Meningoensefalitis
04101401039
04101401040
IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. Mg
Umur
: 22 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
Agama
: Islam
MRS Tanggal
: 17 Juni 2014
Status Internus
Kesadaran
: Compos mentis
Suhu Badan
: 37,1 C
Nadi
: 74 kali/menit
GCS = 12 (E3M5V4)
Pernapasan
: 29 kali/menit
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Jantung
Paru-paru
Abdomen
: tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap
: kooperatif
Perhatian : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: Normochepali
Deformitas
: (-)
Ukuran
: normal
Fraktur
: (-)
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: (-)
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)
Pulsasi
: (-)
Sikap
: lurus
Deformitas
: (-)
Torticolis
: (-)
Tumor
: (-)
LEHER
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Tidak ada kelainan
Kiri
Tidak ada kelainan
Anosmia
Hiposmia
Parosmia
N. Optikus
Visus
Kanan
6/6
Kiri
6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Anopsia
Hemianopsia
Fundus Oculi
Papil edema
Papil atrofi
Perdarahan retina
Kanan
Kiri
Diplopia
Celah mata
Ptosis
Baik ke segala
Baik ke segala
arah
arah
Bulat
Bulat
3 mm
3 mm
Isokor
Isokor
Strabismus
(-)
Exophtalmus
(-)
Enophtalmus
(-)
Deviation conjugae
Bentuk
Diameter
Isokor/anisokor
Midriasis/miosis
Refleks cahaya
Langsung
Konsensuil
Akomodasi
- Argyl Robertson
N. Trigeminus
Motorik
-
Menggigit
Trismus
Refleks kornea
Sensorik
-
Dahi
Pipi
Dagu
N. Fasialis
Motorik
-
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Menunjukkan gigi
Lipatan nasolabialis
Bentuk muka
Istirahat
Berbicara/bersiul
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Datar
Datar
Sensorik
-
Simetris
N. Cochlearis
Suara bisikan
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Detik arloji
Tes Weber
Tes Rinne
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Tidak ada kelainan
Kiri
Tidak ada kelainan
Anosmia
Hiposmia
Parosmia
Kanan
-
Kiri
-
N. Vestibularis
Nistagmus
Vertigo
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Arcus pharingeus
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Uvula
Gangguan menelan
Suara serak/sengau
Denyut jantung
Refleks
-
Muntah
Batuk
Okulokardiak
Sinus karotikus
Sensorik
-
N. Accessorius
Mengangkat bahu
Kanan
Kiri
Tidak Ada Kelainan
Memutar kepala
N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah
Kiri
Fasikulasi
Atrofi papil
Disatria
MOTORIK
LENGAN
TUNGKAI
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Kanan
Kurang
Kiri
Kanan
Kurang
Kiri
Cukup
Menurun
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Cukup
Klonus
-
Paha
Kaki
Refleks fisiologis
-
KPR
APR
Refleks patologis
-
Babinsky
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rossolimo
- Tengah
- Bawah
Refleks cremaster
Trofik
SENSORIK
Tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
Defekasi
Ereksi
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
Gibbus
: (-)
Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Meningocele
: (-)
Hematoma
: (-)
Nyeri ketok
: (-)
: (+)
Kerniq
: (+)
Lasseque
: (+)
Brudzinsky
-
Neck
: (-)
Cheek
: (-)
Symphisis
: (-)
Leg I
Leg II
: (-)
: (-)
Ataxia
Romberg
Hemiplegic
Dysmetri
Scissor
- jari-jari
Propulsion
- jari hidung
Histeric
- tumit-tumit
Limping
Rebound phenomen
Steppage
Dysdiadochokinesis
Trunk Ataxia
Limb Ataxia
GERAKAN ABNORMAL
Tremor
: (-)
Chorea
: (-)
Athetosis
: (-)
Ballismus
: (-)
Dystoni
: (-)
Myocloni
: (-)
FUNGSI LUHUR
Afasiamotorik
: (-)
Afasiasensorik
: (-)
Apraksia
: (-)
Agrafia
: (-)
Alexia
: (-)
Afasia nominal
: (-)
LABORATORIUM
DARAH
Hb
: 14,8 g/dl
Trigliserida
: -
Eritrosit
: 5,35x106/mm3
Kolesterol HDL
:-
10
Leukosit
: 8.300 /mm3
Kolesterol LDL
:-
Diff Count
: 0/0/0/70/23/7
Total Kolesterol
: -
Trombosit
: 231.000/mm3
Uric Acid
:-
Hematokrit
: 41vol%
Ureum
:-
BSS
:-
Kreatinin
: -
BSN/BSPP
: tidak diperiksa
WR/KAHN/VRDL
:-
D-Dimer
:-
Ck-MB
:-
PT
:-
Ck-Nac
:-
APTT
:-
SGOT
:-
INR
:-
SGPT
:-
Protein total
: 6,8 g/dL
Natrium
:-
Albumin
: 3,6 g/dL
Phospor
:-
Globulin
: 3,2 g/dL
Kalsium
:-
Kalium
: 3,5 mmol/l
Clorida
:-
HbA1c
: tidak diperiksa
URINE
Warna
: tidak diperiksa
Sedimen :
Reaksi
: tidak diperiksa
- Eritrosit
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
- Leukosit
: tidak diperiksa
Reduksi
: tidak diperiksa
- Thorak
: tidak diperiksa
Urobilin
: tIdak diperiksa
- Sel Epitel
: tidak diperiksa
Bilirubin
: tidak diperiksa
- Bakteri
: tidak diperiksa
Konsistensi
: tidak diperiksa
Eritrosit
: tidak diperiksa
Lendir
: tidak diperiksa
Leukosit
: tidak diperiksa
Darah
: tidak diperiksa
Telur cacing
: tidak diperiksa
Amuba coli/
: tidak diperiksa
Histolitika
: tidak diperiksa
FESES
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
Kejernihan
: tidak diperiksa
Glukosa
: tidak diperiksa
Tekanan
: tidak diperiksa
NaCl
: tidak diperiksa
11
Sel
: tidak diperiksa
Queckensted
: tidak diperiksa
Nonne
: tidak diperiksa
Celloidal
: tidak diperiksa
Pandy
: tidak diperiksa
Culture
: tidak diperiksa
IV. RESUME
Anamnesa
Penderita di rawat di bagian syaraf RSMH karena mengalami penurunan
kesadaran secara perlahan-lahan.
6 hari yang lalu penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan, penderita tidur terus dan sulit untuk di bangunkan. Sejak 10 hari
yang lalu penderita mengalami nyeri kepala yang terus menerus, sejak 2 minggu
yang lalu penderita mengalami demam tinggi , mual/muntah ada, kejang (+)
berupa kejang umum tonik-klonik dengan frekuensi 1x berapa menit (keluarga
lupa pastinya) sebelum kejang penderita sadar ,kelemahan sesisi tubuh tidak ada,
mulut mengot tidak ada, bicara pelo belum dapat dinilai, gangguan sensibilitas
belum dapat dinilai (bdd).
Riwayat TBC paru (+) diketahui dari hasil rontgen dari RS siloam, riwayat
infeksi telinga tidak ada, riwayat kejang sebeumnya tidak ada, riwayat DM tidak
ada, riwayat stressor tidak ada.
Penyakit ini di derita untuk pertama kalinya.
Pemeriksaan
Status Generalis
Kesadaran
: Compos mentis
Suhu Badan
: 37,1 C
Nadi
: 74 kali/menit
Pernapasan
: 29 kali/menit
GCS = 12 (E3M5V4)
12
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Status Neurologikus
Nervus cranialis :
N. III
Lengan kanan
Gerakan
Kurang
Kekuatan
Tonus
Menurun
Menurun
Klonus
R. Fisiologis
Normal
Meningkat
R. Patologis
Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif
GRM
: tidak ada
Gerakan abnormal
: tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG
Cukup
Menurun
(-)
Fungsi Sensorik
III.
Kurang
Normal
-
Menurun
(+)
Meningkat
(+)B, C
13
Gambar 1. EKG
Gambar 2. EKG
Irama sinus, aksis normal, HR 74x/m, gel P normal, PR interval 0,12 detik, QRS
komplek 0,08 detik, R/S V1+ R V5<35, ST-T change (-)
Kesan : Normal EKG
Pemeriksaan CT-Scan Kepala
Edema cerebri (+), Ventrikulisme aLi
Pemeriksaan Rontgen Thorax
Suspect TB paru (Rontgen RS siloam)
V. Analisis Kasus
Pada kasus ini di bahas seorang laki-laki berusia 22 tahun yang di rawat di
bagian syaraf RSMH karena mengalami penurunan kesadaran secara perlahanlahan. 6 hari yang lalu penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan, penderita tidur terus dan sulit untuk di bangunkan. Sejak 10 hari
14
yang lalu penderita mengalami nyeri kepala yang terus menerus, sejak 2 minggu
yang lalu penderita mengalami demam tinggi , mual/muntah ada, kejang (+)
berupa kejang umum tonik-klonik dengan frekuensi 1x berapa menit (keluarga
lupa pastinya) sebelum kejang penderita sadar ,kelemahan sesisi tubuh tidak ada,
mulut mengot tidak ada, bicara pelo belum dapat dinilai, gangguan sensibilitas
belum dapat dinilai (bdd). Riwayat TBC paru (+) diketahui dari hasil (rontgen dari
RS siloam), riwayat infeksi telinga tidak ada, riwayat kejang sebeumnya tidak
ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stressor tidak ada. Dari anamnesis dapat
dilihat adanya kronologis dimana defisit neurologis yang muncul semakin lama
semakin berat, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit
kepala ,mual muntah ,dan penurunan kesadaran. Terdapat pula tanda-tanda
terjadinya infeksi seperti demam tinggi dan kejang. Sehingga dari anamnesis
dapat disimpulkan diagnosis mengarah suatu proses yang akut progresif, terdapat
tanda-tanda infeksi, sehingga lebih mengarah pada suatu kecurigaan infeksi pada
intrakranial.
Pada pemeriksaan klinis neurologis di dapatkan hemiparese dextra flaccid
dan GRM , pada pemeriksaan rangsang meningeal di dapatkan kaku kuduk ,
kernig sign, dan lasegue positif sudah menandakan adanya infeksi/peradangan
pada selaput otak atau sub arachnoid terdapat benda asing seperti darah , maka
dapat merangsang selaput otak. Setelah dilakukan CT-scan terdapat edema serebri.
DD/ meningitis ;
adanya riwayat
15
,lasegue ,brudinzki 1dan II. Sedangkan pada pasien ini di temukannya rangsang
meningeal positif dan adanya suspect TB.
Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb : 14,8, RBC: 5,35 juta,
leukosit: 8.300, Ht: 41, PLT: 231.000, DC: 0/0/0/70/23/7, protein total 6,8
,albumin: 3,6, globulin: 3,2, BSS : 93, ureum :52, creatinin: 0,53, Na: 136, K: 3,5,
Ca : 8,4. Pada pemeriksaan laboratorium awal tidak ada kelainan metabolic yang
mungkin menyebabkan penurunan kesadaran.
Penderita di terapi dengan elevasi kepala 30, hiperventilasi dengan
penggunaan O2, dan cairaan isotonis untuk mengurangi peningkatan tekanan
intracranial. Dexamethason diberikan untuk mengurangi edema perifokal di
sekitar selaput yang mengalami peraangan yang tujunannya juga untuk
mengurangi tekanan intracranial. Omeparazole intravena diberikan untuk
melindungi lambung dari efek samping steroid berupa gastritis erosive. Sanmol di
berikan untuk meringankan gejala demam tinggi. Rimstar diberikan untuk
penanganan infeksi tuerculosa dan infeksi mikrobacterial oppurtunis tertentu.
Ceftriaxone diberikan untuk mengobati infeksi bakteri ,seperti meningitis.
Kalmethason merupakan jenis steroid yang diberikan untuk mengobati
peradangan.
Prognosis secara vitam pada pasien ini adalah bonam karena kesadaran
membaik, tidak ada peningkatan tekanan darah yang drastis, tidak ada gangguan
jantung dan paru-paru , serta temperatur tidak pernah mencapai hipereksia.
Prognosis functionam pasien ini adalah dubia ad bonam dalam follow up
ditemukan perbaikan fungsi motorik meningkat secara bermakna.
: 1. Penurunan Kesadaran
2. Hemiparese dextra flaccid
3. GRM
16
Diagnosis Topik
: Subarakhnoid-cerebri
Diagnosis Etiologi
: Meningitis TB
VII.PENATALAKSANAAN
VIII.
Elevasikepala30
O5L/mKanul
IVFDNaCL0,9%gttxx/m
Dietcair1700kkal
InjBroaced(ceftriaxone)2x2grIVharike6
InjKalmethason3x2ampIV
Sanmol3x500gtabviaNGT
Rimstar1x3tabviaNGT
InjOmeparazole1x40grIV
KonsulPDL
PasangNGT
Cekurinrutinulang
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia ad bonam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
17
18
19
20
3.3 Epidemiologi
Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
Insiden puncak terdapat rentang usia 6 12 bulan. Rentang usia dengan angka
mortalitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun (Wordpress, 2009).
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur : (Japardi Iskandar.
2002)
1. Neonatus : Escherichia colli, Streptococcus beta haemolyticus, Listeria
monositogens.
2. Anak di bawah 4 tahun : Haemophilus influenzae, Meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
3.4 Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku (kaku kuduk) yang disebabkan
oleh otot-otot ekstensor tengkuk yang mengenjang. Bila hebat, terjadi opistotonus
yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Selain itu kesadaran dapat menurun. Tanda kernig dan brudzinsky
positif (Harsono, 2005).
3.5 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piamater yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab tersering adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia (Harsono, 2005).
Meningitis purulenta adalah radang bernanah pada arakhnoid dan piamater
yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides (meningokok), Streptococcus
haemolyticus group A, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
21
22
23
otak
di
bawahnya,
sehingga
proses
sebenarnya
adalah
24
25
Gangguan miksi berupa retensi atau inkontinensia urin. Didapatkan pula adanya
gangguan kesadaran makin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh
pengobatan sebagaimana mestinya (Harsono, 2005).
3.5.1.8 Diagnosis
Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis,
keadaan sosio-ekonomi, imunisasi. Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk
meningitis tuberkulosis ditandai oleh tekanan intrakranial yang meningkat ;
muntah proyektil, nyeri kepala yang hebat dan progresif, penurunan kesadaran,
dan pada bayi tampak fontanel yang menonjol (Harsono, 2005).
Pungsi lumbal memperlihatkan cairan serebrospinal yang jernih, kadangkadang sedikit keruh atau ground glass appearance. Bila cairan serebrospinal
didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang labalaba. Jumlah sel antara 10 500 /ml dan kebanyakan limfosit. Kadang-kadang
oleh reaksi tuberkulin yag hebat terdapat peningkatan jumlah sel, lebih dari
1000/ml. Kadar glukosa rendah, antara 20-40 mg%, kadar klorida di bawah 600
mg %. Cairan serebrospinal dan endapan sarang laba-laba dapat diperiksa untuk
pembiakan atau kultur menurut pengecatan Ziehl-Nielsen atau Tan Thiam Hok
(Harsono, 2005).
Tes tuberkulin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil. Hasilnya
sering kali negatif karena anergi, terutama pada stadium terminal. Pemeriksaan
lainnya meliputi foto thoraks dan kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan CT
scan. Semuanya disesuaikan dengan temuan klinik yang ada, atau didasarkan atas
tujuan tertentu yang jelas arahnya (Harsono, 2005).
3.5.1.9 Diagnosis Banding
Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi sistemik
yang disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bakterialis lainnya perlu
dipertimbangkan secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program terapi
(Harsono, 2005).
3.5.1.10 Komplikasi
26
27
Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis 400
mg/hari.
3. Etambutol
Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari selama lebih
kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
4. Streptomisin
Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh digunakan
terlalu lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari.
5. Kortikosteroid
Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal
20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan
dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid lebih kurang
diberikan 3 bulan. Steroid diberikan untuk menghambat reaksi inflamasi,
menurunkan edema serebri, dan mencegah perlengketan meningens.
6. Pemberian tuberkulin intratekal
Pemberian tuberkulin intratekal bertujuan untuk mengaktivasi enzim lisosomal
yang menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.
Berbagai macam tuberkulostatika mempunyai efek samping yang beragam. Di
samping sifat autotoksik, streptomisin juga bersifat nefrotoksik. INH dapat
mengakibatkan neuropati, rifampisin dapat menyebabkan neuritis optika, muntah,
kelainan darah perifer, gangguan hepar, dan flu-like symptoms. Etambutol bersifat
hepatotoksik dan dapat menimbulkan polineuropati dan kejang (Harsono, 2005).
3.5.1.12 Prognosis
Bila meningitis tuberkulosis tidak diobati, prognosisnya menjadi buruk. Penderita
dapat meninggal dalam waktu 6 8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kecepatan
pengobatan dan stadium penyakit. Usia penderita juga mempengaruhi prognosis,
anak dibawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang
buruk (Harsono, 2005).
3.5.2 MENINGITIS PURULENTA
3.5.2.1 Definisi
28
29
Pada
meningitis
purulenta,
didapatkan
hasil
pemeriksaan
cairan
30
Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim
berikan campuran trimetoprim 80 mg dan sulfometoksazol 400 mg per infus 2 kali
1 ampul per hari, selama minimal 10 hari.
3.6.1 MENINGITIS VIRUS
3.6.1.1 Definisi
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps,
herpes simplek, dan herpes zoster (Wordpress, 2009).
Meningitis virus ini termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu
biasa, dan umumnya dapat sembuh sendiri. Frekuensi meningitis virus ini
biasanya meningkat di musim panas (Anonim, 2007).
3.6.1.2 Etiologi
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus
RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus
RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), mixovirus (influenza,
parotitis, dan morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan
retrovirus (AIDS) (Wordpress, 2009). Meningitis virus biasanya dapat sembuh
sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit) (Wordpress,
2009).
2.4.3 Manifestasi klinis
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningoensepalitis
akut
atau
ensepalitis
akut.
Derajat
ringan
akut
yang
pada
beberapa
keadaan
tidak
terdiagnosa
sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan
31
saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses
atau kista) (Wordpress, 2009).
3.7.1.2 Epidemiogi
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30% - 40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan
penurunan daya tahan tubuh (Wordpress, 2009).
3.7.1.3 Etiologi
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada
pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (Wordpress, 2009).
Cryptococcal dapat masuk ke tubuh saat menghirup debu atau kotoran burung
yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh
lain (Yayasan Spiritia, 2006).
3.7.1.4 Diagnosis
Uji pemeriksaan untuk menentukan Cryptococcal dapat dilakukan dengan
dua cara. Bahan yang dapat digunakan adalah darah atau cairan serebrospinal. Uji
pemeriksaan yang pertama disebut Tes CRAG untuk mencari antigen yang dibuat
oleh kriptokokus. Tes ini cepat dilakukan dan dapat memberikan hasil pada hari
yang sama. Tes kedua adalah tes biakan untuk mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes biakan ini membutuhkan waktu satu minggu
atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Selain itu cairan serebrospinal juga
dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India (Yayasan Spiritia, 2006).
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini di bahas seorang laki-laki berusia 22 tahun yang di rawat di
bagian syaraf RSMH karena mengalami penurunan kesadaran secara perlahanlahan. 6 hari yang lalu penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan, penderita tidur terus dan sulit untuk di bangunkan. Sejak 10 hari
yang lalu penderita mengalami nyeri kepala yang terus menerus, sejak 2 minggu
yang lalu penderita mengalami demam tinggi , mual/muntah ada, kejang (+)
berupa kejang umum tonik-klonik dengan frekuensi 1x berapa menit (keluarga
lupa pastinya) sebelum kejang penderita sadar ,kelemahan sesisi tubuh tidak ada,
mulut mengot tidak ada, bicara pelo belum dapat dinilai, gangguan sensibilitas
belum dapat dinilai (bdd). Riwayat TBC paru (+) diketahui dari hasil (rontgen dari
RS siloam), riwayat infeksi telinga tidak ada, riwayat kejang sebeumnya tidak
ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stressor tidak ada. Dari anamnesis dapat
dilihat adanya kronologis dimana defisit neurologis yang muncul semakin lama
semakin berat, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit
kepala ,mual muntah ,dan penurunan kesadaran. Terdapat pula tanda-tanda
terjadinya infeksi seperti demam tinggi dan kejang. Sehingga dari anamnesis
dapat disimpulkan diagnosis mengarah suatu proses yang akut progresif, terdapat
tanda-tanda infeksi, sehingga lebih mengarah pada suatu kecurigaan infeksi pada
intrakranial.
Pada pemeriksaan klinis neurologis di dapatkan hemiparese dextra flaccid
dan GRM , pada pemeriksaan rangsang meningeal di dapatkan kaku kuduk ,
kernig sign, dan lasegue positif sudah menandakan adanya infeksi/peradangan
33
pada selaput otak atau sub arachnoid terdapat benda asing seperti darah , maka
dapat merangsang selaput otak. Setelah dilakukan CT-scan terdapat edema serebri.
DD/ meningitis ;
adanya riwayat
34
Prognosis secara vitam pada pasien ini adalah bonam karena kesadaran
membaik, tidak ada peningkatan tekanan darah yang drastis, tidak ada gangguan
jantung dan paru-paru , serta temperatur tidak pernah mencapai hipereksia.
Prognosis functionam pasien ini adalah dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sitorus, D., 2005. Karakteristik Penderita Meningitis Rawat
Inap di RS
Santa Elisabeth Medan Tahun 2000-2004. FKM USU, Medan
2. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman
54-56.
3. Soetomenggolo T S, Ismael S, 1999, Buku Ajar Neurologi Anak, IDAI,
Jakarta, halaman 363- 371
4. http://sitemaker.umich.edu/mc12/files/meningitis8.jpg
5. http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/10/meningitis.
pdf
6. WHO, 2008. Meningitis Season 2007-2008: moderate levels
of
meningitis
activity.
http://www.who.int/emc/diseases/meningitis