Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyulit kehamilan dengan persentase 5-7 %
dan merupakan penyebab morbiditas terhadap ibu dan janin.1 Di Amerika Serikat, hipertensi
dalam kehamilan merupakan penyebab kematian maternal kedua, dan15% dari kematian ibu
hamil disebabkan oleh preeklampsia.2 Diperkirakan 5% dari seluruh kehamilan mempunyai
komplikasi hipertensi dan sekitar 50% berhubungan dengan preeklampsia dan eklampsia.3
Indonesia mempunyai angka kejadian preeklampsia sekitar 7 - 10 % dari seluruh kehamilan.
Dengan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu tertinggi kedua di Indonesia. Hipertensi

dapat terjadi karena kehamilan dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir.
Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih
berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. Di Negara berkembang preeklampsia
merupakan penyebab terpenting terjadinya persalinan prematur.5
Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk masih banyak yang
berada di bawah garis kemiskinan, hal ini akan mempengaruhi juga untuk tingkat gizi serta
sistem imunitas tubuh. Tingkat gizi dan imunitas tubuh yang kurang baik di Indonesia akan
memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan negara maju.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada usia kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat timbul kapan saja pada
pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari yang ringan sampai yang
berat.4 Ibu hamil dengan hipertensi cenderung berpotensi untuk berkembang mengalami
komplikasi mematikan, solusio plasenta, koagulasi intravaskular, pendarahan otak, gagal hati,
dan gagal ginjal akut. Etiologi kasus hipertensi selama kehamilan, terutama preeklamsia,
belum diketahui.2 Meskipun berbagai macam penelitian telah dilakukan,sampai saat ini penyebab
dari preeklampsia belum diketahui secara pasti dan oleh Zweifel penyakit ini disebut dengan the
disease oftheories.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan. Preeklampsia sering dikaitkan dengan
kelainan dari dua komponen, implantasi plasenta yang abnormal bersamaan dengan disfungsi
endotel. Preekampsia dapat digambarkan sebagai sfesifik sindrom yang berpengaruh pada
setiap system organ yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu.1
Secara garis besar selain preeklampsia merupakan salah satu dari gangguan
hipertensi

selama

kehamilan

diklasifikasikan

menjadi

kategori,

seperti

yang

direkomendasikan oleh the National High Blood Pressure Education Program (2000), yaitu :
1.
2.
3.
4.

Hipertensi gestasional
Preeklampsia dan Eklampsia
Hipertensi kronik
Sindrom preeklampsia yang bertumpang tindih dengan hipertensi kronik

Hipertensi didiagnosa secara empiris saat tekanan darah mencapai 140 pada tekanan
sistolik dan 90 mmHg pada tekanan diastolik dengan menggunakan fase korotkoff V untuk
menentukan tekanan diastolik. Edema tidak lagi dijadikan kriteria diagnostik karena terlalu
umum ditemukan pada wanita hamil pada umumnya.1
Adapun klasifikasi diagnosa pada hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
1,4

1. Hipertensi gestasional
Tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kali selama hamil
Tidak ada proteinuria
Tekanan darah kembali menjadi normal < 12 minggu postpartum
Diagnosa akhir dibuat postpartum
Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklampsia, misalnya nyeri
epigastrium
2. Preeklampsia
Kriteria minimal:
TD 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ pada dipstik
Peningkatan kepastian Preeklampsia
TD 160/110 mmHg
Proteinuria 2 gram/ 24 jam atau 2+ pada dipstik
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali diketahui telah meningkat
-

sebelumnya
Trombosit < 100.000/mm3
2

Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)


Peningkatan ALT/AST
Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan

lainnya
Nyeri epigastrium menetap
Eklampsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita
-

dengan preeklampsia
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeklampsia)
Proteinuria awitan baru 300 mg/24 jam pada wanita pengidap
-

hipertensi tapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu


Terjadi peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau
hitung tromnbosit < 100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi dan

proteinuria sebelum gestasi 20 minggu


4. Hipertensi kronik
TD 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum
-

gestasi 20 minggu
Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu
dan menetap setelah 12 minggu postpartum.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak
ada satupun teori yang dianggap mutlak benar. Sehingga penyakit ini sering disebut sebagai
penyakit teori.1,2
Preeklampsia merupakan penyakit yang melibatkan faktor maternal, plasenta dan
faktor janin. Ada 4 teori penting yang diketahui menjadi penyebab terjadinya preeklampsia,
antara lain.1
1. Implantasi plasenta dengan abnormalitas invasi trofoblas pada pembuluh
darah uterus
2. Maladaptif toleransi imun antara ibu, plasenta dan janin
3. Maladapsi maternal terhadap kardiovaskular atau inflamasi pada perubahan
kehamilan normal
4. Faktor genetik
Keempat hal di atas merupaka teori yang paling banyak diketahui dalam proses
terjadinya preeklampsia.

a.

Implantasi plasenta dengan abnormalitas invasi trofoblas pada pembuluh darah uterus
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam

lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Setelah invasi, sitotrofoblas dapat ditemukan di otot polos dan lapisan
endothelial arteri desidua maternal.1,5
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan dilatasi lumen arteri spiralis ini memberikan dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran pada daerah uteroplasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Selain itu, sitotrofoblas menghasilkan
sebuah fenotip endotel yang mengekspresikan molekul adhesi klasik yang ditemukan di
permukaan sel endotel.1,5

Pada preeklampsia, tidak terjadi invasi trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spiralis mengalami vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan aliran darah
uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Sitotrofoblas hanya
berada sampai di lapisan superficial desidua. Selain itu juga, sitotrofoblas gagal
menghasilkan fenotip endotel. Madzali dkk memperlihatkan bahwa derajat gangguan invasi
trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan keparahan penakit hipertensi1,5,6
b. Maladaptif imunologi ibu, janin dan plasenta
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Luekocyt Antigen protein G (HLA-G)
yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel NK ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke jaringan
4

desidua ibu disamping untuk menghadapi NK sel. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi.
c.

Maladapsi maternal terhadap kardiovaskular atau inflamasi pada perubahan kehamilan


normal
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:1,5

Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2);

suatu vasodilator kuat


Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi

trombosit

memproduksi

tromboxan

(TXA2)

suatu

vasokonstriktor kuat
Perubahan khas pada sel endotel kapiler gomerulus
Peningkatan permeabilitas kapilar
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat


Peningkatan faktor koagulasi

Selain karena kegagalan invasi trofoblas, preeklampsia juga diikuti dengan gangguan
disfungsi endotel. Penelitian menunjukkan bahwa kuantitas dari antiangiogenik factors
soluble fms-like tyrosin kinase 1 (sFlt1) dan soluble endogen (sEng) dikeluarkan oleh
plasenta ke dalam aliran darah ibu yang menyebabkan disfungsi endotel yang makin meluas
yang menyebabkan hipertensi, proteinuria, dan berbagai manifestasi klinis preeklampsi
lainnya.7
Dasar molekuler untuk disregulasi plasenta pada factor-faktor patogenik memang
belum diketahui. Peran dari protein antiangiogenik pada perkembangan awal plasenta dan
invasi trofoblas perlu untuk di telusuri.7
d. Genetik
5

Menurut pendapat beberapa ahli, preeklampsia dan eklampsia mempunyai


kecenderungan diturunkan secara herediter dan mekanisme terjadinya preeklampsia
berdasarkan genetika. Kilpatrick dan kawankawan melaporkan hubungan antara histokompatibilitas
Human Leucocyte Antigen (HLADRA4) dan proteinuric hypertension. Hoff dan kawan-kawan
menyimpulkan bahwa respons humoral ibu secara langsung melawan imunoglobulin anti HLA-DR
janin yang akan mempengaruhi berkembangnya suatu keadaan hipertensi dalam kehamilan. Walaupun
faktor genetika kelihatan berperan pada mekanisme terjadinya preeklampsia tetapi belum dapat
diterangkan manifestasi klinik pada penyakit ini.

Teori lain patofisiologi preeklampsia antara lain : (1)


1. Peran prostasiklin dan tromboksan.
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga
penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisin, yang kemudian diganti oleh trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
tombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme
dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.1,5
Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisasisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini
sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam tahap normal.1,5
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi peningkatan
stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit yang
lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejalagejala preeklampsia pada ibu.1,5
6

Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi


debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktivitas leukosit
yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai
kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh.1,5
2.3 FAKTOR RESIKO
Faktor faktor resiko preeklampsia adalah: (1)
1. Perempuan muda dan Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia

2.4 PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia.Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon
terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim.5
Perubahan pada organ-organ:
1.

Perubahan pada kardiovaskular


Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan

eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan


afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
7

ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.5
2.

Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan.Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam
serum biasanya dalam batas normal.
3.

Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat

terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
4.

Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks

serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.


5.

Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6.

Ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda

pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20%
(dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170

menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi
oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.10
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang
adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan
aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada
kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun
keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar
terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenta, dimana terjadi ketidakseimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang
berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu
angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai
mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.10
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi
tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai
pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam
urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan
hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein,
biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom
nefrotik pada kehamilan. 1
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi
morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang
merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.1,5
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :

Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat meningkatnya permeabilitas membrane

basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria


Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomelural

membengkak disertai deposit fibril


Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal

Dapat terjadi kerusakan intrinsic jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh


darah

7.

Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru

yang menimbulkan dekompensasi kordis.


8.

Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil

normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR. 1,6

2.5. GEJALA DAN TANDA


Gejala utama dari preeklampsi adalah gangguan penglihatan, sakit kepala, nyeri
epigastrium, edema dan penambahan berat badan. Mual dan muntah juga mungkin
terjadi.Sakit kepala yang merupakan gejala utama dari preeklampsi bersifat migraine pada
umumnya.Gangguan penglihatan yang menjadi karakter dari preeklampsi adalah skotoma.
Nyeri epigastrium mungkin menjadi penanda abnormalitas enzim hati.30 % wanita hamil
mengalami edema, walaupun hal itu tidak menjadi penanda utama preeklampsi.

2.6 KLASIFIKASI
Hipertensi dan proteinuria merupakan kriteria minimum untuk mendiagnosis
preeklampsi.Working Group of theNHBPEP( 2000 ) menggambarkan kriteria lebih lengkap
mengenai klasifikasi diagnostic preeklampsi, antara lain sebagai berikut :1,2
10

Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:

Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.


Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.

Disebut preeklampsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :1,2

Tekanan darah 160/110 mmHg


Proteinuria 2+ dipstik
Oliguria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Hemolisis mikroangiopati ~ peningkatan LDH
Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan

pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
Edema paru
Trombositopenia
Gangguan fungsi hati; peningkatan kadar SGOT/SGPT
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

2.7 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penangan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal,
yaitu sebalum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar
uterus.
Tujuan pengobatan PEB adalah : 1
1. Terminasi kehamilan dengan trauma seminimal mungkin terhadap ibu dan janin
2.

Kelahiran bai ang dapat bertahan hidup

3.

Pulihnya kesehatan ibu secara sempurna


11

Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan


tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang
masih premature.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,
dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau
terapi medisinalis, dan sikap terhadap kehamilannya.
1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligoria. Oleh karena itu monitoring cairan (melalui cairan atau
infus) dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan dilakukan

pengukuran secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.5


Cairan yang diberikan dapat berupa :
5% Ringer dextrose/ NaCl dengan tetesan < 125 cc/jam
Dextrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan RL (60-125cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi
bila produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.1,5
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat

asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.5
Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain
(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan
dengan fenitoin. Magnesium sulfat menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Transmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian
magnesium sulfat magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsang tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan
magnesium). Kadar kalsium darah yang tinggi dalam darah dapat menghambat

kerja magnesium sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat:


a. Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
b. Maintanance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m tiap 4-6 jam.
12

Syarat syarat pemberian MgSO4 antara lain :


a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan iv selama 3 menit
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
d. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pasca
persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian MgSO4 dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan efek
flushes (panas) pada 50% penderita. Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4, maka diberikan
salah satu obat berikut: sodium tipoental, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.

Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia,

memperburuk

perfusi

uteroplasenta,

meningkatkan

hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat

janin.
Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia
adalah nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20
mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasosilatasi sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Sebagai antihipertensi lini
kedua digunakan sodium nitropruside dengan dosis 0,25 mikrogram
i.v/kg/menit diberikan per infuse, ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v/kg/5 menit,
atau diazokside 30 -60 mg iv/ 5 menit atau infus 10 mg/menit di titrasi. Jenis
obat anti hipertensi yang masih dalam penelitian antara lain calcium channel

blocker ( asrapiridin, nimodipin), serotonin reseptor antagonis ketan serin.


Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,
diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP

2. Sikap terhadap kehamilannya

13

Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan


gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di
terminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan aktif
ialah bila ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
Umur kehamilan mencapai 34 minggu
Adanya tanda- tanda impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan

laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin:

Adanya tanda tanda fetal distress


Adanya tanda tanda IUGR
Terjadinya oligohodramnion

Laboratorik:

Adanya tanda tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit

dengan cepat.
2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya hanya observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda tanda preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila kembali ke gejala gejala preeklampsia ringan.
Untuk penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan
dengan memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal dan dapat meningkatkan
14

jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi
regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.1
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan
dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.1,5
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita preeklampsia. Komplikasi yang biasa terjadi :1,5,7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.


Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
Gagal ginjal
DIC.
Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
Eklampsia
Edema paru akut

2.8.1 Sindrom HELLP


Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu
komplikasi pada preeklampsia eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan
sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan keadaan yang mengancam
terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, edema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi
hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami
komplikasi preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70
%) dan juga post partum (30 %). Diagnosis sindrom HELLP: 1,5

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas; malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
muntah (mirip tanda dan gejala infeksi virus)

Adanya tanda dan gejala preeklampsia

Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya peningkatan LDH, AST dan bilirubin


indirek

Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit; peningkatan ALT, AST, LDH

Trombositopenia
Klasifikasi Sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Mississipi:1,2
15

Kelas 1: kadar trombosit 50.000/ul


LDH 600 u/l
AST dan/ atau ALT 40 U/l
Kelas 2: kadar trombosit > 50.000 100.000/ul
LDH 600 u/l
AST dan/ atau ALT 40 U/l
Kelas 3: kadar trombosit > 100.000 150.000/ul
LDH 600 u/l
AST dan/ atau ALT 40 U/l
Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee:1

Complete : Trombosit < 100.000/ul


LDH 600 u/l
SGOT 70 U/l

Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri ciri di atas yang muncul
Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada

preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk :5,9
1. Meningkatkan

angka

keberhasilan

induksi

persalinan

dengan

memberikan

temporarisasi singkat dari status klinis maternal.


2. Meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar
dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan
dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.5,9,10

16

17

DAFTAR PUSTAKA
1.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editors.

2.

Williams obstetrics. 23rd edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2010


Working Group on High Blood Pressure on Pregnancy. Report of the National

3.

High Blood Pressure Education Program. Am J Obstet Gynecol 2000;


Ramsay JE, Sattar N, Greer IA. Long-term implications of pre-eclampsia. In: Preeclampsia Current Perspectives on Management. Baker P.N., Kingdom J.C.P.

4.
5.

(Eds). The Parthenon Publishing Group USA; 2004


Profil Angka Kematian Ibu Melahirkan. Depkes 2007.
Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka

6.

Sarwono Prawirohardjo; 2010


Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension and

7.

preeclampsia. Obstet Gynecol. Jul 2003.


Ambreen A, et al. Preeclampsia : system endothelial damage leading to increased

8.

activation of the blood coagulation cascade. Journal of biotech research. 2012.


Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks

gestation. American journal of obstetric and gynecology. July ; 2011


9. Sibai, M. a practical plan to detect and manage HELLP syndrome. April : 2005
10. Marshall, D. et all. Hypertension in pregnancy. Journal of the american society of
hypertension. 2008.

18

Anda mungkin juga menyukai