Anda di halaman 1dari 15

PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I.

Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

II.

Proses Terjadinya Masalah


A.

Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman tanpa ransang external (Cook dan Fontaine, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa dari seluruh pasien diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa
lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak
degresif dan aterium.

B.

Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua yaitu :
1.

Faktor predisposisi
a.

Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b.

Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.


c.

Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti


Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan

terakitvasinya

neurotrasmitter

otak.

Misalnya

tejadi

ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.


d.

Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus

pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan

klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e.

Faktor genetik dan pola asuh


Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa

cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan


hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.

Faktor presipitasi

3.

Perilaku
Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi

berlandaskan hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang di bangun


atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lina dimensi sebagai berikut :
a)

Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,


intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b)

Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c)

Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada


awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
d)

Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan

menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.


e)

Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan

hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang

berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan memburuk.
C.

Jenis Jenis halusinasi


Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Larara 1908 membagi halusinasi menjadi 7
jenis yaitu :
1. Halusinasi Pendengaran
Karakteristinya meliputi mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang
atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan sesuatu yang
kadang-kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi Penglihatan
Karakteristiknya meliputi stimulus visual dalam bentuk kuatan cahaya, gambar
geometrik, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penghidu
Karakteristiknya meliputi membaui bau tertentu seperti bau darah, kemenyan atau
faeces yang umumnya tidak menyenangkan.
4. Halusinasi Pengcapan
Merasa mengecap, seperti rasa darah, urine, dan faeces
5. Halusinasi Derabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan berupa stimulus yang jelas, rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang.
6. Halusinasi Cenesthehe
Dimana klien merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinestetic
Merasakan pergerakan sementara, berdiri tanpa bergerak

D.

Proses terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang menjadi 4 fase (Habes, dkk, 1902):
1. Fase pertama (conforting)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah,
kesepian klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menglilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong
untuk sementara.
2. Fase kedua (condeming)
Pencemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal. Klien berada pada tingkat Listening pada halusinasi. Pemikian
internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain mendengar dan klien tidak
mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman
yang sementara.
4. Fase Keempat (conquerting)
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E.

Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan etiologi

Perubahan sesuai persepsi halusinasi masalah utama

Isolasi Sosial menarik diri .etiologi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

III.

Asuhan Keperawatan

A.

Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu dikaji disesuaikan dengan jenis
halusinasinya yaitu, sebagai berikut:
A.

Jenis halusinasi
1.

Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menyedengkan telinga kearah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara
yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.

2.

Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
Data Subjektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk kartoon, melihat hantu atau
monster.

3.

Halusinasi Penghidu
Data Objektif : Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data Subyektif : Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, faeces, kadangkadang bau itu menyenangkan.

4.

Halusinasi Pengecap
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
Data Subyektif : Merasakan rasa seperti darah, urin atau faeces.

5.

Halusinasi Perabaan
Data Objektif : Menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data Subyektif : Mengatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik.

B.

Isi halusinasi.
Data dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar, atau apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang
tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa di permukaan tubuh bila halusinasi perabaan.

C.

Waktu dan frekuensi halusinasi.


Data dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu atau bulan, pengalaman halusinasi itu muncul,
bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi
tersebut. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.

D.

Situasi pencetus halusinasi


Perlu diidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi.
Data dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang
dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu, juga bisa mengobservasi apa yang
dialami klien menjelangkan muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

E.

Respon klien.
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak
berdaya lagi terhadap halusinasi.

Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu dikaji :


a.

Risiko perilaku kekerasan

1).

Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

2).

Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.

b.

Gangguan sensori perseptual : halusinasi

1)

Data Subjektif

2)

1)

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus

nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif

c.

Klien berbicara dan tertawa sendiri


Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi
Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri
Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat tidak atau ya.

2)

Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain,
berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam), kontak mata
kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur
seperti janin (menekur)

d.

Harga diri rendah

1)

Data Subyektif
Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain.

2)

Data Obyektif
Tidak bisa mengambil keputusan, menarik diri dari realitas, merusak diri, rasa
bersalah dan khawatir

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN BESERTA PRIORITAS

a.

Gangguan sensori perceptual : Halusinasi

b.

Kerusakan interaksi sosial : menarik diri

c.

Harga diri rendah

d. Risiko perilaku kekerasan


e.
III.

Sindrom deficit perawatan diri : mandi/kebersihan , berpakaian/berhias.


Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN

NO KLIEN
SP1P
1
Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.

KELUARGA
SPIK
Mendiskusikan masalah yang dirasakan

Mengidentifikasi isi halusinasi klien.

keluarga dalam merawat pasien

Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.

Mengidentifikasi frekuensi halusinasi

Memberikan pendidikan kesehatan tentang

klien.

pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang

Mengidentifikasi situasi yang dapat

dialami klien, tanda dan gejala halusinasi,

menimbulkan halusinasi klien.

serta proses terjadinya halusinasi.

5
6

Mengidentifikasi respon klien terhadap


halusinasi klien.

Menjelaskan cara-cara merawat pasien

Mengajarkan klien menghardik halusinasi. halusinasi.


Menganjurkan klien memasukkan cara

8
1

menghardik ke dalam kegiatan harian.


SP2P
SP2K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan halusinasi.
Melatih klien mengendalikan halusinasi

dengan cara bercakap-cakap dengan orang Melatih keluarga melakukan cara merawat
lain.

langsung kepada klien halusinasi.

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam


kegiatan harian klien.
3
1

SP3P
SP3K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat (discharge

Melatih klien mengontrol halusinasi

planing ).

dengan cara melakukan kegiatan.

Menjelaskan follow- uf klien setelah pulang.

Menganjurkan pasien memasukan dalam


3

jadwal kegiatan harian


SP4P
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang


2

penggunaan obat secara teratur


Menganjurkan pasien memasukan dalam

jadwal kegiatan harian

VI.

Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada

klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan persepsi
sensori : halusinasi yaitu :
1) Klien dapat menbina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenali halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan ba

ISOLASI SOSIAL
1. Masalah Utama
Isolasi Sosial
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian

Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan

suatu gangguan hubungan

interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.

Menghindar dari orang lain (menyendiri).

Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan


klien lain/perawat.

Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.

Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.

Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau


pergi jika diajak bercakap-cakap.

Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

Posisi janin saat tidur.

b. Penyebab
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :

Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).

Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).

Gangguan hubungan sosial (menarik diri).

Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).

Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

c. Akibat

Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi
realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu
yang nyata tanpa stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan gejala ;

Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.

Tidak dapat memusatkan perhatian.

Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.

Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

3. Pohon masalah:
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan:

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b. Data yang perlu dikaji


Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi

Core
Problem

Data Subjektif:

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus


nyata.

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.

Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.

Klien merasa makan sesuatu.

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.

Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.

Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data Objektif:

Klien berbicara dan tertawa sendiri.

Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.

Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.

Disorientasi

Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif:

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

5. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Isolasi sosial: menarik diri

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukkan diri dll)

3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

Klien Perawat

Klien Perawat Perawat lain

Klien Perawat Perawat lain Klien lain

K Keluarga atau kelompok masyarakat

4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.


4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

Salam, perkenalan diri

Jelaskan tujuan

Buat kontrak

Eksplorasi perasaan klien

6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

Perilaku menarik diri

Penyebab perilaku menarik diri

Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk


berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu
kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Referensi:
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. ECG

Anda mungkin juga menyukai