015-2019 tanggal 16 April
2014 di Jakarta.
4
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-Daerah, bahan paparan pada
Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas pada 11 November 2010 di Bandung.
5
Irawati Hermawan, 2006, Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Kegiatan Infrastruktur yang
Dikerjasamakan dengan Badan Usaha, Jakarta.
6
Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah, Kementerian Keuangan, Obligasi Daerah sebagai Alternatif
Sumber Pembiayaan, bahan paparan, tanpa tahun.
7
ibid
1.2.
Rumusan Masalah
Tujuan
Ruang Lingkup
Dalam makalah ini metodologi yang digunakan adalah studi literatur menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari publikasi dari berbagai sumber. Selanjutnya Focus Group
Discussion (FGD) untuk mengetahui gambaran umum dari penerbitan obligasi daerah
dan mengidentifikasi kendala penerbitan Obligasi Daerah dari segi regulasi dan
kelembagaan. Kemudian In-depth Interview, difokuskan untuk menggali lebih dalam
dari potensi penerbitan Obligasi Daerah dan sebagai langkah lanjutan dari FGD.
Selanjutnya, dilakukan seminar untuk mensosialisasikan hasil dari kajian naskah
kebijakan ini dan untuk mendapatkan input rekomendasi dalam penerbitan Obligasi
Daerah. Berdasarkan data yang diperoleh, alur pikir makalah ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Alur Pikir Pembahasan
Pemerintah
Daerah
Penerbitan
Obligasi Daerah
Aspek Hukum:
Tinjauan Regulasi
Kebutuhan Pembangunan
Infrastruktur di Daerah
Kewenangan: UU No. 32/2004
dan UU No. 33/2004
Pengalaman Pelaksanaaan
Obligasi Daerah di
beberapa daerah
Pengalaman Negara lain
1.6.
Struktur Penulisan
Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan
makalah, hipotesa, ruang lingkup, metodologi dan sistematika penulisan makalah ini.
Bab 2 Tinjauan Regulasi Penerbitan Obligasi Daerah
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umkum tentang obligasi daerah dan tinjauan
regulasi penerbitan Obligasi Daerah, baik dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
dan Peraturan Menteri terkait aturan penerbitan Obligasi Daerah.
Bab 3 Pengalaman Daerah dan Negara Lain dalam Penerbitan Obligasi Daerah
Bab ini berisi tentang pengalaman dari daerah di Indonesia dan negara lain dalam
penerbitan Obligasi Daerah. Khusus untuk pengalaman dari daerah di Indonesia, hanya
memaparkan proses yang sudah dan sedang berjalan, karena belum ada daerah yang
sudah menerbitkan Obligasi Daerah.
Bab 4 Analisa Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah
Bab ini berisi analisa mengenai penerbitan Obligasi Daerah di Indonesia dilihat dari sisi
regulasi dan kelembagaan yang terkait dalam penerbitan Obligasi Daerah.
Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi tentang penerbitan Obligasi Daerah di
Indonesia.
Landasan Hukum
Kerangka Regulasi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 30/2011 dan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
2.3.2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Penerbitan Obligasi Daerah dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran dalam
APBD. UU No. 17/2003 Pasal 17 ayat (3) mengamanatkan bahwa Dalam hal
anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Untuk membatasi anggaran
dalam APBD, dalam penjelasan Pasal 17 ayat (3) UU No. 17/2003 menyebutkan bahwa
defisit anggaran daerah dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto
daerah yang bersangkutan.
2.3.3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 32/2004 memperbolehkan Pemerintah Daerah untuk melakukan
pinjaman daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini tercantum pada
Pasal 169 ayat (1) yang berbunyi Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat.
2.3.4. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Gambaran umum terkait Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah dalam UU No. 33/2011,
antara lain terdapat dalam Pasal 1 ayat (25) Obligasi Daerah adalah Pinjaman daerah
yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal, dan Pasal 51
ayat (1) Pinjaman daerah bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lain,
Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan bukan bank, dan masyarakat. Dari
penjelasan pasal-pasal tersebut, definisi Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang
berasal dari masyarakat dan ditawarkan melalui penawaran umum di pasar modal.
Obligasi Daerah secara khusus dijelaskan pada Bab VIII bagian ketujuh diantaranya
terkait: persyaratan pinjaman, pengaturan Penerbitan Obligasi Daerah, persetujuan
DPRD, dan penerbitan Obligasi Daerah tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat.
2.3.5. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemeriantahan
Dalam PP No. 38/2007 diatur mengenai pembagian urusan pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah. Pembagian ini terkait dengan kewenangan masing-masing
institusi delam menjalankan pemerintahannya, termasuk di dalamnya adalah
melaksanakan pembangunan di bidang infrastruktur. Pembagian kewenangan dalam PP
ini ditunjukkan dalam tabel yang memperlihatkan bidang-bidang yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintrah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten.
Tabel pembagian kewenangan tersebut dapat menjadi rujukan dalam pemanfaatan
Obligasi Daerah baik oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota/Kabupaten.
2.3.6. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah
PP No. 30/2011 merupakan ketentuan lebih lanjut dari UU No. 34/2004 yang mengatur
lebih rinci dalam pelaksanaan Pinjaman Daerah, termasuk di dalamnya adalah
penerbitan Obligasi Daerah. Obligasi Daerah merupakan salah satu jenis Pinjaman
Daerah jangka panjang dan bersumber dari masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut,
terdapat dua hal penting yang melandasi penerbitan Obligasi Daerah, yaitu Obligasi
Daerah ditawarkan kepada publik melalaui pasar modal dan aset yang melekat pada
kegiatan yang dibiayai Obligasi Daerah dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
5
Kerangka Kelembagaan
Selain tinjuan dari segi regulasi, dilakukan tinjauan mengenai kelembagaan dalam
proses penerbitan Obligasi Daerah. Tinjauan kelembagaan dilakukan berupa identifikasi
lembaga yang terlibat dalam penerbitan Obligasi Daerah. Gambaran mengenai lembaga
yang terlibat dalam penerbitan Obligasi Daerah bisa dilihat pada Gambar 2 di atas.
Gambar 2 Kerangka Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah
Regulator
Menteri Keuangan
Emiten
Pemegang Efek
Pemerintah Daerah
Investor
Profesi Penunjang
Akuntan Publik
SRO
Perusahaan Efek
Lembaga Kliring dan
Penjaminan
Notaris
Konsultan Hukum
Bursa efek
Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian
Penilai
Lembaga Pendukung
Wali Amanat
Lembaga Pemeringkat Efek
Sumber: Panduan Penerbitan Obligasi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen
Keuangan, 2007
a. Regulator
Regulator adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengawasi penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal, terdiri dari (i)
Kementerian Keuangan berperan dalam perizinan permohonan usulan penerbitan
Obligasi Daerah, dan (ii) Otoritas Jasa Keuangan terkait tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
b. Self Regulatory Organizations (SRO)
Self Regulatory Organizations merupakan lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya. Di pasar modal, SRO terdiri dari (i)
Lembaga Kliring dan Penjaminan, (ii) Bursa Efek, dan (iii) Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian
6
c. Emiten
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Dalam hal penerbitan Obligasi
Daerah, pihak yang menjadi emiten adalah pemerintah daerah.
d. Pemegang Efek
Pemegang efek adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk pemberian
pinjaman pada pemerintah daerah. Dalam hal ini pemegang efek bertindak sebagai
investor.
e. Perusahaan Efek
Perusahaan efek adalah perusahaan yang mempunyai aktifitas sebagai penjamin emisi
efek, perantara pedagang efek, manajer investasi atau gabungan dari ketiga kegiatan itu.
f. Profesi Penunjang
Profesi penunjang merupakan pihak-pihak yang karena profesinya, turut menunjang
terlaksananya penawaran umum di pasar modal, seperti Akuntan publik, Notaris,
Konsultan hukum dan Penilai. Profesi penunjang harus terdaftar dalam Otoritas Jasa
Keuangan..
g. Lembaga Pendukung
Lembaga pendukung merupakan pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan
penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal, namun tidak terlibat secara langsung
dalam proses transaksi perdagangan efek, seperti (i) Wali amanat, dan (ii) Lembaga
Pemeringkat Efek.
Hal ini juga merepresentasikan langkah pertama menuju system keuangan daerah yang
berbasis pasar modal.
Keberhasilan penerbitan obligasi daerah di India merupakan pencapaian yang baik
karena penerbitan obligasi daerah di India tidak dijamin oleh pemerintah pusat. Salah
satu hal yang dicermati pada obligasi daerah di india adalah pemberian intensif pajak
yang dilakukan pemerintah pusat terhadap pembeli obligasi.
c.
Analisa Regulasi
yang harus dilalui oleh Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan obligasi adalah
keuangan daerah yang diaudit oleh akuntan publik selama 3 tahun terakhir yang
dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di pasar modal. Keperluan audit ini
merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah daerah pada saat akan
mengajukan usulan penerbitan Obligasi ke Menteri Keuangan. Hal ini menganut PMK
No.111 tahun 2012 tentang Tatacara Menerbitkan dan Pertanggungjawaban Obligasi
Daerah.
Di sisi lain, menurut Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
ditekankan bahwa audit pemerintah daerah dilakukan setiap akhir tahun oleh Badan
Pemeriksa Keuangan. Hal ini menimbulkan isu bahwa pemerintah daerah yang akan
menerbitkan obligasi akan diaudit oleh dua auditor yang berbeda (BPK dan akuntan
publik) yang bisa jadi hasil audit tidak sama satu dengan yang lain.
Namun perlu dicermati bahwa kedua audit ini memiliki kepentingan yang berbeda. UU
No.32 tahun 2004 mengatur audit pemerintahan daerah dalam hal tujuannya untuk
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sedangkan
PMK No.111 tahun 2012 mengatur audit keuangan pemerintah daerah dalam hal
penerbitan Obligasi Daerah. Dari penjelasan ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa regulasi
yang mengatur audit keuangan pemerintah daerah tidak bertentangan karena masingmasing audit memiliki tujuan yang berbeda.
b. Sinkronisasi Obligasi Daerah dengan Undang-Undang Pasar Modal
Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2010 menyebutkan bahwa aturan penerbitan obligasi
daerah menganut pada peraturan perundangan yang berlaku di pasar modal. Kita perlu
tinjau peraturan pemerintah No.54 tahun 2006 tentang Pinjaman daerah yang kemudian
diperbarui dengan Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2010. Dalam PP No.54 tahun
2006 dijelaskan bahwa Pemerintah daerah harus mendaftar di Bappepam untuk
mengajukan penerbitan Obligasi daerah. Namun, tahun 2011 peran Bappepam
digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga perlu ditelaah bagaimana
pengaruh Bappepam yang digantikan oleh OJK dalam hal penerbitan Obligasi daerah
dari segi regulasi.
Regulasi tentang pembuatan OJK dituangkan dalam Undang-undang No.21 tahun 2011.
Sesuai dengan Undang-undang tersebut, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal berarti dalam hal
ini OJK menggantikan peran yang sebelumnya diperankan oleh Bappepam dan LK.
Kemudian dalam ketentuan peralihan pasal 55 disebutkan sejak tanggal 31 desember
2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan
disektor pasar modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Dengan bergantinya Bappepam dan LK
ke OJK, maka kita perlu telaahan tentang ketentuan yang berlaku di pasar modal
tentang Obligasi daerah masih berlaku atau tidak.
Dalam pasal lainnya di bab peralihan Undang-Undang No.21 tahun 2011 disebutkan
bahwa keputusan mengenai pemberian izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan, dan persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan sebelum beralihnya fungsi , tugas dan wewenang, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 55, dinyatakan tetap berlaku.
Dalam hal ini paket aturan mengenai obligasi daerah di pasar modal telah ditetapkan
Bappepam melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor:Kep-692/BL/2011 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi
Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah. Dengan
mengambil intisari dari ketentuan peralihan Undang-Undang 21 tahun 2011, maka
keputusan dari Bappepam dan LK ini dapat dinyatakan masih berlaku. Oleh karena itu,
sinkronisasi antara peraturan mengenai Obligasi daerah dan Peraturan perundangan
yang berlaku di Pasar modal sudah dilakukan atau tetap bisa dilakukan.
c. Penjaminan Obligasi Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah disebutkan
bahwa Obligasi daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan
tidak dijamin oleh pemerintah pusat. Dari hasil FGD dinyatakan bahwa penerbitan
obligasi daerah harus melalui persetujuan menteri keuangan karena bisa mempengaruhi
defisit fiskal secara nasional yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang No. 17/2003
tentang Keuangan Daerah.
Kemudian untuk memastikan efek dari Obligasi Daerah supaya habis terbeli dapat
dilakukan dengan cara menunjuk lembaga penjamin Obligasi yang terdapat di pasar
modal. Dengan hal ini maka kekhawatiran Obligasi daerah tidak akan laku dapat
diminimalisir. Kemudian untuk mengurangi resiko gagal bayar, sebaiknya pemerintah
daerah menggandeng professional yang terbiasa dengan Obligasi di pasar modal ini
untuk dijadikan sebagai konsultan/pendampingan penerbitan Obligasi Daerah.
d. Penerbitan Obligasi Daerah yang Rumit dan Panjang
Regulasi tentang Tatacara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah
dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.111 tahun 2012. Prosedur penerbitan
obligasi daerah adalah penentuan kegiatan, melaksanakan kegiatan persiapan,
mengajuan persetujuan DPRD, mengajukan usulan penerbitan kepada Menteri
Keuangan, Pembuatan perda, penawaran umum di pasar modal serta pengelolaan
Obligasi Daerah. Dalam prosedur penerbitannya Obligasi Daerah memang melibatkan
lembaga di Tingkat pusat dan di tingkat daerah, serta harus memenuhi beberapa
persyaratan dalam PMK No.111/2012 dan aturan di pasar modal. Hal inilah yang
membuat kesan penerbitan obligasi daerah rumit dan panjang.
Apabila melihat syarat yang dilekatkan pada pemerintah daerah yang ingin menerbitkan
obligasi daerah, memang hanya daerah-daerah yang sudah mapan dan cukup kaya untuk
bisa menggunakan instrumen pembangunan ini. Namun, perlu ditinjau bahwa
penggunaan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan infrastruktur bukan hanya
sebagai penyedia dana segar untuk pembangunan, namun perlu dilihat juga bahwa
penerbitan obligasi daerah ini dapat mendorong keuangan pemerintah daerah lebih
transparan dan akuntabel. Dari segi ini dapat dilihat bahwa obligasi daerah memberikan
pendidikan pada pemerintah daerah dalam hal transparansi keuangan daerah.
4.2.
Analisa Kelembagaan
Lembaga di tingkat pusat yang terlibat dalam penerbitan obligasi daerah adalah Ditjen
Perimbangan Keuangan dan Ditjen Pengelolaan Utang - Kementerian Keuangan dan
lembaga-lembaga yang terdaftar di Pasar modal yang terkait penerbitan Oblgiasi Daerah.
Pada tingkat daerah, lembaga yang terlibat adalah Pemeritah Daerah (Unit Pengelola
Obligasi dan Tim Persiapan) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
10
Kemenkeu
OJK
Pasar Modal
Penilai
1a
Tim Persiapan
DJPU
DPRD
1c
Kepala Daerah
3a
Penjamin
Emisi
DJPK
3b
Akuntan
Publik
2a
Konsultan
Hukum
Notaris
1b
3c
Wali amanat
Lembaga
Pemeringkat
Efek
Penawaran
Umum
Sumber: Panduan Penerbitan Obligasi daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen
Keuangan, 2007
meliputi wali amanat dan lembaga pemeringkat efek. Kemudian setelah berkas-berkas
syarat ketentuan penawaran umum di pasar modal diperiksa oleh otoritas jasa keuangan
dan memenuhi syarat, maka OJK akan mengeluarkan pernyataan efektif dan kemudian
obligasi di terbitkan di pasar modal (4). Pengelolaan obligasi daerah dilakukan oleh unit
pengelola obligasi (5) yang dibentuk oleh kepala daerah pada saat melakukan kegiatan
persiapan penerbitan obligasi daerah.
Dari prosedur penerbitan sesuai dengan PMK No.111 tahun 2012, terdapat beberapa
isu/permasalahan yang teridentifikasi menghambat penerbitan obligasi daerah.
Permasalahan/isu yang teridentifikasi dari segi kelembagaan antara lain :
a. Pelaksanaan Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah
Tahap awal setelah penentuan kegiatan dalam prosedur penerbitan obligasi daerah
adalah melaksanakan persiapan penerbitan Obligasi Daerah. Mengkutip pasal 1 dalam
PMK No.111/2012 menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota melaksanakan
persiapan penerbitan Obligasi Daerah. Persiapan-persiapan yang dimaksud adalah
menentukan kegiatan, membuat Kerangka Acuan Kegiatan, menyiapkan studi
kelayakan kegiatan, membuat perhitungan batas kumulatif pinjaman, membuat
perhitungan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau
Debt Service Coverage Ratio dan mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Untuk melaksanakan kegiatan persiapan penerbitan obligasi daerah ini, bisa diambil
lesson learned dari DKI Jakarta. Dalam hal pelaksanaan persiapan penerbitan obligasi
daerah, pemerintah DKI Jakarta membentuk Tim Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah
(TPOD). Adapun tugas dan tanggung jawab yang diberikan pada Tim Persiapan
Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah melakukan Identifikasi
kegiatan-kegiatan prospektif untuk dibiayai melalui Obligasi Daerah; melakukan kajian
secara lebih komprehensif terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dengan
Obligasi Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006;
dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas dan dokumentasi yang diisyaratkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006
Tim persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang dibentuk oleh pemerintah provinsi DKI
Jakarta memiliki tugas dan kewajiban yang mengacu pada PMK No.147/2006. Namun,
saat ini PMK tentang Tata cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah
telah diperbarui dalam PMK No.111/2012. Pembentukan TPOD yang dilakukan oleh
pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa diadopsi daerah lain yang akan menerbitkan
Obligasi sesuai dengan PMK yang sekarang berlaku yaitu PMK No.111 tahun 2012.
b. Pembentukan Unit Pengelola Obligasi di Pemerintah Daerah
Salah satu unit yang disyaratkan ada dalam struktur pemerintah daerah bila akan
menerbitkan obligasi adalah Unit Pengelola Obligasi. Fungsi dari Unit ini adalah
mengelola Obligasi Daerah yang telah ditawarkan di pasar modal. Menurut PMK
No.111/2012, yang termasuk kegiatan pengelolaan Obligasi Daerah adalah Penetapan
strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian
resiko; Perencanaan dan penetapan struktur portopolio pinjaman daerah; Penerbitan
Obligasi Daerah; Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang untuk penjualan kembali;
Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; Pelunasan pada saat jatuh
tempo; dan Pertanggungjawaban.
Belum ada daerah yang memiliki Unit Pengelola Obligasi dalam struktur
pemerintahannya, sehingga belum ada lesson learned dari daerah lain tentang unit
pengelola obligasi ini. Dalam PMK No.111 tahun 2012, unit pengelola obligasi ini
diatur dalam pasal 2. Kutipan-kutipan peraturan tersebut adalah Pengelolaan Obligasi
12
Daerah dilaksanakan oleh unit yang ditunjuk oleh Gubernur, Bupati atau Walikota
(ayat 4); Unit sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) memastikan pengelolaan
pendapatan dan barang milik daerah yang dibiayai dari Obligasi Daerah oleh satuan
kerja perangkat daerah, Badan Layanan Umum Daerah, atau Badan Usaha Milik Daerah
dilakukan secara professional untuk menjamin pembayaran kewajiban Obligasi Daerah
(ayat 5); Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa satuan kerja yang sudah ada
atau satuan kerja yang baru (ayat 6); dan Satuan Kerja yang dimaksud pada ayat (6)
memiliki struktur organisasi, perangkat kerja, dan kapasitas sumber daya manusia untuk
melaksanakan fungsi pengelolaan Obligasi Daerah sebagaimana yang dimaksud papa
ayat (3) (ayat 7).
Pembentukan Unit Pengelola Obligasi ini selain untuk mengelola Obligasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah, berfungsi pula sebagai lembaga atau satuan kerja
yang mengatur tentang utang pemerintah daerah. Dengan adanya unit pengelola
Obligasi ini selain berfungsi sebagai pengelola Obligasi Daerah, juga akan
mempermudah bagi lembaga pemeringkat obligasi untuk meringkat efek dalam
penerbitannya di pasar modal. Sesuai amanat dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.111/PMK.07/2012, unit pengelola obligasi daerah berupa Debt Management Unit
(DMU) bertugas menyusun tingkat utang, merencanakan kebutuhan biaya, mengkaji
alternatif pembayaran pokok dan bunga, dan menyiapkan administrasi penerbitan
obligasi daerah.
Keberadaan DMU ini menjadi penting untuk Pemerintah Daerah yang akan
menerbitkan Obligasi Daerah. Hal ini juga diperkuat oleh lembaga rating seperti
PEFINDO, karena keberadaan DMU dapat meningkatkan rating dari Pemerintah
Daerah. Namun, DMU yang dibentuk hanya ketika Pemerintah Daerah akan
menerbitkan Obligasi Daerah menunjukkan bahwa DMU merupakan lembaga yang
bersifat sementara, tidak seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian
Keuangan yang bersifat lembaga permanen. Kondisi ini tentunya menjadi tidak ideal
ketika penilaian rating akan diterapkan kepada Pemerintah Daerah, karena akan
menunjukkan ketidaksiapan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan pinjaman, yaitu
adanya kelemahan dalam kelembagaan dan sumber daya manusia yang akan mengelola
pinjaman dari Obligasi Daerah. Hal ini akan lebih mudah bila Pemerintah telah
memiliki lembaga pengelolaan pinjaman yang permanen, mengingat pinjaman oleh
Pemerintah Daerah tentunya tidak hanya dari Obligasi Daerah, terdapat sumber
pinjaman lain yang perlu dikelola secara berkesinambungan.
c. Lembaga Penunjang di Pasar Modal
PEFINDO merupakan lembaga pemeringkat yang berpengalaman dalam menilai
kelayakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk
menerbitkan Obligasi daerah. Peringkat ini akan menjadi pegangan bagi investor dalam
menginvestasikan uangnya pada Obligasi Daerah yang akan diterbitkan. Dalam menilai
peringkat Pemerintah Daerah, PEFINDO menyatakan bahwa rating obligasi oleh
Pemerintah Daerah lebih sulit dibandingkan dengan obligasi oleh Perusahaan 9. Hal ini
dikarenakan di daerah tidak ada sistem yang memegang kendali atas surat utang.
Selain rating, penilaian kelayakan Obligasi Daerah juga dilakukan oleh
Kementerian Keuangan. Penilaian ini menyangkut penilaian administasi dan penilaian
keuangan. Penilaian administratif menyangkut kelengkapan dokumen sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, sedangkan penilaian keuangan menyangkut kelayakan
9 MetroTVNews.com, Pefindo: Rating Obligasi Pemda Lebih Sulit Dibanding Koorporasi
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/05/11/240467/pefindo-rating-obligasi-pemda-lebihsulit-dibanding-koorporasi, diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 19:00 WIB.
13
Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Obligasi Daerah dari sisi keuangan dan
kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengembalikan pinjaman. Terhadap penilaian
tersebut, belum diketahui mekanisme dan prosedur penilaiannya, termasuk di dalamnya
adalah proses verifikasi terhadap hitung-hitungan kemampuan Pemerintah Daerah untuk
meminjam. Hal tersebut tentunya akan menyulitkan Pemerintah Daerah yang
berkeinginan akan menerbitkan Obligas Daerah, karena Pemerintah Daerah tersebut
tidak tahu apakah secara finansial boleh menerbitkan Obligasi Daerah. Akan lebih
mudah apabila ada daftar mengenai Pemerintah Daerah yang memungkinkan untuk
menerbitkan Obligasi Daerah oleh instansi tertentu (misalnya Kementerian Keuangan),
sehingga Pemerintah Daerah dapat lebih fokus untuk memenuhi persyaratan lainnya,
seperti penyiapan Studi Kelayakan dan Kerangka Acuan Kerja.
5. Penutup
5.1.
Kesimpulan
a. Berdasarkan regulasi dan kelembagaan yang ada saat ini, terdapat beberapa kendala
penerbitan Obligasi Daerah yang perlu mendapat perhatian.
b. Kendala dari segi regulasi antara lain : Audit Keuangan Daerah oleh akuntan publik,
sinkronisasi peraturan tentang Obligasi Daerah dan peraturan yang berlaku di
bidang pasar modal, Penjaminan Obligasi Daerah dan Penerbitan Obligasi Daerah
yang panjang alurnya serta cukup banyak persyaratanya.
c. Kendala dari sisi kelembagaan adalah tidak adanya Unit Pengelola Obligasi di
dalam struktur pemerintahan daerah karena belum ada daerah yang pernah
menerbitkan Obligasi di Indonesia. Hal ini menyebabkan lembaga pemerintah efek
merasa kesulitan untuk memeringkat obligasi yang diterbitkan pemerintah daerah.
Dalam hal pembentukan Unit Pengelola Obligasi kendala yang dihadapi adalah
ketersediaan sumber daya manusia di daerah. Langkah yang bisa ditempuh untuk
mengatasi permasalahan SDM adalah memberikan pelatihan pada sumber daya
manusia di daerah terkait pengelolaan Obligasi.
d. Lesson Learned yang bisa diambil dari pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta
dalam melaksanakan kegiatan persiapan penerbitan Obligasi Daerah adalah
membentuk Tim Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah (TPOD).
e. Melihat dari kegiatan persiapan penerbitan Obligasi Daerah, pembentukan Tim
Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah sebaiknya terdiri dari Pegawai pemerintah
yang terkait dengan kegiatan yang akan dibiayai dengan Obligasi Daerah dan
Akademisi yang berkecimpung di bidang Obligasi di pasar modal.
5.2.
Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi PusatDaerah, bahan paparan pada Seminar Nasional Sosialisasi Produk
Perencanaan
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Bappenas pada 11 November 2010 di Bandung.
7.
15