Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Singkat Berdirinya Universitas Gadjah Mada

Heri Santosa
Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada
Sejarah Balai Perguruan Tinggi berdasarkan Laporan Dies yang
kesatu tahun 1974 tertulis Siapakah mula-mula yang mempunyai pikiran
untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada?
Pada tanggal 24 Januari 1946 di Gedung S.M.T. Kotabaru,
Yogyakarta diadakan pertemuan antara beberapa cerdik pandai untuk
mendiskusikan kemungkinan mendirikan balai perguruan tinggi (universitas
swasta) di Yogyakarta, sebagai promotor Sdr. Mr. Boediarto (ketua), Sdr. Ir.
Marsito, Sdr. Prof. Dr. Prijono dan Sdr. Mr. Soenardjo. Pengurus terdiri dari
Dr. Soeleiman, Dr. Boentaran, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H. Farid
Maruf, Mr. Mangunjudo, K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.
Setelah persiapan selesai, pada tanggal 3 Maret 1946 di Gedung
K.N.I.

Malioboro

Yogyakarta

diadakan

pertemuan

resmi

untuk

mengumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dengan


bagian fakultas hukum dan fakultas kesusasteraan.
Dengan demikian, pada tahun 1946 di Yogyakarta ada dua
perguruan tinggi, yaitu Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan Sekolah
Tinggi Teknik (berdiri tanggal 17 Februari 1946). Sekolah Tinggi Teknik ini
merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung,
yang terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara
sekutu. Sekolah Tinggi Teknik Bandung dipimpin oleh Prof. Ir. Rooseno dan
Prof. Ir. Wreksodhiningrat. Oleh karena itu, mahasiswa Fakultas Teknik

28

Bandung dapat melanjutkan pendidikannya dan menempuh ujian insinyur


di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Tidak dapat dilupakan bahwa yang memberi dukungan besar untuk
berlangsungnya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada itu adalah Sri Sultan
Hamengku Buwono ke IX. Setelah penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19
Desember 1948, kedua perguruan tinggi di atas terpaksa ditutup. Para
dosen dan mahasiswanya memilih berjuang menentang Belanda daripada
melanjutkan proses belajar mengajar, namun peralatan kuliah tetap
dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Pindah ke Klaten
Sejarah pendirian fakultas kedokteran bermula dari kota Klaten.
Tahun 1946 Klaten terkenal sebagai kota pendidikan, di sini berdiri
perguruan tinggi, antara lain Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret
1946), Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1946),
Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri 27 September 1946), dan Perguruan Tinggi
Pertanian (berdiri 27 September 1946).
Mengapa Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa
perguruan tinggi? Karena Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar
seperti

Jakarta,

Bandung,

dan

Surabaya

tidak

mungkin

lagi

menyelenggarakan pendidikan tinggi. Hal ini disebabkan ketiga kota


tersebut seringkali dibom oleh tentara sekutu. Para pejuang Indonesia di
tiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga membalas menyerang
sekutu sehingga ketiga kota tersebut menjadi ajang pertempuran. Alasan
lainnya adalah adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur, serta
laboratorium disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso. Sedangkan Institut
Pasteur di Bandung, setelah diambil alih oleh bangsa Indonesia dari tangan

29

Jepang, 1 September 1945, dipindahkan ke Klaten. Salah seorang yang


turut memindahkan institut ini adalah Prof. Dr. M. Sardjito.
Kehidupan perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan
berdirinya Fak. Kedokteran Gigi pada awal tahun 1948. Hal ini berlangsung
sampai 19 Desember 1948, saat Belanda menyerbu ke dalam daerah
Republik Indonesia.
Tujuh bulan sebelum penyerbuan Belanda ke Republik Indonesia,
tepatnya awal Mei 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan sesungguhnya sudah mendirikan Akademi Ilmu Politik di
Yogyakarta. Akademi ini berdiri atas usul Kementerian Dalam Negeri, untuk
mendidik calon-calon pegawai Departemen Dalam Negeri, Departemen
Luar Negeri, dan Departemen Penerangan.
Setelah berdirinya Akademi Ilmu Politik yang dipimpin oleh Prof.
Djokosoetono, S.H. Beberapa pegawai Departemen Dalam Negeri yang
belajar di sini, antara lain: Djumadi lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan
Soetikno, Bambang Soegeng Wardi, dan Dradjat. Akan tetapi, akademi ini
tidak bertahan lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun meletus
(September 1948) akademi ini ditinggalkan oleh para mahasiswanya.
Mereka ikut menumpas pemberontakan dan membangun kembali
kerusakan-kerusakan yang terjadi, kemudian akademi ini terpaksa ditutup.
Jika di Klaten dan Yogyakarta ada perguruan tinggi terpaksa ditutup, di Solo
ada perguruan tinggi yang sudah dibuka namun terpaksa batal diresmikan,
yaitu Balai Pendidikan Ahli Hukum (berdiri 1 November 1948) sebagai hasil
kerjasama Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dengan
Kementerian Kehakiman.

30

Bersamaan dengan itu, panitia pendirian perguruan tinggi swasta di


Solo, yang dipimpin oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H., dan
Hardjono, S.H., juga merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum
Negeri. Panitia ini menyarankan agar Balai Pendidikan Ahli Hukum
digabung saja dengan Sekolah Tinggi Hukum Negeri untuk melakukan
efisiensi, dan usul tersebut diterima oleh pemerintah. Hal ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 yang menyebutkan bahwa
Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam Sekolah Tinggi Hukum
Negeri.
Menurut Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini
akan diresmikan tanggal 28 Desember 1948. Akan tetapi, sembilan hari
sebelum peresmian, Belanda sudah menyerbu ke wilayah Republik
Indonesia. Apa boleh buat, perjuangan menentang Belanda menjadi
prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi ini layu sebelum menguntum dan
terpaksa bubar sebelum diresmikan.
Kembali ke Yogyakarta
Tidak banyak yang ingat kapan persisnya timbul ide untuk
menggabungkan beberapa perguruan tinggi perjuangan (sebutan ini,
diberikan oleh Prof. Ir. Herman Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah
perguruan tinggi. Akan tetapi, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei
1949, ada rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan
Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota
rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito,
Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo
dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah beberapa anggota

31

rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik, yaitu


Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof.
Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan utama yang ditemui para guru besar dalam mendirikan
kembali perguruan tinggi di Yogya adalah tidak adanya ruangan untuk
kuliah. Beruntung Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan
kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton untuk ruang kuliah. Masalah
utama pun terpecahkan, setelah itu persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha keras para guru besar tersebut akhirnya membuahkan hasil.
Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten,
Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas
Pertanian, dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri
oleh Bung Karno. Pada pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito,
diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah
gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman
Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.
Keesokan harinya, 2 November 1949, giliran Fakultas Teknik, Akademi Ilmu
Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun
kembali marak dengan mahasiswa. Sebulan kemudian, tepatnya 3
Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini
merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang
berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Universiteit Negeri Gadjah Mada
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember
1949 tentang Peraturan Sementara Penggabungan Perguruan Tinggi
menjadi Universiteit, merupakan jalan pembuka untuk menyelenggarakan

32

sebuah universitas nasional yang bernama Universitas Gadjah Mada. Pada


tanggal 19 Desember 1949 Pemerintah Republik Indonesia secara resmi
mulai menyelenggarakan perguruan tinggi negeri yang dikenal sebagai
Universiteit Negeri Gadjah Mada yang berkedudukan di Yogyakarta.
Universiteit Negeri Gadjah Mada ini merupakan penggabungan dari
beberapa Perguruan Tinggi yang telah ada lebih dulu yaitu:
1.

Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Farmasi, Kedokteran


Hewan, dan Fakultas pertanian yang didirikan di Klaten pada
tahun 1946

2.

Sekolah Tinggi Teknik di Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 12


Februari 1946

3.

Sekolah Tinggi Hukum dan Sekolah Tinggi Sastra yang didirikan


oleh Yayasan Balai Perguruan Tinggi Yogyakarta Pada tanggal 3
Maret 1946
Pada saat berdirinya, menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun

1949, Universiteit Negeri Gadjah Mada memiliki enam fakultas, yaitu: (1)
Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi
Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti); (2) Fakultas Kedokteran
di dalamnya termasuk Bagian Farmasi, Bagian Kedokteran Gigi dan
Akademi Pendidikan Guru Bagian Kimia, dan Ilmu Hayat; (3) Fakultas
Pertanian di dalamnya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas
Kedokteran Hewan; (5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian
Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi
Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6)
Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru
bagian Sastra.

33

Pada saat peresmian Universiteit Negeri Gadjah Mada, Prof. Dr. M.


Sardjito ditetapkan sebagai Presiden Universiteit Negeri Gadjah Mada.
Pada saat yang sama juga ditetapkan Senat Universiteit Negeri Gadjah
Mada dan Dewan Kurator Universiteit Negeri Gadjah Mada. Pengurus
Dewan Kurator UNGM terdiri dari Ketua Kehormatan adalah Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, Ketua adalah Sri Paku Alam VIII, wakil ketua dan
anggota. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa ketika UGM lahir, ia
memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu meningkatkan
martabat manusia Indonesia.
Universitit Negeri Gadjah Mada

Berdasarkan

Peraturan

Pemerintah No. 37 tahun 1950


Peraturan

Sementara

tentang

Universitit Negeri Gadjah Mada pasal


1 menyebutkan:
Universitit Negeri Gadjah Mada adalah Balai Nasional Ilmu Pengetahuan
dan Kebudajaan bagi pendidikan dan pengadjaran tinggi.

Universitit

Negeri Gadjah Mada berkedudukan di Jogjakarta.


Dalam pasal 5 juga disebutkan Universitit Negeri Gadjah Mada
Pada waktu sekarang terdiri atas:
a.
b.
c.
d.

34

Fakultit Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi, ..


Fakultit Hukum, Sosial dan Politik terdiri atas Bagian Hukum dan
Bagian Sosial dan Politik.
Fakultit Technik terdiri atas Bagian Civil dan Bagian Kimia. .
Fakultit Sastera, Pedagogik, dan Filsafat terdiri atas Bagian sastera
dan Filsafat dan Bagian Pedagogik. ..

e.
f.

Fakultit Pertanian, jang mempunjai tingkat pengadjaran


Baccalaureat Ilmu Pertanian.
Fakultit Kedokteran Hewan, jang mempunjai tingkat pengadjaran
Baccalaureat Ilmu Kedokteran Hewan.
Pada tanggal 23 Januari 1950 ditambah lagi dengan Fakultas Sastra,

Pedagogik, dan Filsafat. Kemudian pada tanggal 19 Juli 1952 di Surabaya


dibuka Cabang dari Fakultas Hukum, Sosial dan Politik. Cabang Surabaya ini
pada bulan November 1954 dilepaskan dan dimasukkan sebagai Fakultas
pada Universitas Airlangga.
Pada tahun 1952 Fakultas Hukum, Sosial dan Politik ditambah
dengan jurusan Ekonomi, sehingga menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi,
Sosial dan Politik (HESP). Bulan September 1952 Fakultas Pertanian
ditambah dengan Bagian Kehutanan, sehingga Fakultas ini menjadi Fakultas
Pertanian dan Kehutanan.
Universitas Gadjah Mada
Setelah beberapa kali mengalami perubahan nama dari universiteit,
universitit akhirnya pada tahun 1955 berubah menjadi universitas dan
sejak saat itu kata negeri pada Universitit Negeri Gadjah Mada
dihilangkan sehingga menjadi Universitas Gadjah Mada. Hal tersebut sesuai
dengan Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1955:
Dengan Undang-undang ini ditetapkan pula, bahwa Universiteit Van
Indonesie dan universitit Negeri Gadjah Mada diubah namanya dalam
Bahasa Indonesia menjadi Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah
Mada, yang terjadi atas beberapa Fakultas. Selanjutnya bagi segala
peraturan dan ketentuan istilah dan nama resmi untuk mengganti kata
universiteit ialah universitas dan fakultas.

35

Perubahan perubahan yang agak


besar

terjadi

sejak

bulan

September 1955 yaitu:


1.

Fakultas

Kedokteran,

Kedokteran Gigi dan Farmasi


menjadi Fakultas Kedokteran
dan

Kedokteran

Gigi

dan

Fakultas Farmasi.
2.

Bagian Bakaloreat Biologi dari Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi


dan Farmasi menjadi Fakultas Biologi.

3.

Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Poilitik berkembang menjadi 3


Fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas
Sosial dan Politik.

4.

Tingkat Pengajaran Bakaloreat Ilmu Pasti dan Bakaloreat Ilmu Alam


dari Bagian Sipil Fakultas Teknik dijadikan Fakultas Ilmu Pasti dan
Alam

5.

Pada tahun 1955 Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat berkembang


menjadi 3 Fakultas yaitu: Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Fakultas
Filsafat, dan Fakultas Pendidikan. Fakultas Pendidikan mempunyai 2
bagian yaitu: Bagian Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani.
Untuk memberikan pendidikan umum yang kuat bagi semua
fakultas, didirikan juga Fakultas Umum, dan digabung dengan
Fakultas Filsafat menjadi Gabungan Fakultas Umum dan Fakultas
Filsafat.
Pada tahun 1961 Fakultas Filsafat dibubarkan dan tahun 1962
Fakultas Umum juga dibubarkan. Tahun 1973 didirikan Biro
Penyelenggaraan Kuliah-kuliah Khusus yang melaksanakan tugas

36

yang semula menjadi tugas Gabungan Fakultas Umum dan Fakultas


Filsafat.
6.

Fakultas Kedokteran Hewan namanya diubah menjadi Fakultas


Kedokteran

Hewan

dan

Peternakan.

Tahun

1960

Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Gigi berkembang menjadi Fakultas


Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi. Kemudian pada tahun
1962 Bagian Pendidikan Jasmani dari Fakultas Ilmu Pendidikan
ditingkatkan menjadi Fakultas Pendidikan Jasmani. Fakultas ini
diserahkan kepada Departemen Olah Raga pada tahun 1963 dan
menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga (STO). Tahun 1963 Bagian
Kehutanan dari Fakultas Pertanian digabung ditingkatkan menjadi
Fakultas Kehutanan dan Jurusan Teknologi Pertanian. Tahun itu juga
Jurusan Geografi pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan ditingkatkan
menjadi Fakultas Geografi. Tahun 1961 salah satu Jurusan FIP
bersama dengan B I dan B II ditingkatkan menjadi IKIP. Tahun 1964
berdirilah IKIP sebagai integrasi FKIP, FIP, dan IPG. Jurusan Psikologi
dari FIP lalu menjadi Bagian Psikologi, yang kemudian pada tanggal 8
Januari 1965 menjadi Fakultas Psikologi. Tanggal 18 Agustus 1967
Fakultas

Filsafat

didirikan,

dan

pada

tahun

1969

Biro

Penyelenggaraan Kuliah-kuliah Khusus dimasukkan kedalam Fakultas


Filsafat sebagai Biro Penyelenggaraan Kuliah-kuliah Agama. Tahun
1969 Fakultas yang ke-18 lahir, yaitu Fakultas Peternakan yang
merupakan

peningkatan

Bagian

Peternakan

dari

Fakultas

Kedokteran Hewan dan Peternakan.


Sampai tahun 1985 Universitas Gadjah Mada memiliki 18 Fakultas
dan tanggal pendirian sebagai berikut:

37

1.

Fakultas Hukum, 19 Desember 1949

2.

Fakultas Kedokteran, 19 Desember 1949

3.

Fakultas Kedokteran Hewan, 19 Desember 1949

4.

Fakultas Pertanian, 19 Desember 1949

5.

Fakultas Teknik, 19 Desember 1949

6.

Fakultas Sastra dan Kebudayaan, 23 Januari 1951

7.

Fakultas Biologi, 19 September 1955

8.

Fakultas Ekonomi, 19 September 1955

9.

Fakultas Farmasi, 19 September 1955

10. Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, 19 September 1955


11. Fakultas Sosial dan Politik, 19 September 1955
12. Fakultas Kedokteran Gigi, 29 Desember 1960
13. Fakultas Kehutanan, 17 Agustus 1963
14. Fakultas Geografi, 1 September 1963
15. Fakultas Teknologi Pertanian, 19 September 1963
16. Fakultas Psikologi, 8 Januari 1965
17. Fakultas Filsafat, 18 Agustus 1967
18. Fakultas Peternakan, 10 November 1969
Pimpinan UGM sejak 1949 sampai sekarang:
1. Prof. Dr. Sardjito (1949 1962)
2. Prof. Ir. H. Johannes (1962 1966)
3. Drg. Nasir Alwi (1966 1967)
4. Drs. Soepojo Padmodipoetro, M.A. (1967 1968)
5. Drs. Soeroso H. Prawirohardjo, M.A. (1968 1973)
6. Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, M.A. (1973 1981)
7. Prof. Dr. Teuku Jacob MD (1981 1985)
8. Prof. Dr. Koesnadi Hardjosoemantri, S.H., M.I. (1986 1990)
9. Prof. Dr. Mochamad Adnan, M. Sc. (1990 1994)
10. Prof. Dr. Soekanto Reksohadiprojo, M. Com. (1994 1998)

38

11. Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. (1998 2002)


12. Prof. Dr. Sofian Effendi, M. PIA. (2002 2007)
13. Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng., Ph.D. (2007 2012)
14. Prof. Dr. Pratikno, M. Soc. Sc. (2012 2017)
Dari rentetan riwayat perjuangan mendirikan UGM di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendirian UGM merupakan salah satu usaha untuk
meneruskan perjuangan. Hal ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh
sivitas akademika UGM .
Referensi:
1. Undang-undang No. 10 tahun 1955 tentang Pengubahan Nama
Universiteit, Universitet, Universitit, Faculteit, Facultet, dan Facultit
menjadi universitas dan Fakultas
2. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1949 tentang Peraturan tentang
Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universiteit
3. Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950 tentang Peraturan Sementara
Tentang Universitit Negeri Gadjah Mada
4. Separatum Riwajat Perdjuangan Mendirikan Universitas Gadjah Mada
dan Sekedar Tentang Perguruan Tinggi lain di Indonesia " oleh Prof. Dr.
M. Sardjito, dan Addendum "Perdjuangan Universitas Gadjah Mada dan
Perguruan Tinggi Lain Dalam Revolusi Fisik"oleh Prof. Ir. Herman
Johannes
5. Buku Kenangan Seperempat Abad Univervitas Gadjah Mada 11 yang
diredakturi oleh Drs. H. Nangtjik dan Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 1949
6. Berita Kagama Okt, Nov, Des 1980 Th. III No. 6, 7, 8 tentang Sejarah
Singkat Universitas Gadjah Mada
7. Berita Kagama No. 1, 2 Th. VIII 1985 tentang Sejarah Singkat Universitas
Gadjah Mada

39

Anda mungkin juga menyukai