Anda di halaman 1dari 12

PEREKONOMIAN INDONESIA

(Peran Otonomi Daerah terhadap Perekonomian Indonesia)

OLEH:
Herry Dwiyanto Manukoa ( 1215351024 )

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Udayana
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Penyusunan
makalah

ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan, doa, dan saran berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :


1.Bapak Dosen Perekonomian Indonesia
2.Orang tua yang telah mencurahkan kasih sayang dan cintanya
Kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kemajuan penulis di masa
yang akan datang.

Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................3
Pendahuluan.................................................................................................................................3
BAB I1.............................................................................................................................................5
Isi.................................................................................................................................................5
BAB III..........................................................................................................................................10
Penutup......................................................................................................................................10

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Salah satu rahmat yang patut disyukuri dari kemerdekaan bangsa Indonesia adalah tetap
tegaknya kesatuan bangsa dalam kemajemukan dan kebhinnekaan. Kemerdekaan tidak hanya
diisi dengan semboyan-semboyan persatuan, melainkan telah pula diwujudkan dengan
kemajuan fisik. Tampak pula bahwa kian muncul kesadaran yang meluas bahwa daerah harus
lebih diberdayakan dengan memberikan peluang dan keleluasaan untuk menata dirinya
sendiri.

Kesadaran tersebut juga tercermin dari tekad pemerintah untuk mempercepat

pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).


Ketika otonomi daerah dicanangkan oleh pemerintah pusat tanggal 1 januari 2001,
banyak yang mempertanyakan apakah otomatis akan terjadi perubahan paradigma yang
mendasar dan bersifat struktural. Pasalnya, lagu yang berkumandang diseluruh profinsi
kabupaten dan kota di Indonesia adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan
maupun implementasi pembangunan Indonesia (Kuncoro, 1995). Sentralisasi birokrasi
maupun konsentrasi geografis aktivitas bisnis kearah pusat kekuasaan dan modal menjadi
keniscayaan. Tak pelak, pembangunanpun bias ke kawasan barat iIndonesia, khususnya jawa
dan daerah metropolitan.
Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem pemda dengan
pembangunan adalah ketergantungan pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan
fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar.
Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
dominannya transfer dari pusat.
Otonomi daerah sekarang bukan hanya sekedar tuntutan politis, tetapi sudah menjadi
tuntutan zaman yang tidak terelakkan. Pada akhirnya, keberhasilan pembangunan memang
akan lebih bermakna jika bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di tanah air.

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perekonomian Indonesia
2. Untuk mengetahui peranan otonomi daerah di dalam perekonomian Indonesia
3. Untuk mengetahui penerapan otonomi daerah, dampak positif serta negatifnya.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin dijadikan sebagai pembahasan dalam makalah ini
adalah:
1. Bagaimana peran otonomi daerah dalam perekonomian Indonesia?
2. Apakah dampak positif dan negatif dari pelaksanaan otonomi daerah?

BAB I1
Isi
Pesatnya pembangunan selama seperempat abad terakhirsebelum terjadinya krisis
ternyata, justru masih saja meningkatkan dominasi pusat-pusat pertumbuhan yang telah ada
selama ini, terutama Jakarta dan sekitarnya. Kira-kira dua pertiga kue nasional dinikmati oleh
Jawa dan lebih dari empat perlima bertengger di Kawasan Barat Indonesia. Jika dengan memakai
indikator yang peling kasar saja yaituPDRBkondisi ketimpangan ini sudah demikian parah,
tentu akan lebih timpang lagi jika menggunakan indikator kesejahteraan.
1.

Ancaman Bermula dari Kesenjangan Antardaerah


Salah satu tantangan pembangunan yang harus diwaspadai adalah persoalan kesejangan ini.
Khususnya kesenjangan antar daerah yang mau tidak mau berkaitan dengan 2 jenis ketimpangan
lainnya. Di tengah arus globalisasiyang membuat batas-batas negara kian tipis, mobilitas
faktor produksi semakin tinggi, arus informai tidak terbendung, dan kesadaran akan nilai
universal kian tak terelakkanjustru masih dijumpai berbagai praktik yang menempatkan
daerah-daerah sebagai suatu unit, setidaknya unit ekonomi, yang terpisahkan satu sama lain.
Dalam beberapa tahun terakhir, memang ada kecenderungan pertumbuhan PDRB
Kawasan Timur Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa dan KBI. Namun,
tampaknya masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa ketimpangan antar daerah membaik.
Sebab, PDRB hanya mengindikasikan perkembangan penduduk atau output di suatu daerah dan
menafikan nilai tambah (add value) yang dihasilkan dari proses produksi tersebut yang dinikmati
oleh pemilik faktor-faktor produksi yang berada di luar daerah yang bersangkutan.
Bagi indonesia, bentuk negara kesatuan merupakan amanat konstitusi. Semangat kesatuan dan
persatuan melekat kental pada bangsa Indonesia. Semangat ini pula yang meladasi pelaksanaan
pemerintahan di daerah sesuai Undang-Undang No. 5/1974 yang menggariskan tiga asas
penyelanggaraan pemerintah di daerah yakni desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan.

2.

Trend Desentralisasi

Salah satu pilar yang harus ditegakkan dalam mengembangkan otonomi daerah yang lebih
nyata adalah aspek pembiayaan. Tanpa keseimbangan pemberian otonomi antara tugas dan
tanggung jawab dengan aspek pendanaanya, maka esensi otonomi menjadi kabur.
Di sinilah salah satu masalah utama dari pemberdayaan daerah dalam upaya pemerataan
pembangunan. Profil hubungan keuangan pusat-daerah hingga kini menujukan cengkeraman
pemeritah pusat yang teramat kuat atas pemeritah daerah. Tanpa adanya perubahan yang cukup
mendasar dalam pola hubungan keuangan pusat-daerah, agak sulit mebayangkan terjadinya
perbaikan ketimpangan pembagunan antardaerah.
Meskipun disadari masih terbuka peluang yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan
asli daerah, namun tampaknya untuk mengakselerasikan proses pembangunan di daerah mutlak
memerlukan pengaturan kembali dalam hubungan keuangan pusat-daerah.
Dari paparan diatas, sangat kentara betapa tuntutan otonomi daerah dan perimbangan
keuangan pusat-daerah saling terkait satu sama lain, ibarat dua sisi dari satu koin.
3.

Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan
segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Untuk mewujudkan keadaan tersebut,
berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah
untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkanya, kecuali untuk persoalan-persoalan
yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan
negara-bangsa. Bukan sebaliknya, yaitu proposisi bahwa seluruh persoalan pada dasarnya harus
diserahkan pada pemerintah pusat, kecuali untuk persoalan-persoalan tertentu yang telah dapat
ditangani oleh daerah.
Jika proposisi pertama yang menjadi acuan untuk pemberdayaan daerah, maka tidak ada alasan
yang membuat munculnya kesan kuat bahwa pemerintah pusat masih setengah hati memberikan
otonomi penuh kepada daerah.

4.

Daya Tarik Otonomi Daerah


Otonomi daerah membuka

kesempatan

yang

seluas-luasnya

bagi

daerah

untuk

mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan demikian, setiap daerah
niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu, relatif terhadap daerah-daerah lainnya.
6

Bahkan, dilihat dari segi potensinya keunggulan tersebut bisa bersifat mutlakmisalnya, yang
berasal dari aspek lokasi ataupun anugrah sumber (factor endowment).
Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di kancah
a.

pasar global:
Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi, barang dan jasa di wilayah

b.

Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus yang dilandasi oleh argumen non-ekonomi


Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal melalui partisipasi politik

c.

dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada publik.


Tegaknya good governance baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi daerah tidak

d.

menciptakan bentuk-bentuk KKN baru.


Keterbukaan daerah untuk bekerjasama dengan daerah-daerah lain tetangganya untuk

e.
f.

mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada.


Fleksibilitas sistem insentif
Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi kelompok
minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar.

5.

Standardisasi Menuju Pemberdayaan Daerah


Standardisasi kegatan-kegiatan di daerah pada dasarnya tidak boleh menjadi pengekang baru
dalam pelaksanaan otonomi daerah, melainkan justru sebagai penguat bagi perwujudan
aktualisasi segala potensi daerah secara optimal.

Katakanlah standardisasi bisa dijadikan

semacam prasyarat minimum bagi setiap daerah untuk bisa menjalankan fungsinya sebagai
administrator dan regulator untuk menyejahterakan rakyatnya. Perlu pula ditekankan bahwa
pencapaian pada standar tertentu tidaklah bersifat statis. Jadi, tingkat pencapaian yang telah
digapai bisa dijadikan sebagai titik tolak untuk menuju pada standar minimum yang telah
ditetapkan.

Bagi Badan Standardisasi Nasional, boleh jadi yang menjadi concern adalah standardisasi
pada tingkat nasional. Jika demikian halnya, hendaknya standardisasi yang diterapkan lebih
bersifat memacu kulitas dan melindungi konsumen serta masyarakat ketimbang sebagai prasyarat
yang ketat. Adapun untuk standardisasi yang berada pada tingkat propinsi dan kabupaten, lebih
diarahkan untuk kegiatan-kegiatan daerah yang ruang lingkup dan dampaknya lebih terbtas (nontraded).

6. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah


a. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah
daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi
dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan
dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan
daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan
otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut
dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta
potensi-potensi yang ada di daerahnya dari pada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua
program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut
karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi
sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk
membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga
system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang
dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak
sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan
daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undangundang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintah pusat akan lebih sulit mengawasi jalannya pemerintahan di daerah,
selain itu karena memang dengan sistem. Otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat
tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu
perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah
lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu
otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang
8

kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang
akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan
karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.

BAB III
Penutup

1.

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari uraian-uraian di atas adalah :
Pemberlakuan otonomi daerah sudah bukan menjadi sekedar tuntutan politis, tetapi sudah
menjadi tuntutan zaman. Karena itu setiap daerah berhak untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri serta mengoptimalkan segala sumber daya

2.

yang dimilikinya guna

meningkatkan kesejahteraan warga di daerahnya.


Dengan pemberlakuan otonomi daerah, diharapkan setiap daerah merasakan expansion and
dispersion of wealth yang lebih meratasebagai bentuk dampak baik dari arus globalisasi,

3.

bukannya concentration of wealth.


Adanya keberagaman interpretasi atas konsep dan penerapan ekonomi, menjadikan standardisasi
menjadi kata kunci bagi upaya pemberdayaan daerah. Akan tetapi, perlu pula ditekankan bahwa

4.

pencapaian pada standar tertentu tidaklah bersifat statis.


Pelaksanaan otonomi daerah dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif ibagi
daerah itu sendiri maupun bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10

Daftar Pustaka

Basri, Faisal. 2002. PEREKONOMIAN INDONESIA tantangan dan harapan bagi kebangkitan
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Tambunan, Tulus, T.H. 2003. PEREKONOMIAN INDONESIA beberapa masalah penting. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. EKONOMIKA PEMBANGUNAN teori, masalah dan kebijakan.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN d/h AMP YKPN.
http://www.scribd.com/doc/19470904/Otonomi-Daerah

11

Anda mungkin juga menyukai