Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FARMAKOLOGI
WADI OPSIMA
O111 13 301
PERTANYAAN !!!
1.Apakah obat yang digunakan secara intra vena,intra musculer,maupun intra
peritonial mengalami fase farmako kinetik ?
2.Buat tulisan tentang jenis-jenis reseptor yang ada (aqonist-gated channel, G-protein
couple reseptor dst).
JAWABAN
1.Tidak semuanya mengalami fase farmako kinetik,karenacara masuknya obat ke
dalam tubuh berbeda-beda,ada yang secara langsung contohnya secara intra vena
(IV).Sehingga ada proses kerja yang tidak dialami contohnya proses absorpsi.
Intra vena
Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat dan
dapat disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Namun,
cara pemberian intravena biasanya efek toksik mudah terjadi, dan tidak dapat
ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga bagi obat yang larut dalam
larutan minyak tidak boleh diberikan karena mengendapkan konstituen darah,
serta bagi intravena penyuntikan dengan cara perlahan-lahan sambil mengawasi
respon.
Intra muscular
Kelarutan dalam air menentukan kecepatan absorpsi dimana absorpsi di deltoid
atau vastas lateralis ari pada gluteus maksimus, dan biasanya bagi obat yang
berupa larutan minyak atau
selain itu cara intramuscular diberikan apabila obat terlalu iritatif jika diberikan
secara subcutan.
Intra peritoneal
Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena
dapat mengakibatkan kematian. Di dalam rongga perut ini obat diabsorpsi secara
cepat karena pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan
demikian absorbsinya lebih cepat dibandingkan per oral dan intramuskular. Obat
yang diberikan secara intra peritoneal akan diabsorpsi pada sirkulasi portal
sehingga akan dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Pentothal yang biasa disebut Natrium-thiopental merupakan obat yang
termasuk golongan barbiturate. Turunan barbiturate bekerja dengan menekan
transmisi sinaptik pada system pengaktifan retikula di otak dengan cara
mengubah permeabilitas membrane sel, sehingga mengurangi rangsangan
polisinaptik dan menyebabkan deaktivasi korteks serebral. Sandberg (1951)
membuat postulat bahwa untuk memberi efek penekanan system saraf pusat,
turunan asam barbiturate harus bersifat asam lemah dan mempunyai nilai
koefisien partisi lemak/air dengan batas tertentu. (Kimia Medisinal 2,
Siswandono MS dan Dr. Bambang Soekardjo, SU., 2000: hlm 232).
Akson terbuka yang melebar terletak pada alur permukaan serabut otot
yang dibentuk oleh lipatan sarkolema ke dalam (junctional fold = dasar
alur dibentuk oleh sarkolema yang membentuk lipatan-lipatan). Junctional
fold berfungsi memperluas area permukaan sarkolema yang terletak di dekat
akson yang melebar. Di antara membran plasma akson (aksolema
atau membran prasinaps) dan membran plasma serabut otot
(sarkolema atau membran pascasinaps) terdapat celah sinaps.
a.
terjadi, sintesis protein tertentu yang dibutuhkan pun akan diatur untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan poliferasi sel. Banyak obat
dikembangkan dengan growth factor reseptor sebagai target aksi, obat
kanker adalah salah satunya. Beberapa obat yang beraksi pada
reseptor growth factor adalah erlotinib dan gefitinib, suatu inhibitor
reseptor EGF. Selain itu, bevasizumab (avastin) juga merupakan obat
antibodi monoklonal terhadap VEGF (Vascular Endhotelial Growth
Factor), suatu faktor proangiogenesis. Angiogenesis adalah proses
pembentukan pembuluh darah baru disekitar tumor untuk menyuplaii
kebutuhan nutrisi sel. Penghambatang angiogenesis merupakan salah
satu pendekatan terapi kanker dengan cara menghentikan suplai darah
ke tempat terjadinya kanker.
b.
Reseptor Sitokin
Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel
untuk saling berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah
interleukin (IL-1;IL-2, dst.), tumor nekrosis alfa (TNF-), interferron
gamma (IFN-), dll. Sitokin berperan dalam berbagai peristiwa biologis
terutama pada inflamasi. Sama dengan reseptor EGF tadi, jika sitokin
berikatan dengan reseptornya, maka akan terjadi serangkaian peristiwa
yang berujung pada transkripsi gen lalu akan menginduksi sintesis
protein tertentu misalnya produksi transkripsi gen, lalu akan
menginduksi sintesis protein tertentu misalnya produksi antibodi IgF
oleh limfosit.
Seperti yang telah disebutkan bahwa sitokin banyak terlibat pada
proses inflamasi, maka banyak obat yang telah dikembangkan dengan
sitokin sebagai target aksi obatnya. Contohnya antagonis IL-5 yang telah
dicobakan untuk mengurangi rekrutmen eusinofil ke jaringan nafas yang
terinflamasi oleh pasien penyakit asma. Pada penyakit asma kronis lain
seperti rhematoidarthritis oleh penyakit Crohns, telah dikembangkan
obat dengan target aksi TNF- yaitu infliksimab, dimana TNF- ini
merupakan salah satu faktor patoligis dari penyakit Crohns
1)
1)
Reseptor Nuklear
Reseptor terhubung transkripsi gen disebut juga reseptor nuklear
(walaupun beberapa ada di sitosol, merupakan reseptor sitosolik yang
kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan dengan ligand, seperti
reseptor glukokortikoid). Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen
dan progestogen, reseptor vitamin D.
a.
Interaksi Obat-Reseptor
Ligan seperti hormon atau neurotransmiter ibarat sebuah anak kunci yang
berikatan pada reseptor spesifik (yang berperan sebagai lubang kunci). Interaksi
ini membuka respon sel. Obat mirip ligan, bila berinteraksi dengan resesptor
memberikan respon yang sama dengan ligan, merupakan agonis sehingga bisa
membuka kunci. Obat lain yang bekerja berlawanan disebut antagonis. Ligan
secara umum dapat mengikat salah satu konformasi protein, ikatan tersebut
menghilangkan konformasi awal, yakni dari dua bentuk yang mengalami
keseimbangan dinamis menjadi bentuk yang lebih khusus.
1)
pada
keseimbangan :
k1/k-1
=
konstanta afinitas
k-1/k1 = konstanta disosiasi (kd)
Semakin rendah kd semakin poten obat.
2)
Afinitas
Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor.
Ikatan kovalen menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan ireversibel.
Ikatan elektrostatik bisa menghasilkan afinitas kuat atau lemah, biasanya
bersifat reversible.
3)
Efikasi
dimana:
D = konsentrasi obat
DR= konsentrasi kompleks obat-reseptor
100 - DR = konsentrasi reseptor bebas
4)
Potensi
Potensi merupakan posisi relatif kurva dosis-efek pada sumbu dosis.
Namun signifikansi secara klinis kecil, karena obat yang lebih poten belum
tentu lebih baik secara klinis. Obat berpotensi rendah tidak menguntungkan
hanya jika menyebabkan dosis terlalu besar sehingga sukar diberikan.
5)
1)
2)
Indeks Terapi
Semakin tinggi indeks terapi (IT) semakin baik. IT bervariasi dari 1,0
(beberapa obat kanker) hingga >1000 (penicillin). Obat yang bekerja pada
reseptor atau enzim yang sama sering mempunyai nilai IT yang sama.