PENDAHULUAN
secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-paru dan
mungkin
terjadi
ketika
infeksi
primer. Pemeriksaan
radiografi
thorak,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal
yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman
spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra
sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia
(Tandiyo, 2010).
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula
dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral
osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh
dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya
dikarenakan penyakit ini. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh
Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara
kelemahan anggota gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi
hal
tersebut
tidak
dihubungkan
dengan
basil
tuberkulosa
hingga
2.2 Epidemiologi
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan
biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di Negara tersebut. Saat ini
spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia,
dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan
masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju
insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30
tahun terakhir (Craig, 2009).
Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini
mengalami peningkatan pada populasi imigran, tuna wisma lanjut usia dan
pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV . Di Amerika Utara, Eropa dan
Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia ratarata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai
anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini mengalami
perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi
tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong (Lieberman, 2009).
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang
dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang
atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi
untuk menahan beban (w eight bearing) dan mempunyai pergerakan yang
cukup besar lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.
Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang
paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti
kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,
sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T X) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari w eight bearing mencapai maksimum, lalu
dikuti dengan area servikal dan sacral (Zychowicz, 2010).
2.3 Etiologi
Penyakit
spondilitis
tuberculosa
disebabkan
oleh
Mycobacterium
yang
konvensional.
Teknik
Ziehl-Nielson
digunakan
untuk
pada
penderita
karakteristikMycobacterium
HIV.
tuberculosis
Produksi
dan
dapat
niasin
merupakan
membantu
untuk
2.4 Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk
maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB
dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga delapan
minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami
reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna.
Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit
ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya
mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian
depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya
terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra
sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya
kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap
pada
vertebra
yang
bersangkutan,
tuberkulosis
akan
terus
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini
dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis
ligament yang lemah (Vitriani, 2002).
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis
dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat
dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal
sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat
trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya
tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral,
berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal
dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke
daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada
trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun, 2008)
Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas
dan tengah, tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan
antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya
pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis.
Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi
medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal VIII
sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan
paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara
medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai
melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di
daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas
lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari
bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih
sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal. Kerusakan medulla spinalis
akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu (Mclain et al., 2004):
1.
2.
3.
4.
saraf sensoris.
gerak/aktivitas
penderita
serta
hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott
paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia
terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya
granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak
aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif
dari
jaringan
granulasi
tuberkulosa.
Tuberkulosis
2.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Thorakolumbal
Pemeriksaan radiologis merupakan suatu pencitraan yang ideal harus dapat
memberikan keterangan mengenai:
Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi
Seberapa jauh destruksi tulang telah terjadi, apakah hanya terbatas pada kolumna
anterior atau sudah mencapai kolumna posterior
Ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, termasuk pembentukan abses dan
sekuesterisasi diskus interverbralis
Ada tidaknya kompresi medula spinalis dan tingkat keseriusannya
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus
vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara
Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin
terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah
sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi
suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah
menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk
baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu (Craig, 2009).
10
Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
Abses dingin.
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang
berbentuk kumparan (Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2 (Newanda, 2009)
Gambar 2.3 Seorang laki-laki dengan spondylitis tuberkulosa mengalami low back pain
(LBP) selama 5 bulan. Gambaran radiografi nteroposterior (A) dan lateral (B)
menunjukkan adanya destrukdi corpus vertebra lumbal ! dan II dengan hilangnya discus
intervertebralis. Destruksi corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus, yang
menyebabkan deformitas khas berupa gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang merupakan
ciri khas dari infeksi tuberkulosa (Shanley, 1995)
Gambar 2.4 Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan infeksi tuberculosis pada vertebra
thoracalis. Gambaran radiografi lateral pada corpus vertebra thoracalis menunjukkan
destruksi total dari corpus vertebra thoracalis VI yang menyebabkan deformitas plana
pada vertebra. Diskus intervertebralis yang berdekatan tidak tervisualisasi dengan baik.
Terdapat pula destruksi dari corpus vertebra thoracalis VII bagian anterior dan posterior
sehingga menyebabkan deformitas gibbus (Shanley, 1995)
11
Gambar 2.5 Seorang laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. A. gambaran
radiografi lateral dari vertebra lumbal menunjukkan erosi fokal (tanda panah) pada aspek
antero-superior dari corpus vertebra lumbal IV. Subtle erosion juga terdapat pada endplate
vertebra lumbal III antero-inferior. B. gambaran radiografi didapat 3 bulan sebelumnya
menunjukkan perubahan erosi pada corpus vertebra, sklerosis pada end plate vertebra,
hilangnya discus intervertebralis yang berdekatan, tampak suatu massa jaringan lunak
pada bagian anterior (tanda panah), dan ada pembentukan gibbus awal (Shanley, 1995).
Gambar 2.6 Pria berusia 18 tahun dengan abses paraspinal tuberkulosa. Gambaran
radiografi thorax menunjukkan fusiform soft-tissue swelling (tanda panah) pada regio
thorax bawah yang menunjukkan adanya abses tuberkulosa paraspinal (Shanley, 1995).
b. Pemeriksaaan CT-scan
CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan
mendeteksi lesi lebih dini dibandingkan foto polos. Pada suatu penelitian,
didapatkan 25% penderita memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT scan
dan MRI. CT scan secara efektif dapat melihat kalsifikasi pada abses jaringan
12
lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi
(Newanda, 2009).
Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian
menyebar sehingga vertebra kolaps dan terjadi herniasi diskus ke dalam vertebra
yang hancur. CT scan dapat menggambarkan keterlibatan elemen posterior
bilateral akan berakibat instabilitas tulang belakang sehingga tindakan operatif
merupakan indikasi dan prosedur anterior strut grafting mungkin tidak adekuat
sehingga dibutuhkan instrumentasi posterior (Newanda, 2009).
o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra
(panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih) (Newanda, 2009).
Gambar 2.7 Pria berusia 42 tahun dengan infeksi tuberkulosa pada sacrum. Unenhanced
CT scan dari pelvis menunjukkan destruksi dari bagian anterior sacrum dan abses
tuberkulosa luas pada presacral (tanda panah putih). Terdapat pula sequestrum (tanda
panah hitam (Shanley, 1995)
13
Gambar 2.8 Pria berusia 45 tahun dengan tuberculosis yang melibatkan vertebra
thoracalis. A. Gambaran posterior dari whole-body CT scan menunjukkan peningkatan
uptake radionuclide pada vertebra thoracalis bagian tengah dan bawah. B. Axial singlephoton emission CT scan menunjukkan keterlibatan corpus vertebra dan meluas sampai
bagian posterior (tanda panah) yang tidak tampak pada foto polos (Shanley, 1995).
Gambar 2.9 Laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. Pada CT scan dengan
kontras abdomen menunjuuka destruksi litik pada bagian anterior dari corpus vertebra
lumal I (tanda panah hitam) dan pembentukan abses pada paraspinal terdekat dan psoas
kanan (tanda panah putih) (Shanley, 1995).
14
15
Gambar 2.12 Gambar 6, laki-laki usia 43 tahun dengan spinal tuberculosis. Penyengatan
kontras CT-scan abdomen menunjukkan destruksi litik dari bagian anterior corpus
vertebrae lumbal I (panah hitam) dan pembentukan abses di psoas kanan dan paraspinal.
Gambar 7, laki-laki 42 tahun dengan spondilitis tuberkulosa. CT-scan tanpa penyengatan
spina menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus vertebrae lumbal I. Terdapat
perluasan posterior dari abses intraosseus (panah) yang menghasilkan gangguan ringan
pada saccus thecal (Shanley, 1995)
c. Pemeriksaan MRI
Kelebihan MRI adalah kemampuannya dalam proyeksi multiplanar dan
dalam spesifitas terutama jaringan lunak yang dapat ditampilkan lebih baik
sehingga dapat mendeteksi lesi lebih awal dan lebih menyeluruh (Newanda,
2009).
Pada MRI akan ditemui penurunan intensitas sinyal fokus infeksi pada
gambaran T1-weighted dan peningkatan sinyal yang heterogen pada gambaran
T2-weighted. Pada pemberian kontras infeksi tuberkulosis memperlihatkan
penyangatan inhomogen pada infiltrasi sumsum tulang dengan tepi lesi
menyangat. Abses tuberkulosis pada pemberian kontras akan memperlihatkan
penyangatan perifer dengan nekrosis sentral. Keterlibatan diskus invertebralis
sebagian besar akan menampilkan gambran klasik diskitis berupa peningkatan
singal pada gambaran T2-weighted, penurunan sinyal pada gambaran T1weighted dan menyangat setelah pemberian kontras (Newanda, 2009).
MRI menggambarkan perluasan infeksi paling baik dan
dapat
16
oleh deformitas tulang berupa kifosis atau oleh konstriksi akibat fibrosis di
sekeliling kanalis neuralis ((Newanda, 2009)).
Mehta mengajukan klasifikasi tuberkulosis vertebra torakal berdasarkan
ekstensi lesi yang terlihat pada MRI untuk perencanaan strategi pembedahan.
Mengevaluasi infeksi diskus intervertebrata dan osteomielitis tulang belakang.
Menunjukkan adanya penekanan saraf.
Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi
pada CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan
foto polos.CT-Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak .
Selain itu CT-Scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsy (Newanda,
2009).
Gambar 2.13 Terdapat keterlibatan endplate anterior dan pelebaran diskus intervertebrae
dan corpus vertebrae posterior. Pemeriksaan MRI ini dapat menunjukkan pembentukan
abses dan metode terbaik untuk menunjukkan kompresi saraf tulang belakang dan akar
saraf (Craig, 2009)
17
Gambar
2.14 Seorang
laki-laki 41
tahun dengan
spinal
tuberculosis.
Gambar A,
MRI
potongan
sagital T1-weighted enhanced menunjukkan peningkatan secara luas dalam corpus
vertebrae thorax VIII yang disebabkan infeksi tuberkulosa. Abses intraosseus dalam
corpus vertebrae thorax IX menunjukkan penebalan lingkar dari penyangatan. Terdapat
penyangatan dari abses epidural dan perluasan bagian cephalic dan caudal secara jelas
tergambar dengan penggunaan kontras. Gambar B, MRI potongan coronal T1 weighted
(600/11) enhanced dari spina thorak menunjukkan ketebalan lingkar dari penyangatan
disekitar abses intraosseous. Abses paraspinal kecil terlihat secara bilateral (panah)
(Shanley, 1995).
Gambar 2.15 Anak laki-laki usia 5 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI potongan
sagital T2 weighted yang berdekatan menunjukkan 2 level dari infeksi tuberkulosa.
Adanya gibbus pada region thorax atas karena destruksi lengkap dan kolaps dari corpus
vertebrae thorax VI. Corpus vertebrae VII sebagian hancur dan bersudut serta ruang
diskus intervertebralis sulit tervisualisasi. Adanya kolaps dan penyudutan dari corpus
vertebrae lumbal IV pada setengah bagian anterior dengan penyempitan diskus
intervertebralis yang berdekatan. Corpus vertebrae lumbal V menunjukkan peningkatan
sinyal yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Kanalis medulla spinalis terganggu
secara minimal pada kedua level (Shanley, 1995).
18
Gambar 2.17 Laki-laki 45 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI axial enhanced T1
weighted pada corpus vertebrae thorax IX menunjukkan ketebalan lingkar dari
penyangatan disekitar abses intraosseus. Lingkar penyangatan juga terdapat disekitar
abses paraspinal (panah). Penyangatan abses epidural (panah) terlihat penekanan sacus
thecal (Shanley, 1995).
19
Gambar 2.18, Gambar A, Anak perempuan usia 3 tahun dengan tuberculosis spinal dan
paru. MRI potongan coronal enhanced T1- weighted dari spina menunjukkan perluasan
abses paraspinal. Penyebaran infeksi subligamental dan abses intraosseus tervisualisasi
baik pada pencitraan coronal ini. Adanya infiltrate tuberkulosa pada lobus atas kiri.
Gambar B, Laki-laki 42 tahun dengan tuberkulosa spinal. Pada MRI potongan sagital T2
weighted fast spin-echo menunjukkan peningkatan sinyal dalam corpus vertebrae lumbal
I yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Adanya gangguan margo anterosuperior dari
corpus vertebrae menghasilkan abses paraspinal dan penyebaran subligamen secara
anterior. Penurunan intensitas sinyal dan penyempitan diskus intervertebralis Thorax XIILumbal I yang disebabkan penetrasi dari infeksi melalui diskus. Adanya abses intraosseus
pada corpus vertebrae lumbal IV. Gambar 3, Laki-laki 45 tahun dengan riwayat
tuberkulosa spinal. MRI potongan sagital contiguous T1 weighted yang didapat
postoperative menunjukkan cangkokan fibular autolog. Abses intraosseus tuberkulosa
multiple didrainase dan dibersihkan selama operasi sebelum penempatan cangkok dan
stabilisasi spinal. Canalis spinalis tervisualisasi baik dan tidak ada compromised
(Shanley, 1995).
Gambar 2.19 Tuberkulosis spondilitis dari thorax VIII-IX (a, b, c). MRI pada spina
thorax pada wanita usia 58 tahun dengan adanya nyeri pinggang. (a) potongan sagital pregadolinum T1-weighted. (b) Potongan sagital T2-weighted. (c) Potongan sagital postgadolinum T1-weighted menunjukkan pola tipical dari kerusakan corpus vertebrae
dengan keterlibatan diskus, intensitas sinyal tinggi linear dari diskus pada T2-weighted
image tervisualisasi baik (panah putih). Setelah pemberian gadolinium, terdapat
20
penyangatan dari vertebrae bagian posterior, linkar diskus intervertebralis yang irregular
(panah putih), dan kolaps dari vertebrae thorax VIII (Danchaivijitr, 2007)
2. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai
leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.
Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis
ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat
menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal.
Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt
menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin
yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor
sirkulasi.
Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan
ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada
populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi
21
22
Drugs
Kebanyakan individu mengalami resolus penuh dengan obat-obatan antituberkulosis yang memadai dan benar selama kurang lebih 6-9 bulan
(Wheeless, 2001). Isoniazid dan Rifampin diberikan pada seluruh jangka
waktu terapi. Obat tambahan biasanya diberikan pada 2 bulan pertama yang
biasanya dari golongan lini pertama anti-tuberculosis seperti pyrazinamide,
ethambutol, and streptomycin. Penggunaan lini kedua di terapkan jika ada
ditemukannya resistensi obat (Hidalgo, 2006)
Durasi terapi pada tuberkulosa ekstrapulmoner masih merupakan hal yang
kontroversial. Terapi yang lama, 12-18 bulan, dapat menimbulkan
ketidakpatuhan dan biaya yang cukup tinggi, sementara bila terlalu singkat
akan menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat
23
24
minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif)
dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling
efektif diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi
pus tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan
memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat (Hefti, 2007).
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Diakses
in
Practice.
(Online),
diakses
Spondylitis.
(Online),
(eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/musculo/Safo.pdf. Diakses
tanggal 23 Juni 2011)
Lee, MC. 2004. Instrumentation in Patients With Spinal Infection: Discussion.
(Online),
(http://www.medscape.com/viewarticle/496404_4.
Diakses
2010.
Spondylitis
TB
Treatment.
(Online),
(http://www.ehow.com/way_5463147_spondylitis-tb-treatment.html.
Diakses tanggal 22 Juni 2011)
27
Spondilitis
tuberkulosa.
(Online),
(http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/.
Diakses tanggal 22 Juni 2011)
Patel, Pradip L. 2007. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Bab 7:191-209.
Jakarta
Rasad S. et al, 2003, Infeksi Tulang dan Sendi, Radiologi Diagnostik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 62-73
Shanley, DJ. 1995. Tuberculosis of The Spine: Imaging Feature. (Online),
(www.ajronline.org/cgi/reprint/164/3/659.pdf. Diakses tanggal 23 Juni
2011)
Tandiyo,
Desy.
2010.
Potts
Disease.
(desy.tandiyo.staff.uns.ac.id/files/2010/07/potts-disease.pdf
Diakses tanggal 21 Juni 2011)
Vitriani.
2002.
Spondilitis
(Online),
-
Tuberkulosa.
Mirip.
(Online),
Diakses
28