PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu akan mengalami proses perkembangan secara alami, mulai
dari lahir hingga menjadi dewasa akhir atau lansia. Usia lanjut adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dari adanya perubahan dalam
perjalanan hidup. Sebagaimana diketahui, manusia berkembang dari usia balita,
remaja, dewasa dan lansia yang merupakan tahap akhir kehidupan.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2,
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2009).
Sedangkan WHO menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis atau biologis
menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45 sampai 59 tahun, lanjut
usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu 75 sampai 90
tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu > dari 90 tahun (Mubarrok, dkk, 2006).
Jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, ini
disebabkan oleh peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk yang
akan berpengaruh pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia
pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 % dari jumlah keseluruhan
penduduk di Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553
jiwa (9,77 % dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia). Pada tahun 2020,
jumlah lansia diprediksikan mencapai 28.882.879 jiwa (11,34 % dari jumlah
keseluruhan penduduk di Indonesia). Jumlah tersebut akan menempatkan Indonesia
pada urutan ketiga terbesar setelah Cina dan India (Kementrian Kesehatan RI, 2013)
Seiring banyaknya jumlah lansia di Indonesia, maka perlu perhatian khusus
untuk meingkatkan kualitas hidup mereka. Pertambahan usia mengakibatkan
perubahan dalam tahapan tidur. Pada kenyataannya, meskipun mereka memiliki
waktu cukup untuk tidur, tetapi terjadi penurunan kualitas tidur (Maryam, dkk, 2008).
Pada usia lanjut terjadi penurunan tahap 3, tahap 4, tahap REM dan REM laten tetapi
kebiasaan waktu mulai tidur, kebiasaan penggunaan obat untuk membantu tidur
(Buysee et al, 2000)
Persentase penduduk usia lanjut di Jawa Barat tahun 2010 adalah 12,4% dan
diproyeksikan menjadi 14,3% pada tahun 2025 (Taslim, 2006). Di Kabupaten Ciamis,
penduduk usia lanjut setiap tahunnya meningkat adalah ...(Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Ciamis).
Kecamatan Lakbok merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten
Ciamis Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2012 jumlah lansia sebanyak.... dan paling
banyak terdapat di Desa Cintaratu (Profil Puskesmas Lakbok, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur pada
lansia.
B. Rumusan Masalah
Prevalensi lansia diperkirakan akan terus meningkat terutama di negaranegara yang sedang berkembang termasuk diantaranya Indonesia. Peningkatan angka
lansia sangat erat kaitannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perbaikan sosial ekonomi berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dan usia harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat.
Berbagai studi mengenai kualitas tidur pada lanjut usia dan metode
penanganan gangguan tidur pada lanjut usia baik secara farmakologis dan nonfarmakologis sudah dilakukan sebelumnya, namun penanganan secara farmakologis
memiliki efek samping yang sangat beresiko terhadap kesehatan lansia. Metode
relaksasi merupakan terapi yang efektif agar dapat meningkatkan kualitas tidur pada
lansia. Salah satu contoh metode relaksasi yakni dengan merendam kaki
menggunakan air hangat.
Beberapa penelitian terkait dengan masalah tidur dan lansia telah dilakukan,
namun peneliti belum menemukan penelitian yang membahas intervensi alternative
khususnya penggunaan air hangat dalam meningkatkan kualitas tidur pada lansia,
sehingga menurut peneliti hal tersebut perlu untuk dilakukan. Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
pada kualitas tidur lansia dengan melakukan terapi merendam kaki dengan air hangat
di Desa Cintaratu Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengatahui adakah pengaruh setelah perlakuan merendam kaki dengan air
hangat pada kualitas tidur lansia di Desa Cintaratu Kecamatan Lakbok Kabupaten
Ciamis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia dan jenis kelamin) terhadap
kualitas tidur
b. Mengidentifikasi komponen kualitas tidur (kualitas tidur subyektif, latensi
tidur, lamanya tidur, efesiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
dan disfungsi di siang hari) pada responden
c. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden sebelum intervensi merendam
kaki dengan air hangat
d. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden setelah intervensi merendam
kaki dengan ai hangat
e. Mengidentifikasi perbedaan rerata skor responden sebelum dan sesudah
intervensi merendam kaki dengan air hangat
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Pelayanan Keperawatan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan lansia dan dapat menjadi landasan dalam melakukan intervensi
guna meningkatkan kualitas tidur pasien
b. Menjadi aspek penting bagi perawat dalam memberikan edukasi pada lansia
dengan menekankan pemenuhan kebutuhan tidur.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan
dalam hal pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia dengan intervensi nonfarmakologis.
3.
Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data dan
informasi- informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis dan disusun
dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat serta menambah
kekayaan intelektual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran kemampuankemampuan kognitif seperti mudah lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu,
ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru. Kemunduran lain yang
dialami adalah kemunduran fisik antara lain kulit mulai mengendur, timbul
keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan
berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi
penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul (Maryam, dkk, 2008).
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas
(Nugroho, 2009). Sedangkan WHO menggolongkan lansia berdasarkan usia
kronologis atau biologis menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu
antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun,
lanjut usia tua (old) yaitu 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu
> dari 90 tahun (Mubarrok, dkk, 2006).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat
mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan
keperawata, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat
menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia
(Maryam, dkk, 2008).
Usia lanjut dapat diklasifikasikan menjadi lima (Maryam, dkk, 2008)
yaitu:
a. Pralansia (Presinilis) adalah seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial adalahlansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis menyimpilkan bahwa
seseorang di katakan lanjur usia adalah seseorang yang mencapi usia lebih dari
60 tahun dan dikatakan potensial apabila masih produktif yang mampu
memmenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak potensial apabila tidak produktif
yang bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan lanjut usia sebesar
18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20,54 juta jiwa pada tahun 2009.
Jumlah ini termasuk terbesar ke empat setelah Amerika, India, dan Tiongkok
(BPS, 2012).
Seperti diketahui, Indonesia sekarang berada dalam transisi demografi,
presentasi lansia diproyeksikan menjadi 11,34% pada tahun 2020 yang akan
datang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat atau populasi
muda (1979) menjadi populasi yang lebih tua pada tahun 2020. Pergeseran
ini menurut perubahan dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain
perlu perhatian lebih dan prioritas untuk penyakit- penyakit pada usia dewasa
dan lansia (Darmojo, 2009).
2. Teori Menua
Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
terus menerus, dan berkesinambungan. Pada dasarnya ada dua faktor yang
menyebabkan proses penuaan terjadi, yaitu faktor internal (radikal bebas,
hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan
yang menurun dan gen) dan faktor eksternal (gaya hidup yang tidak sehat, diet
yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress dan
kemiskinan), (Stanley & Beare, 2007). Menua (aging) juga merupakan proses
yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring
waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan
menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2009).
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologi, teori psikolohi dan teori spiritual.
a. Teori Biologi
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan- bahan organik
menyebabkan sel- sel tidak dapat regenerasi (Maryam, dkk,
2008).
2) Teori Genetik dan Mutasi
Menurut teori ini, menua telah tergrogram secara gentik untuk
spesies- spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul- molekul DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Maryam,
dkk, 2008). Teori mutasi somatik menurut teori ini menua
disebabkan oleh kesalahan- kesalahan yang beruntun sepanjang
kehidupan akibat lingkungan yang buruk. Setelah berlangsung
dalam waktu yan cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses
tenskripsi (DNA menjadi RNA) maupun dalam proses translasi
(RNA ke protein atau enzim). Kesalahan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah sehingga
mengakibatkan penurunan fungsional sel (Darmojo, 2009).
3) Teori Immunologi
Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem inum
untukmengahancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah.
Destruksi bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respon
dimulai. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor
meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga
seseorang akan terus terjaga. Menurut Potter dan Perry (2011) seseorang tetap
terjaga atat tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari
pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus
bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur
maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa
tertidur. Penurunan aktivitas RAS akan menurunkan aktivitas korteks serebral
ditambah dengan peningkatan kadar melatonin yang membuat mengantuk dan
pada akhirnya tertidur. Seseorang akan terbangun dari tidurnya jika ada
rangsangan dari lingkungan yang menstimulasi RAS untuk aktif.
3. Tahap- tahap Tidur Normal
Tidur yang normal dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu periode terjaga
atau bangun, tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tidur Rapid Eye
Movenment (REM). Tidur NREM dan REM merupakan komponen utama dan
penting dalam mempertahankan fungsi tubuh sehari- hari. Selama NREM
seorang yang tertidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan selama 90
menit dari siklus tidurnya. Kualitas tidur semakin meninkat dari tahap 1 sampai
tahap 4. Tahap 1 dan 2 merupakan tidur yang dangkal dan seseorang mudah
terbangun, sedangkan tahap 3 dan 4 adalah tidur dalam dan sulit terbangun. Fase
akhir dari tidur yakni REM yang kira- kira lamanya 90 menit (Potter & Perry,
2011).
Pada saat periode NREM, hormon disekresi untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Sedangkan tidur REM merupakan
periode yang aktif dan disertai mimpi. Periode REM yang cukup dapat
berdampak pada proses mengolah informasi, menyimpan memori jangka panjang
dan kemampuan konsentrasi (Caple & Grose, 2011).
4. Siklus Tidur
Siklus tidur normal dimulai dengan tahap pra tidur, yakni perubahan
dari keadaan sadar sampai mengantuk, lamanya sekitar 10- 30 menit.
Selanjutnya, memasuki tahap tidur untuk menyelesaikan 4- 6 tahap dalam siklus
tidur (Potter & Perry, 2011). Adapun siklus tidur sebagai berikut:
a. Periode Terjaga
Periode ini ditandai dengan mata terbuka dan beresponnya individu
terhadap lingkungan sekitarnya. Seseorang juga dapat merasakan rileks
pada periode ini, dan pada akhirnya merasa mengantuk.
dewasa normal. Hal tersebut mencakup latensi tidur, gangguan tidur pada dini
hari, dan peningkatan jumlah tidur siang serta waktu tidur lebih dalam menurun.
Pada penelitian di laboratorium tidur, lansia memiliki waktu tidur dalam
(delta sleep) yang pendek, justru leih panjang pada periode tidur stadium 1 dan 2.
Dari hasil dengan alat Polysomnographic ditemukan lansia mempunyai
penurunan yang signifikan dalam Rapid Eyes Movement (REM) dan Slow Wave
Sleep. Pada lansia juga terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal, yang
mengakibatkan kurang sensitif terhadap pencahayaan terang dan gelap (Darmojo,
2009).
Normalnya irama sirkadian menjalankan peranan dalam pengeluaran
hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Pada usia lanjut
ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan
kurang menonjol. Hormon melatonin yang dieksresiksan pada malam hari dan
berhubungan dengan tidur, menurun seiring bertambahnya usia (Darmojo, 2009).
merendam kaki tungkai atas dengan air hangat serta olahraga ringan (jalan
kaki) yang dikerjakan teratur dapat menghilangkan gejala kedua gangguan
tidur ini (Darmojo, 2009).
Terapi non- farmakologis yang lainnya adalah terapi komplementer.
Terapi komplementer ini bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya
adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi,
terapi tertawa, akupuntur, akupresur, aromaterpai, refleksologi dan
hidroterapi (sudoyo, 2006). Salah satu terapi komplementer yang dapat
direkomendasikan untuk mengatasi gangguan tidur adalah dengan
Hydoteraphy. Teknik yang digunakan adalah memanfaatkan air untuk
menyembuhkan dan merendakan berbagai macam penyakit ringan dan iar
juga bisa digunakan dalam sejumlah cara yang berbeda (Sulaiman, 2009).
Manfaat Hydoteraphy khususnya penggunaan air hangat adalah membantu
merangsang sirkulasi darah, serta menyegarkan tubuh. Hal ini berakibat pada
efek peningkatan relaksasi (Handoyo, 2014).
C. Hydroteraphy
1. Pengertian
Hydroteraphy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan
meringankan berbagai keluhan. Untuk itu, air dapat digunakan dalam berbagai
cara dan kemampuannya sudah diakui sejak dahulu (Sustrani, dkk, 2006).
Hydroteraphy juga merupakan metode terapi dengan pendekatan lowtech yang
mengandalkan pada respon- respon tubuh terhadap air.
The National Center on Physical Activity and Disability (2009)
menyatakan bahwa hydroteraphy adalah aplikasi eksternal yang menggunakan
air, baik untuk efek tekanan atau sebagai sarana menerapkan energi fisik untuk
jaringan. Hydroteraphy diindikasikan untuk gangguan sensori, Range of Motion
atau ROM yang terbatas, kelelahan, nyeri, masalah respirasi, masalah sirkulasi,
depresi, penyakit jantung dan obesity. Hal- hal tersebut dapat mengakibatkan
gangguan tidur. Hydroteraphy juga merupakan sejumlah latihan fisik dengan
berendam di dalam air hangat. Bentuk terapi fisik ini dapat membantu seseorang
untuk mengurangi berbagai keluhan, salah satunya dengan merendam kaki.
Kehangatan air membantu mengeendurkan otot dan mengurangi nyeri, hal inilah
yang menimbulkan rasa rileks pada tubuh (Arnot, 2009).
2. Jenis- jenis Hydroteraphy