Anda di halaman 1dari 15

3

EVALUASI NILAI GIZI


PROTEIN

PRE-LAB
1. Jelaskan prinsip evaluasi daya cerna protein secara in vitro?
Daya cerna protein pada sampel dilakukan secara in vitro dengan menggunakan campuran enzim
(tripsin, kimotripsin, dan pankreatin) yang kemudian akan dibandingkan dengan daya
cerna kasein, sehingga diketahui daya cerna protein relatif masing-masing sampel. Asam
amino yang dihasilkan akibat reaksi enzimatis kemudian direaksikan dengan pereaksi
Folin, sehingga intensitas warna yang dihasilkan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 578nm (Candradewi, 2012).
2. Jelaskan apa saja yang mempengaruhi daya cerna protein?
Daya cerna protein dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksogenus
dan endogenus (Guo et al.2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi
protein dengan polifenol, fitat, karbohidrat, lemak, dan protease
inhibitor (Duodu et al. 2005). Sedangkan faktor endogenus terkait
dengan karakterisasi struktur protein seperti struktur tersier, kuartener,
serta struktur yang dapat rusak oleh panas dan perlakuan reduksi
(Deshpande dan Damodaran 2009). Fennema (2006) mengungkapkan
bahwa daya cerna protein dipengaruhi oleh konformasi protein, ikatan
antar

protein

dengan

metal,

lipid,

asam

nukleat,selulosa

atau

polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan


partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali.
3. Sebutkan enzim-enzim protease yang terdapat pada pencernaan
manusia!
a. Tripsin
enzim yang paling spesifik yang memutuskan ikatan peptida di
tempat gugus karboksil (karbonl) berasal dari lisin atau arginin.
b. Kimotripsin

enzim uang kurang spesifik, tetapi cenderung memutuskan residu


yang mengandung asam amino yng mengandung asam amino
hidrofobik atau asam.
c. Elastase
elastasr tidak saja memutuskan elastin tetapi juga protein lain di
ikatan yang gugus karboksilnya dibentuk oleh asam amino
dengan rantai sisi pendek (alanin, glisin, atau serin).
(Marks, 2006).
4. Tuliskan komposisi asam amino protein daging!
No

Jenis

Asam Kadar (%)

.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
No

Amino
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Fenilalanin
Treonin
Triptofan
Valin
Arginin
Jenis
Asam

5,1
8,4
8,4
2,3
1,4
4,0
4,0
1,1
5,7
6,6
Kadar (%)

.
11
12
13
14
15
16
17
18
5.

Amino
Histidin
Alanin
Asam Aspartat
Asam Glutamat
Glisin
Prolin
Serin
Tirosin

2,9
6,4
8,8
14,4
7,1
5,4
3,8
3,2

6. (Lawrie, 2005).
7.
8. Tuliskan komposisi asam amino protein susu!
9.
10. 11. Jenis
No

Amino

Asam 12. Kadar


(mg/ml)

13. 14. Histidin

15. 4,934

1
16. 17. Arginin

18. 0,593

2
19. 20. Lisin

21. 1,273

3
22. 23. Tirosin

24. 2,226

4
25. 26. Triptofan

27. 1,973

5
28. 29. Sistin

30. 0,426

6
31. 32. Jenis
No

Asam 33. Kadar

Amino

34. 35. Metionin

36. 1,037

7
37. 38. Sistin S.

39. 0,006

8
40. 41. Metionin S.

42. 0,223

9
43. (Beach et.al, 2005)

(mg/ml)

44. Mengapa komposisi asam amino mempengaruhi daya cerna protein?


45.

Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam

amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino tersebut
secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna suatu protein,
dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi et.al, 2009). Kebutuhan protein setiap
manusia adalah 1 g/kg berat badan yang seperempat dari kebutuhan tersebut harus
dipenuhi dari protein hewani, salah satunya adalah dari daging (Winarno, 2008).
46.
47. Bagaimana pengaruh reaksi Maillard terhadap daya cerna protein?

berlangsung,
terjadi
pembentukan
ikatan
silang
produk
yang
reaksi
Maillard.
Produk
enzim
pencernaan
sehingga
menurunkan
ketersediaan
(Valle-Riestra
dan
Barnes,
1970).
amino
Ketersediaan
asam
berpengaruh
pada
daya
cerna
asam
amino
esensial
yang
nilai
dikandungnya.
gizi
protein
Reaksi
yang
Maillard
dapat
(Muchtadi
protein
selama
etmenghasilkan
al.,
pengolahan
1993).
69.

Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang

bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk ini
tahan terhadap enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam amino
secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes, 2007). Ketersediaan asam amino secara biologis
akan berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang akhirnya menentukan nilai
gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat menurunkan nilai gizi protein
selama pengolahan (Muchtadi, 2009).
70.
71. Bagaimana pengaruh fermentasi terhadap daya cerna protein?
72.

Secara keseluruhan, tempe memiliki kadar dan daya cerna protein yang

lebih tinggi di antara produk- produk olahan kedelai lainnya (Sugiyono 2008). Adanya
perlakuan selama pengolahan menyebabkan peningkatan nilai gizi protein dan ketersediaan
zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (Palupi 2007). Hal tersebut disebabkan karena
terlepasnya asam amino bebas, sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh (Astawan 2008).
73.
74.

Tangg
al

75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86. TINJAUAN PUSTAKA

Nilai

87.
88. METODE PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN.
1. Teoritis
89.

Nilai biologis suatu protein dibatasi oleh proporsi relative asam amino esensial

yang terkandung didalamnya (Andarwulan,2011).


90. Skor Asam Amino membandingkan kandungan AA antara bahan uji dengan protein
patokan (AA yg paling defisien)
91. PDCAAS (Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score ) Peringkat kualitas
protein ditentukan dengan cara membandingkan profil asam amino protein dari makanan
tertentu terhadap standar profil asamamino
92. SkorAsamAmino =
93. mg AA per gram protein uji x 100
94. mg AA yang sama per gram protein patokan
95. PDCAAS = SkorAAE terendahx DC protsejati
96.
97. Protein

98. PER

99. Digestibilit

100.AAS

102.Egg
107.Cows milk
112.Beef
117.Soy
122.Wheat

103.3.8
108.3.1
113.2.9
118.2.1
123.1.5

y
104.98
109.95
114.98
119.95
124.91

105.121
110.127
115.94
120.96
125.47

101.PDCAAS
106.118
111.121
116.92
121.91
126.42
127.(Andarwulan,2011).
128.

129.2. In Vitro
130.

Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan

secara in vitro, yaitu metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada
pemecahan protein oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin, dan
aminopeptidase. Analisis ini memberikan gambaran berlangsungnya proses pencernaan
protein di lambung dan usus. Analisis protein secara in vitro terbagi atas dua metode. Metode
pertama adalah pepsin digest residue index (PDR) menggunakan enzim pepsin sebagai
penghidrolisis sampel protein. Sedangkan metode kedua adalah pepsin pancreatin digest
index yang menggunakan dua macam enzim yaitu pepsin dan pancreatin. Pada kedua metode
tersebut dibandingkan jumlah nitrogen pada sampel dan pada residu sampel setelah
dilakukan hidrolisis oleh enzim.

Uji in vitro: murah, singkat

131.

Penentuan aktivitas antitripsin dan antikimotripsin (Berdasarkan penurunan

aktivitas hidrolisis tripsin pada suatu substrat)


132.

Penentuan aktivitas hemaglutinin (aktivitas hemaglutinin ekstrak kacang-

kacangan didasarkan pada kemampuannya untuk mengaglutinasi sel darah merah)


133.

Penentuan daya cerna protein (pepsin-tripsin, pepsin-pankreatin dan teknik

multienzim: tripsin, kimotripsin dan peptidase) (Winarno,2007).


134.
135.3. In Vivo
136.

In vivo berasal dari bahasa latin yang berarti dalam kehidupan dan mengacu

pada studi tentang sifat biologis yang dilakukan untuk mengamati efek keseluruhan
percobaan dalam organisme yang hidup. Studi in vivo memungkinkan para ilmuwan untuk
mengamati pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan medis dalam konteks organisme hidup, adapun
metode Uji invivo: hewan coba& manusia (biologis) antara lain:
137.Protein EfficiencyRation (PER)
138.Net Protein Ratio (NPR)
139.Biological Value (BV)
140.Net Protein Utilization (NPU)
141.Daya Cerna Sejati(DC Sejati) / True digestibility (Winarno,2007).
142.
143.4. PER
144.Metodeini dikembangkan oleh Osborne, Mendel dan Ferry tahun 1919, merupakan
evaluasi nilai gizi protein yang banyak digunakan.
145.Telah ditetapkan sebagai metode resmi FDA untuk penetapan mutuprotein dalam
nutrition labelling.
146.PER dilakukan selama28 hari pada hewan coba tikus, menggunakan jenis pakan
standart (AIN/ANRC).

147.
148.PER

149.PER sampel= perub BB / jumlah protein konsumsi


150.PER kasein terkoreksi = 2.5 / PER kasein teranalisis
151.PER terkoreksi = PER sampel / PER kasein terkoreksi
152.
153.5. NPR
154.NPR dikembangkan untuk memecahkan masalah teoritis pada PER, dimana dalam
penetapan PER semua protein yang dikonsumsi diasumsikan digunakan semua untuk
pertumbuhan, tidak mengantisipasi fungsi protein pemeliharaan.
155.Pelaksanaan NPR sama dengan PER, hanya terdapat grup tikus yang diberi ransum
non protein dan lama waktu NPR hanya 10 hari.

156.
157.
158.6.BV, DC, DT, NPU, dan DA
159.Metode ini dikembangkan untuk mengevaluasi protein secara biologis dengan
menggunakan subjek manusia, namun pada perkembangan selanjutnya metode BV ini
diadopsi untuk dilakukan pada hewan coba tikus

160.
161.

NPU perbandingan antara jumlah nitrogen yang diretensi dalam tubuh dengan jumlah
nitrogen yang dikonsumsi.

162.NPU = N konsumsi(N feses-N metabolik)-(N urine N endogen) x 100N yang


dikonsumsi
163.

True Digestibility (Dt)


164.

Merupakan perhitungan terhadap kemampuan protein untuk dicerna dengan

mempertimbangkan nitrogen yang hilang melalui feses dari tikus yang diberi diet non
protein (sebagai koreksi).
165.
166.

167.

Rumus yang digunakan :


168.Dt =

N konsumsi ( N feses proteinN feses non protein )


N konsumsi

169.

Apparent Digestibility (Da)


170.

Merupakan perhitungan terhadap kemampuan protein untuk dicerna tanpa

mempertimbangkan nitrogen yang hilang melalui feses dari tikus yang diberi dier non
protein. Biasanya nilai Da lebih kecil daripada nilai Dt. Rumus yang digunakan :
171.Da =

N konsumsiN feses
N konsumsi

172.(Andrew, 2006).
173.
174.FUNGSI REAGEN
BUFFER PHOSPATE
175.Dalam evaluasi kadar protein, buffer fosfat berfungsi untuk mempertahankan pH
optimum dan menstabilkan pH agar enzim protease dapat berkerja secara optimum
dalam menghidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sedehana (Febriana, dkk.,
2014).
DIETIL ETER
176.Untuk melarutkan lemak pada sampel sehingga lemak tidak mengganggu dalam
pengukuran kadar protein. Selain itu penambahan dietil eter juga digunakan untuk
pelarut yang melarutkan TCA kembali sehingga dapat diperoleh endapan protein yang
murni juga berfungsi untuk menghilangkan residu asam trikarboksilat (Andrew, 2006).
BIURET
177.

Pereaksi biuret berfungsi sebagai indikator ada atau tidaknya ikatan peptida

dalam sampel. Dalam uji biuret ini terdapat 2 reagen, yakni CuSO4 dan NaOH.
Reagen-reagen ini dapat berbahaya jika tertelan, dapat menyebabkan gangguan
pencernaan dan iritasi saluran pernafasan dengan luka bakar, menyebabkan iritasi
mata dan kulit dan luka bakar, higroskopis, mutagen dan kemungkinan sensitizer
(Andrew, 2006).
BSA
178.Dalam evaluasi kadar protein yang terkandung di dalam sampel digunakan larutan BSA
(Bovine Serum Albumine) dimana larutan BSA merupakan larutan yang mengandung
protein yang berfungsi dalam pembuatan kurva standar pada evaluasi kadar protein

(Noviani, 2014).
TCA 20%
179.Fungsi TCA adalah untuk menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan cara
mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam. Reagen ini menghentikan reaksi
enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga enzim menjadi inaktif dan kehilanagan
fungsi katalitiknya (Noviani, 2014).
ENZIM PANKREATIN
180.Enzim pankreatin merupakan kombinasi enzim pankreas (amilase, tripsin dan lipase)
yang digunakan untuk meningkatkan proses pencernaan makanan yang berlemak. Dalam
evaluasi kadar protein, enzim pankreatin berfungsi untuk memaksimalkan hidrolisis
struktur protein yang terkandung di dalam sampel menjadi bentuk yang lebih sederhana
(Noviani., 2014).
181.
182.

PNENTUAN DAYA CERNA PROTEIN SAMPEL

o Kedelai mentah
183. Kedelai merupakan sumber pangan yang bernilai gizi tinggi. Kedelai terutama
mengandung karbohidrat, protein, dan lemak.(Karmas, 2005). Kadar protein

pada

kedelai mentah sebesar 40,4% per 100gram. Sedangkan daya cerna proteinnya sebesar
56,79% (Karmas, 2005).
o Kedelai rendam
184. Kedelai rendam memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan kedelai
mentah. Sedangkan daya cerna protein kedelai yang dikecambahkan akan semakin
meningkat. Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecarnbahkan berada dalam bentuk
tidak aktif (terikat) dan setelah perkecambahan, bentuk tersebut diaktifkan, sehingga
meningkatkan daya cerna yaitu sebesar 49,32% (Karmas, 2005).
o Kedelai rebus
185. Protein yang terkandung pada kedelai rebus sebesar 20,2% per 100gram
dengan daya cerna sebesar 32,9% (Karmas, 2005).
o Kedelai sangrai
186. Protein yang terkandung pada kedelai sangrai sebesar 42,95% per 100gram
dengan daya cerna proteinnya sebesar 41,09% (Winarno, 2008).
o Kecambah kedelai

187. Protein yang terkandung pada kedelai rebus sebesar 40,49gram per 100gram
(Budiyanto, 2007). Sedangkan daya cerna protein kedelai yang dikecambahkan akan
semakin meningkat. Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecarnbahkan berada
dalam bentuk tidak aktif (terikat) dan setelah perkecambahan, bentuk tersebut
diaktifkan, sehingga meningkatkan daya cerna.
o Tempe kedelai
188.

Daya cerna protein pada tempe kedelai mempunyai presentase sebesar

83,03% (Winarno, 2006).


o Susu cair
189. Susu sapi cair mengandung kadar protein sebesar 3,2 gram per 100 gram.
Sedangkan daya cerna proteinnya sebesar 97,02% (Noviana, 2014).
o Yougurt
190. Setiap 100gram yoghurt mengandung 3,3 gram protein dengan daya cerna
proteinnya sebesar 79,89% (Noviana, 2014).
o Daging sapi rebus
191. Pemanasan pada daging sapi menyebabkan penurunan daya cerna proteinnya
yaitu dari 87,42% menjadi 79,83% (Noviana, 2014).
o Daging sapi mentah
192. Komponen bahan kering yang terbesar dari daging adalah protein sehingga
nilai nutrisi dagingnya pun tinggi. Kadar protein pada daging sapi mentah sebesar
18,8%, sedangkan daya cerna proteinnya sebesar 15,02% (b/b) (Noviana, 2014).
o Abon sapi
193. Abon didefinisikan sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat
dari daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Daya cerna
abon dari protein kasar sebanyak 38,98% memiliki kadar daya cerna protein sebesar
22,95% (b/b) (Noviana, 2014).
194.
195.
196.
197.

198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.DIAGRAM ALIR
1. Persiapan Sampel
a. Kedelai Mentah
205.
Kedelai
206.
207.
208.Ditimbang sebanyak 10 gram
209.
210. Dihaluskan
211.
212.
213.
b. Kedelai Rendam
214.

Kedelai
Mentah
Kedelai
215.

216.
217.Ditimbang sebanyak 10 gram
218.
219. Direndam selama 12 jam

100 ml air
220.

221. Ditiriskan

Air rendaman

222.
223. Dihaluskan
224.
225.
c. Kedelai Rebus
227.

230.
231.

Kedelai
Rendam
226.
Kedelai

228.Ditimbang sebanyak 10 gram


229.
Dimasukkan kedalam rebusan air mendidih 100 ml selama 20 menit
232.Ditiriskan
233.
234. Dihaluskan

235.
Kedelai
Rebus

Air rebusan

236.
d. Kedelai Sangrai
237.
Kedelai

238.

239. Ditimbang sebanyak 10 gram


240.
241.Wajan dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit
242.
243.Kedelai di sangrai
244.
245. Dihaluskan
246.
247.
e. Kecambah Kedelai
248.

Kedelai
Sangrai
Kedelai
249.

250.
50ml air

251. Ditimbang sebanyak 10 gram


252.
253.Direndam selama 12 jam
Air rendaman

254.

255.Ditiriskan dan diletakkan di atas kapas basah / kertas merang


256.
257.Dibiarkan berkecambah selama 2 hari
258.
259. Dihaluskan
260.
261.
262.
f. Tempe Kedelai

Kecambah Kedelai

263.
Tempe264.
Kedelai
265.
266.Ditimbang sebanyak 10 gram
267.
268. Dihaluskan
269.
270.

Tempe Kedelai
2. Penentuan Daya Cerna Protein
271.
272.
273.

Sampel

274.Ditimbang sebanyak 20mg


275.
276.

9 ml buffer phospat
277.Di larutkan
278.
279.Di inkubasi selama 1 jam (shaker waterbath)
280.
281.
282.Disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit

2 ml enzim pankreatin

283.
284.Diambil supernatant 5 ml
285. 5 ml TCA konsentrasi 20%
286.
287.Diinkubasi pada suhu kamar 15 menit
288.
289.
290.Disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit
291.
292.Analisa metode Bradford
293.
294.
Hasil
295.
296.
3. Penentuan kadar pati metode Btadford
297.
298.
299.

100ml Standar BSA konsentrasi


0-50ug/ml

Aquades 100 ul

Sampel 100 ul

300.
301.
302.
0,5 ml Follin Denis
0,5 ml Follin Denis
303.
304.Dimasukan ke dalam tabung reaksi
305.
306.
307.Di vortex hingga homogen
308.
309.
310.Diinkubasi semala 5 menit
311.
312.Dihitung adsorbansinya panjang gelombang 595 nm
313.
314.
Hasil
315.
316.Daftar Pustaka
317.
318.Andarwulan, N. 2011. Analisa Pangan. Jakarta: Dian Rakyat
319.Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe, Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan
Tempe. Jakarta : PT Dian Rakyat.

320.Beach, Eliot F, Samuel S. Bernstein, Olive D, Hoffman, D. Maxwell Teague, and Icie G.
Macy. 2005. Distribution of Nitrogen and Protein Amino Acids in Human and in Cow
Milk. Research Laboratory of the Childrens Fund of Michigan, Detroit.
321.Budiyanto, M. A. K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
322.Candradewi, Nurul. 2012. Evaluasi Nilai Biologis Protein In Vitro: Pengukuran Daya
Cerna Protein. Bogor: IPB.
323.Deshpande SS, Damodaran S. 2009. Heat induced conformational changes in phaseolin
and its relation to proteolysis. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) Protein
Structure and Molecular Enzymology 998: 179188.
324.Duodu KG, Taylor JRN, Belton PS, Hamaker BR. 2005. Factors affecting sorghum
protein digestibility. J of Cereal Sci 38: 117131.
325.Febriana, dkk. 2014. Evaluasi Kualitas Nilai Gizi, Sifat Fungsional dan Sifat Sensoris
Sala
326.

Lauak dengan Variasi Tepung Beras sebagai Alternatif Makanan Sehat. Jurnal

327.

Teknosains Vol. 3 No. 2. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

328.Fennema ON. 2006. Food Chemistry Third Edition.Marcel Dekker Inc, New York.
329.Guo X, Huiyuan Y, Zhengxing C. 2007. Effect of heat, rutin and disulfide bond reduction
on in vitro pepsin digestibility of Chinese tartary buck wheat protein fractions. J of
Food Chem 102:118122.
330.Hart, H., Cravel E. 2005. Kimia Organik edisi XI. Jakarta: Erlangga
331.Karmas, E. dan R. Harris. 2005. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Terjemahan: Achmadi, S. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press Lawrie, R.A.
2005. Meat Science 4th Edition. Pergamon Press. New York
332.Legowo, A. M. 2007. Buku Ajar Analisis Pangan. Semarang: UNDIP
333.Marks, Dawn. 2006. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
EGC.

334.
Muchtadi,
D.
1993.
Teknik
Protein.
Evaluasi
Program
Nilai
Gizi
Pascasarjana
Bogor,
Bogor.

336.Muchtadi, D. 2009. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

337.Muchtadi, D., Astawan, M. dan N. S Palupi. 2009. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi
dan Kebutuhan bagi Kebutuhan Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
338.Noviana, Sulsilawati. 2014. evaluasi nilai gizi dan karakteristik protein daging sapi dan
hasil olahannya. Sumbawa: Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Mataram.

339.Palupi, Ns, FZ Zakaria, E Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap NilaiGizi


Pangan.Module-Learning ENBP, Bogor : Departemen Ilmu danTeknologi Pangan
IPB.
340.Santosa. 2009. Inovasi Pangan. Pengembangan Inovasi Pertanian: 199-211.
341.Sugiyono. 2008. Kandungan Gizi Kedelai (terhubung berkala).http://id.shvoong.com.
online. 7 Desember2015.
342.Valle-Riestra, J dan R.H. Barnes. 2007. Digestion of head-damaged egg albumen by the
rat. J. Nutr. 100:873.
343.Winarno , F. G. 2008. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka, Jakarta.
344.
345.
346.
347.
348.

Anda mungkin juga menyukai