Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ
genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami
gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ
genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi
dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau
dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar
yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini
mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya
kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada
vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan
dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang
dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul
di dalam menjadi abses.
Kista

bartolini

ini

merupakan

masalah

pada

wanita

usia

subur,

kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1


dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.
Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi
besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara
seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah
penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang
berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri
lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar
ini.

BAB II

ISI
2.1.Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista
kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
Bartolini

bisa

tersumbat

karena

berbagai

alasan,

seperti

infeksi,

peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini


mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain
dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak
dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi.
Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina.
kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar
satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.
Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas
vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa
pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin
sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan
daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.
2.2.Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses

terjadi

disebabkan

bila

oleh

kista

menjadi

sejumlah

terinfeksi.

bakteri.

Ini

Abses

termasuk

Bartolini

dapat

organisme

yang

menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore


serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti
Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi
cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista.

Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista
Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar
Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae
adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri
anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga
mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum
kista dan abses tersebut.
2.3.Patofisiologi
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan
retensi

dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan

pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses


bisa berkembang dalam

kelenjar. Kelenjar Bartholin sangat sering

terinfeksi dan dapat membentuk kista atau

abses pada wanita usia

reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.


Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan
ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik
atau trauma. Kista bartholin

dengan diameter 1-3 cms eringkali

asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran

lebih besar, kadang

menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat


dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan
abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva
bertambah

secara

cepat

dan

progresif.

Abses

yang akut dan

kelenjar

Bartholin

disebakan oleh polymicrobial.

2.4. Gejala klinis


Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial
tanpa disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala
sebagai berikut:

Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.

Dispareunia

Nyeri pada waktu berjalan dan duduk

Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge


( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)

2.5.Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista
tanpa

gejala

mungkin

tidak

memerlukan

pengobatan,

kista

yang

menimbulkan gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase.


a.Tindakan Operatif
Beberapa prosedur yang dapat digunakan:
1) Insisi dan Drainase
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan
mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien,
namun

prosedur

iniharus

diperhatikan

karena

ada

kecenderungan

kekambuhan kista atau abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa terdapat


13% kegagalan pada prosedur ini.

2) Kateter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan
sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan
saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista
dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch
dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word
catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau
abses

dijepit

dengan

forceps

kecil

dan

blade

no.11

digunakan

untuk membuat incisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau


abses.Penting untuk menjepit dinding kista sebelum dilakukan incisi, atau
bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi incisi pada tempat yang
salah.Incisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal
pada area sekitar orifice dari duktus.Apabila incise dibuat terlalu besar,
Word catheter dapat lepas.
Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon
dikembangkan dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang
mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista
atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam
vagina.Agar terjadi

epitelisasi pada daerah bekaspembedahan, Word

catheter dibiarkan di tempat

selama empat sampai enam minggu,

meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai


empat minggu.Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan
Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan.

Abses biasanya dikelilingi oleh selulitisyang signifikan, dan pada kasuskasus tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan harus
merupakan

antibiotic

spektrum

luas

untuk

mengobati

infeksi

polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat dilakukan kultur untuk


mencari kuman

penyebab. Selama menunggu hasil kultur, diberikan

terapi antibiotikempiris. Pasien dianjurkan untuk merendam di bak mandi


hangat dua kalisehari (Sitz
bath). Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan untuk
mencegah lepasnya wordcatheter.

Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana
hanya bagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline;
berasal dariBahasa Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk.) dianjurkan
dua

sampai

tiga

kalisehari

dapat

membantu

penyembuhan pasien selama periode pascaoperasi.

Gambar 6: Alat yang digunakan untuk Sitz Bath


3) Marsupialisasi

kenyamanan

dan

Alternatif

pengobatans

elain

penempatan

Wordcatheter

adalah

marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan


ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut


pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding
kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan
jahitan interrupted
Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal,
dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal
pada

vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari

hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung


pada besarnya kista.Berikut adalah peralatanyang diperlukan dalam
melakukan tindakan marsupialisasi.
Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat.
Dinding kista

ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung

vestibular mukosa dengan

jahitan interrupted menggunakan benang

absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan


prosedur

dilakukan.

Kekambuhan

kista

pada hari pertama setelah


Bartholin

setelah

prosedur

marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

4) Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan
saat tidak ada infeksi aktif.

Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya


dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien
ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit
berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum
dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari
hymenal ring. Hati hati saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai
dinding kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista
terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi
harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian
inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan
sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista untuk
menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk
menghindari trauma pada rectum.

Gambar 8. Diseksi Kista


Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu
dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed
absorbable 3-0.

Gambar 9. Ligasi Pembuluh Darah


Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,
pembengkakan,

dan

pembentukan

hematoma.

Setelah

itu,

dapat

dianjurkan sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post
operasi dan kebersihan luka.
b.Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan
chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan
abses bartholin:
1.Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding
protein,

akan

menghambat

sintesis

dari

dinding

sel

bakteri

dan

menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM


sebagai single dose .

2. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu
akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase
pada bakteri.
Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari

3. Doxycycline

Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan


dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra
chomatis.
Dosisyang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari

4. Azitromisin
Digunakan

untuk

mengobati

infeksi

ringan

sampai

sedangyang

disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC


trachohomatis.
Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x

Anda mungkin juga menyukai