Anda di halaman 1dari 10

BAHAN DISKUSI ONTOLOGI

KELOMPOK 3

CIRILUS AKAYANG
RESKY AMALIA
ALINDA NURBAETY HASANAH

Pengertian ONTOLOGI Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasaYunani Yaitu, On/ontos
= ada, dan logos =ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi
ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/abstrak.

Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles Ontologi Yaitu
teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi
sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real
nature) dari suatu benda

tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.
Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa ontology is the theory of being
qua being , artinya

hidupnya bahwa dalam alam ini ada kebenaran. Namun, akal manusia terkadang merasa
bahwa ia mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang pula merasa ragu-ragu bahwa apa yang
diketahui adalah suatu kebenaran. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran yang mutlak.
Kebenaran mutlak inilah oleh Augustine disebut Tuhan.

Dua jenis sudut pandang tentangHakekat kenyataan melalui ontologi 1. Kuantitatif, yaitu
dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? 2. Kualitatif, yaitu
dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu,
seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

pemahaman ontologi dapat dikemukakan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai


berikut :
I. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.Paham ini
kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Menurut
Rapar dalam Soetriono & Hanafie (2007), materialisme menolak hal-hal yang tidak kelihatan.
Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau
sama sekali tergantung pada material.
b. Idealisme
Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati
ruang. Menurut Rapar dalam Soetriono & Hanafie (2007), segala sesuatu yang tampak dan
terwujud nyata dalam alam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang
sesungguhnya, yang berada di dunia idea
II. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi
atau yang ada secara fisis dan mental atau yang beradanya tidak kelihatan secara fisis.
III. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata.
IV. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berati nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang
tidak mengakui validitas alternatif yang poditif
V. Agnotiisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat
materi maupun hakikat ruhani.
1.

FILSAFAT ILMU DALAM KAJIAN ONTOLOGI

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, memaparkan
bahwa filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, seperti objek apa yang ditelaah oleh ilmu? (ontologi),
bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
(epistemology), dan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? (aksiologi).
Ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini begitu banyak, sehingga untuk membedakan
jenis pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lainnya, yaitu dengan mengetahui
jawaban dari ketiga pertanyaan di atas, maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai
jenis pengetahuan yang memperkaya kehidupan kita. Tanpa mengenal ciri-ciri tiap
pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita dapat memanfaatkan kegunaannya secara
maksimal namum terkadang kita salah dalam menggunakannya.
Bidang telaah dari filsafat adalah segala persoalan yang dipikirkan oleh manusia. Manusia
mengkaji segala hal yang ada disekitarnya. Persoalan keberadaan dan eksistensi yang
berkaitan dengan metafisika, persoalan pengetahuan, dan persoalan nilai-nilai. Berdasarkan

pemaparan di atas, kami akan membahas metafisika dalam hal: hakikat metafisika dan
tafsiran metafisika.
1.

Metafisika

Landasan ontologi menurut Jujun S. Suriasumantri dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer membaginya dalam lima bagian, yaitu metafisika, asumsi, peluang,
beberapa asumsi dalam ilmu dan batas-batas penjelajahan ilmu.
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang
berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang
hakikat yang ada.
Ontologi merupakan salah satu di antara lahan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan bersifat ontologis, yaitu Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya
kebanyakan orang belum dapat membedakan antara penampakan (apreance) dengan
kenyataan (reality).
Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat
ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Bagian ontologi adalah metafisika. Secara etimologi metafisika berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari dua kata, yaitu meta (setelah atau di balik) danphysika (hal-hal di dalam),
sehingga dapat disimpulkan bahwa metafisika merupakan studi yang membahas di balik
yang ada. Penyelidikan metafisika mula-mula hanya mencakup sesuatu yang ada di
belakang atau di balik benda-benda fisik, tetapi berkembang menjadi penyelidikan terhadap
segala sesuatu yang ada. Filsafat pertama ini memuat uraian tentang segala sesuatu yang ada
di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, dan mati.

Metafisika sudah banyak didefinisikan oleh para filsuf sejak zaman Yunani. Berdasarkan
artikel yang berjudul Definisi Metafisika dalam Ranah Filsafat, Siswanto memaparkan
beberapa definisi filsof tentang metafisika, diantaranya:

Ariestoteles. Menurutnya metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji yang ada
sebagai yang ada;

Van Peursen. Menurutnya metafisika adalah bagian filsafat yang memusatkan


perhatiannya kepada pertanyaan mengenai akar terdalam yang mendasari segala yang
ada.

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya memaparkan bahwa bidang telaah filsafat yang
disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk
pemikiran ilmiah (1982:63). Tafsiran yang paling pertama diberikan oleh manusia terhadap
alam ini adalah bahwa terdapat wujud-wujud bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
dibandingkan alam nyata. Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran
supranaturalisme. Manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib terdapat dalam
benda-benda seperti batu, pohon, dan air terjun.
Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika adalah imu yang memikirkan hakikat
di balik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu alam nyata tanpa
dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindra (Susanto,2010:93).
2.

Tafsiran Metafisika

Tafsiran yang paling pertama diberikan oleh manusia terhadap alam ini terdapat wujud-wujud
bersifat gaib (supranaturalisme) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggai atau lebih kuasa
dibandingkan alam yang nyata (Jujun S. Suriasumantri, 2007:64). Animisme merupakan
contoh kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme.

Sebagai lawan dari supranaturalisme maka terdapat paham naturalisme. Paham ini menolak
pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. William R. Dennes
seorang penganut paham ini mengatakan, ketika berpendirian bahwa apa yang dinamakan
kenyataan pasti bersifat kealaman. Apa pun yang bersifat nyata pasti termasuk dalam kategori
alam. Artinya apa pun yang bersifat nyata pasti merupakan sesuatu yang terdapat dalam ruang
dan waktu tertentu dan dapat dijumpai oleh manusia, dan dapat pula dipelajari dengan caracara yang sama seperti yang dilakukan oleh ilmu.
Paham yang menganut paham naturalisme ini adalah materialisme. Materialisme merupakan
paham yang terdapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan
gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri. Tokoh pengembang
paham materialisme ini adalah Democritos.
Pandangan baru pun muncul untuk menentang paham naturalisme dan materialisme, yaitu
paham mekanistik dan vitalistik. Kedua pandangan ini mengaitkan dengan keberadaan
makhluk hidup termasuk manusia itu sendiri. Kaum mekanistik melihat gejala alam ini
(termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Gejala alam dapat
didekati dari segi proses kimia-fisika.
Sedangkan kaum vitalistik berpandangan hidup adalah sesuatu yang unik, yang berbeda
secara substansif dengan proses di atas. Orang-orang yang mempercayai adanya kekuatan
atau energi tertentu dalam setiap tubuh makhluk hidup beranggapan bahwa kehidupan
dimulai atau diawali dari kombinasi zat yang sangat kompleks.
Proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek yang ditelaahnya).
Dalam hal ini terdapat dua pandangan yang berbeda, yaitu paham monistik dan paham
dualistik. Menurut paham monistik tidak ada yang membedakan antara pikiran dan zat.

Kedua hal itu berbeda dalam gejala yang disebabkan proses yang berlainan namun
mempunyai substansi yang sama.
Paham ini ditolak oleh paham dualistik yang membedakan antara zat dan kesadaran yang
menurut mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh
pikiran adalah bersifat mental, maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan
berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada. Aliran dualistik memandang bahwa alam terdiri dari
dua macam hakikat sebagai sumbernya, yaitu materi dan bentuk. Materi adalah kenyataan
yang belum berwujud yang belum ditentukan, tetapi yang memiliki potensi untuk menjadi
terwujud atau menjadi ditentukan oleh bentuk, karena kekuatan yang membentuknya.
Sedangkan bentuk adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia, yang berdiri
sendiri (Susanto, 2010: 96-97).
Salah satu penganut paham dualistik adalah Descartes yang menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang terdiri dari dua substansi, yaitu materi dan ruh atau tubuh dan jiwa.
Istilah yang terkenal dari Descartes adalahCogito ergo sum yang artinya saya berpikir
maka saya ada.
Susanto dalam bukunya Filsafat Ilmu, menyatakan bahwa Christian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum
yang dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi (2010:91). Dengan demikian metafisika
umum adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam
dari segala sesuatu. Metafisika khusus terbagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teotologi.
Kosmologi adalah cabang ilmu fiilsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam
semesta. Psikologi adalah cabang ilmu filsafat yang secara khusus membicarakan tentang
jiwa manusia. Teologi adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan Tuhan.
1.

BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU

Pada saat ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia mulai mengambil jarak dari
obyek sekitar. Manusia mulai memberikan batas-batas yang jelas kepada obyek tertentu yang
terpisah dengan eksistensi manusia sebagai subyek yang mengamati dan yang menelaah
obyek tersebut. Dalam menghadapi masalah tertentu, dalam tahap ontologis manusia mulai
menentukan batas-batas eksistensi masalah tersebut, yang memungkinkan manusia mengenal
wujud masalah itu, untuk kemudian menelaah dan mencari pemecahan jawabannya.
Dalam usaha untuk memecahkan masalah tersebut, ilmu mencari penjelasan mengenai
permasalahan yang dihadapinya agar dapat mengerti hakikat permasalahan yang dihadapi itu.
Dalam hal ini ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah masalah yang bersifat
konkret yang terdapat dalam dunia nyata. Secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang
dikajinya hanya pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman
manusia. Pembatasan ini disebabkan karena fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia
yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada
ilmu, melainkan kepada agama.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian menjadi cabang-cabang ilmu. Pada dasarnya cabangcabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian
berkembang menjadi rumpun ilmu-ilmu alam dan filsafat moral yang kemudian berkembang
ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu alam dibagi lagi menjadi ilmu alam dan ilmu
hayat. Ilmu-ilmu sosial berkembang menjadi antropologi, psikologi, ekonomi,sosiologi dan
ilmu politik. Di samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup juga
humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa dan sejarah.

SUMBER
Buku filsafat ilmu, hasil diskusi dan bahan bacaan lain.
https://pharmacya12.wordpress.com/2013/01/09/landasan-ontologi-ilmu/

Anda mungkin juga menyukai