Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

EKSKRESI
( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan yang Dibina
oleh Bapak Drs. Nur Widodo, M.Kes )

Disusun Oleh :
1. Eka Haris Prastiwi
( 201310070311141 )
2. Amin Hidayati
( 201310070311144 )
3. Irham Ahsanul Ridho ( 201310070311172 )
Kelas : Pendidikan Biologi 4D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
memberikan berkat dan rahmat-NYA kepada kami. Sehingga kami mampu

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

menyelesaikan Makalah dengan judul Ekskresi . Dalam penulisan makalah ini


kami bayak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.Pada
kesempatan ini kami tidak lupa mngucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Nur Widodo, M.Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah
Fisiologi Hewan
2. Teman-teman Pendidikan Biologi 4D yang telah membantu dalam
memberikan informasi mengenai materi yang kami bahas dalam makalah
ini
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah
tersusun.

Namun,

hanya

lebih

pendekatan

pada

study

banding

atau

membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi.


Semoga makalah ini bisa menjadi member tambahan pada hal yang terkait
dengan Kepentingan Pendidikan Biologi, khususnya Fisiologi Hewan yang
membahas Sistem Ekskresi.
Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat
kami harapkan dari pembaca guna peningkatan dan perbaikan pada pembuatan
Makalah mendatang.

Malang,10 Maret 201


5

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul .....................................................................................................1


Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Kata Pengantar .....................................................................................................2


Daftar Isi ..............................................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................................5
Bab II Pembahasan
2.1 Sistem Ekskresi pada hewan Invertebrata .....................................................6
2.1.1 Sistem Ekskresi pada protozoa ..................................................................6
2.1.2 Sistem Ekskresi pada coelenterata ..............................................................6
2.1.3 Sistem Ekskresi pada porifera ....................................................................6
2.1.4 Sistem Ekskresi pada platyhelminthes .......................................................6
2.1.5 Sistem Ekskresi pada nemathelmynthes ....................................................7
2.1.6 Sistem Ekskresi pada annelida ...................................................................7
2.1.7 Sistem Ekskresi pada molusca ....................................................................8
2.1.8 Sistem Ekskresi pada insecta ......................................................................8
2.2 Sistem ekskresi pada hewan vertebrata
2.2.1 Sistem Ekskresi Pada Pisces ..................................................................... 9
2.2.2 Sistem Ekskresi Pada Amfibi .....................................................................9
2.2.3 Sistem Ekskresi Pada Reptil ......................................................................10
2.2.4 Sistem Ekskresi Pada Aves ........................................................................11
2.2.5 Sistem Ekskresi Pada Mamalia ..................................................................11
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................13
3.2 Kritik dan saran ............................................................................................13
Daftar Pustaka ....................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti


CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat, selain itu ekskresi juga dapat
diartikan sebagai proses pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak berguna
lainnya. Ekskresi merupakan proses yang ada pada semua bentuk kehidupan. Pada
organisme bersel satu, produk buangan dikeluarkan secara langsung melalui
permukaan sel. Sisa metabolisme yang mengandung nitrogen ialah amonia (NH3),
urea dan asam urat. Bahan tersebut berasal dari hasil perombakan protein, purin,
dan pirimidin (Bracken, 2004)
Amonia dihasilkan dari proses deaminiasi asam amino. Amonia merupakan
bahan yang sangat beracun dan merusak sel. Hewan - hewan yang
mengekskresikan amonia disebut amonotelik. Bagi hewan yang hidup di darat
amonia menjadi masalah untuk kelangsungan hidupnya jika ditimbun dalam
tubuhnya. Karena itu pada hewan yang hidup di darat amonia segera dirubah di
dalam hati menjadi persenyawaan yang kurang berbahaya bagi tubuhnya yaitu
dalam bentuk urea dan asam urat (Brown, 1960).
Kebanyakan mamalia, amphibi dan ikan mengekskresikan urea dan hewanhewan tersebut dapat disebut ureotelik. Urea mudah larut dalam air dan
diekskresikan dalam cairan yang disebut urine. Pada pisces, amfibi, reptil, aves
dan mamalia yang diekskresikan berbentuk padat bersama kotoran (De Wardener,
1980).
Air dalam urine pada hewan-hewaan tersebut diabsorbsi oleh tubuh untuk
penghematan. Meskipun cara hidup dan habitat mempunyai organ penting pada
ekskresi sisa metabolisme yang mengandung nitrogen. Organisme multiselular
memiliki proses ekskresi yang lebih kompleks. Alat ekskresi pada vertebrata
lainnya berupa ginjal, paru-paru, kulit, dan hati. (Bracken, 2004).

1.2

Rumusan Masalah

1) Bagaimana proses sistem ekskresi pada hewan invertebrata?


2) Bagaimana proses sistem ekskresi pada hewan vertebrata?
1.3 Tujuan Penulisan

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Untuk mengetahui arti dari system ekskresi dan Bagaimana proses sistem
ekskresi pada hewan invertebrate dan vertebrata

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Ekskresi Pada Hewan Invertebrata
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Pada umumnya invertebrata memiliki sistem ekskresi yang sangat


sederhana, dan sistem ini berbeda antara invertebrata satu dengan lainnya. Alat
ekskresi pada invertebrata secara umum berupa saluran malphigi, nefridium, dan
sel api. Nefridium adalah tipe yang umumnya dari struktur ekskresi khusus pada
invertebrata (Bracken, 2004).
2.1.1 Sistem Ekskresi Pada Protozoa
Makhluk hidup satu sel mengeluarkan sisa-sisa metabolismenya dengan
cara difusi. Karbon dioksida hasil respirasi seluler dikeluarkan dengan cara difusi.
Selain itu, ada cara lain, yaitu dengan membentuk vakuola yang berisi sisa
metabolisme (Mills, I. dkk. 1995)
2.1.2 Sistem Ekskresi Pada Coelenterata dan Porifera
Pada hewan Coelenterata dan Porifera yang hidup sebagai koloni sel-sel,
mekanisme ekskresinya dengan cara mendifusikan zat-zat yang akan dibuang dari
satu sel ke sel yang lain hingga akhirnya dilepaskan ke lingkungan (Grover,
1964).
2.1.4 Sistem Ekskresi Pada Phlatyhelminthes
Pada cacing pipih (Platyhelmintes) alat eksresi berupa protonefridium
yang mempunyai sel api (flame cel) berflagel. Flagel berfungsi menggerakan air
ke sel api pada sepanjang saluran ekskresi. Air dan zat sisa masuk ke dalam sel api
yang selanjutnya dikeluarkan melalui lobang nefridiofor. Sebagian sisa nitrogen
tidak masuk ke saluran ekskresi tetapi masuk ke sistem pencernaan yang
selanjutnya diekskresikan melalui mulut. Cacing pipih juga mempunyai organ
nefridium yang disebut sebagai protonefridium. Protonefridium tersusun dari
tabung dengan ujung membesar mengandung silia. Di dalam protonefridium
terdapat sel api yang dilengkapi dengan silia. Tiap sel api mempunyai beberapa
flagela yang gerakannya seperti gerakan api lilin (Menge, dkk. 1990).
Air dan beberapa zat sisa ditarik ke dalam sel api. Gerakan flagela juga
berfungsi mengatur arus dan menggerakan air ke sel api pada sepanjang saluran
ekskresi. Pada tempat tertentu, saluran bercabang menjadi pembuluh ekskresi
yang terbuka sebagai lubang di permukaan tubuh (nefridiofora). Air dikeluarkan
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

lewat lubang nefridiofora ini. Sebagian besar sisa nitrogen tidak masuk dalam
saluran ekskresi. Sisa nitrogen lewat dari sel ke sistem pencernaan dan
diekskresikan lewat mulut. Beberapa zat sisa berdifusi secara langsung dari sel ke
air (Menge, dkk. 1990).
2.1.5 Sistem Ekskresi Pada Nematyhelminthes
Cacing pipih mempunyai organ nefridium yang disebut sebagai
protonefridium. Protonefridium tersusun dari tabung dengan ujung membesar
mengandung silia. Di dalam protonefridium terdapat sel api yang dilengkapi
dengan

silia.

Tiap sel api mempunyai beberapa flagela yang gerakannya seperti gerakan api
lilin. Air dan beberapa zat sisa ditarik ke dalam sel api. Gerakan flagela juga
berfungsi mengatur arus dan menggerakan air ke sel api pada sepanjang saluran
ekskresi. Pada tempat tertentu, saluran bercabang menjadi pembuluh ekskresi
yang terbuka sebagai lubang di permukaan tubuh (nefridiofora). Air dikeluarkan
lewat lubang nefridiofora ini (Harlin, dkk. 1985)
Struktur alat ekskresi pada casing pipih. Sebagian besar sisa nitrogen tidak
masuk dalam saluran ekskresi. Sisa nitrogen lewat dari sel ke sistem pencernaan
dan diekskresikan lewat mulut. Beberapa zat sisa berdifusi secara langsung dari
sel ke air. Intinya, sel api yang dilengkapi ole silia itu bergetar yang menyebabkan
cairan terdorong ke saluran pengumpul yang pada akhirnya bermuara di saluran
pengeluaran (Menge, dkk. 1990).
2.1.6 Sistem Eksresi Pada Annelida
Pada annelida, salah satunya yaitu cacing tanah memiliki struktur ginjal
sederhana yang disebut nefridia. Struktur tersebut terdapat di setiap segmen
tubuhnya. Dalam cairan tubuh cacing tanah yang memenuhi rongga tubuhnya,
terkandung sisa metabolisme maupun nutrien. Cairan inilah yang disaring oleh
ujung tabung berbentuk corong dengan silia yang disebut nefrostom. Dari
nefrostom, hasil yang disaring tersebut kemudian dibawa melewati tubulus
sederhana yang juga diselaputi oleh kapiler-kapiler darah. Pada tubulus ini, terjadi
proses reabsorpsi bahan-bahan yang penting, seperti garam-garam dan nutrien
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

terlarut. Air dan zat-zat buangan dikumpulkan dalam tubulus pengumpul, suatu
wadah yang merupakan bagian dari nefridia untuk selanjutnya dikeluarkan
melalui lubang ekskretori di dinding tubuh, yang biasa disebut nefridiofor
(Kimball, J. 1994).
2.1.7 Sistem Ekskresi Pada Molusca
Molluska mempunyai organ nefridium yang disebut metanefridium. Pada
cacing tanah yang merupakan anggota anelida, setiap segmen dalam tubuhnya
mengandung sepasang metanefridium, kecuali pada tiga segmen pertama dan
terakhir. Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa
corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain.
Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom). Rongga tubuh
ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada
saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya (Harlin, dkk. 1985).
2.1.8 Sistem Ekskresi pada insecta
Alat ekskresi pada serangga, contohnya belalang adalah tubulus Malpighi.
Badan Malpighi berbentuk buluh-buluh halus yang terikat pada ujung usus
posterior belalang dan berwarna kekuningan. Pembuluh malphigi merupakan
tabung kecil dan panjang yang berfungsi sebagai sebagai alat pengeluaran seperti
ginjal pada vertebrata. Pembuluh malphigi terletak dalam homosal dan tergenang
di dalam darah. Bagian pangkal pembuluh malphigi melekat pada ujung anterior
dinding usus dan bagian ujungnya menuju ke homosal yang mengandung
hemolimfa (Tilman, dkk. 1993).
Hemolimfa merupakan darah pada invertebrata dengan sistem peredaran
darah terbuka. Pembuluh malphigi pada bagian dalam tersusun oleh selapis sel
epitel yang berperan dalam pemindahan urea, limbah nitrogen, garam-garam dan
air dari hemolimfa ke dalam rongga pembuluh. Bahan-bahan yang penting dan air
masuk kedalam pembuluh, lalu diserap kembali secara osmosis di rektum untuk
diedarkan keseluruh tubuh oleh hemolimfa. Sebaliknya, bahan yang mengandung
nitrogen diendapkan sebagai kristal asam urat yang akan dikeluarkan bersama
feses melalui anus. Disamping pembuluh malphigi, terdapat trakea yang berfungsi

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

untuk mengeluarkan zat sisa hasil oksidasi yang berupa CO2. Sistem trakea ini
berfungsi sebagai paru-paru pada invertebrata (Menge, dkk. 1990).
2.2 Sistem Ekskresi Pada Hewan Vertebrata
Pada vertebrata terdapat beberapa tipe ginjal. Di antaranya adalah
pronefros, mesonefros, dan

metanefros. Pronefros adalah tipe ginjal yang

berkembang pada fase embrio atau larva. Pada tahap selanjutnya, ginjal pronefros
digantikan oleh tipe ginjal mesonefros. Ketika hewan dewasa, ginjal mesonefros
digantikan oleh ginjal metanefros. Pada Mammalia, Reptilia, dan Aves tipe ginjal
yang dimiliki adalah mesonefros. Namun, setelah dewasa mesonefros akan diganti
oleh metanefros (Harlin, dkk. 1985).
2.2.1 Sistem Ekskresi Pada Pisces
Ikan yang hidup di air laut, memiliki cara adaptasi yang berbeda. Ikan air
laut sangat mudah mengalami dehidrasi karena air dalam tubuhnya akan
cenderung mengalir keluar ke lingkungan sekitar melalui insang, mengikuti
perbedaan tekanan osmotik. Ikan air laut tidak memiliki glomerulus sehingga
mekanisme filtrasi tidak terjadi dan reabsorpsi pada tubulus juga terjadi dalam
skala yang kecil. Oleh karena itu, ikan air laut beradaptasi dengan banyak
meminum air laut, melakukan desalinasi (menghilangkan kadar garam dengan
melepaskannya lewat insang), dan menghasilkan sedikit urine (Kimball, J. 1994).
Alat ekskresi ikan air laut dan ikan air tawar adalah sama yaitu ginjal.
Hanya saja proses ekskresinya berbeda. Ikan air tawar bersifat hipertonik terhadap
lingkungannya. Karena itu ikan air tawar sedikit minum air namun banyak
mengeluarkan urine. Air yang masuk kedalam insang secara osmosis akan
meninggalkan amonia dalam jumlah besar yang kemudian di ekskresi dalam
bentuk urine hipotonik dalam jumlah besar. Ini di maksudkan untuk menjaga
keseimbangan air di dalam tubuh dengan tekanan air dari lingkungannya (Menge,
dkk. 1990).
Sedangkan ikan air laut banyak minum dengan sedikit mengeluarkan
urine. Karena air laut dapat mengalami kehilangan air melalui insang. Hal ini
terjadi

karena kosentrasi garam di

dalam

tubuh

ikan

lebih

rendah

dari

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

lingkungannya. Untuk menjaga keseimbangan kadar garam antara tubuh dan


lingkungan, ikan air laut harus banyak minum. Garam yang di serap oleh usus di
bawah darah ke insang untuk di ekskresikan oleh membran insang (Kimball, J.
1994).
2.2.2 Sistem Ekskresi Pada Amfibi
Saluran ekskresi pada katak yaitu ginjal, paru-paru, dan kulit. Alat ekskresi
utama pada katak adalah sepasang ginjal (opistonefros) yang terletak dikanan dan
kiri tulang belakang. Warnanya merah kecoklatan, bentuknya memanjang dari
depan ke belakang. Zat sisa yang diambil oleh ginjal akan disalurkan melalui
ureter menuju ke kantong kemih yang berupa kantong berdinding tipis yang
terbentuk dari tonjolan dinding kloaka. Fungsinya untuk menyimpan urine
sementara. Ginjal pada katak seperti halnya pada ikan, juga menjadi salah satu
organ yang sangat berperan dalam pengaturan kadar air dalam tubuhnya. Kulit
Amphibia yang tipis dapat menyebabkan Amphibia kekurangan cairan jika terlalu
lama berada di darat. Begitu pula jika katak berada terlalu lama dalam air tawar.
Air dengan sangat mudah masuk secara osmosis ke dalam jaringan tubuh melalui
kulitnya(Menge, dkk. 1990).
Saluran ekskresi pada katak jantan & betina memiliki perbedaan, pada
katak jantan saluran kelamin & saluran urin bersatu dengan ginjal, sedangkan
pada katak betina kedua saluran itu terpisah. Walaupun begitu alat lainnya
bermuara pada satu saluran dan lubang pengeluaran yang disebut kloaka(Menge,
dkk. 1990).
2.2.3 Sistem Ekskresi Pada Reptil
Tipe ginjal pada Reptilia adalah metanefros. Pada saat embrio, Reptilia
memiliki ginjal tipe pronefros, kemudian pada saat dewasa berubah menjadi
mesonefros hingga metanefros. Hasil ekskresi pada Reptilia adalah asam urat.
Asam urat ini tidak terlalu toksik jika dibandingkan dengan amonia yang
dihasilkan oleh Mammalia. Asam urat dapat juga diekskresikan tanpa disertai air
dalam volume yang besar. Asam urat tersebut dapat diekskresikan dalam bentuk
pasta berwarna putih (Menge, dkk. 1990).
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Beberapa jenis Reptilia juga menghasilkan amonia. Misalnya, pada buaya


dan kura-kura. Penyu yang hidup di lautan memiliki kelenjar ekskresi untuk
mengeluarkan garam yang dikandung dalam tubuhnya. Muara kelenjar ini adalah
di dekat mata. Hasil ekskresi yang dihasilkan berupa air yang mengandung garam.
Ketika penyu sedang bertelur, kita seringkali melihatnya mengeluarkan semacam
air mata. Namun, yang kita lihat sebenarnya adalah hasil ekskresi garam (Jennifer,
dkk. 2002).
2.2.4 Sistem Ekskresi Pada Aves
Alat ekskresi pada burung berupa paru-paru, hati, ginjal, dan kulit. Saluran
ginjal, saluran kelamin, dan saluran pencernaan bermuara pada sebuah lubang
yang disebut kloaka. Burung memiliki sepasang ginjal yang berwarna coklat.
Saluran ekskresi terdiri dari ginjal yang menyatu dengan saluran kelamin pada
bagian akhir usus (kloaka). Burung mengekskresikan zat berupa asam urat dan
garam. Kelebihan kelarutan garam akan mengalir ke rongga hidung dan keluar
melalui nares (lubang hidung). Burung hampir tidak memiliki kelenjar kulit, tetapi
memiliki kelenjar minyak yang terdapat pada tunggingnya. Kelenjar minyak pada
burung terdapat pada ujung ekornya. kelenjar ini menghasilkan minyak untuk
membasahi bulu-bulunya (Menge, dkk. 1990).
2.2.5 Sistem Ekskresi Pada Mamalia
Sistem Ekskresi pada mamalia hampir sama dengan manusia tetapi sedikit
berbeda karena mamalia dipengaruhi/ disebabkan oleh lingkungan tempat
tinggalnya.
Paru-paru mamalia mempunyai permukaan ber-spon (spongy texture) dan
dipenuhi liang epitelium dengan itu mempunyai luas permukaan per isipadu yang
lebih luas berbanding luas permukaan paru-paru. Paru-paru manusia adalah
contoh biasa bagi paru-paru jenis ini (Kimball, J. 1994).
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh
struktur bertulang tulang selangka dan diselaputi karung dwi dinding dikenali
sebagai pleura. Lapisan karung dalam melekat pada permukaan luar paru-paru dan
lapisan karung luar melekat pada dinding rongga dada. Kedua lapisan ini
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenali sebagai rongga pleural yang berisi
cecair pleural ini membenarkan lapisan luar dan dalam berselisih sesama sendiri,
dan menghalang ia daripada terpisah dengan mudah (Kimball, J. 1994).
Bernafas kebanyakannya dilakukan oleh diafragma di bawah, otot yang
mengucup menyebabkan rongga di mana paru-paru berada mengembang. Sangkar
selangka juga boleh mengembang dan mengucup sedikit. Ini menyebabkan udara
tetarik ke dalam dan keluar dari paru-paru melalui trakea dan salur bronkus
(bronkhial tubes) yang bercabang dan mempunyai alveolus di ujung yaitu karung
kecil dikelilingi oleh kapilari yang dipenuhi darah. Di sini oksigen meresap masuk
ke dalam darah, di mana oksigen akan d angkut melalui hemoglobin. Darah tanpa
oksigen dari jantung memasuki paru-paru melalui pembuluh pulmonari dan lepas
dioksigenkan, kembali ke jantung melalui saluran pulmonari (Ramsey,dkk. 1997).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh,
seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat, selain itu ekskresi juga
Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi
IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

dapat diartikan sebagai proses pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak
berguna lainnya. Fungsi sistem ekskresi diantaranya adalah membuang limbah
yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh, mengatur konsentrasi dan
volume cairan tubuh (osmoregulasi) mempertahankan temperatur tubuh dalam
kisaran normal (termoregulasi). Sistem ekskresi invertebrata berbeda dengan
sistem ekskresi pada vertebrata. Invertebrata belum memiliki ginjal yang
berstruktur sempurna seperti pada vertebrata.
3.2 Kritik dan Saran
Untuk penyusunan makalah ini mungkin masih ada kekurangannya,
mohon masukan-masukan untuk menyempurnakan makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

Bracken, M. dkk.

2004. DIVERSITY OF INTERTIDAL MACROALGAE

INCREASES WITH NITROGEN LOADING BY INVERTEBRATES.


Ecology,85(10), 2004, pp. 28282836

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Brown, dkk. 1960. Comparative Biochemistry of Urea Synthesis ACTIVITIES


OF UREA-CYCLE ENZYMES IN VARIOUS HIGHER AND LOWER
VERTEBRATES. Biochem. J. (1960) 75, 82
De Wardener, dkk. (1980). The natriuretic hormone and essential hypertension. In
Hormonal Regulation of Sodium Excretion, ed. LICHARDUS, B.,
SCHRIER,

R. W. &

PONEC,

J.,

pp.

387-392. Amsterdam:

Elsevier/North-Holland.
Grover, dkk. 1964. Conjugations with Glutathione DISTRIBUTION OF
GLUTATHIONE

S-ARYLTRANSFERASE

IN

VERTEBRATE

SPECIES. Biochem. J. (1964) 90, 603


Harlin, dkk. 1985. Nutrient uptake. Pages 493508in M. M. Littler and D. Littler,
editors.

Ecological

field

methods:

macroalgae.

Handbook

of

phycological methods. Cambridge University Press, Cambridge, UK


Jennifer, dkk. 2002. Spatial and seasonal variation in n jtrient excretion by benthic
invertebrates in a eutrophic reservoir. Journal Freshwater Biology 42,
1107-1121
Kimball, J. 1994. Biologi Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.
Menge, dkk. 1990. Role of scale and environmental factors in regulation of
community structure. Trends in Ecology and Evolution 5:5257
Mills, I. dkk. 1995. THE RENAL KALLIKREIN-KININ SYSTEM AND
SODIUM EXCRETION. Quarterly Journal of Experimental Physiology
(1982) 67, 393-399
Ramsey,dkk. 1997. The statistical sleuth: a course in methods of data analysis.
Duxbury Press, Belmont, California, USA
Tilman, dkk. 1993. Species diversity in ecological communities. University of
Chicago Press, Chicago, Illinois, USA.

Makalah Fisiologi Hewan Ekskresi - Kelompok 9 - Kelas Pend.Biologi


IVD
FKIP - Universitas Muhammadiyah Malang - 2015-03-10

Anda mungkin juga menyukai