Anda di halaman 1dari 15

Pengembangan Model Pemberantasan Malaria Berdasarkan Lokal Spesifik di Daerah

Endemis Sekitar Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Pekalongan) Jawa Tengah


Barodji
2001
Penelitian model pengembangan pemberantasan malaria berdasarkan lokal
spesifik di daerah endemis sekitar dataran tinggi Dieng tahap pertama telah
dilaksanakan pada tahun 2001. Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah untuk
memperoleh data dasar tentang keadaan penderita malaria, entomologi dan
sosioanthropologi dan budaya setempat serta keadaan lingkungan daerah penelitian.
Semua itu akan digunakan dalam penelitian tahap kedua tahun 2002. Penelitian
dilaksanakan di kawasan sekitar dataran tinggi Dieng bagian utara, yaitu di Desa
Bojongkoneng kecamatan Kandangserang dan Desa Krandegan Kecamatan
Paninggaran.
Hasil pencarian dan penemuan penderita diketahui bahwa penderita malaria
ditemukan setiap bulan dengan jumlah penderita malaria per seribu penduduk antara
0,50 9,40 o/oo di Krandegan. Dari penangkapan nyamuk yang dilakukan selama 7
bulan (Mei Desember) ditemukan An. aconitus dan An. maculatus yang diduga
sebagai vektor malaria. An aconitus ditemukan paling dominan bila dibanding
dengan An. maculatus, ada indikasi ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak
kepadatan yang terjadi sekitar bulan Juli dan Desember. Aktivitas menggigit An.
aconitus adalah sepanjang malam dan paling banyak mengisap darah pada sekitar
pukul 20.00
Penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku penduduk melalui kuesioner
terstruktur terhadap 100 responden diketahui bahwa sebagian besar (60 79%)
responden mengetahui bahwa malaria merupakan penyakit menular yang ditularkan
oleh nyamuk, penyakit berbahaya yang perlu diobati dan diberantas. Pada malam hari
responden (60 66%) sering keluar rumah untuk beribadah ke masjid dan hanya
sebagian kecil saja (36,70%) responden di desa Bojongkoneng dan sebagian besar
(67,0%) di desa Krandegan yang tidur menggunakan kelambu dan pakai obat nyamuk
untuk menghindari gigitan nyamuk. Pengamatan rumah penduduk yang pernah
menderita malaria diketahui bahwa sebagian besar (54,40%) di Bojongkoneng dan
67,90% di Krandegan responden yang pernah menderita malaria penghuni rumah
papan, diikuti rumah tembok dan letak rumah menyebar baik di pinggir tempat
perindukan nyamuk, di dekat semak-semak, di dekat parit/selokan maupun di tengahtengah kampung. Semua responden masih sangat mengharapkan penyuluhan
kesehatan tentang malaria.
Hasil survai malariometrik ditemukan 13 (76,50%) penderita malaria
Plasmodium falciparum dari 17 orang yang positif menderita malaria di
Bojongkoneng dan 2 (40,00%) dari 5 penderita di Krandegan.

Penyuluhan Yang Tepat Guna Bagi Masyarakat Di Daerah Endemi Malaria


Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo DI Yogyakarta
Siti Sapardiyah S 2001
Telah dilakukan penelitian tentang penyuluhan yang tepat guna bagi
masyarakat di daerah endemi malaria di kecamatan Kokap, kabupaten Kulon Progo
DI Yogyakarta oleh Puslitbang Ekologi Kesehatan. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner, di desa Hargotirto (desa intervensi),
wawancara dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi dilakukan dengan
cara memberi ceramah kepada setiap kelompok responden, kemudian diskusi dengan
menggunkan buku panduan malaria. Di desa Hargowilis (desa kontrol) tidak
dilakukan intervensi, responden hanya diwawancarai pada tahap I dan tahap II.
Responden adalah ibu, bapak, TOMA dan remaja yang dipilih berdasarkan sample
random sampling.
Tujuan umum penelitian untuk mendapatkan penyuluhan yang tepat guna bagi
masyarakat tentang penyakit malaria. Hasil penelitian, adanya intervensi di Hargotirto
dengan cara ceramah (tatap muka) mengenai buku panduan malaria yang telah
dibagikan kepada responden, kemudian membahas/diskusi tentang buku panduan
malaria dari kelompok responden bapak, ibu, TOMA, remaja, berkisar antara 15,5% 87,5%. Meningkatkan prosentase pengetahuan tentang tanda-tanda nyamuk malaria
tempat berkembang biak nyamuk malaria berkisar antara 20,5% - 67,5%.
Meningkatkan prosentase perilaku responden sebanyak 22,0% dari kesadaran
membawa ke Puskesmas Kokap II bila sakit panas diduga malaria. Obat malaria
diminum secara teratur terjadi peningkatan prosentase pada kelompok remaja
sebanyak 36,4%. Selain hal tersebut responden mengatakan bahwa kelambu
merupakan suatu kebutuhan meningkatkan prosentase pada kelompok remaja
sebanyak 13,3%. Kebiasaan keluar malam menggunakan jaket terjadi peningkatan
pada kelompok ibu-ibu dan remaja sebanyak 33,1% - 33,33%. Berkisar antara 91,4%
- 100% perlu penyuluhan khusus tentang malaria.
Di Hargowiwlis, walaupun tidak di intervensi terjadi peningkatan pengetahuan
tentang tanda tanda sakit malaria, tanda tanda nyamuk malaria, tempat berkembang
biak nyamuk malaria. Perilakunya juga meningkat bila sakit malaria yang tadinya
pertama kali dibawa ke JMD menjadi dibawa ke Puskesmas, bila keluar malam
menggunakan jaket, perlu penyuluhan tentang malaria. Peningkatan ini terjadi karena
responden pada waktu wawancara I bertanya kepada pewawancara, sehingga pada
wawancara II sudah mengetahuinya.
Kesimpulan, permasalahan malaria masih perlu ditangani karena saling
berkaitan antara lingkungan, manusia dan vektor. Intervensi dengan penyuluhan
berbentuk ceramah (tatap muka), menggunakan buka panduan malaria meningkatkan
pengetahuan tentang tanda-tanda sakit malaria, tanda-tanda nyamuk malaria, tempat
berkembang biak nyamuk malaria. Peningkatn perilaku bila ada yang sakit panas
diduga malaria dibawa ke Puskesmas, obat diminum secara teratur, keluar malam
menggunakan jaket, kelambu merupakan kebutuhan, perlu penyuluhan tentang
malaria.

Penelitian Bioekologi Vektor Di Daerah Pantai Dan Pedalaman Di Jawa Timur


Mardiana 2001
Pada bulan Mei dengan Oktober 2001 telah dilakukan penelitian bioekologi
vektor di daerah pantai dan pedalaman Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Trenggalek. Pengumpulan spesimen (dewasa dan larva) dilakukan 4 kali sebulan
selama 6 bulan untuk masing-masing daerah penelitian.
Hasil penelitian menyatakan bahwa di Kabupaten Banyuwangi tertangkap 7
spesies Anopehles yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An.
barbirostris, An. annularis dan An. indefinitus, di Kabupaten Trenggalek ditemukan 9
spesies Anopheles yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An.
barbirostris, An. maculatus, An. aconitus, An. tesselatus dan An. kochi.
Habitat pra dewasa nyamuk Anopheles di Kabupaten Banyuwangi adalah
lagun yang ditumbuhi rumput air dan lumut dengan kisaran sekitar 1 5 o/oo, mata
air dan kobakan. Sedangkan di Kabupaten Trenggalek terdapat lagun yang ditumbuhi
rumput air dan lumut dengan salinitas 9 o/oo, sawah dan kolam/bak bekas
penampungan ubur-ubur. Dari pembedahan indung telur diketahui bahwa rata-rata
yang pernah bertelur menunjukkan dilatasi 1 5 di Kabupaten Banyuwangi, dan
menunjukkan 1 3 di Kabupaten Trenggalek.
Kepadatan populasi nyamuk dewasa di Kabupaten Banyuwangi terjadi pada
bulan Juni, Juli dan Agustus, untuk An. sundaicus dan An. subpictus terjadi pada
bulan September dan Oktober. Sedangkan untuk Kabupaten Trenggalek An. vagus,
An. barbirostris dan An. maculatus ditemukan pada bulan Mei, Juni, Agustus, An.
sundaicus terbanyak ditemukan pada bulan September. Hal ini dapat dikaitkan dengan
terjadinya kasus penularan malaria, yang mana di kedua daerah penelitian ada
hubungan antara fluktuasi populasi nyamuk dengan musim penularan yang terjadi
pada bulan Mei Juli.
Tingginya kepadatan populasi vektor malaria akan terjadi peningkatan
transmisi malaria di daerah setempat.

Epidemologi Malaria Di Daerah KLB, Tapsel, Sumut


M. Sudomo
1993/1994
Hasil sensus penduduk di derah penelitian didapatkan bahwa penduduk
Aek Badak Jae Kecamatan Batang Angkola berjumlah 1757 yang terdiri dari 882
lakilaki dan 875 perempuan sedangkan di Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak
49994 yang terdiri dari 2428 laki laki dan 2566 perempuan. Jumlah total positif
malaria sebagai hasil survai malariometrik adalah 25 orang dengan parasite rate
( PR ) 7,2% di Kecamatan Batang Angkola. Di Kecamatan Siabu ditemukan 10
orang positif malaria dengan PR 3,5 %. Parasit yang ditemukan adalah
Plasmodium falciparum dan P. vivax. Dari penelitian entomologi telah ditemukan

berbagai jenis nyamuk Anopheles antara lain An. nigerrimus, An. sundaicus dan
An. kochi. Aktivitas menggigit dari nyamuk tersebut sebagian besar di luar
rumah. Larva nyamuk An. sundaicus banyak ditemukan di kolom yang
mengandung banyak tanaman air seperti ganggang Enteromorpha sp. yang
merupakan habikat nyamuk tersebut. Dari pembedaan kelenjar ludah nyamuk
belum didapatkan nyamuk yang positif mengandung sporozoit, dengan demikian
belum ada konfirmasi jenis nyamuk yang bertindak sebagai vektor malaria di
daerah penelitian. Penelitian dari aspek sosial ekonomi telah pula dilakukan.
Hasilnya menunjukan bahwa masih banyak penduduk yang belum mengetahui
tanda tanda malaria walaupun meraka sering sakit malaria. Penularan malaria
terjadi karena penduduk sering berbincang - bincang di luar rumah pada malam
hari, menonton televisi di warung / kedai kopi dan di rumah tetangga. Selain itu
mereka tidur jarang memakai kelambu dengan berbagai macam alasan antara
lain panas dan tidak mampu membeli kelambu

Upaya Pengendalian Vektor Malaria Anopheles balabacensis


Di Jawa Tengah
Drs. Hadi Suwasono. MS, 1993/1994
Anopheles balabacensis merupakan vektor malaria di daearah pegunungan
Kabupaten Purworejo sehingga berbagai upaya pengendaliannya tetap dilakukan.
Salah satu aspek bionomi vektor yang telah diketahui adalah mintakatnya yang
berupa genangan air, sumber sumber air dan sungai sungai kecil yang jernih
airnya. Oleh sebab itu pada penelitian ini diteliti pengaruh penebaran ikan
pemakan jentik Poecilia
reticulata pada mintakat vektor dalam rangka
pengendaliannya.
Rendahnya kepadatan populasi vektor An. balabacensis baik di daerah
perlakuan maupun pembanding mengakibatkan pengaruh penebaran ikan
terhadap penurunan kepadatan populasi vektor kurang jelas. Keadaan ini
ditambah pula dengan tingginya curah hujan yang terjadi di pertengahan akhir
penelitian sehingga mintakat vektor yang sebagian besar terdapat di tepi sungai
tersapu banjir dan kepadatan populasi turun.
Melihat hasil penelitian yang diperoleh tersebut maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan berbagai perlakuan terhadap stadium pra dewasa
sementara pencarian tempat istirahat vektor tetap dilakukan. Kepadatan populasi
vektor dan kondisi lingkungan daerah penelitian (keberadaan mintakat dan
musim) perlu diperhatikan pada penelitian mendatang.

Latar Belakang Epidemiologi Malaria


Malaria pada manusia disebabkan oleh parasit protozoa genus Plasmodium dan
ditularkan oleh gigitan nyamuk terinfeksi.
Ada 4 spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia (P. falciparum, P.
viviax,

P. malariae dan P. ovale) . Sekarang perhatian tertuju kepada malaria falsiparum,


karena timbulnya komplikasi-komplikasi yang serius dan kadang-kadang perjalanan
klinisnya fatal. Akan tetapi , tidak mengabaikan malaria vivax yang sekarang
bertanggung jawab atas penderitaan besar di banyak negara; juga peran patogenik P.
malariae pada anak-anak (sindroma nefrotik) yang sering dijumpai di Afrika perlu
mendapat perhatian.
Secara alamiah malaria ditularkan oleh gigitan beberapa spesies nyamuk yang
termasuk genus Anopheles . Selain daripada itu malaria juga ditularkan melalui :
(i) infeksi pre-natal (malaria congenital,
(ii)
jarum suntik pada para pencandu narkotika,
(iii)
transfusi darah,
(iv)
transplantasi organ.
Jumlah vektor potensial malaria yang diketahui kira-kira 400 spesies Anopheles, yaitu
sangat rendah. Kira-kira 15 % diantaranya mengisap darah manusia dengan
regularitas yang cukup untuk mempertahankan infeksi. Keadaan-keadaan
setempat memegang peranan penting pada spesies Anopheles utama yang
menularkan malaria. Oleh karena itu perlu diadakan survei epidemiologi untuk
menentukan vektor-vektor di suatu daerah , prevalensinya disamping beberapa
faktor lain yang terlibat. Spesies anopheles yang berbeda, berbeda pula dalam
perilaku tempat perindukan, Umur nyamuk dansebagainya, dan oleh karena itu
cara-cara pengendalian dari suatu daerah dengan daerah lain tergantung kepada
spesies-spesies yang terlibat.
Peranan Faktor-faktor Epidemiologi pada Malaria
Ada tiga rangkaian epidemiologi, yaitu (i) Manusia, (ii) Vektor dan (iii) Parasit.
Gambaran epidemiologi malaria ditentukan oleh pengaruh ketiga faktor tersebut
diatas,disamping pengaruh faktor lingkungan majemuk di sekitarnya juga memegang
peranan di dalam penyebaran malaria.
Lingkungan :
Faktor-faktor lingkungan fisiologis yang terpenting dalam penyebaran malaria ialah :
suhu, kelembaban dan curah hujan. Disamping itu topografi daerah adalah penting,
karena ia menentukan jumlah permukaan air yang sesuai untuk perindukan vektor.
Faktor-faktor lingkungan berpengaruh terutama pada vektor maupun kepada parasit
serta pada manusia.
Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi siklus hidup, perilaku dan masa hidup
vektor. Suhu juga mempengaruhi aktifitas nyamuk yang ditunjukkan oleh efek-efek
hibernasi. Suhu dan kelembaban yang tinggi menguntungkan penyebaran malaria.
Ketinggian mempunyai pengaruh tidak langsung karena hubungannya dengan
keragaman suhu. Pada ketinggian 2.000 m di daerah tropis dengan suhu rata-rata
men- capai 16o 18o C, maka vektor malaria masih dapat menularkan malaria . Ini
diamati oleh MacDonald di Kenya pada tahun 1957.

Juga pada tahun 1968, epidemi malaria yang serius yang ditularkan oleh Ano pheles
gambiae terjadi pada tempat yang tinggi di Ethiopia.
Pada suhu rata-rata di bawah 16o C , spesies plasmodium manusia tidak dapat
berkembang di dalam tubuh vektor. Juga suhu yang sangat tinggi fatal bagi parasit.
Pada suhu diatas 32o C jumlah parasit yang hidup menurun drastis. Suhu optimum
untuk perkembangan stadium seksual yang cepat di dalam tubuh vektor ialah 27 o C
(untuk P. vivax 8 hari dan P. falciparum 11 hari). Di dalam tubuh manusia parasit
malaria tidak dipengaruhi oleh suhu-suhu yang lebih tinggi. Suhu juga mempengaruhi
fisiologi vektor. Pada suhu lebih tinggi siklus gonotropik lebih pendek. Di negaranegara tropis dan subtropics penyempurnaan siklus gonotropik memerlukan waktu 2
3 hari. Kelembaban menmpengaruhi masa hidup dan aktifitas vektor. Lebih tnggi
kelem-baban nisbinya lebih lama kemungkinan hidup vektor. Ini adalah karena
pengaruh lang-sung atas temperatur dan kelembaban dalam menciptakan tempattempat perindukan bagi vektor.
Faktor-faktor lingkungan terhadap penyebaran malaria juga mempengaruhi manusia.
Pengaruhnya adalah mengubah kebiasaan-kebiasaan berpakaian , membangun rumah
serta kebiasaan-kebiasaan lainnya, sehingga ia menjadi lebih mudah diserang
nyamuk. Manusia di iklim tropis lebih sering membuka pakaian, diam di rumahrumah yang terbuka dan oleh karena itu ia terbuka untuk lebih sering digigit nyamuk.
Temperatur eksternal tidak mempengaruhi perkembangan plasmodium di dalam tubuh
manusia.
Akan tetapi bila terjadi perubahan iklim secara tiba-tiba dan ketinggian akan
merangsang terjadi relaps malaria.
Berdasarkan kepada faktor-faktor epidemiologi tersebut dikenal 4 zona malaria:
(i) equatorial, (ii) tropical, (iii) subtropical dan (ii) iklim sedang. Daerah-daerah
dengan gambaran fisikogeografis yang serupa dapat dilukiskan ke dalam tipe-tipe
epidemiologi.
Ini mempunyai nilai besar dan kepentingan praktis di dalam perencanaan yang terinci.
Manusia (hospes)
Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan manusia secara langsung
mempengaruhi epidemiologi malaria Manusia di negara-negara tropis dan subtropis
ting
gal di dalam rumah-rumah yang berkonstruksi terbuka dan ia lebih suka berpakaian
berwarna cerah, pakaian pelindung yang buruk. Oleh karena itu ia lebih sering
terpapar
Untuk diserang nyamuk. Kebiasaan tidur (di dalam atau di luar rumah) memudahkan
manusia ke derajat kontak manusia-vektor.
Ledakan-ledakan malaria mungkin disebabkan oleh sebab-sebab yang dibuat oleh
mmanusia. Ini mungkin karena buruknya skema-skema pengelolaan irigasi, irigasi

yang berlebihan, drainase yang buruk dan lain-lain. Di beberapa daerah , ini dapat
menghasil- kan tanah yang digenangi air dengan kecendrungan meningkatkan
kejadian malaria (mi-salnya di Pakistan dan India). Sistem irigasi buruk dengan
kebocoran kanal-kanal dan saluran, konstruksi jalan raya atau jalan kereta api,
proyek-proyek industri dengan me-nimbulkan beberapa cekungan dan lain-lain.
Semuanya membentuk tempat-tempat per-indukan yang sesuai untuk nyamuk. Ini
merupakan contoh-contoh malaria yang dibuat oleh manusia yang menambah
perindukan vektor-vektor malaria dan meningkatkan po-tensi penularan malaria,
karena bertambahnya perindukan nyamuk-nyamuk vektor di dalam kumpulan air
yang dibuat oleh manusia itu sendiri.
Umur tidak merupakan suatu fekator yang penting, kecuali di daerah-daerah deng an
endemisitas tinggi. Karena lebih lama terpapar ke infeksi malaria , maka lebih tinggi
resistensinya terhadap penyakit disebabkan perkembangan imunitas didapat.
Jenis kelamin, bukan merupakan faktor penting, tetapi dapat mengubah
angka malaria
melalui pekerjaan atau tipe berpakaian. Di beberapa negara para wanitanya
berpakaian lebih baik daripada laki-laki yang mana menerangkan rendahnya angka
kejadian malaria pada wanita. Di beberapa negara pria berburu di waktu malam
mempunyai angka malaria yang tinggi.
Buruh-buruh tani yang bekerja dibawah kondisi yang menyebabkan meningkatnya
terpapar kepada vektor. Sementara di daerah-daerah perkotaan penduduknya
terlindung lebih baik dari sekelilingnya.
Susunan genetika dari populasi menyebabkan beberapa variasi dalam derajat infeksi
dengan parasit malaria, juga jumlah infeksi lokal mempunyai hubungan langsung atas
respons imun penduduk.
Nyamuk (vektor)
Adanya vektor malaria anopheles di suatu daerah tidak selalu membentuk
endemisitas malaria. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh kepadatan vektor,
pilihan makanan, faktor klim dan lain-lain. Malariolog terkemuka Prof. G. Mac
Donald (1952) membahas tentang kepadatan kritis yang berarti jumlah rata-rata
gigitan anopheles per orang per malam, dimana merupakan penurunan penyakit yang
progresif sampai menjadi punah. Kepadatan kritis dapat dikenal beberapa faktor yaitu:
jumlah vektor, kesukaan pada da-rah manusia, umur , frekwensi mengisap darah,
periode perkembangan parasit di dalam tubuh vektor menjadi stadium infektif
(sporozoit) dan lain-lain. Pilihan makanan dari spesiesanopheles yang berbeda
mempunyai kepentingan yang besar . Beberapa dianta-ranya ada yang zoofilik, dan
jarang menggigit manusia atau menggigit manusia luar bi-asa, yang lain tidak
memperlihatkan diskriminasi terhadap darah manusia atau kepada yang lain.
Kecendrungan vektor untuk memasuki pemukiman manusia dan beristirahat di dalam
rumah sesudah mengisap darah sangat penting dalam hubungan dengan efektifitas
insektisida yang disemprotkan di dalam rumah.
Reaksi vektor terhadap insektisida yang dikenal dan corak perilakunya mempunyai
nilai vital di dalam pemilihan cara pengendalian yang terbaik.

Parasit
Spesies atau strain-strain parasit malaria memegang peranan penting di dalam
epidemiologi malaria. Ada 4 spesies plasmodia manusia masing-masing dengan
beberapa strain yang mempunyai gambaran biologis dan epidemiologis yang berbeda.
Beberapa vektor menjadi sangat mudah terinfeksi dengan beberapa strain spesies
Plasmodium daripada yang lainnya. Anopheles atroparvus adalah spesies yang sangat
rentan terhadap strain Eropa P. falciparum, sedangkan dengan strain-strain lain dari
Afrika dan India ter-jadi sebaliknya. Juga Anopheles albimanus dari Cuba atau
Panama, walaupun sangat rentan terhadap malaria dari wilayahnya sendiri, dengan
strain-strain lain Florida sebaliknya.
Terdapat juga perbedaan besar antara masa inkubasi panjang dari penyakit yang
disebab-kan oleh beberapa strain P. vivax di Cina dan Korea dan masa inkubasi
pendek ditemu-kan dari strain-strain lain infeksi vivax di negara-negara tropis. Masa
inkubasi yang pan-jang ini adalah gambaran dari epidemiologi iklim sedang.
Sensitifitas dari strain-strain berbeda terhadap obat-obat yang tersedia dan resistensi
P. falciparum terhadap obat-obat antimalaria di beberapa daerah geografis pada akhirakhir ini merupakan masalah epidemiologi utama.
Derajat endemisitas dan distribusi relatif dari 4 spesies merupakan petunjuk dasar
untuk stratifikasi epidemiologi.
Perhatian yang besar ditujukan kepada derajat stabilitas penyakit yang mempengaruhi
aspek-aspek penting lainnya seperti status imun, berat infeksi, fluktuasi musim dan
sifat-sifat lainnya.
Perhatian khusus diarahkan kepada durasi infeksi malaria yang tidak diobati pada
manusia. Pada malaria falsiparum, infeksi timbul dalam satu kelaziman berakhir
dalam waktu kuarang daripada 2 tahun sesudah infeksi dan bahkan banyak strain
dalam waktu kurang daripada satu tahun. Malaria vivax berlangsung lebih lama yaitu
kira-kira 2-3 tahun, malaria malariae mungkin menetap selama lebih dari 30 tahun.
Eksistensi beberapa strain malaria mungkin memegang peranan dalam pemeliharaan
penyakit endemik secara aktif di beberapa daerah.
Imunitas memegang peranan besar di dalam epidemiologi malaria. Terdapat suatu
kecendrungan infektifitas tinggi di dalam musim-musim epidemi disebabkan oleh
tidak adanya imunitas atau imunitas rendah disamping faktor-faktor epidemi lain. Di
pihak lain infektifitas kurang terjadi di daerah-daerah endemik statis, apabila imunitas
biasa dan pada kasus ini infektifitas terutama terkonsentrasi pada kelompok usia
muda.
Klasifikasi Epidemiologi Malaria
Malaria dipandang sebagai endemik, apabila terdapat kejadian menetap baik ka- sus
maupun penularan alamiah selama bertahun-tahun berturut-turut(WHO,1963).
Malaria epidemik ditandai dengan peningkatan besar dan tajam sewaktu-waktu dalam
morbiditas dan mungkin juga mortalitasnya.

Sebelum tahun 1950, diusahakan beberapa klasifikasi endemisitas malaria oleh


banyak malariolog: Missiroli, Gabaldon dan lain-lain. Akhirnya Konferensi WHO
Kampla 1950 mengangkat sebuah klasifikasi baru. Derajat endemisitas malaria yang
ber-beda, berdasarkan kepada indeks limpa diantara kelompok usia 2 9 tahun yang
dinyata-kan sebagai berikut:
Derajat Endemisitas

Angka Limpa pada Anak-anak usia 2-9 thn

1. Hipo-endemik
2. Meso-endemk
3. Hiper-endemik

Angka limpa 0 20 %
Angka limpa 11 50 %
Angka limpa secara konstan >50 %,
angka limpa orang dewasa juga tinggi.
Angka limpa secara konstan >75 %,
angka limpa orang dewasa rendah, toleransi
orang dewasa tinggi.

4. Holo-endemik

Klasifikasi Kampala yang berdasarkan kepada pengukuran-pengukuran limpa


mempunyai keuntungan melakukan evaluasi cepat tentang situasi malaria di suatu
daerah pada waktu yang ditentukan.
Pada malaria holo-endemik, mayoritas penduduk tidak memperlihatkan parasit
maupun pembesaran limpa, bahkan jika mereka sering digigit nyamuk vektor yang
terinfeksi. Hal ini disebabkan hiperimunitas dimana superinfeksi dihancurkan dengan
segera atau mungkin mengandung parasitemia ringan sementara waktu.
Meskipun penerimaan klasifikasi Kampala meluas, ada beberapa situasi yang tidak
dapat cocok di dalamnya. Di Liberia, misalnya ada imunitas orang dewasa sangat
tinggi dan angka limpa orang dewasa rendah (25 % +) yang mana menunjukkan
situasi holo-endemik, tetapi angka limpa pada anak-anak berkisar antara 50-75 %.
Adalah logis mempertimbangkan suatu situasi dimana orang dewasa mempunyai
imunitas amat tinggi
yang mana dapat mempengaruhi indeks limpa kelompok usia 5-9 tahun, yang dengan
demikian menjadi jauh lebih rendah daripada indeks limpa usia balita.
Di New Guinea, Metselaar dan Van Thiel (1959) mengusulkan sebuah klasifikasi
endemisitas malaria berdasarkan kepada angka parasit (parasite index):
1) Hipo-endemik : indeks parasit pada anak-anak 2-9 tahun < 10%.
2) Meso-endemik : indeks parasit pada anak 2-9 tahun11 50 %.
3) Hiper-endemik : angka parasit pada anak-anak 2-9 tahun >75 % dan angka lim
pa pada orang dewasa tinggi (New Guinea type) atau rendah (tipe Afrika).
Akan tetapi, klasifikasi ini tidak pernah diterima oleh para malariolog, karena indeks
darah merupakan kejadian yangbelangsung sesaat, tetapi bukan merupakan catatan
endemisitas karena angka limpa dapat menunukkan.

Malaria Stabil dan Malaria Tidak stabil


Mac Donald (1952) mengusulkan penggolongan malaria menjadi malaria stabil dan
malaria tidak stabil. Rincian perbedaan antara keduanya disusun dalam suatu table.
Malaria Stabil
Penyebaran pada malaria stabil sangat hebat dan terjadi sebagian besar selama
setahun. Penduduk dewasa membentuk kekebalan tinggi dan sedikit dipengaruhi.
Oleh karena itu kekuatan jasmani tidak terganggu.
Anak-anak menderita serangan malaria berulang-ulang dari usia beberapa bulan.
Kematian diantara anak-anak balita sangat tinggi. Anak-anak yang mencapai usia
5
tahun atau 6 tahun mengembangkan imunitas sebagian dan angka kematian
diantara mereka menurun secara perlahan-lahan.
Kejadian malaria kurang lebih masih sama dari tahun ke tahun, tetapi mungkin ada
fluktuasi musim disebabkan elh ditemukannya kasus-kasus baru pada anak-anak.

Malaria tidak Stabil


Terjadi perubahan luas dalam penyebaran malaria tahunan dan dari tahun ke tahun. Ini
menyebabkan kecendrungan untuk terjadinya epidemi malaria. Musim penularan
sangat singkat. Infeksi jarang sehinga imunitas jarang berkembang, kecuali setelah
gelombang epidemi.
Apabila faktor-faktor lingkungan sangat cocok dan menguntungkan suatu peningkatan
besar kepada vektor, maka terjadi peningkatan penularan malaria berat diantara semua
kelompok umur, disebabkan oleh kerentanannya. Epidemi mungkin menimbulkan
malapetaka dan menghancurkan dengan angka kesakitan dan angka kematian yang
tinggi
Epidemi Malaria
Suatu epidemi malaria terjadi apabila penyebaran malaria oleh suatu sebab dan
angka kesakitan atau angka kematiannya atau kedua-duanya naik sangat tajam diatas
rata-rata endemisitas lokal. Mac Donald (1957) menetapkan suatu epidemi sebagai
suatu eksa-serbasi akut dari penyakit di luar proporsi ke normal kemana komuntas
merupakan subjek. Di lain pihak, istilah ledakan epidemi biasanya dipandang
apabila beberapa kasusmalaria terrjadi di suatu daerah dimana malaria tidak diketahui
sebelumnya.
Pada ledakan epidemi atau epidemi terlokalisir, seluruh penduduk dari kelompok usia
berbeda kurang lebih akan terjangkit. Baik pada anak-anak maupun orang dewasa
angka limpa, angka parasit dan kepadatan parasit cukup tinggi. Akan tetapi pada
orang dewasa yang lebih tua, beberapa imunitas residu tertinggal dan oleh karena itu
mengha-silkan angka-angka tersebut diatas sedikit rendah. Di daerah-daerah endemik
malaria biasanya memperlihatkan kenaikan kejadian musiman diantara anak-anak dan
para pendatang baru, tetapi kebanyakan orang dewasa yang bermukim terhindar dari
serangan malaria. Demikian pula, kenaikan musiman pada daerah-daerah endemisitas

tinggi biasanya mem-pengaruhi kelompok umur lebih rendah tanpa mempengaruhi


orang dewasa karena imu-nitas mereka tinggi.
Epidemi malaria berbeda sekali dengan epidemi penyakit lain disebabkan oleh me
kanisme terkomplikasinya tinggi disamping ragam majemuk dari faktor-faktor
etiologis.
Perhatian besar tertuju kepada hubungan kualitatif maupun kuantitatif antara hospes
manusia, penderita, vektor dan faktor-faktor lingkungan yang menguasai aspek-aspek
yang berbeda.
Gelombang epidemi mungkin berakhir dengan perubahan iklim atau oleh peningkatan
imunitas komunal atau dengan cara-cara pebgendalian.
Berikut adalah upaya-upaya untuk menggolongkan epidemi malaria berdasarkan atas
informasi lapangan yang tersedia sejak puluhan tahun dan diperbaharui sampai saat
ini.
Faktor Manusia
Di daerah-daerah malaria tidak stabil sepanjang tahun epidemi, individuindividu tidak imun akan membentuk suatu komunitas besar selama periode beberapa
tahun yang mana tidak mempunyai imunitas ke arah malaria. Imunitas dari populasi
dewasa secara serentak menghilang disebabkan oleh penularan sedikit dalam periode
antar epidemi.Oleh karena itu imunitas masyarakat kolektif menurun . Dengan adanya
faktor-faktor lain dimulai suatu epidemi eksplosif. Beberapa negara mengarah kepada
situasi ini, seperti di dae-rah-daerah malaria tidak stabil di India dan
Pakistan.Masuknya sejumlah orang-orang non-imun ke daerah endemik malaria tinggi
(ma Laria stabil) jelas akan membentuk penularan berat diantara pendatang-pendatang
baru.
Gametositemia yang sangat tinggi pada pendatang baru non-imun juga akan
meningkat-kan kadar malaria pada penduduk yang bermukim karena terjadi
peningkatan besar angka reproduksi. Luasnya epidemi mungkin memperburuk apabila
aktifitas-aktifitas pendatang meningkatkan perindukan nyamuk secara potensial
dengan mengganggu lingkungan.
Apabila epidemi malaria terjadi pada suatu populasi dengan malnutrisi berat
atau menderita penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya penurunan resistensi
manusia terhadap infeksi, angka kematian mungkin berlipat ganda bahkan tiga kali
dibandingkan dengan epidemi diantara masyarakat yang status gizinya baik. Pada
tahun 1942 , Anopheles gambiae menyerang Mesir dan Sudan. Pada tahun 1943
epidemi yang disebabkan oleh penyerang dikatakan telah membunuh kira-kira
130.000 orang.ini disebabkan oleh faktor-faktor majemuk, tapi yang utama adalah
vektor yang sangat poten (An. gambiae) dan barangkali malnutrisi yang luas di
daerah-daerah yang terkena.

Faktor Parasit di dalam Tubuh Manusia


Di zona beriklim sedang, malaria vivax baik relaps maupun yang laten terjadi
sebagai suatu gelombang yang mencapai puncaknya pada bulan April/Mei. Kurva ini
diikuti oleh infeksi baru yang dimulai kira-kira pada pertengahan musim panas dan
kur-va biasanya bergabung ke dalam masing-masing lainnya. Infeksi falsiparum mulai
secara tiba-tiba pada pemuncak musim panas, dan baiasnya sedikit lebih lambat
daripada gelom bang detik P. vivax. Ukuran-ukuran relatif dari ketiga komponen ini
menentukan karak-ter kurva epidemi total. Penurunan insidens malaria di negaranegara tropis disebabkan terutama oleh perkembangan imunitas oleh penduduk. Pada
musim tersebut prevalensi meningkat merupakan gambaran yang hampir konstan dari
keseluruhan, kecuali barang-kali bentuk hiperendemisitas yang sangat tinggi. Ini
terutama merupakan ciri khas mala-ria endemik di daerah-daerah subtropics malaria.
Peningkatan reservoir infeksi dalam masyarakat disebabkan oleh masuknya
pendatang-pendatang baru dari suatu daerah dengan spesies atau strain yang tidak
dikenal atau jarang ada di daerah tersebut. Beberapa carrier dari infeksi baru mungkin
asimtomatik tetapi mereka mungkin sebagai carrier gametosit yang mungkin sangat
infektif terha-dap anopheles lokal..
Selama veteran-veteran perang yang kembali dari daerah malaria ke suatu
daerah terjadi peningkatan kesempatan bagi vektor-vektor lokal mengisap darah pada
sumber infeksi baru yang dibawa oleh veteran tersebut. Jika pemasukan tersebut
adalah ke daerah daerah yang malaria nya telah dibasmi (dan sebelum
pemberantasan tersebut, daerah tersebut adalah malaria stabil atau sangat endemik),
dan jika ada vektor dan terjadi pema-sukan dari sumber-sumber infeksi di dalam
musim yang sesuai, maka mungkin terjadi suatu epidemi dan akhirnya akan
menyebabkan pembentukan kembali endemisitas pra -eradikasi.

Di dalam program eradikasi malaria maka pengobatan radikal dini dari kasuska-sus yang telah dideteksi adalah vital. Untuk suatu alas an atau lainnya jika tidak
dipakai secara tepat guna maka ini mungkin akan menambah permulaan dari suatu
epidemi. Berkembang pesatnya resistensi P.falciparum terhadap kloroquin dan obatobat anti malaria lain adalah keadaan yang amat serius dalam sepuluh tahun
terakhir dan mungkin perlu dana yang besar yang tidak dapat terpenuhi oleh
pemerintah setempat. Didalam adanya kondisi lingkungan yang sesuai maka
timbullah epidemi malaria dari stra-in-strain tersebut.
Gametositemia yang meningkat disebabkan oleh adanya relaps, maupun oleh
serangan pertama dengan faktor-faktor lingkungan yang sesuai adalah lazim untuk
memulai suatu kenaikan epidemi malaria. Di lain pihak, pemberantasan reservoir
gametosit secara langsung atau tidak langsung mungkin mengurangi kemungkinan
terjadi epidemi. Pengu-rangan reservoir mungkin disebabkan oleh pemberian obat
secara massal.
Di beberapa kawasan secara tidak langsung disebabkan oleh prosedur
perencanaan keluarga yang menghasilkan pengurangan proporsi anak-anak yang
dianggap terbaik dan carrier gametosit yang paling efisien.

Faktor Nyamuk
Salah satu penyebab terpenting dari suatu epidemi disebabkan oleh
peningkatan tiba-tiba jumlah vektor maupun masa hidupnya. Keadaan iklim biasanya
ikut terlibat. Pengaruh curah hujan dalam memproduksi atau menghancurkan tempattempat perinduk-an dikenal dengan baik. Di berbagai negara epidemi malaria
berhubungan erat dengan distribusi curah hujan lebat secara abnormal dan banjir. Juga
efek dari kelembaban yang meningkat atas panjang usia nyamuk dan dengan
demikian pada penyebaran malaria dite-liti dengan baik di India dan Pakistan dan
tampaknya merupakan sebab menonjol di ba-nyak kejadian luar biasa. Pemanjangan
musim kemarau yang memberi kesempatan meningkatkan penularan adalah faktor
penyokong penting lainnya.
Pada tahun 1984-1985 kemarau panjang di beberapa negara di Afrika,
terutama Ethiopia dan Sudan, kerentanan penduduk yang sangat meningkat
disebabkan oleh insi-dens malaria sangat rendah pada tahun-tahun sebelumnya. Jika
hujan lebat dan banjir a-kan terjadi dalam waktu dekat , prakiraan epidemi malaria
yang sangat meresahkan di-ramalkan akan timbul disebabkan oleh faktor-faktor yang
majemuk tersebut.
Di daerah-daerah dimana ektornya terutama zoofilik, jika terjadi pengurangan
po-pulasi hewan yang tajam, maka ini akan memaksa vektor zoofilik mencari darah
manusia. Keadaan iklim yang menguntungkan biasanya meningkatkan jumlah vektor,
tetapi juga terjadi pengurangan populasi hewan yang tajam di daerah-daerah dimana
Anopheles zoo-filik mendominasi, mendorong nyamuk tersebut mencari sumbersumber darah alternatif, yaitu populasi manusia. Di beberapa daerah epidemi malaria
diperkecil oleh perubahan pertanian dan perumahan dan memperkecil kontak antara
manusia dan nyamuk karena sebagian besar penyimpangan anopheles ke binatang
mengikuti peningkatan praktek he-wan yang menetap.
Peningkatan frekwensi menggigit manusia oleh vektor juga merupakan salah
satu faktor dan ini mungkin terjadi selama dan sesudah perang ketika sapi
dimusnahkan atau dibawa jauh oleh musuh, sehingga vektor-vektor terpaksa
mengisap darah manusia.
Pengenalan vektor potensial di suatu daerah tanpa malaria atau daerah
endemik malaria rendah, atau vektor yang luar biasa efektif lebih banyak daripada
spesies-spesies asli merupakan suatu sebab yang umum untuk mengecam epidemi.
Pada tahun 1930, di Brazil, An. gambiae, vektor yang sangat poten masukk ke daerahdaerah dimana anophe-les lokal sudah ada dan penyebaran malaria berada pada skala
rendah, maka terjadi suatu epidemi yang luar biasa. Bahkan di beberapa kota angka
parasit lebih daripada 80% dan angka sporozoit menjadi setinggi 28,2 % dan angka
fatalitas kasus mencapai 6-15 %. A-khirnya An gambiae dienyahkan dari Brazil pada
tahun 1940 dibawah petunjuk malario-log terkemuka DR. Soper. Peristiwa yang sama
terjadi ketika An. gambiae menyerang Mesir Selatan selama 1941-1944 dan sampai
terbasmi. Seperti yang disebutkan sebelum-nya lebih daripada 130.000 orang
meninggal dunia pada waktu epidemi tersebut. Seka-rang di Mesir Selatan, sepanjang
batas utara Sudan, dimana perkembangan luas Danau Nasser sedang berlangsung,
endemisitas malaria disana sangat rendah, disebabkan oleh tidak adanya vektor
malaria yang potensial. Jika daerah tersebut diserang selama 1 hari oleh An. gambiae

dari Sudan, maka ini akan membentuk epidemi yang lain dan mungkin epidemi
malaria lebih tragis daripada di Mesir di masa silam

Faktor Lingkungan
Covel dan Baily percaya bahwa yang mempercepat sebab timbul nya epidemi
ma-laria regional di India Utara ialah penciptaan kondisi yang mendadak secara luar
biasa menguntungkan untuk perkembang-biakan , kelangsungan hidup dan aktivitas
An. culi-facies di daerah-daerah yang dihuni oleh penduduk yang non-imun. Di
Punjab India dan Pakistan periode pra-epidemi mungkin salah satu dari musim banjir
pada bulan Juli dan Agustus, dengan pembentukan kolam yang berlebihan pada bulan
September, yang me-nyebabkan peningkatan besar dalam kepadatan vektor. Akan
tetapi pada kedua contoh tersebut diatas, fase pra-epidemi mengikuti suatu periode
inter epidemi selama mana imu-nitas penduduk turun ke tingkat rendah.
Kondisi-kondisi iklim yang luar biasa yang menyebabkan peningkatan tajam
pada aktifitas perindukan vektor mungkin yang memulai epidemi serius seperti pada
contoh dari Ethiopia pada tahun 1958. Epidemi malaria tahun 1958 yang menyebar di
daerah-daerah Ethiopia diantara ketinggian 1200 2200 m, mengenai beberapa
propinsi di dataran tinggi tengah dan populasi 8 juta di daerah malaria. Diperkirakan
bahwa 71 % dari semua kasus disebabkan oleh P. falciparum dan ada kira-kira 3 3,5
juta kasus diantara Juni dan Desember 1959; diantaranya 100.000 150.000 orang
meninggal dunia. Vektornya ialah Anopheles gambiae, wilayah tersebut adalah
malaria tidak stabil. Pada tahun 1958 curah hujan lebih tinggi daripada biasanya dan
ruang antara curah hujan adalah untuk memajukan perindukan generasi nyamuk
berturut-turut tanpa dibersihkan karena akan terjadi hujan terus menerus. Terdapat
perluasan tempat-tempat perindukan vektor dan pemanjangan masa hidup vektor
disebabkan oleh kenaikan kelembaban relatif dalam musim kering.
Aktifitas-aktifitas anusia yang berhubungan dengan
pembangunan memulai banyak epidemi malaria di beberapa negara.

proyek-proyek

Penempatan pekerja-pekerja tropis di proyek tersebut menyebabkan epidemi.


Pekerjaan kelompok tersebut seringkali akan membentuk tempat-tempat perindukan
di sekitar camp-camp mereka dan penduduk setempat. Para pekerja mungkin tidur di
tempat terbuka atau dalam kemah dan menjadi mudah digigit nyamuk sehingga
bahkan spesies vektor dari indeks anthropofiliknya rendah mungkin lebih banyak
beralih ke manusia dan menjadi vektor yang lebih berbahaya. Penambahan lebih
banyak pekerja untuk mengganti pekerja yang sakit atau yang meninggal dunia atau
minggat menambah penuhnya epide-mi. Sebab umum dari epidemi tersebut di
beberapa daerah adalah adalah kondisi-kondisi malariogenik yang diciptakan oleh
manusia seperti genangan air dari tanah yang menyebar selama puluhan tahun
melebihi daerah perluasan, dan pada mulanya disebabkan oleh system perencanaan
irigasi yang tidak memadai. Pengenalan bercocok tanam padi di sawah dan
membendung air di sawah menyebabkan peningkatan luar biasa atau luapan tempattempat perindukan untuk anopheles merupakan penyebab lainnya. Kejadian-keja-dian
yang sama juga timbul pada pembangunan perusahaan industri berskala besar di negeri tropis seperti perkebunan teh, karet atau tebu dan proyek-proyek teknik besar
seper-ti pembangunan dok, rel kereta api, bendungan-bendungan besar atau pekerjaan
besar la-innya. Dalam proyek ini biasanya tenaga kerja lokal tidak mencukupi dan

kelompok-ke-lompok pekerja besar didaat dari daerahnyang luas atau bahkan dari
negara-negara lain dan biasanya dimukimkan di camp-camp yang tidak terlindung di
dekat tempat operasi.
Biasanya
ada penggalian besar-besaran dalam perkembangan dengan
pembentukan barrow-pits daerah rembesan dan kondisi-kondisi lainnya yang
menguntungkan bagi tempat perindukan yang luas.
Kemunduran kondisi-kondisi secara tiba-tiba pada sanitasi, pelayanan
kesehatan atau kedua-duanya ditimbulkan oleh bencana nasional, gangguan-gangguan
social dan perang tidak dapat diabaikan. Bencana-bencana nasional seperti kemarau
panjang, mungkin menurunkan air tanah dan ini mungkin berpengaruh buruk bagi
situasi ekonomi maupun mengurangi tingkat kekebalan masyarakat melalui akumulasi
anak-anak baru yang belum terpapar dengan malaria. Apabila keadaan-keadaan
lingkungan berubah terutama kembalinya turun hujan normal kelembaban meningkat,
maka epidemi malaria berat menyebar seperti api.

Fase-fase Epidemi Malaria


Sebelum epidemi malaria ditetapkan , terjadi fase pra-epidemi. Hal ini ditandai oleh
penyebaran berskala kecil yang terjadi antara kasus primer dan individu-individu yang
rentan sehingga membentuk reservoir infeksi primer. Ini diikuti oleh fase epidemi
yang ditandai oleh adanya gelombang pendahuluan dari infeksi vivax yang diikuti
oleh epidemi malaria falsiparum berat dan fatal (disebabkan interval inkubasi dari
falsiparum lebih lama daripada vivax).

Ledakan-ledakan Malaria di dalam Program Pemberantasan


Ledakan malaria yang terjadi di banyak kampanye pemberantasan atau
pembasmian pada asarnya disebabkan oleh kekurangan operasional atau peliputan
yang tidak memadai. Sangat berbeda dari epidemi paska pembasmian, karena ini
berasal dari suatu reservoir yang lebih kecil. Jika wabah-wabah epidemi ini
diidentifikasi pada stadium dini dengan survelan yang cukup meliputi mekanisme
deteksi khusus, maka malaria dapat dikendalikan.
By : MASHAAL, M.
Clinical Malariology.- SEAMIC, Tokyo: 1986, p.2-12.

Anda mungkin juga menyukai