Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dikerjakan Oleh :
Kelompok 5A
Rahmat Hirmawan
Tazri Mintiea
Ganang Ridho Janaswanto
Adhisty Manan
Erma Maulana P
Pulung Purbaningtyas
21040112130071
21040114130105
21040114130123
21040114120027
21040114130113
21040114140125
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu pendekatan dalam morfologi kota adalah menganalisis suatu kawasan atau kota
melalui produk kota. Menganalisis sebuah kota melalui pendekatan poduk, yaitu mengenali
produk melalui bentuk fisik kota itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
pendekatan Citra Kota dan Townscape.
Citra kota adalah kesan atau persepsi antara pengamat dengan lingkungannya. Terdapat
beberapa elemen penyusun citra kota diantaranya, Paths, Edges, Nodes, District, dan Landmark.
Townscape dapat dikenali dari berbagai peletakan bentuk desain bangunan dan jalan yang
berkaitan dengan berbagai tingkatan perasaan dan emosi masing-masing pengamat. Sedangkan,
untuk Townscape memiliki beberapa elemen penyusun, diantaranya : Junction, Line, Width,
Overhead, Containment, dan Features.
Laporan ini membahas analisa fisik Kawasan Kota Lama melalui pendekatan Citra Kota dan
Townscape. Analisa bentuk fisik melalui pendekatan Citra Kota dan Towncape dalam morfologi
kota, diperlukan dalam mengkaji bagaimana desain atau perancangan fisik di Kawasan Kota
Lama. Selanjutnya, melalui desain atau perancangan fisik dari Kawasan Kota Lama dapat
dijadikan untuk dijadikan acuan dalam melakukan perancangan pada kawasan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul, diantaranya :
a. Bagaimana elemen citra kota pada Kawasan Kota Lama?
b. Bagaimana elemen townscape pada Kawasan Kota Lama?
1.3 Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan dalam penulisan laporan ini adalah mengetahui bagaimana bentuk fisik Kawasan
Kota Lama melalui pendekatan Citra Kota dan Townscape.
b. Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai dapat dilakukan dengan sasaran-sasaran sebagai berikut :
1. Menentukan wilayah studi, yaitu Kawasan Kota Lama.
2. Melakukan observasi lapangan untuk menganalisia elemen Citra Kota dan Townscape.
3. Menganalisa hasil observasi elemen Citra Kota dan Townscape pada Kawasan Kota
Lama.
4. Menyimpulkan hasil analisa observasi elemen Citra Kota dan Townscape.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang terdapat pembahasan laporan ini, meliputi :
- Citra Kota, meliputi elemen-elemen citra :
a. Paths
b. Edges
c. Nodes
d. District
e. Landmark
1.4.2
BAB II
KAJIAN LITERARUR
2.1 Citra Kota
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (1987), kata citra itu sendiri mengandung arti:
rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
perusahaan/organisasi/produk. Dapat juga diartikan sebagai kesan mental atau bayangan visual
yang ditimbulkan oleh sebuah kota. Dengan demikian secara harfiah citra kota dapat diartikan
sebagai kumpulan dari interaksi sensorik langsung seperti diimplementasikan melalui sistem nilai
pengamat dan diakomodasikan kedalam penyimpanan memori dimana input dari sumber tak
langsung sama pentingnya (Pocock & Hudson, 1978).
Citra secara luas terkait dengan ruang, dan dapat pula dikaitkan dengan rasa atau persepsi
seseorang. Berikut ini merupakan beberapa karakteristik dari sebuah citra (Pocock & Hudson,
1978).Menurut Kevin Lynch, 1990 elemen-elemen pembetuk ruang kota atau biasa disebut
dengan citra kota dibagi dalam lima elemen, yaitu:
a. Path (Jalur)
Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan
pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api,
saluran dan lain sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau me miliki
tujuan rute sirkulasi yang besar (tugu, alun-alun, dan lain sebagainya), serta ada
penampakan yang kuat (misal fasade, pohon, dan lain-lain), atau ada belokan yang jelas,
mempunyai karakter spesifik.Karakteristik Path meliputu : Pola Jaringan jalan, Pencapaian
bangunan, dan kekhasan Jalan.
lintasan jalan, dan jalur kereta api. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang
ada tempat masuk. Edges merupakan pengakhiran sebuah district. Edges memiliki identitas
yang lebih baik apabila kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya
harus jelas, membagi atau menyatukan. Edges ini terbentuk karena pengaruh dari fasade
bangunan, kondisi alam, maupun karakteristik fungsi kawasan.
.
Tepian Jalan Menjadi Edge dari suatu koridor jalan
c. District
Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula
dalam batasnya, orang akan merasa harus mengakhiri atau memulainya. District mempunyai
identitas yang baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat
homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introvert/ekstrovert; berdiri sendiri atau dikaitkan
dengan yang lain). Citra distrik ini tidak boleh hilang, karena bila hal ini terjadi akan
mengaburkan citra kawasan.
d. Nodes (Simpul)
Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis yang arah atau aktivitasnya saling
bertemu dan dapat dirubah ke arah atau ke aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas,
pasar, taman dan lain sebagainya (catatan : tidak semua persimpangan jalan adalah nodes).
Adalah suatu tempat yang orang mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam tempat
yang sama. Nodes mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang
jelas (karena lebih mudah diingat) serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi dan
bentuk).
2.2 TOWNSCAPE
Menurut Gordon Cullen (1961) Townscape adalah seni yang terdapat secara visual dalam
penataan bangunan-bangunan, jalan, serta ruang yang menghiasi lingkungan perkotaan. Definisi
lain dari townscape adalah salah satu cara yang dapat digunakan dari segi fisik visual untuk
mengenali bentuk fisik suatu kota. Selain itu, townscape juga dapat diidentifikasi melalui bentuk
penataan atau desain dari bangunan-bangunan dan jalan yang ditangkap berdasar berbagai
tingkatan emosional masing-masing pengamat. Konsep townscape ini menjadi dasar bagi para
arsitek,
perencana,
dan
pihak-pihak
yang
memperhatikan
wajah
kota.
Bentuk fisik ruang kota dipengaruhi dan ditentukan oleh bentuk dan massa bangunan.
Keterkaitan itu dirasakan secara psikologis maupun secara fisik oleh pengamat bentuk fisik ruang
kota serta bentuk dan massa bangunan tersebut. Selain itu, keterkaitan juga dapat dilihat secara
visual pada kualitas bentuk kota yang ditentukan oleh bentuk dan ukuran ruang kota serta
penataannya. Empat hal yang ditekankan Cullen pada bukunya adalah:
Serial Vision
Serial vision adalah gambaran-gambaran visual yang ditangkap oleh pengamat yang terjadi
saat berjalan dari satu tempat ke tempat lain pada suatu kawasan. Rekaman pandangan oleh
pengamat itu menjadi potongan-potongan gambar yang bertahap dan membentuk satu
kesatuan rekaman gambar kawasan bagi pengamat. Biasanya, akan ada kemiripan, suatu
benang merah, atau satu penanda dari potongan-potongan pandangan tersebut yang
memberi kepastian pada pengamat bahwa dia masih berada di satu kawasan yang sama.
Width (Lebar)
Width (lebar) merupakan suatu komponen townscape yang dilihat dari lebar sempitnya jalan
yang terbentuk oleh karakter dan struktur bangunan yang berada di sekitanya. Width terdiri
dari enam tipe komponen, yaitu fluctuation (pergerakan), narrowing (penyempitan),
funelling (penyempitan bertahap), widening (pelebaran), constriction (penekanan), dan wing
(penghalangan).
Fluctuation (Pergerakan)
Adanya pergerakan dalam keterhubungan antar ruang, misalnya dari tempat sempit keluar
menuju tempat terbuka. Jadi, suatu jalan mengalami suatu pelebaran ke arah samping,
karena di bagian tengah jalan tersebut digunakan sebagai ruang terbuka (taman, boulevard,
dan lain-lain), tetapi setelah melewati ruang terbuka tersebut, maka jalan kembali
menyempit. Dan, hal ini terulang beberapa kali.
Sumber: Cluskey,1979
Funelling (Penyempitan Bertahap)
Funelling dapat diartikan sebagai penyempitan lebar ruang atau jalan secara bertahap. Jadi,
semakin lama jalan yang dilalui, maka lebarnya akan menjadi semakin menyempit, seperti
memasuki suatu jalan yang awalnya lebar kemudian lama kelamaan menjadi menyempit.
Widening (Pelebaran)
Widening berupa pergerakan dari tekstur ruang sempit ke ruang yang besar. Jalan yang kita
lalui awalnya sempit kemudian semakin lama akan menjadi semakin lebar, sehingga
membuat perasaan kita menjadi lebih lapang dan tidak lagi merasa terkurung.
Constriction (Penakanan)
Diketahui bahwa terjadinya penyempitan ruang dari yang lebar menjadi menyempit juga
merupakan
kesan
visual
yang
kontras
terlihat
sehingga
dengan
terjadinya
Overhead (Atas)
Overhead terdiri dari tujuh tipe, yaitu the chasm (lorong), the collonade (barisan tiang), the
overhang, the arch (lengkungan), the bridge, the maw, dan going trought.
The Chasm
The chasm merupakan suatu lorong sempit panjang yang dapat memberi kesan menakutkan
ataupun menyenangkan, tergantung dari persepsi dan pandangan masing-masing individu
terhadap lorong tersebut. The chasm terbentuk oleh adanya dua atau lebih bangunan yang
didirikan dengan menyisakan ruang bagi orang untuk dapat melakukan pergerakan.
Sumber: Cluskey,1979
The Colonnade
The collonade merupakan elemen barisan tiang atau kolom berupa pilar-pilar sebagai
penyangga bangunan yang sejajar dengan garis jalan, dan mampu menimbulkan kesan yang
indah, sehingga mampu menimbulkan perasaan ketertarikan dan penasaran orang-orang
untuk masuk ke dalam bangunan.
Sumber: Cluskey,1979
The Overhang
The overhang merupakan bagian bangunan yang menjorok keluar sehingga ruang di
bawahnya dapat dimanfaatkan bagi orang sekitarnya, seperti: ruang untuk aktivitas
berdagang juga ruang bagi pejalan kaki untuk menghindari panas dan lain-lain.
Sumber: Cluskey,1979
The Arch
The arch adalah pintu masuk suatu tempat yang memiliki bentuk melengkung dan indah.
The arch ini merupakan suatu simbol yang unik dan kuat untuk menarik orang untuk
memasuki bangunan atau suatu kawasan tertentu.
Sumber: Cluskey,1979
The Bridge
Merupakan jembatan penghubung antara suatu tempat ke tempat lainnya, the bridge juga
dapat digunakan dalam berbagai cara yang berbeda, seperti aktivitas berjalan di bawah
jembatan, penekanan keterpisahan ruang, efek penampakan bangunan pada saat turun dari
lengkungan.
Sumber: Cluskey,1979
The Maw
The maw merupakan terowongan gelap yang tertutup atau pintu masuk di dalam bangunan
yang dapat di jalani untuk menghubungkan ke tempat lain, seperti subway, terowongan
bawah tanah, dll.
Sumber: Cluskey,1979
Going Through
Going trough merupakan bukaan dalam sebuah struktur bangunan di lintasan jalan. Jadi,
terdapat suatu bangunan yang didirikan di atas jalan, dimana masyarakat dapat melintas
atau melakukan aktivitas di bawah bangunan tersebut (sejenis terowongan).
Sumber: Cluskey,1979
Contaiment (Penahanan)
Containment atau yang biasa dikenal sebagai pengurungan memiliki empat komponen,
antara lain closure (penutupan), enclosure, going into, dan dead end.
Closure (Penutupan)
Suatu bentukan massa mengelilingi atau membatasi ruang (seolah membentuk ruang
tersendiri). Misalnya, suatu jalan yang pingir jalan tersebut berupa deretan bangunan yang
menutupi ruang terbuka. Closure mampu menimbulkan rasa bosan bagi yang melihatnya,
karena kita hanya melihat bangunan saja di sepanjang jalan dan tidak terdapat
pemandangan lain yang dapat menarik perhatian.
Sumber: Cluskey,1979
Enclosure
Enclosure merupakan suatu ruang terbuka yang cukup lapang untuk melakukan berbagai
macam aktivitas. Enclosure dapat berupa taman, jalan yang sangat luas, dan lain sebagainya.
Sumber: Cluskey,1979
Going Into
Going into merupakan pintu gerbang yang menunjukan pengurungan. Jadi, setelah kita
memasuki pintu, maka seolah-olah kita memiliki perasaan terkurung. Namun, di tengah
bangunan tersebut berupa ruang terbuka yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
macam aktivitas. Misalnya, stadion Senayan yang digunakan untuk menggelar berbagai
macam pertandingan olahraga, lapangan sepak bola Jati diri, dan lain-lain.
Sumber: Cluskey,1979
Dead End
Dead end merupakan gang buntu, yang merupakan akhir dari sebuah jalan. Dead end ini
biasanya terletak di kawasan permukiman dimana terdapat jalan-jalan kecil yang tidak
terhubung dengan jalan yang lain. Seseorang yang memasuki gang buntu harus kembali lagi
ke jalan awal, karena tidak terdapat jalan untuk memutar keluar dari jalan tersebut.
Sumber: Cluskey,1979
Feature (Ciri)
Ada delapan tipe features, diantaranya adalah hinting, enticing, isolation, framing, vistas,
incident, puctuation, dan landmark.
Hinting
Hinting merupakan salah satu dari beberapa tampilan konfigurasi, yang hasilnya membantu
seseorang agar dapat memasuki sebuah ruang yang tidak hanya memberikan sebuah tanda
jalan masuk.
Sumber: Cluskey,1979
Enticing
Enticing merupakan suatu poin petunjuk atau bagian dari sebuah bangunan (seperti menara)
yang menarik perhatian orang untuk mencapainya, tetapi tidak dapat dicapai secara
langsung. Orang yang ingin pergi ke bangunan tersebut harus memutar melalui jalan lain
terlebih dahulu, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.
Sumber: Cluskey,1979
Isolation
Isolation merupakan sebuah efek yang dramatis yang dapat dicapai karena melalui suatu
jalan yang terisolasi, dimana di sekitar jalan tersebut terdapat bangunan yang berbeda
dengan bangunan yang lain (memiliki bentuk jenis bangunan yang berbeda).
Sumber: Cluskey,1979
Framing
Framing dapat diartikan sebagai bingkai. Framing dapat berupa bangunan-bangunan yang
seolah membingkai landmark dari suatu kota. Elemen townscape ini berfungsi untuk
membuat suatu jalan menarik untuk dilewati, karena jalan tersebut sebagai akses menuju ke
landmark. Apabila kita menelusuri jalan tersebut, maka beberapa saat kemudian kita akan
sampai pada landmark yang dituju.
Sumber: Cluskey,1979
Vistas
Vistas merupakan suatu jalan dimana di pinggir jalan tersebut terdapat bangunan-bangunan
sebagai batas jalan. Vistas berfungsi untuk memperlihatkan pemandangan atau panorama
kota yang berada di hadapan kita. Apabila kita melewati jalan tersebut, maka suatu saat kita
akan mencapai pemandangan yang ada di hadapan kita.
Sumber: Cluskey,1979
Punctuation
Incident merupakan pemandangan yang dapat kita lihat di sebuah jalan, dan mampu
menarik perhatian bagi orang yang sedang berada di jalan tersebut, seperti menara,
lonceng, dan lain sebagainya.
Sumber: Cluskey,1979
Incident
Punctuation digunakan untuk menunjukan akhiran dari suatu ruang dan permulaan bagi
ruang yang lain.
Sumber: Cluskey,1979
Landmark
Landmark adalah bangunan atau elemen penting yang merupakan ciri khas, identi;tas suatu
daerah. Landmark membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan
membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark seringkali diidentikkan dalam
perwujudan tugu dan gapura. Namun, landmark juga dapat berupa bangunan, pegunungan,
dan sejenisnya. Bangunan ini dapat menjadi landmark apabila terletak pada lokasi yang
penting dan mempunyai bentuk yang berarti pula. Secara tidak langsung, dapat dikatakan
bahwa harus ada bangunan-bangunan lain yang kurang penting, supaya sebuah bangunan
dapat menonjol dalam pemandangan kota.
Sumber: Cluskey,1979
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kota Lama
Kota Lama Semarang adalah salah satu kawasan yang terdapat di Kota Semarang yang pada
abad 19-20 menjadi wilayah perdagangan. Kota Lama Semarang termasuk di kelurahan
Bandaharjo, Kecamatan Semarang Utara dan luas wilayah Kota Lama Semarang sekitar 31
hektar. Kota Lama Semarang dijuluki Little Netherland atau Outsyadt karena dari kondisi
geografisnya, Kota Lama Senarang kawasannya terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga
seperti kota tersendiri. Pada dasarnya area Kota Lama Semarang mencakup setiap daerah
dimana gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda. Namun seiring berjalannya
waktu istilah Kota Lama sendiri terpusat untuk daerah dari Sungai Mberok hingga menuju
daerah Terboyo. Batas Kota Lama Semarang adalah sebagai berikut:
Kondisi Fisik
Kota Lama Semarang merupakan kawasan permukiman Belanda yang terencana dengan baik
dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana kota yang lengkap dahulunya dan kawasan di
Kota Lama Semarang ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan dan pemerintahan
dan Gereja Blenduk sebagai pusat dari Kota Lama tersebut. Kawasan ini pun memiliki sekitar
50 bangunan kuno yang masih berdiri kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialismenya
masing-masing di Semarang. Bangunan yang mempunyai sejarah diantaranya yaitu
mercusuar, stasiun kereta api tawang, gereja blenduk, kantor telekomunikasi, dan masih
banyak bangunan lainnya. Kawasan Kota Lama Semarang ini seiring berjalannya waktu
terdapat perkembangan seperti mengalami pergeseran fungsi yang dahulu memiliki fungsi
vital sebagai pusat kota sekarang terbengkalai dan tidak produktif lagi karena penurunan
aktivitas ekonomi. Karena pergeseran fungsi tersebut kawasan ini menjadi kawasa mati
terlebih karena kawasan tersebut sebagian besar berfungsi sebagai perkantoran dan
pergudangan yang hanya aktif setengah hari. Penurunan juga terjadi pada fisik bangunan
yang seiring berjalannya waktu semakin rusak karna tidak adanya perawatan, karena factor
usia bangunan dan pengaruh alam. Penggunaan lahan di Kota Lama Semarang pada saat ini
didominasi oleh bangunan non-aktif. Keberadaan fungsi ini yang tersebar merata diseluruh
kawasan tersebut disebabkan usia bangunan yang sangat tua. Selain bangunan non-aktif
banyak juga bangunan-bangunan peninggalan Belanda tersebut yang digunakan untuk
perkantoran, perusahaan, dan kantor usaha. Hanya sebagian kecil yang digunakan sebagai
permukiman.
BAB IV
ANALISIS CITRA KOTA DAN TOWNSCAPE
Town Scape
Serial Vision
Gambar
Analisis
Serial vision yang ada di
Kawasan
Kota
Lama
menunjukkan bentuk bangunan
peninggalan zaman Belanda
yang sampai sekarang masih
berdiri kokoh dan dirawat
secara intens oleh Pemerintah
Kota Semarang yaitu GPIB
Immanuel atau yang sering
disebut
dengan
Gereja
Blenduk. Gambar diambil dari
gang kecil di depan Gereja
Blenduk yang menuju ke Jalan
Kyai H. Agus Salim.
Path
Edge
Nodes
Districs
Landmark
LINE T-Junctions
LINE Y-Junctions
Multiple View
Multiple
View
ialah
persimpangan jalan dimana
terdapat dua gang atau lebih
yang
saling
berdekatan
Penampakan Multiple Views
yang ada di Kawasan Kota Lama
ada di beberapa jalan. Salah
satunya di persimpangan jalan
pusat
perdagangan
yang
menjadi
jalan
tembusan
dengan Jalan Jendral Suprapto.
LINE Curve
(Tikungan)
LINE Angle
(Sudut)
Line - Deviation
(Penyimpangan)
Line - Deflection
(Pembelokkan)
Level Change
Tidak Ditemukan
(Perubahan
Tingkat)
Width - Fluctuation
(Ada Perubahan)
Lokasi
Width - Narrowing
Contoh
(Penyempitan)
Narrowing (penyempitan) di
Kawasan Kota Lama terdapat
pada daerah dekat Art Gallery
di Jalan dekat Taman Srigunting
yang
jalannya
mengalami
penyempitan karena adanya
aktivitas perdagangan yang ada
di sekitar jalannya.
Lokasi
Width - Funelling
Contoh
(Lurus tapi
menyempit)
Lokasi
Width - Widening
Widening
yang
terletak
di
Cendrawasih.
widening
karena
Jalan
Disebut
ujung
Width - Constriction
Width - Wing
Overhead - The
Chasm
Overhead - The
Collonade
Overhead - The
Overhang
Overhead The
Bridge
Overhead The
Maw
Containment Closure
Closure
ditandai
dengan
adanya jalan koridor yang
diapit oleh bangunan yang
berhimpit satu sama lain.
Containment Enclosure
Containment - Dead
End
Features - Hinting
Features - Enticing
Features - Isolation
Features - Framing
Features
Vistas
Jl. Merak
Features
Incident
Incident
merupakan
pemandangan yang dapat kita
lihat di sebuah jalan, dan
mampu menarik perhatian bagi
orang yang sedang berada di
jalan tersebut.
Pemandangan tersebut sangat
mudah di temui di kawasan
Kota Lama. Di Poin nomor 2
merupakan lokasi yang paling
sering id gunakan untuk
Pemotretan oleh Masyarakat
Semarang maupun Wisatawan.
Karena bangunan bangunan
di wilayah tersebut sangat
menarik
perhatian
bagi
pengunjung.
Features
Punctuation
Features
Landmark
Jl. Merak
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di pembahasan sebelumnya, telah disimpulkan bahwa citra kota dari Kawasan
Kota Lama adalah sebagai berikut:
1. Elemen Citra Kota Path Kota Lama berada pada Jalan Letnan Jendral Soeprapto. Jalan Letnan
Jendral Soeprapto merupakan elemen Path yang paling utama karena terdapat pepohonan
di sepanjang jalan dan merupakan jalur mobilitas yang cukup padat di Kawasan Kota Lama.
Elemen elemen path yang tersebar di sekitar Jl. Letnan Jendral Soeprapto cukup banyak,
namun tidak
2. Elemen Citra Kota Edge Kota Lama adalah Jembatan Mberok. Jembatan Mberok merupakan
elemen Edge yang menjadi batas antara kawasan Kampung Melayu dengan Kawasan Kota
Lama. Namun, jembatan Mberok merupakan penghubung antara dua kawasan tersebut.
3. Elemen Citra Kota Node Kota Lama adalah bundaran Taman Srigunting. Karena Taman
Srigunting menjadi ilihan utama masyarakat untuk berkumpul dan biasanya sering terdapa
event event di Taman Srigunting
4. Elemen Citra Kota District Kota Lama adalah Kawasan Perdagangan dan Kawasan Pelayanan
Jasa. Yang terdapat di sepanjang Jl. Letnan Jendral Soeprapto, seperti Rumah Makan dan
kantor Polisi
5. Elemen Citra Kota Landmark Kota Lama adalah Gereja Blenduk yang berada di Jl. Letnan
Jendral Soeprapto dekat Taman Srigunting.
Berdasarkan analisis di pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa elemen Townscape di
Kawasan Kota Lama adalah sebagai berikut:
1. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari line terdiri dari Curve, Angel, Deviation, dan
Pivot lokasi tersebut sebagian besar terdapat di dekat perbatasan kawasan Kota Lama.
2. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari Junction adalah T-Junction, Y-Junction dan
Multiple Views lokasi tersebut merupakan permukiman masyarakat sekitar Kota Lama
maupun berupa asrama TNI.
3. Elemen townscape Kawasan Kota Lama dari features yang terdiri dari hinting, dan framing
berada di Polder di Jl. Merak. Kawasan tersebut banyak di datangi oleh masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Cullen, Gordon. 1961. The Concise Townscape. London:Architectural Press. Kotler et al.
1993. Marketing Places. New York: Free Press.
Lynch, Kevin. 1982. The Image of The City. London : Massachusets Institute of Technology.