Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ANALISIS JURNAL

MASALAH KESEHATAN UDARA

Disusun Oleh:
Era Rosela

(14602)

Sri Ningsih

(14604)

Wemy Setia W.

(14613)

Gesti Anita S.

(14617)

Aprilia Purwatiningsih

(14619)

Wahida Shintaradita

(14622)

Erii Tri P.

(14624)

Arif Annurrahman

(14626)

Eka Puji Nurlailli

(14627)

Nur Indah Permata S.

(14628)

Prisca Tara P.

(14629)

Shinta Restu Wibawa

(14630)

Dwi Novita W.

(14632)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
A.

Latar Belakang.............................................................................. 4

B.

Rumusan Masalah.........................................................................5

C. Tujuan........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................6
A.

Pencemaran Udara.......................................................................6

B.

Pencemaran Udara Oleh Timbal...................................................6

C. Dampak Timbal Terhadap Kesehatan............................................8


BAB III................................................................................................... 10
Jurnal II:............................................................................................. 12
Jurnal III............................................................................................. 13
Jurnal IV............................................................................................. 15
BAB IV.................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 19

BAB I
PENDAHULUAN
Contoh Kasus:

A.

Latar Belakang
Meningkatnya aktivitas transportasi, industri dan kegiatan lain yang

menghasilkan emisi pencemar udara serta gas rumah kaca di wilayah perkotaan
berdampak pada perubahan kualitas udara kota. WHO memperkirakan sekitar
70% penduduk kota di dunia pernah sesekali menghirup udara tercemar, bahkan
hasil studi di AS menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara
berjumlah antara 50.000 dan 100.000 per tahun (Susanto, 2005). Kualitas udara
yang kurang bersih di daerah perkotaan juga dikaitkan dengan semakin
meningkatnya jumlah kendaraan yang sepanjang hari memadati jalan.
Berdasarkan pemantauan dari pencemaran udara di perkotaan, emisi
transportasi terbukti sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi di
Indonesia, yakni sebesar 85% (Gusnita, 2012). Sumber polusi udara terbanyak
berasal dari transportasi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
bensin ataupun solar yang melepaskan Pb ke udara. Berdasarkan estimasi, sekitar
80-90 % Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin mengandung Pb.
Menurut Environment Projeck Agency, sekitar 25% logam berat timbal (Pb) tetap
berada dalam mesin dan 75% lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot.
Emisi Pb dari gas buangan tetap akan menimbulkan pencemaran udara di
manapun kendaraan itu berada, sebanyak 10% akan mencemari lokasi dalam
radius <100 m, 5% akan mencemari lokasi dalam radius 20 km dan 35% lainnya
terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh (Surani 2002 dalam Gusnita 2012).
Sumber polutan dari emisi gas buang kendaraan transportasi jalan yang terdiri dari
unsur O3 (ozon), CO (Karbon Monoksida), NO 2 (natrium dioksida), SO2 (sulfur
dioksida), Pb (plumbum atau timah hitam) dan PM (partikulat) dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (Denny, L., 2009).
Polutan Pb akan memberikan dampak terhadap kesehatan terutama pada
pertumbuhan anak. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu
makan, muntah atau diare akut, lelah, sakit kepala dan gangguan penglihatan
(Abidin dan Sunardi, 2009). Penelitian oleh Albalak et al. (2003) yang dilakukan
di Jakarta, menemukan bahwa seperempat dari anak-anak sekolah di Jakarta
memiliki kandungan timbal dalam darah berkisar 10-14.9 ug/dL, yang mana
melampaui batas yang di tetapkan oleh Pusat Pengontrolan dan Pencegahan

Penyakit Amerika Serikat yaitu kurang dari 10 ug/dL. Kandungan timbal darah
>10 ug/dL juga ditemukan pada anak-anak yang hidup di daerah yang padat
dengan lalu lintas. Melihatnya dampak yang ditimbulkan akibat timbal tersebut,
perlu adanya upaya pencegahan untuk meminimalisir masalah kesehaan yang
mungkin timbul akibat timbal.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dampak pencemaran udara oleh timbal terhadap
kesehatan?
2. Bagaimanakah penanganannya untuk mengurangi masalah kesehatan
akibat timbal?

C.

Tujuan
1. Mengetahui dampak pencemaran udara oleh timbal terhadap kesehatan
2. Mengetahui penanganan untuk mengurangi masalah kesehatan akibat
paparan timbal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999, pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya
Indeks

Standar

Pencemar

Udara

(ISPU)

adalah

angka

yang

menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu, yang ditetapkan


dengan mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, bangunan dan nilai estetika. Parameter ISPU meliputi
partikulat (PM10), Sulfur dioksida (SO2) masing-masing dalam 24 jam, karbon
monoksida (CO) dalam 8 jam, nitrogen dioksida (NO 2) dan Ozon (O3) masingmasing dalam 1 jam. Kategori dan rentang ISPU serta pengaruhnya dapat dilihat
pada gambar 1.
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dapat menyebabkan
gangguan secara lokal seperti gangguan pada sistem pernapasan maupun
gangguan secara sistemik (Girsang, 2008). Penderita penyakit akibat pencemaran
udara paling banyak dialami anak-anak. Anak-anak yang tinggal di kota dengan
tingkat pencemaran udara lebih tinggi cenderung memiliki berat badan yang
rendah dan mempunyai paru-paru yang lebih kecil (Susanto, 2005).

B. Pencemaran Udara Oleh Timbal


Konsentrasi tertinggi dari timbal di udara ambien ditemukan pada daerah
dengan populasi yang padat. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang
sangat padat mengandung timbal yang lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan
yang kepadatan lalu lintasnya rendah. Asap kendaraan bermotor mengandung

timbal/timah hitam (Pb) yang akan mencemari lingkungan udara (Abidin dan
Sunardi, 2009).

Gambar 1. Kategori, rentang dan pengaruh ISPU

Emisi Pb kedalam atmosfir dapat berbentuk gas yang berasal dari buangan
gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut berasal dari senyawa tetraetil-Pb yang
selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor (Ardyanto, 2005).
Timbal dalam bentuk organik dipakai dalam industri perminyakan. Alkil timbal
(TEL/timbal tetraetil dan TML/timbal tetrametil) digunakan sebagai campuran
bahan

bakar

bensin.

Funginya

selain

meningkatkan

daya

pelumasan,

meningkatkan efisiensi pembakaran juga sebagai bahan aditif anti ketuk (antiknock) pada bahan bakar yaitu untuk mengurangi hentakan akibat kerja mesin
sehingga dapat menurunkan kebisingan suara ketika terjadi pembakaran pada
mesin kendaraan bermotor (Palar, 2004).
Tidak hilangnya Pb dalam pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah
Pb yang terbuang ke udara melalui asap buangan kendaraan bermotor menjadi
sangat tinggi. Pada pembakaran bensin, timbal akan tertinggal di udara 20%
sampai 50% (Abidin dan Sunardi, 2009). Sesuai PP No. 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara, nilai baku mutu Pb diudara dalam 24 jam adalah
sebesar 2 g/Nm3 dan untuk 1 tahun adalah sebesar 1 g/Nm3.
Logam Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan
kesehatan dan merusak lingkungan . logam Pb yang terhirup oleh manusia setiap
hari akan diserap, disimpan dan kemudian ditampung dalam darah. Tidak semua
Pb yang terhisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal didalam tubuh.
Kira-kira 5-10% dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran
pencernaan, dan kira-kira 30% dari jumlah yang terhisap melalui hidung akan
diabsorbsi melalui saluran pernapasan akan tinggal di dalam tubuh karena
dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya (BPLHD, 2009 dalam Gusnita
2012).

C. Dampak Timbal Terhadap Kesehatan


Kadar timah hitam dalam darah merupakan indikator pemaparan yang
paling sering digunakan sebagai paparan eksternal dan menjadi penunjuk
langsung timbal yang masuk ke dalam tubuh. Selain dari darah, kadar timah hitam
juga dapat diketahui dari urin, lebih kurang 75-80% timbal diekskresikan melalui

urin dengan cepat (Woro, 1997 dalam Girsang 2008). Kadar normal Pb dalam
darah orang dewasa rata-rata adalah 10-25 g/100 ml. Berdasarkan standar WHO
kandungan Pb >80 g/100 ml membahayakan bagi kesehatan. Pada anak-anak,
kadar yang diperkenankan oleh Centre for Disease Control (CDC) adalah 10
g/100 ml (Sunoko et al., 2011). Kadar timbal dalam darah dapat diukur dengan
metode Atomic Absorbption Spectrofometer (AAS).
Timbal yang diabsorpsi dari saluran pernapasan, pencernaan atau kulit
akan diangkut oleh darah ke organ-organ lain. Sekitar 95% timbal dalam darah
diikat oleh sel darah merah, 5% dalam plasma darah. Timbal diekskresi melalui
beberapa cara antara lain melalui urin (75-80%), feses (15%), keringat dan ASI.
Waktu paruh timbal dalam darah kurang lebih 36 hari, pada jaringan lunak 40
hari, sedangkan pada tulang lebih dari 25 tahun. Ekskresi timbal berjalan lambat,
hal ini menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh.
Timah hitam (Pb) sangat membahayakan kesehatan misalnya gangguan
pada sistem pembentukan sel-sel darah, dapat memperpendek umur sel darah
merah, menyebabkan anemia, bahkan dapat menurunkan kualitas intelegensi pada
anak-anak. Pb yang terakumulasi dalam tubuh dapat merusak organ-organ penting
bahkan bisa merusak kualitas keturunan (Abidin dan Sunardi, 2009). Pengaruh
timbal pada kesehatan anak sangat banyak sekali termasuk diantaranya
mengurangi perkembangan IQ, hiperakif, susah dalam belajar, masalah dalam
bersikap seperti kurang peduli dan agresif, kerusakan alat pendengaran dan
gangguan pertumbuhan (Meyer et al 2003).

BAB III
ANALISIS JURNAL

Jurnal I:
Judul: Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Timbal (Pb) dalam Darah Sopir
Koperasi Angkutan Kota Mahasiswa dan Umum (Kakmu) Trayek 05 Kota
Makassar
Sopir angkutan umum memiliki risiko tinggi untuk terpapar timbal yang
berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah ada hubungan antara umur, masa kerja, lama kerja,
lama paparan dan kebiasaan merokok dengan kadar timbal dalam darah Sopir
Koperasi Angkutan Kota Mahasiswa dan Umum (KAKMU) trayek 05 Kota
Makassar. Kadar timbal dalam darah dalam penelitian ini diukur menggunakan
metode Atomic Absorbption Spectrofometer (AAS).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 58,1% responden (18 orang)
memiliki kadar timbal dalam darah dalam rentang tidak normal yaitu lebih dari
(>25g/dl).

Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa responden mengalami


gangguan kesehatan yang mirip dengan gangguan keracunan timbal. Sebanyak
83,9% responden mengalami gejala sakit kepala, 48,4% mengeluhan lead line,
29% lainnya menyatakan mulut terasa logam, nafsu makan berkurang dialami
oleh 9,7% responden dan nyeri perut, kram serta sembelit dialami 12,9%
responden.

Dari hasil penelitian ini

diketahui ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kadar timbal dalam darah antara lain:


1. Masa kerja dan lama kerja
Semakin lama masa kerja kandungan timbal dalam darah semakin tinggi.
Hubungan antara masa kerja dengan kandungan timbal ini ditunjukkan
dengan uji statistik p= 0,004 dan p= 0,003 untuk hubungan antara lama
kerja dengan kadar timbal dalam darah. Hasil ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Sumamur (2009) yang menyatakan bahwa memperpanjang
waktu kerja dari yang telah ditentukan biasanya akan disetai dengan
efisiensi kerja, timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan serta
keterpaparan terhadap bahan-bahan berbahaya di tempat kerja yang
meningkat.

2. Kebiasaan merokok
Uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kandungan timbal dalam darah yang ditunjukkan dengan nilai p=
0,008. Kebiasaan merokok berkontribusi terhadap tingginya kandungan di
dalam darah karena rokok juga memiliki kandungan timbal. Kebiasaan ini
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, metabolisme dan kerusakan
pada otak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Dea (2010) yang menyatakan bahwa masa kerja, lama
paparan dan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap kadar timbal dalam
darah pada sopir trayek Sentral Daya kota Makassar.

Jurnal II:
Judul: Pengaruh Lama Waktu Pajan Terhadap Kadar Timbal (Pb) dalam Makanan
Jajanan Gorengan di Lingkungan Workshop Universitas Hasanuddin Makassar.
Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui kadar timbal dalam makanan
jajanan gorengan yang dijajakan di Workshop Unhas Makassar. Dalam penelitian
ini digunakan alat Spektofotometer Serapan Atom untuk menguji kadar timbal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makanan yang dipaparkan selama < 1
menit mengandung kadar timbal sebesar 0,00065 g/g, 0,00253 g/g untuk
pemaparan selama 2 jam, 0,00783 g/g untuk pemaparan selama 3 jam dan
0,00771 g/g untuk pemaparan selama 4 jam. Dari hasil ini terlihat bahwa semua
sampel memenuhi ambang batas yang telah ditetapan oleh BPOM, yaitu tidak
lebih dari 0,25 g/g.
Kadar timbal dalam sampel A yaitu gorengan yang diambil < 1 menit
setelah diangkat dari penggorengan memiliki kadar timbal paling rendah yaitu
sebesar 0,00065 g/g . Hal ini disebabkan waktu terpajannya yang singkat yaitu <
1 menit sehingga kemungkinan kontaminasi timbal oleh udara luar sangat kecil.
Jumlah kendaraan yang melewati jalan Workshop juga belum terlihat ramai pada

pukul 09.00-10.00 dan pukul 100.00-11.00 waktu dimana gorengan sampel B dan
C dipaparkan. Hal ini menyebabkan paparan makanan terhadap timbal masih
kecil. Kadar timbal paling tinggi terdapat pada sampel D dengan waktu paparan 3
jam. Kadar timbal pada sampel D tinggi dikarenakan kepadatan kendaraan yang
melintas meningkat sehingga paparan terhadap timbal juga meningkat.
Penelitian ini menyimpulkan semua pisang goreng memenuhi syarat
menurut BPOM tahun 2009 yaitu sebesar 0,25 g/g dan peningkatan kadar timbal
dalam pisang goreng berbanding lurus dengan lama waktu pajannya meskipun
peningkatannya tidak signifikan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Marbun (2009) yang menyatakan bahwa seluruh sampel gorengan yang dijajakan
di pinggir jalan mengandung logam berat timbal (Pb) dimana semakin lama waktu
gorengan terpapar bahan pencemar, semakin tinggi pula kadar timbalnya. Peneliti
menyarankan agar sebaiknya tidak berlebihan dalam mengkonsumsi gorengan dan
tidak mengkonsumsi gorengan yang telah terpapar lingkungan terbuka lebih dari 3
jam.

Jurnal III
Judul: Kandungan Timbal dalam Darah dan Dampak Kesehatan pada Pengemudi
Kota AC dan Non AC di Kota Surabaya
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai
Agustus 2006. Respondenn terdiri dari 30 pengemudi bus DAMRI yang terbagi
menjadi 15 bus AC dan 15 bus non AC yang beroperasi pada rute yang sama.
Hasil dan Pemahasan:
1. Perbedaan antara kandungan timbal udara dalam bus kota AC dan bus kota non
AC
Rata-rata kandungan timbal pada bus non AC sebesar 0,00286 g/m3,
sedangkan pada bus kota AC sebesar 0,00143 g/m3. Kadar ini masih di bawah

nilai ambang normal yang ditentukan oleh OSHA yaitu sebesar0,05 g/m3.
Pada bus kota AC, nilai kandungan timbalnya lebih rendah, hal ini
kemungkinan disebabkan karena filter yang ada pada AC, jendela yang selalu
ditutup, dan pintu yang segera ditutup jika penumpang masuk.
2. Perbedaan kandungan timbal dalam darah pengemudi
Kandungan timbal dalam darah pengemudi bus kota non AC berkisar
antara 36,3789-55,3604 g/100 ml dan rata-rata 49,3702 g/100 ml, sedangkan
pada bus kota AC berkisar antara 22,3304-48,2756 g/100 ml dan rata-rata
31,3972 g/100 ml. Batas normal timbal dalam darah adalah 40 g/100 ml.
Pada pengemudi bus kota AC terdapat 80% yang kadarnya kurang dari 30
g/100 ml dan 20% yang kadar timbalnya lebih dari atau sama dengan 40
g/100 ml. Pada pengemudi bus kota non AC terdapat 13,3% yang kadarnya
kurang dari 30 g/100 ml, dan 86,7% yang kadar timbalnya lebih dari atau
sama dengan 40 g/100 ml. Diantara pengemudi bus kota AC terdapat 6,7%
dan pengemudi bus kota non AC 73,3% yang kadar timbal dalam darahnya
lebih dari atau sama dengan 50g/100ml, sehingga seharusnya yang
bersangkutan dipindahkan sementara ke trayek lain. Pengemudi bisa kembali
bekerja pada trayek yang melewati jalur padat lalu lintas bila kadar timbal
dalam darahnya sudah kurang dari 40 g/100 ml (NOHSC, 1994).
3. Gangguan kesehatan akibat timbal pada pengemudi bus kota
Rata-rata kandungan hemoglobin pengemudi bus kota AC lebih tinggi
daripada pengemudi buskota non AC. Batas normal kadar hemoglobin darah
adalah 13,5 g/100 ml, bila pengemudi terpajan timbal akan terjadi penurunan
kadar hemoglobin yang pada akhirnya dapat mengalami anemia. Pada
pengemudi bus kota non AC yang kadar hemoglobinnya melebihi kadar normal
sebesar 60% sedangkan pada pengemudi bus kota AC sebbesar 26,7%.
Pengemudi bus kota AC yang kadar hemoglobinnya kurang dari normal
jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan pengemudi bus kota AC.

Pengemudi bus kota non AC yang mengalami hipertensi berdasarkan


tekanan sistole sebesar 53,3% sedangkan pengemudi bus kota AC sebesar 40%.
Pengemudi bus kota non AC yang mengalami hipertensi berdasarkan tekanan
diastole sebesar 53,3% sedangkan pengemudi bus kota AC sebesar 40%.
Pengemudi bus kota non AC yang mengalami keluhan sakit kepala sebesar
60%, sedangkan pengemudi bus kota AC sebesar 40%. Pengemudi bus kota
non AC yang mengalami keluhan sukar konsentrasi sebesar 40%, sedangkan
pengemudi bus kota AC sebesar 13,3%.
Pengemudi bus kota non AC yang mengalami keluhan sakit pada otot dan
tulang sebesar 60%, sedangkan pengemudi bus kota AC sebesar 20%.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua pengemudi bus kota AC
maupun non AC tidak mempunyai keluhan tremor, berkurangnya nafsu makan,
rasa nyeri pada lambung, dan tidak lancar buang air besar.
Kesimpulan
Disimpulkan bahwa kandungan timbal udara dalam bus kota AC lebih
rendah daripada bus kota non AC. Kandungan timbal dalam darah pengemudi
bus kota AC lebih rendah daripada pengemudi bus kota non AC. Gangguan
kesehatan akibat pajanan timbal yang dialami pengemudi bus kota adalah
menurunnya kadar hemoglobin darah, hipertensi (tekanan darah sistole dan
diastole), sakit kepala, menurunnya daya ingat, sukar berkonsentrasi, dan sakit
pada otot dan tulang.

Jurnal IV
Judul: Pencegahan Keracunan Timbal Kronis pada Pekerja Dewasa dengan
Suplemen Kalsium
Timbal dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia walaupun
dalam kadar yang lebih rendah dari kadar maksimum dalam darah yang
diperbolehkan. Karena itu, perlu dicari suatu cara yang dapat menurunkan kadar
timbal dalam darah, khususnya pada orang dewasa. Kelompok masyarakat yang

mempunyai risiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis dari udara adalah
pekerja yang bekerja di pinggir jalan raya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis efek suplemen kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pada
pekerja dewasa. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimen dengan
community trial design dimana subjek penelitian sebanyak 150 orang terdiri atas
75 orang kelompok kontrol dan 75 orang kelompok perlakuan dengan
memberikan suplemen kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg per hari selama tiga
bulan. Pengukuran kadar timbal dalam darah dilakukan dengan mempergunakan
Spectrofotometer oleh petugas Laboratorium Klinik sebelum pemberian kalsium
dan tiga bulan sesudahnya. Partisipan yang mengikuti penelitian secara teratur
sebanyak 87 orang terbagi atas kelompok kontrol sebanyak 46 orang dan
kelompok perlakuan sebanyak 41 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
kadar timbal dalam darah (KTD) awal pada kelompok perlakuan 10,35 g/dL;(2)
pemberian kalsium dengan dosis 3 x 500 mg sehari selama 3 bulan dapat
menurunkan KTD secara bermakna. Penelitian ini menemukan bahwa tablet
kalsium dapat dipergunakan untuk menurunkan kadar timbal dalam darah pekerja
dewasa.

BAB IV
PENUTUP
A. Implikasi Keperawatan
1. Perawat sebagai edukator
Perawat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya
dan dampak timbal terhadap kesehatan serta pencegahannya.
2. Perawaan sebagai pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai
upaya preventif dan deteksi dini gangguan kesehatan yang ditimbulkan
akibat timbal.
3. Perawat sebagai konselor
Perawat memberikan saran, kritik dan masukan baik untuk masyarakat
atau pemerintah untuk mengurangi dampak akibat timbal.
4. Perawat sebagai advokator
Perawat mengembangkan isu mengenai bahaya timbal dan turut
berperan dalam mengupayakan status kesehatan masyarakat agar
terhindar dari bahaya timbal
B. Saran
1. Bagi masyarakat
a. Mengutamakan upaya pencegahan agar terhindar dari bahaya
timbal.
b. Melakukan pemeriksaaan kesehatan secara rutin
c. Mengajak masyarakat lain untuk peduli terhadap bahaya dan
dampak timbal dan melakukan pencegahan.

2. Bagi petugas kesehatan


a. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dari timbal
b. Mengajak masyarakat untuk melakukan pencegahan agar terhindar
dari gangguan kesehatan akibat timbal
c. Turut berupaya dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat
3. Bagi pemerintah
a. Melakukan upaya untuk meminimalisir bahaya akibat timbal
b. Mendukung upaya promotif dalam rangka mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat timbal
c. Memberikan perhatian terhadap status kesehatan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., dan Sunardi., 2009., Yogyakarta Air Borne Quality Based On The
Lead Particulate Concentration., Indo. J. Chem., 9 (3): 425-431
Ardyanto, Denny., 2005., Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah
Masyarakat Yang Terpajan Timbal (Plumbum)., Jurnal Kesehatan
Lingkungan, (2),1: 67-76.
Bada, Sam Sam Eka, Muhammad Rum Rahim, Andi Wahyuni. 2014. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Kadar Timbal (Pb) dalam Darah Sopir
Koperasi Angkutan Kota Mahasiswa dan Umum (KAKMU) Trayek 05 Kota
Makassar. Makassar. Universitas Hasanuddin.
Dea. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Timbal (Pb) dalam
Darah Sopir Angkutan Umum Trayek Sentral Daya Makassar. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Denny L., 2009., Kajian Konsepsi Kebijakan Mengurangi Emisi Polutan
Transportasi Jalan di Perkotaan Indonesia Guna Memelihara Kualitas
Udara dan Kesehatan Masyarakat Dalam Perspektif Pembangunan
Transportasi Berkelanjutan, 21 (2) tahun 2009
Girsang, Ermi., 2008., Hubungan Kadar Timbal Di Udara Ambien Dengan Timbal
Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota
Medan., Tesis., Medan: Sekolah Pascasarjana USU.
Gusnita, Dessy., 2012., Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Di Udara Dan
Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal., Berita Dirgantara, 13 (3): 95-101
Hasan, Wirsal., 2012., Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja
Dewasa Dengan Suplemen Kalsium., Makara, Kesehatan., 16 (1): 1-8
http://green.kompasiana.com/polusi/2013/01/02/tingkat-pencemaran-udaraindonesia-tertinggi-ketiga-di-dunia-bagaimana-cara-mengatasinya520856.html
http://harianmetro.co.id/index.php/2013-02-18-09-04-32/kesehatan/15533-tiaptahun-200-ribu-orang-meninggal-akibat-polusi-udara#.VIMX_8nAmiQ
Marbun, N B. 2009. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan
Berdasarkan Lama Waktu Pajanan yang Dijual di Pinggir Jalan Pasar I
Padang Bulan Medan Tahun 2009. Jurnal Kesehatan, 1 (2), hal. 12-25.

Palar., 2004., Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat., Jakarta:Rineka Cipta.


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, Jakarta
Reffiane, F., Arifin, M. N., Santosa B., 2011., Dampak Kandungan Timbal (Pb)
Dalam Udara Terhadap Kecerdasan Anak Sekolah Dasar., Semarang.
Suciani, S., 2007., Kadar Timbal Dalam Darah Polisi Lalu Lintas Dan
Hubungannya Dengan Kadar Hemoglobin., Tesis., Semarang: Program
Pascasarjana UNDIP.
Sudharto, P. Hadi., 2007., Transportasi Berwawasan Lingkungan, Guru Besar
Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro., Semarang.
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Toko
Gunung Agung.
Sunoko, H.R., Hadiyarto, A.,dan Santoso, B., 2011. Dampak Aktivitas
Transportasi Terhadap Kandungan Timbal (Pb) Dalam Udara Ambien Di
Kota Semarang., Bioma, 1 (2): 56-67
Susanto, J.P., 2005., Kualitas Udara Beberapa Kota Di Asia (monitoring
kansungan SO2 Udara ambien dengan Passive Sampler)., J. Tek. Ling.,
P3TL-BPPT., 6 (1): 324-329

Anda mungkin juga menyukai