Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MUHAMMAD AZIDAR

TUGAS IKM
KEKURANGAN ATAU KELANGKAAN
PERSEDIAAN AIR (WATER SUPPLIES /
SHORTAGES)
1. KELANGKAAN AIR
Kelangkaan air adalah minimnya jumlah air yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan di suatu wilayah. Kelangkaan air telah mempengaruhi setiap benua
kecuali Antartika, dan sekitar 2.8 miliar manusia hidup di daerah yang
mengalami kelangkaan air setidaknya sebulan dalam setahun. Lebih dari 1.2
miliar manusia memiliki akses terhadap air minum yang tidak mencukupi.
Kelangkaan air dapat disamakan dengan stres air, defisit air, dan krisis air.Stres
air dapat disebut juga kesulitan mendapatkan sumber air bersih untuk
digunakan pada periode waktu tertentu dan dapat memperparah kelangkaan
air.Kelangkaan air dapat disebabkan oleh perubahan iklim karena berubahnya
pola cuaca seperti terjadinya pergantian ekstrim antara kekeringan dan musim
banjir. Pencemaran air dan peningkatan jumlah populasi manusia yang
membutuhkan air juga menjadi penyebab kelangkaan air. Kelangkaan air dapat
merupakan hasil dari dua mekanisme, yaitu kelangkaan air secara fisik
dan kelangkaan air secara ekonomi. Kelangkaan air secara fisik dihitung
berdasarkan jumlah air yang tersedia secara alami dan kebutuhannya di suatu
wilayah. Kelangkaan air secara ekonomi dikarenakan kemiskinan yang terjadi
meski air tersedia secara mencukupi. Berdasarkan UNDP, kelangkaan air
secara ekonomi lebih sering terjadi karena perebutan air antara kebutuhan
rumah tangga, pertanian, industri, dan pelestarian lingkungan. Pengurangan
kasus kelangkaan air merupakan tujuan pemerintahan di berbagai negara di
dunia. PBB menekankan pentingnya akses terhadap air dan sanitasi bagi
penduduk suatu negara. Negara yang mengadopsi Millenium Development
Goals menyatakan bahwa pada tahun 2015 akan mengurangi kasus kelangkaan
air menjadi setengahnya.

2. STRES AIR
Lebih dari seperenam manusia di dunia hidup di daerah yang mengalami stres
air, yang berarti mereka tidak memiliki akses yang mencukupi ke air minum.
Sekitar 1.1 miliar jiwa dari manusia yang hidup dalam lingkungan stres air
berada di negara miskin dan berkembang. Wilayah atau negara disebut "stres
air" ketika suplai air tahunan berada di bawah 1700 kubik meter per orang per
tahun. Pada level di antara 1000 dan 1700 meter kubik per orang per tahun,
suplai air terjadi secara periodik. Di bawah 1000 meter kubik per orang per
tahun, kelangkaan air terjadi. Pada tahun 2006, 700 juta jiwa di 43 negara
hidup di bawah batas suplai air 1700 meter kubik per orang per tahun. Stres air
sedang meningkat di China, India, Afrika sub Sahara. Kawasan dengan wilayah
yang paling mengalami stres air adalah Timur Tengah dengan rata-rata suplai
air 1200 meter kubik per orang per tahun. Di China, lebih dari 538 juta orang
hidup di kawasan stres air di sekitar basin sungai di mana penggunaan sumber
daya air jauh melebihi tingkat pengembaliannya.Perubahan iklim diperkirakan
telah menjadi salah satu penyebab berkurangnya jumlah air tawar yang
tersedia. Perubahan iklim mlelehkan gletser lebih cepat dari tingkat
pengembaliannya, mengurangi jumlah air yang mengalir di sungai, dan
memperkecil danau. Di berbagai tempat, akuifer dipompa berlebihan. Meski air
tawar secara keseluruhan tidak dipompa secara habis, banyak sumber air tawar
yang telah tercemar sehingga tidak bisa digunakan sebagai air minum dan
untuk memenuhi kebutuhan pertanian dan industri. Petani harus berjuang untuk
mempertahankan produktivitas dengan jumlah air yang terbatas, sedangkan
perkotaan dan industri harus mencari cara untuk menghemat penggunaan air.
Sebuah studi yang dipubikasikan Journal of Climate menemukan bahwa di
sebelah tenggara Amerika Serikat, kelangkaan air terjadi lebih disebabkan oleh
peningkatan populasi. Setelah melakukan pengambilan data iklim dan cuaca
serta melakukan permodelan dengan laju peningkatan populasi manusia,
disimpulkan bahwa kondisi ini akan tetap terjadi.

3. KELANGKAAN AIR SECARA FISIK DAN EKONOMI


Kelangkaan air secara fisik adalah kondisi di mana sumber daya air tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan suatu wilayah atau negara, termasuk
air untuk memenuhi kebutuhan pelestarian ekologi. Kondisi ini juga terjadi di
wilayah di mana air terdapat dalam jumlah yang banyak namun dipompa
secara

berlebihan untuk

kebutuhan

lain seperti irigasi. Gejala yang

memperlihatkan kelangkaan air fisik mencakup degradasi lingkungan dan


turunnya tinggi muka air tanah. Kelangkaan air secara ekonomi disebabkan
oleh kurangnya investasi di infrastruktur dan teknologi untuk menyediakan air
bagi kebutuhan manusia. Adanya manusia yang masih mencari air dari tempat
yang jauh merupakan salah satu tanda adanya kelangkaan air secara ekonomi.
4. EFEK KELANGKAAN AIR BAGI LINGKUNGAN
Kelangkaan air memiliki berbagai dampak negatif bagi lingkungan.
Penggunaan air yang berlebih terkait erat dengan kasus kelangkaan air.
Kelangkaan air menyebabkan peningkatan kadar garam tanah, pencemaran
nutrisi, hilangnya rawa, dan penyusutan tepi sungai. Seama lebih dari seratus
tahun yang lalu, lebih dari setengah lahan basah di bumi telah hilang. Lahan
basah seperti rawa dan tepi sungai merupakan habitat yang penting
bagi mamalia, burung, ikan, amfibi, dan invertebrata, juga bagi manusia karena
berbagai jenis lahan pertanian (seperti sawah) dibangun di atas lahan basah.
Lahan basah juga berfungsi sebagai penyaring air dan perlindungan
dari banjir.Laut Aral merupakan contoh kasus di mana kelangkaan air akibat
irigasi berlebihan menyebabkan suplai air ke lokasi ini terhenti, menyebabkan
hilangnya 58 ribu kilometer persegi perairan, dan salinisasi tanah terjadi
sepanjang tiga dekade terakhir. Subsiden adalah "tenggelamnya" tanah secara
perlahan maupun tiba-tiba, dan merupakan petunjuk adanya kelangkaan air
tanah. Di Amerika Serikat diperkirakan 17 ribu mil persegi lahan telah
mengalami subsiden, dan 80 persen di antaranya merupakan hasil dari
penggunaan air tanah secara berlebihan.

5. BERKURANGNYA SUMBER DAYA AIR


Selain air permukaan seperti sungai dan danau, sumber air tawar lain seperti air
tanah dan gletser telah

menjadi

sumber

air

masyarakat

yang

dapat

diperhitungkan. Air tanahadalah air yang terkumpul di bawah permukaan tanah


dan dapat digunakan melalui sumur atau mata air. Air tanah terkumpul di
lapisan yang disebut dengan akuifer. Gletsermenyediakan air tawar setelah
meleleh. Gletser menyuplai air bagi danau dan sungai di berbagai tempat di
dunia. Karena pertumbuhan populasi manusia yang eksponensial menyebabkan
jumlah air yang digunakan dari kedua sumber ini juga meningkat.
Air tanah
Air tanah sebelum abad ke 20 merupakan sumber air yang jarang digunakan.
Pada tahun 1960an, penggunaan air tanah terus meningkat. Perubahan
pengetahuan, teknologi, dan pembiayaan memfokuskan pengembangan pada
usaha ekstraksi air tanah. Pertanian juga mulai menggunakan air tanah sebagai
sumber air irigasi dan mampu memperluas usaha produksi pangan hingga ke
daerah yang kering. Air tanah kini menyediakan air minum bagi setengah
populasi dunia. Sejumlah besar air yang tersimpan di bawah tanah di sebagian
besar akuifer memiliki kapasitas penyangga (buffer) sehingga dapat diambil
dengan batasan jumlah tertentu di musim kering tanpa menyebabkan masalah.
Hingga tahun 2010 rata-rata air tanah yang diambil sebanyak 1000 km kubik
per tahun dengan 67% digunakan di irigasi dan 11% untuk kebutuhan industri.
Negara dengan tingkat ekstraksi air tanah terbesar adalah India, China,
Amerika Serikat, Pakistan, Iran, Bangladesh, Meksiko, Arab Saudi, Indonesia,
dan Italia dengan total 72% dari seluruh air tanah yang diserap. Air tanah
menjadi sumber air yang penting untuk kehidupan manusia dan ketahanan
pangan bagi 1.2 hingga 1.5 miliar jiwa manusia di Afrika dan Asia.
Meski air tanah merupakan sumber yang cukup penting, satu masalah yang
menghinggapi ketersediaan air tanah adalah laju pengembalian air tanah
(replenishment) yang dibawah laju ekstraksinya. Ekstraksi berlebihan dapat
mengalihkan aliran air tanah yang sebelumnya menuju ke air permukaan
sehingga volume danau dan sungai menjadi mengecil. Hilangnya air tanah
dapat memicu salinisasi tanah, subsiden tanah, dan berkurangnya volume mata
air.

Gletser
Gletser diketahui merupakan sumber air yang cukup penting bagi berbagai
sungai di dunia. Peningkatan temperatur global telah memperlihatkan
dampaknya di seluruh dinia dengan berkurangnya cadangan air di dalam
gletser ini dan laju pelelehan yang lebih tinggi dibandingkan laju
pengembaliannya.Meski pelelehan gletser yang terjadi saat ini telah
meningkatkan jumlah suplai air permukaan, namun hilangnya gletser
membahayakan ketersediaan air secara jangka panjang pada masa depan.
Pelelehan gletser secara berlebihan juga dapat menyebabkan banjir hingga
meruntuhkan bendungan.

PERMASALAHAN KETERSEDIAANAIR BERSIH DAN SOLUSINYA


Permasalahan penyediaan air
Setiap musim kemarau, selalu muncul masalah kekeringan yang melanda
indonesia. salah satu provinsi yang mengalami kekeringan pada satu bulan
terakhir adalah Jawa Tengah. Kekeringan telah melanda sembilan kabupaten
yang meliputi 530 desa. Kabupaten yang mengalami kekeringan antara lain
Banjarnegara, Blora, Boyolali, Demak, Grobogan, Pati, Purbalingga,
Temanggung, dan Kabupaten Wonogiri. Kekeringan ini bahkan sering terjadi
pada kemarau normal untuk beberapa daerah seperti nusa tenggara. Krisis air
ini sering dianggap bukan permasalahan yang krusial, padahal permasalahan
krisis air ini memiliki potensi konflik yang luar biasa di masa depan,
khususnya bagi penduduk di pulau Jawa dan Bali. Tindakan pengendalian
untuk mengatasi masalah krisis air juga masih dilakukan dengan pendekatan
simptomatik dengan gaya instan. Ketika kekeringan terjadi, maka
penyelesaiannya hanya dengan distribusi air bersih melalui tangki air,
penyediaan pompa, pembiran air dan perbaikan jaringan irigasi. Gaya
pendekatan seperti ini sebenarnya tidak menyentuh pada akar permasalahan
secara menyeluruh. Sebaliknya masalah yang dihadapi akan muncul secara
berulang-ulang dan dalam intensitas yang semakin meningkat.
Berdasarkan data dari Kementerian Riset dan Teknologi, pada tahun 2000
secara nasional ketersediaan air permukaan hanya mencukupi 23% dari
kebutuhan penduduk. Sementara itu Pulau Jawa dan Bali kondisinya sudah

defisit air sejak tahun 1995. Saat musim kemarau di Jawa terjadi defisit air
sekitar 130 ribu juta meter kubik per tahunnya. Maka tidak aneh jika setiap
musim kemarau di Jawa dan Bali seringkali terjadi krisis air di beberapa
daerah.
Krisis air tersebut menyebabkan terganggunya stabilitas ketersediaan air
bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses air
sehingga harus berjalan berkilo-kilo untuk mendapatkan air. Air yang didapat
pun tak jarang memiliki kualitas dibawah standar. Penyediaan air minum di
Indonesia masih menjadi sesuatu yang kompleks.
Di Indonesia, salah satu kendala utama dalam penyediaan air bersih adalah
terbatasnya pasokan air. Sebagian besar PDAM beroperasi dengan
mengandalkan air baku dari air sungai. Sementara sungai yang ada sudah
banyak mengalami degradasi yang disebabkan kerusakan DAS, masalah
antropogenik, dan melemahnya perlindungan terhadap sungai. Faktor
perubahan iklim juga menyababkan trend (kecenderungan) debit sungai
mengecil secara signifikan. Sungai Bengawan Solo turun hingga 44,18 m 3/det,
Sungai Serayu turun hingga 45,76 m3/det, dan sungai Cisadane turun hingga
45,10 m3/det.
Pada musim kemarau, debit aliran dasar (base flow) sungai cenderung
sangat rendah sehingga mengakibatkan permasalahan baru seperti intrusi air
laut, krisis air, dan konflik dengan pengguna lain seperti untuk pertanian. Tidak
hanya kuantitas, dari segi kualitas pun mengalami penurunan. Berdasarkan data
kemetrian riset dan teknologi, sekitar 70% PDAM di Indonesia mengalami
penurunan kualitas air.
Teknologi NTP (Natural Treatment plant) yang diterapkan di Jerman
Penyediaan air minum di Indonesia sudah tidak bisa dikelola dengan
sistem bussines as usual. Mengambil air dari sungai, mengolah, dan
mendistribusikan kepada masyarakat. Dengan menurunnya kualitas dan
kuantitas air sungai yang mengalami degradasi akan menyebabkan biaya
operasional akan lebih tinggi. Hal ini akan berimbas dengan tingginya biaya
yang dibebankan kepada konsumen. Sehingga diperlukan inovasi teknologi
untuk mengatasi masalah ini.
Sutopo Purwo Nugroho, Peneliti Utama Bidang Hidrologi dan Konservasi
Tanah di BPPT & Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB untuk
sebuah media massa nasional di Jakarta menjelaskan, salah satu teknologi yang

perlu dikembangkan adalah Natural Treatment Plant (NTP), yakni menyadap


air langsung dari akuifer di dalam tanah dan mendistribusikan ke hilir. Lapisan
akuifer di daerah pegunungan digali atau dicoblos dengan pipa-pipa dan dibuat
terowongan bawah tanah. Pada terowongan tersebut disediakan lubang-lubang
untuk masuknya air tanah. Pengambilannya dilakukan seperti sumur biasa yang
lazim ditemui di Indonesia. Pipa-pipa horizontal yang menyebar mengelilingi
dasar sumur dipasang sepanjang 60 meter sehingga memperbesar kapasitas
penyadapan. Air sadapan tersebut akan ditampung di reservoar untuk
didistribusikan ke kota atau daerah
Konsep ini banyak diterapkan di Jerman.Sekitar 80% air minum dipasok
dari air tanah dan mata air yang disadap dengan teknologi NTP sehingga jarang
ditemukan instalasi penjernih air di Jerman. Di kota Munich, penyediaan air
melalui NTP mampu mengalirkan air hingga 6,5 m3/detik untuk mencukupi
1,5 juta jiwa dan industri. Pada penerapannya, Daereah Tangkapan Air (DTA)
harus diawasi secara serius. DTA seluas 6000 ha yang sebagian milik
pemerintah dan sebagian milik penduduk yang umumnya adalah peternak.,
dijaga dari pencemaran lingkungan. Petani dilarang menggunakan pupuk kimia
di DTA dan sebagai gantinya pemerintah memberikan kompensasi subsidi 250
euro per hektar dan petani diperbolehkan mengambil pupuk kompos yang
diproduksi secara lokal.
Keuntungan yang diperoleh sangat besar, karena tidak membutuhkan bahan
kimia untuk mengolah air minum. Selain itu tidak diperlukan pompa distribusi
karena letak reservoar berada di pegunungan. Kualitas air yang dihasilkan
sekelas natural mineral water. Kualitas dan kontinuitas terjamin, dan DTA
dapat dikonservasi.
Indonesia sebagai negeri yang memiliki banyak gunung api aktif maupun
non aktif sangat berpotensi untuk mengembangkan NTP. Topografi
pegunungan dan perbukitan yang banyak tersebar berpotensi menjadi menara
airn yang sangat besar. Namun pemanfaatan teknologi pencoblosan akuifer
masih sering diabaikan. Tidak aneh jika para pakar jerman, diantaranya Prof.
Dr. Cembrowiez dari Universitas Karlsruhe mengatakan Bagi Pulau Jawa
yang memiliki banyak daerah gunung api dan pegunungan dengan curah hujan
yang tinggi, seharusnya tidak perlu mengalami kesulitan air. Justru fenomena
aneh yang ada. Air yang begitu jernih keluar dari mata air dengan melimpah,
kemudian mengalir ke sungai dan dicemari oleh limbah pertanian, domestik,

industri, sampah hingga berwarna coklat dan berbau. Lalu diambil untuk air
baku, diolah, didistribusikan, dan dikonsumsi oleh masyarakat. Mengapa tidak
diambil di mata air saja dengan disadap lalu didistribusikan ke bawah?

Anda mungkin juga menyukai