Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ISBD

KESETARAAN GENDER

Oleh :

Nama

: Agung Eko Cahya Kusuma Putra

NIM

: 1208305016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013

KASUS 1
Jumat, 23/01/2009 10:44 WIB

Figur Perempuan Sebagai Pemimpin


drg Della Rianti - detikNews
Jakarta - Dalam hidup ini Allah telah menciptakan alam seisinya dengan sangat sempurna.
Semua dirancang dan dikendalikan sesuai dengan tata hukum Sang Pencipta yaitu Allah
SWT. Penciptaannya berupa keteraturan yang terancang. Bukti dari semua itu adalah
diciptakannya segala sesuatu dengan berpasang-pasangan. Ada baik dan buruk, panjang
pendek, tinggi rendah, jauh dekat, pria wanita, dan atau laki-laki perempuan. Semua itu
merupakan bukti kesempurnaan.
Perbedaan tersebut bukanlah hal untuk membedakan. Perbedaan itu tidak sekedar permainan
kata-kata belaka. Tapi, sebuah hal yang harus difahami. Karena dengan perbedaan itulah
segala kebaikan muncul. Pria dan perempuan keberadaannya sangat menentukan
perkembangan dunia ini. Khususnya perempuan. Sosok yang penuh dengan kelembutan dan
kasih sayang ini mempunyai potensi dan kekuatan yang begitu besar.
Selama ini keberadaan perempuan sangat dikesampingkan sekali. Geraknya tidak pernah
dijadikan perhatian. Tapi, ketika semua orang mengetahui potensi besarnya perempuan
merupakan pusat hal yang diperhatikan. Kemajuan peran perempuan di dalam kepemimpinan
di Indonesia sungguh luar biasa. Keinginan para perempuan untuk mendapatkan jatah lebih
besar di dalam kancah politik pun akhirnya terakomodasi.
Ini dapat dilihat dengan adanya kuota 30% untuk pengurus parpol dan pencalonan anggota
legislatif. Gejala ini tentunya berdampak pada tuntutan. perempuan harus memainkan
perannya dalam mewujudkan demokrasi yang tidak bias gender sekaligus sebagai bukti
kedewasaan suatu bangsa.
Hadirnya sosok perempuan ke kancah dimensi publik baik itu orang nomor satu di Indonesia
dan di daerah-daerah membawa kecenderungan baru dalam konteks kekinian. Perempuan
ingin dunia memperlakukan kaumnya secara proporsional. Kecenderungan inilah yang salah
satunya berimplikasi pada terstimulusnya kaum perempuan bersaing dengan kaum laki-laki
untuk menjadi pemimpin.
Tentu sangat mudah melakukan inventarisasi ketokohan perempuan di Indonesia. Misalnya
bisa dicari dari sisi profesionalitas, intelektualitas, integritas, kemampuan kepemimpinan, dan
tentu saja track record-nya di dalam mengurus organisasi atau bidang tertentu.
Srikandi Pemimpin perempuan
Pada pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) keberanian dalam menduduki
pos penting di dalam kabinet pun terjadi. Munculnya Marie E Pangestu sebagai Menteri

Perdagangan, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, Siti Fadhilah sebagai Menteri
Kesehatan, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Muthia Hatta, merupakan bukti
kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan perempuan di Indonesia.
Sementara kepemimpinan parpol perempuan pun bertambah. Setelah Megawati
Soekarnoputri (PDI Perjuangan), ada Muthia Hatta yang memimpin partai PKPI, dan Amelia
Yani memimpin partai PPRN, menunjukkan kemampuan memimpin para perempuan.
Di beberapa daerah kepala pemerintahan sudah dipegang oleh perempuan. Gubernur Banten
dimenangi oleh Ratu Atut. Provinsi Jawa Tengah kemenangan Bibit Waluyo
(Gubernur) juga dinilai disebabkan faktor Rustriningsih (Wagub), yang sebelumnya dinilai
berhasil pada saat memimpin Kabupaten Kebumen sebagai Bupati.
Dalam Pilgub Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa tampil sebagai salah satu kandidat
perempuan. Kiprah peran politik perempuan akan semakin ramai, misalnya, ada parpol lain
yang berani memunculkan nama calon presiden dan wapres untuk bertarung dalam Pemilu
2009.
Sesungguhnya masih ada waktu untuk melakukan sosialisasi pencalonan seseorang. Berbagai
bentuk komunikasi politik dan publik bisa dilakukan untuk mengangkat citra seorang tokoh
perempuan agar bisa lebih dikenal publik pemilih.
Pro dan Kontra
Kiprah politik perempuan di ranah publik agaknya masih belum dapat dilepaskan dari pro
dan kontra. Kepemimpinan perempuan, khususnya jabatan politik, masih menjadi sesuatu
yang "debatable". Dalam negara demokrasi seperti Indonesia sudah seyogianya perempuan
mempunyai kedudukan dan hak yang sama dalam membangun bangsa sebagaimana yang
tercantum dalam UUD 1945.
Pemberdayaan dan pendidikan dalam dimensi apa pun bagi perempuan adalah suatu
keharusan. Dalam partisipasi di ruang publik segala macam hambatan yang dikhawatirkan
dapat meminimalisir peran dan kiprah perempuan untuk mengaktualisasikan diri seharusnya
direformasi total.
Dalam realitanya ideologi, psikologi, dan minimnya sumber daya manusia perempuan kerap
dijadikan senjata ampuh untuk menyerang eksistensi perempuan di ranah publik. Padahal,
dari sisi ideologis, misalnya, tidak ada satu pun dalil yang bisa menjadi landasan kuat
melarang kiprah politik perempuan.
Bahkan, dalam pandangan Islam, hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak politik perempuan
tertera dalam Al Quran, di antaranya pada surat At-Taubah: 71, yaitu: "Orang-orang yang
beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang maruf, mencegah yang munkar, mendirikan
sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan

diberi rahmat oleh Allah."


Secara eksplisit ayat di atas mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk bekerja sama dalam
berbagai bidang kehidupan. Serta melakukan kegiatan-kegiatan konstruktif. Di samping itu,
sejarah Islam pun menunjukkan betapa urgennya peran perempuan di ruang publik.
Oleh karena itu, tidak heran saat itu banyak didapati kaum perempuan yang berani
menyatakan sikap dalam sistem pemerintahan. Tidak berbeda dalam konteks
kewarganegaraan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang dapat ditinjau dari tiga aspek.
Pertama, dalam tataran individu semua kaum perempuan berhak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak, pendidikan berkualitas, perekonomian yang memadai, dan
jaminan pendidikan keagamaan.
Kedua, sebagai warga masyarakat, perempuan dan laki-laki berhak mendapatkan akses,
manfaat, kontrol, dan partisipasi tehadap sumber daya dan informasi, dan mempunyai hak
dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses manajemen pembangunan.
Ketiga, dalam konteks hak dan kewajiban sebagai warga negara, perempuan berhak untuk
memilih dan dipilih, berbicara, berserikat, berusaha, dan memperoleh perlindungan hukum.
Tak kalah menarik adalah banyaknya artis-artis cantik terjun sebagai politisi dadakan untuk
duduk menjadi anggota legislatif (caleg). Wajahnya yang ayu, bisa saja memukau para
pemilih pemula dan manula. Sah-sah saja artis menjadi caleg. Toh yang akan memilih adalah
rakyat. Kalau politisi tulen berkualitas tentu sang artis akan kalah perolehan suaranya.
Namun, kalau mereka tak bisa memperjuangkan aspirasi rakyat, jangan salahkan kalau
pilihan berpaling.
Rakyat selalu butuh alternatif baru. Kalau penggantinya tak lebih baik cari pilihan lainnya.
Begitu terus-menerus. Kita memang tak selalu puas dengan apa yang sudah dimiliki. Jadi
para perempuan tetaplah berjuang dalam berpolitik untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan. Sayangnya, sampai saat ini jumlah perempuan yang menjadi wakil rakyat belum
begitu banyak.
Politisi perempuan diharapkan bisa memberi sentuhan kelembutan dalam politik agar
kehidupan politik jadi damai dan santun. Tak perlu anarkisme. Kehadiran perempuan tentu
akan membuat kehidupan politik semakin bergairah dan penuh dinamika dalam kehidupan
demokrasi.
drg Della Rianti
Wisma Jaya Bekasi Timur
flecherdani@yahoo.com
08129722706
(msh/msh)

Rumusan Masalah :
Selama ini keberadaan perempuan sangat dikesampingkan sekali. Geraknya tidak pernah
dijadikan perhatian. Tapi, ketika semua orang mengetahui potensi besarnya perempuan
merupakan pusat hal yang diperhatikan. Kemajuan peran perempuan di dalam kepemimpinan
di Indonesia sungguh luar biasa. Keinginan para perempuan untuk mendapatkan jatah lebih
besar di dalam kancah politik pun akhirnya terakomodasi. Hadirnya sosok perempuan ke
kancah dimensi publik baik itu orang nomor satu di Indonesia dan di daerah-daerah
membawa kecenderungan baru dalam konteks kekinian. Perempuan ingin dunia
memperlakukan kaumnya secara proporsional. Kecenderungan inilah yang salah satunya
berimplikasi pada terstimulusnya kaum perempuan bersaing dengan kaum laki-laki untuk
menjadi pemimpin.
Solusi :
Solusi dari kasus di atas adalah perkembangan zaman dan juga karena adanya emansipasi
wanitalah yang membuat wanita-wanita zaman sekarang bias disejajarkan denga kaum lakilaki. Zaman sekarang persamaan gender sudah menjamah seluruh dunia, karena di masa
sekarang hal tersebut sudahlah umum dan bukan kaum laki-laki saja yang bias menempati
kedudukan yang tinggi. Ini dikarenakan kaum wanita yang mulai ingin berkarier dan tidak
ingin berdiam diri saja menunggu bantuan kaum lelaki. Hal ini mungkin agak sedikit
bertentangan dengan peran utama seorang wanita, kaena pada umumnya laki-lakilah yang
seharusnya menjadi seorang pemimpin. Namun diharapkan dari perkembangan kaum
perempuan yang mulai bias menyeimbangi kaum laki-laki dalam hal kedudukan sebagai
pemimpin, kaum wanita tidak boleh melupakan hakekat mereka sebagai seorang ibu dan
sebagai seorang istri.
Dan seoarang wanita walaupun status gendernya sudah sederajat dengan pria, tidak boleh
melanggar kodratnya sebagai kaum yang patut dilindungi dan diayomi oleh kaum laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA
http://politik.kompasiana.com/2013/02/24/layak-kah-wanita-menjadi-pemimpin536796.html
http://www.referensimakalah.com/2012/06/wanita-sebagai-kepala-negaradalam.html

Anda mungkin juga menyukai