Anda di halaman 1dari 102

PEMICU 3

BAYIKU KUNING
KELOMPOK 21
BLOK HEMATOLOGI
2015

LO 1 MEKANISME IKTERIK
Ikterik / ikterus
Disebabkan karena gangguan metabolisme bilirubin shg
dpt terjadi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan
hiperbilirubinemia terkonjugasi
Secara normal metabolisme bilirubin terdiri dr 3 fase :
Pra-hepatik

Destruksi eritrosit

Intrahepatik

Pembentukan bilirubin direk

Ekstrahepatik

Ekskresi bilirubin

Hiperbilirubinemia Tak Terkonjugasi


Mekanisme gangguan metabolisme pd bilirubin tak terkonjugasi :
1. Over produksi
Disebabkan adanya perombakan / destruksi eritrosit
intravaskuler / hemolysis intravaskuler yg berlebihan shg
pasokan bahan baku berupa protoporfirin meningkat shg
terbentuk banyak bilirubin indirect / bilirubin tak terkonjugasi
dilain sisi enzim glukoronil transferase dlm sel hepatosit yg
melakukan proses konjugasi tidak mencukupi lebihan
bilirubin indirect akan keluar ke sistem sirkulasi
mengakibatkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dlm plasma berikatan
dgn albumin

Hiperbilirubinemia Tak Terkonjugasi


Mekanisme gangguan metabolisme pd bilirubin tak
terkonjugasi :
2. Penurunan ambilan hepatik
Bilirubin indirect pd RES di hati dan sistem sirkulasi dpt
berikatan pd reseptor sel hapatosit yg melakukan proses
konjugasi
Reseptor yg abnormalitas mengakibatkan terjadinya penurunan
ambilan hepatik

3. Penurunan konjugasi hepatik


Disebabkan oleh defisiensi enzim glukoronil transferase
kemampuan sel hepatosit dlm proses konjugasi menurun

Hiperbilirubinemia Terkonjugasi
Mekanisme gangguan metabolisme pd bilirubin terkonjugasi :
1.Intrahepatik
Disebabkan adanya kelainan hepatoseluler hepatitis, sirosis hati,
alcohol, obat anastesi, dan tumor hati multiple
Kelainan hepatoseluler terjadi dimana proses konjugasi telah terjadi
dan tidak dpt mensekresikan hasilnya berupa bilirubin direct

2.Ekstrahepatik

Disebabkan karena terjadinya obstruksi / penyumbatan pd bile


ductus / bilier ekstrahepatik
Obstruksi bilier ekstrahepatik
Obstruksi sal. Empedu di dalam hepar
Sirosis hepatis, abses hati, tumor maligna

Obstruksi pd lumen sal. Empedu


Batu empedu

Kelainan dinding sal. Empedu


Atresia bawaan, struktur traumatic, tumor sal. Empedu

Tekanan dr luar sal. Empedu


Pankreatitis tumor caput pankreas

LO 2 ETIOLOGI, FAKTOR RESIKO,


EPIDEMIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK

Definisi Anemia Hemoitik


Adalah anemia yang diakibatkan peningkatan
kecepatan destruksi eritrosit. Karena hiperplasia
eritripoiesis dan perluasan anatomik pada sumsum
tulang (Kapita Selekta Hematologi: 68)
Adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis.
Hemolisis adalah pemecahan eritostit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup 120
hari) (Klinik Ringkas Hematologi: 50)

Klasifikasi Anemia Hemolitik


1. Anemia Hemolitik Intrakorpuskular
Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri,
dan sebagian besar bersifat herediter-familier
2. Anemia Hemolitik Ekstrakorpuskular
Anemia hemolitik karena faktor dari luar eritrosit, yang
sebagian besar bersifat didapat

Klasifikasi Anemia Hemolitik


Gangguan intrakorpuskuler
berdasarkan etiologinya
A. Herediter
Membranopati (ggn membran
eritrosit)
Hereditary spherocytosis
Hereditary elliptocytosis
Hereditary stomatocytosis

Enzimopati (gangguan
metabolisme/ enzim eritrosit)
Defek pd jalur
heksosemonofosfat, defisiensi
G6PD
Defek pd jalur embdenmeyerhoff, defisiensi piruvat
kinase

Hemoglobinopati

Hb-pati struktural :
HbC,HbD,HbE,HbS,unstable
Hb, dll.
Sindrom thalassemia

B. Didapat :
Paroxysmal nocturnal
Hemoglobinuria (PNH)

Gangguan ekstrakorpuskuler

Didapat
Imun

Mikroangiopatik

Drug Associated
Red cell fragmentation
syndromes :

March Hemoglobinuria
Infeksi : Malaria, Clostridia
Bahan Kimia dan fisik :

Autoimun : warm AIHA, cold AIHA


Aloimun : Hemolytic transfusion
reactions, Hemolytic disease of
new born, allograft (bone marrow
transplantation)

Graft arteri
Katup jantung (buatan)

TTP (Thrombotic Trombocytopenic


Purpura)
HUS (Hemolytic Uremic Syndrome)
DIC (Disseminated Intra Vascular
Coagulation)
Pre-eklampsia

Obat
Bahan kimia dan rmh tangga
Luka bakar luas

Luka bakar akan merusak eritrosit dan


menyebabkan akansitosis / sferositosis.

Hipersplenisme

Epidemiologi
Anemia hemolitik: 5% dari keseluruhan kasus anemia
Anemia hemolitik imun
1-3 kasus per 100.000 individu per tahun
Lebih sering pada perempuan daripada laki-laki dan umumnya
terjadi pada usia pertengahan

Anemia hemolitik non-imun


Sickle cell anemia umumnya terjadi pada orang Afrika-Amerika
Defisiensi G6PD merupakan X-linked resesif sehingga dijumpai
di laki-laki

LO 3 PATOFISIOLOGI ANEMIA
HEMOLITIK

INTRAVASKULAR

1. Membranopati (Spherocyte)
Defek pada ankyrin, spectrin, atau pallidin (protein interaksi
vertikal membrane skeleton & lipid bilayer membran eritrosit)
Membran eritrosit longgar
Lipid bilayer yg tidak disupport protein rangka mudah terlepas
Eritrosit bikonkaf menjadi mikrosferis
Melewati kapiler limpa
rusak, atau ditandai & difagosit makrofag (mati sebelum
waktunya)
Hemolisis ekstravaskuler kronik

Sferositosis herediter
Definisi

Kelainan karena pola pewarisan dan kasus2 ini


disebabkan oleh mutasi spontan.

Etiologi

Kelainan molekuler protein rangka (misal: def protein


spektrin)

Tanda dan gejala

Anemia
Ikterus
Splenomegali
Sferositosis dan somatositosis di darah perifer
Terjadi hemolisis tingan tapi terkompensasi

Penatalaksanaan

Splenektomi

Sferositosis

Sferositosis Herediter
Defek pd protein
pembentuk
membran eritrosit

Patogenesis :

Akibat : def.
spectrin, ankryn,
protein pita 3

fragilitas osmotik
eritrosit bentuk
eritrosit bulat
permukaan membran
hilang terjebak dalam
limpa

Eliptositosis herediter
Definisi

Penyakit karena gangguan herediter yg berkaitan dengan


kerangka protein membran SDM

Gejala klinis

Jarang ada gejala

Temuan
laboratorium

Darah berbentuk sel sabit


Krapuhan osmotik dan autohemolisis

Komplikasi

Piropoikilositosis
Eritrosit menunjukkan banyak bentuk tetesan airmata
sferosit dan mikrosferoist sera sel2 yang terfragmentasi

Eliptositosis Herediter
Patogenesis :
kegagalan
heterodimer
fragilitas osmotik
spektrin untuk
eritrosit
bergabung
dengan dirinya
menjadi
heterotetramer
Gangg sintesis protein
spectrin dan , protein
4.1 , glicophoryn C
pembentuk membran
eritrosit

Stomatositosis herediter
Stomatositosis herediter
1. Jumlah satomatosit meningkat
2. Volume sel rerata meningkat

2. Enzimnopati - Defisiensi G6PD


Glukosa-6 fosfat dehidrogenase berfungsi :
Melepaskan nikotinamida adenin dinukelotida fosfat (NADP).
Sumber NADPH satu-satunya yang diperlukan untuk produksi
glutation tereduksi.

Patofisiologi :
Timbul karena mutasi gen yang mengkode enzim G6PD yang
terletak pada lengan panjang dari kromosom X. Secara
elektroforetik ada 2 tipe isoenzim, yaitu : tipe A (orang Negro) &
tipe B (varian normal).

Defisiensi G6PD NADPH reduced glutathion eritrosit


mudah terkena bahan oksidan
kerusakan membran &
pembentukan Heinzs bodies eritrosit rusak difagositir RES
jika berat menimbulkan hemolisis intravaskular.

Gambaran Klinis
Anemia hemolitik akut (respons terhadap stress oksidan)
Ikterus neonatal
Drug induced hemolytic anemia
Favism

Gambaran laboratorium
Tanda-tanda hemolisis intravaskuler.
Gambaran apusan darah tepi contracted & fragmented
cells, bite cells, and blister cells. Inclusion bodies terdapat di
eritrosit.

Terapi
Menghentikan obat yang memicu hemolisis.
Jumlah urin yang kelua tinggi dipertahankan.
Transfusi darah untuk anemia berat.

Mutasi gen yg mengkode rangkaian asam amino G6PD terletak


pada lengan panjang kromosom X lebih sering mengenai lakilaki
Perempuan biasanya carrier (biasanya nilai G6PD eritrosit
separuh dari normal) dan asimtomatik wanita heterozigot
mendapat keuntungan: resisten terhadap malaria Falciparum
Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 400 varian G6PD
terjadinya substitusi basa (penggantian asam amino)

Hemolisis pada anemia defisiensi G6PD dapat dipicu:


Obat-obatan
Antimalaria : primakuin, pirimetamin, kinine, khlorokuin
Antibakteri: sulfonamid, sulfometoksazol, sulfapiridin, tiazolsulfon,
nitrofurantoin, penisilin, streptomisin, INH
Analgetika: fenasetin, salisilat, parasetamol
Lain-lain: asetanilid, furokson, metilen blue, vit K, probenesid, quinidin,
dapson, toluidin blue, doksorubisin

Infeksi dan ketoasidosis diabetik


Fava bean / buncis (mengandung convicience)
menimbulkan favism

Stres oksidan/agen penyebab anemia hemolitik pada


defisiensi G6PD:
Infeksi & ketoasidosis diabetik
Kacang fava (Vicia faba)
Obat
Anti Malaria : primakuin, pamakuin, klorokuin, fansidar, maloprim)
Anti bakteri : sulfonamid, dapson, kloramfenikol, nitrofuran,
kotrimoksazol, salazopyrin
Obat cacing : -naftol, stibofen.
Lain-lain : analog vitamin K, naftalen, probenisid

2.
Enzimnopati
defisiensi
piruvat kinase

Piruvat kinase adalah enzim yang dibutuhkan utk


konversi 2-fosfoenolpiruvat (2-PEP) menjadi piruvat
(tahap akhir dari proses glikolisis), dan menghasilkan
ATP bagi eritrosit.
Merupakan 95% kasus defek jalur glikolisis.
Biasanya diturunkan secara autosomal resesif.

Kurangnya piruvat kinase penghasilan ATP rendah &


influks Na dan K berlebihan eritrosit kaku lebih
cepat disekuestrasi oleh makrofag.
Kelainan ini hanya mengenai eritrosit, tetapi beberapa
kelainan lain terkait glikolisis dapat mengenai leukosit
(meskipun tidak mempengaruhi populasinya).

Diwariskan secara resesif autosomal, pasien yang


terkena bersifat homozigot atau heterozigot ganda.
Eritrosit
menjadi
kaku
karena
berkurangnya
pembentukan adenosin trifosfat (ATP).
Beratnya anemia sangat bervariasi (Hb 4-10g/dl) dan
menyebabkan gejala yang relatif ringan karena
pergeseran kurva disosiasi oksigen ke kanan akibat
peningkatan kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) intrasel

Pemeriksaan Laboratorium :
Poikilositosis & prickel cell

Gejala Klinis :
Ikterus
Batu empedu
Penonjolan os frontalis mungkin.

Terapi
Splenektomi (meringankan) untuk pasien dengan transfusi
darah sering.

3. Hemoglobinopati: Struktural: HbS


Secara umum, hemoglobinopati struktural adalah perubahan
struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai
globin tertentu.
Salah satu jenis anemia akibat hemoglobinopati yg paling
prevalen adalah anemia karena mutasi HbA menjadi HbS,
atau kombinasi dua jenis mutasi (sickle cell anemia)
contoh: Hb SC.
Eritrosit yg seharusnya berbentuk bikonkaf bentuk bulan
sabit, karena mengalami presipitasi pada tekanan oksigen
yang rendah.
Banyak dijumpai di Amerika Serikat.

Mutasi satu kodon pada gen beta (adenine digantikan


thymine) pada posisi 6 dalam rantai beta
Hasil bukan valine, tapi asam glutamat
Dihasilkan hbs, bukan hba
Pada tekanan oksigen rendah tidak larut, mengalami
presipitasi (sickling) membentuk bulan sabit
Disekuestrasi oleh limpa
Anemia hemolitik
Bentuknya abnormal, sulit melewati kapiler
Membuat penyumbatan (vasooklusi)

3. Hemoglobinopati: Thalassemia

Robbins Basic Pathology 9th Ed Hal 414 Clinical and Genetic Classification of Thalassemi

3. Hemoglobinopati: Thalassemia
Adalah suatu kelainan genetik yg sangat beraneka ragam yg
ditandai penurunan kecepatan sintesis (rate of synthesis)
rantai alfa/beta dari globin.
Klasifikasi anemia:
Thalassemia alfa : penurunan/tidak terjadinya sintesis rantai alfa
Thalassemia beta: penurunan/tidak terjadinya sintesis rantai beta
Thalassemia beta mayor : bentuk homozigot, butuh transfusi seumur hidup.
Thalassemia intermedia : genetik bervariasi, gejala terletak di antara
thalassemua mayor dan minor.
Thalassemia minor/trait : bentuk heterozigot yg biasanya tidak timbul gejala.

3. Hemoglobinopati: Struktural +
Thalassemia
Patofisiologi dan patogenesis merupakan gabungan dari
keduanya. Pewarisan dari kedua orang tua: satu
membawa sifat thalassemia, satu membawa sifat Hb
mutasi.

EKSTRAVASKULAR

1. Anemia Hemolitik Autoimun


AIHA tipe hangat
IgG aglutinin tipe hangat (bereaksi pada membran sel
eritrosit pada 37 derajat)

AIHA tipe dingin


IgM aglutinin tipe dingin (berikatan pada antigen
polisakarida pada permukaan sel eritrosit pada dibawah suhu
tubuh)

Paroxymal cold hemoglobinuri


AIHA karena induksi obat
Anemia hemolitik aloimun akibat trasnfusi

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe


Hangat
Sebagian besar AIHA merupakan tipe hangat
Karena autoantibodi bekerja optimal pada suhu tubuh
50% diantaranya mengalami gejala diantaranya:

Onset penyakitnya tersamar


Gejalanya secara perlahan-lahan
Ikterik (40% dari seluruh kasus), demam
Kadang2 ditemukan penyakitnya mendadak, disertai nyeri
abdomen dan anemia berat
Urin menjadi gelap karena hemoglobinuri
50-60% terjadi splenomegali, 30% hepatomegali, 25%
limfanopati, dan 25% tidak mengalami perbesaran organ

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe


Hangat
Terapi:
Kortikosteroid 1-1.5 mg/kgBB/hari (Sebagian besar
menunjukan respon klinis yang baik, nilai normal dan stabil
akan dicapai pada hari ke 30 hari ke 90. Bila ada efek
samping, dosis diturunkan tiap minggu sampai 10-20 mg/hari)
Splenektomi operasi pengangkatan limpa (bila terapi
steroid tidak adekuat)

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe


Hangat
Terapi:
Imunosupresi
Azathioprin (50-200 mg/hari)
Siklofosfamid (50-150 mg/hari)

Danazol {600-800 mg/hari(biasanya diberikan bersamaan


dengan steroid)}
Terapi immunoglobulin intervena (400mg/kgBB per hari
selama 5hari)
Mycophenolate mofetil (500-1000 mg perhari)
Terapi transfusi {diberikan pada kondisi mengancam jiwa
(Hb<3g/dl)}

Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin


Disebabkan karena adanya hemolisis yang diperantarai
oleh IgM (aglutinin tipe dingin)
Gambaran klinik:

Sering aglutinisasi pada suhu dingin


Hemolisis berjalan kronik
Anemia ringan
Sering terjadi akrosianosis dan splenomegali

Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin


Terapi:
Menghindari suhu dingin
Chlorambucil (2-4 mg/hari)
Plasmafaresis {mengurangi antibodi IgM (secara teoritis dapat
mengurangi
hemolisis,
secara
praktik
sangat
sukar
dilakukan)}

Paroxysmal Cold Hemoglobinuri


Jarang dijumpai (2-5%)
Dulu penyakit ini sering dialami dan berkaitan erat
dengan penyakit sifilis
Terjadi lisis akibat adanya propaganda protein2
kemplemen yang lainnya
Gambaran klinis:

Hemolisis paroksismal (disertai menggigil)


Panas
Hemoglobinuri selama beberapa jam
Disertai urtikaria

Anemia Hemolitik Imun Diinduksi


Obat
Adanya beberapa obat yang menginduksi autoantibodi
terhadap eritrosit
Contoh:
Methyldhopa

Terapi:
Menghentikan pemakaian obat
Kortikosteroid dan transfusi darah (jika pada kondisi berat)

Anemia Hemolitik Aloimun akibat


Transfusi
Hemolisi aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi
akut
Disebabkan ketidaksesuaian ABO eritrosit
Memicu sistem komplemen dan hemolisis intravaskular
(dapat menimbulkan DIC dan infark ginjal)
Gejala:

Sesak nafas
Demam
Nyeri pinggang
Menggigil
Mual
Muntah
Syok

Sindrom Fragmentasi Eritrosit


Timbul akibat kerusakan fisik pada eritrosit, baik pada
permukaan yang abnormal (mis. Katup jantung artifisial
atau cangkok arteri) atau sebagai anemia hemolitik
mikroangiopatik yang disebabkan oleh eritrosit yang
melewati benang-benang fibrin yang terdeposit dalam
pembuluh darah kecil. Deposit fibrin dapat disebabkan
oleh koagulasi intravaskular diseminata, hipertensi
maligna, sindrom hemolitik uremik.

Mikroangiopatik
Terjadi
akibat
proses
patologik
tertentu
yang
menyebabkan kapiler penuh fibrin sehingga eritrosit
dipaksa melewati lubang yang sempit. Akibatnya terjadi
kerusakan membran sampai fragmentasi eritrosit.
Gambaran kliniknya didominasi oleh gambaran penyakit
dasar.
Dapat
dijumpai
tanda-tanda
hemolisis
intravaskuler,
seperti
hemoglobinemia
atau
hemoglobinuria: tanda-tanda hemolisis ekstravaskuler
seperti, retikulositosis, dan peningkatan bilirubin indirek
dalam darah.

Hemoglobinuria Mars
Hal ini disebabkan oleh kerusakan pada eritrosit antara
tulang-tulang kecil kaki, biasanya terjadi selama
berjalan mars atau lari dalam waktu lama.
Sediaan apus darah tidak menunjukkan adanya
fragmen.

Infeksi
Dapat mencetuskan krisis hemolisis akut pada defisiensi
G6PD
atau
menyebabkan
anemia
hemolitik
mikroangiopatik, mis pada septikemia meningokokal
atau pneumokokal.
Malaria menyebabkan hemolisis melalui destruksi
ekstravaskuler eritrosit berparasit dan lisis intravaskuler
langsung.
Demam blackwater adalah hemolisis intravaskuler akut
disertai gagal ginjal akut, yang disebabkan oleh malaria
falciparum.

Agen Kimia dan Fisika


Obat tertentu (mis dapson dan salazopirin)pada dosis
besar menyebabkan terjadinya hemolisis intravaskuler
oksidatif dengan pembentukan badan heinz pada subjek
normal.
Penyakit wilson dapat terjadi anemia hemolitik akut
akibat kadar tembaga yang tinggi dalam darah.
Keracunan kimiawi, mis keracunan timbal, klorat, atau
arsin dapat menyebabkan hemolisis yang berat.
Luka bakar berat merusak eritrosit dan menyebabkan
akantositosis atau sferositosis

Hipersplenisme
Keadaan kerja limpa yang berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit.
hipersplenisme dapat primer atau sekunder. Primer, tidak diketahui
penyebabnya, sedangkan sekunder dapat disebabkan penyakit infeksi
atau parasit.
Pembesaran limpa dapat menyebabkan kerja limpa bertambah atau
sebaliknya.
Penyebab pembesaran limpa : proses inflamasi, congestive, kista dan
neoplasma.
Gejala klinis : rasa sakit diperut karena pembesaran limpa dan
peregangan kapsul limpa, infark ataupun inflamasi dari kapsul limpa.
Pengobatan : pada hipersplenisme primer, splenektomi cara yang
terutama, sedangkan sekunder tergantung dari penyakit penyebabnya.

LO 4 TANDA DAN GEJALA ANEMIA


HEMOLITIK
A. Adanya anemia
1. Penurunan hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit
2. Penurunan Hb >1 g/dl dalam waktu 1 minggu khas pada hemolitik
akut didapat
B. Tanda-tanda hemolisis
1. Penurunan masa hidup (life span) eritrosit
2. Peningkatan katabolisme heme
a. peningkatan produksikarbon monoksid (CO) endogen
b. peningkatan urobilinogen urine dan sterkobilinogen feses
3. Peningkatan aktivitas dehidrogenase laktat serum

4. Penurunan haptoglobin serum


5. Penurunan hemoglobin terglikolisasi
6. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler:
a. Hemoglobinemia
b. Hemoglobinurea
c. Hemosiderinuria
d. Methemalbunemia
e. Penurunan kadar hemopeksin serum

C. Kompensasi sumsum tulang


1. Retikulositosis
2. Polikromasia pada darah tepi
3. Hiperplasia normoblastik
D. Kelainan laboratorium akibat penyakit dasar
1. Tes coomb positif
2. Tes fragilitas osmotik
3. Kelainan morfologik eritrosit

Imun tipe hangat:

Gejala umum anemia


Ikterik (40% kasus)
Demam
Urin berwarna gelap (karena hemoglobinuria)
Pada AHIA idiopatik:
Splenomegaly (50-60% kasus)
Hepatomegali (30% kasus)
Limfodenopati (25% kasus)

Imun tipe dingin:

Anemia ringan (9-12 g/dL)


Akrosianosis (aglutinasi intravascular: ditandai dengan munculnya sianosis
perifer pada ekstremitas, hidung, dan telinga saat terpapar suhu dingin)
Splenomegali

Paroksisimal cold hemoglobinuria:

Menggigil
Panas
Mialgia
Sakit kepala
Sering disertai utrikaria

Anemia Hemolisis diinduksi obat:

Sangat bervariasi, berupa gejala dan tanda hemolisis ringan-berat

Anemia hemolitik aloimun karena transfusi:

Sesak napas
Demam
Nyeri pinggang
Menggigil
Mual
Muntah
Hinggat syok

Non Imun:
Gejala umum anemia (lemah pusing, mudah lelah, dan sesak)
Gejala kning dan urin kecoklatan jarang dilaporkan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kulit atau mukosa
yang ikterik serta tanda splenomegaly

LO 5 DIAGNOSA DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG ANEMIA
HEMOLITIK

Pemeriksaan Penunjang Anemia


AHIA Hangat dan AHIA Dingin:

Hb
Retikulosit
Apusan darah
Uji coombs direct

Paroksisimal:

Hb
Retikulosit
MCV
Coombs test
Antibodi cold reacting Ig G
Antibodi Donath-Landsteiner

Anemia hemolitik diinduksi dengan obat:

Hb
Retikulosit
MCV
Coombs test
Hitung leukosit
Hemoglobin pada urin

AIHA (Autoimune Hemolytic Anemia)


Pemeriksaan AIHA
Direct Antiglobulin Test (direct Coombs test)
Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test)

Direct Coombs Test

Indirect Coombs Test

LO 6 TATALAKSANA ANEMIA
HEMOLITIK
AIHA tipe dingin: medikamentosa
Kortikosteroid (prednisone) 1,15 mg/ KgBB/ hari per oral
Imunosupresan: azatriopin 50-200 mg/ hari atau siklofosfamid
50-150 mg/ hari
Danazol 600-800 mg/hari
Transfusi pada kondisi yang mengancam jiwa (Hb <10 g/ dL)
Pembedahan: Splenektomi bila terapi steroid tidak adekuat
atau tidak dapat dilakukan tapering off dalam waktu 3 bulan
Menghindari udara dingin
Klorambusil 2-4 mg/ hari
Mencari etiologic, biasanya oleh limfoproliferatif

Tata Laksana Anemia


Paroksisimal:

Menghindari factor pencetus (udara dingin)


Bila berkaitan sifilis, umumnya berespon baik dengan tata laksana sifilis
Glukokortikoid dan splenektomi tidak ada manfaat
Untuk yang kronis mungkin berespon terhadap azatiorpin dan
siklofosfamid

Diinduksi obat:

Menghentikan pemakaian obat yang menjadi penyebab


Kortikosteroid dan transfuse darah dapat diberikan pada kondisi berat

Aloimun karena transfusi:

Stop transfuse pasang jalur intravena berikan cairan kristaloid misalnya


saline normal 0,9%

LO 7 PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:
Sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit
Sebagian besar perjalanan penyakit berlangsung kronik namun
terkendali.
Prognosis pada aiha sekunder tergantung penyakit yg mendasaru

Anemia hemolitik imun tipe dingin:


Pasien dg sindrom kronik survival baik & stabil
Paroxysmal cold hemoglobinuri: pengobatan penyakit yang
mendasari memperbaiki prognosis.
Kasus idiopatik prognosis baik dg survival yg panjang

KLASIFIKASI MALARIA
Malaria tertiana (paling ringan), yg disebabkan Plasmodium vivax.
Gejala demam dpt terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama
terjadi (dpt terjadi selama dua minggu stlah infeksi).
Malaria tropika disebabkan Plasmodium falciparum merupakan
penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk
ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma,
mengigau dan kematian.
Malaria kuartana disebabkan Plasmodium malariae, masa inkubasi
lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi
terjadi. Gejala kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
Malaria pernisiosa disebabkan oleh Plasmodium ovale. Malaria jenis
ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat

DAUR HIDUP PLASMODIUM

P. Vivax

P. Malaria

P. Falciparum

Eritrosit membesar
Titik schuffner

Eritrosit
tidak Eritrosit
membesar
membesar
Titik ziemman
Titik mauer

P. Ovale

tidak Eritrosit
membesar, oval
kadang
ujung
bergerigi
Titik james

Trofozoit
Muda

Inti 1 warna merah


inti 1
sitoplasma
Sitoplasma cincin

Titik schuffner mulai cincin


nampak

sitoplasma inti 1
cincin
sitoplasma

cincin
inti 1
sering multiple
parasit

Trofozoit
Lanjut

sitoplasma amuboid
pigmen menyebar
titik schuffner lebih jelas

sitoplasma
menebal, bentuk
pita / cincin
pigmen kasar
tersebar

sitoplasma
kompak
pigmen belum
menggumpal

Trofozoit
Tua

sitoplasma > eritrosit


pigmen tersebar
pada pulasan tebal tdp
zona merah

sitoplasma >
eritrosit

pigmen
tersebar

sitoplasma - inti 1
eritrosit
sitoplasma >

pigmen eritrosit
menggumpal

sitoplasma
amuboid
(<
amuboid
dibandingkan
vivax)

pigmen
menyebar
terdapat titik
james

Skizon Muda

inti < 12

sitoplasma
mengisi
hampir seluruh eritrosit
pigmen menyebar

inti < 6
sitoplasma mengisi
hampir
seluruh
eritrosit
pigmen menyebar

inti < 8
sitoplasma - 2/3
eritrosit

pigmen
menggumpal

inti < 6
pigmen tersebar

Skizon Tua

sitoplasma masih satu


inti 12-24 (sering 12-18)
pigmen berkelompok

inti 6-12 (sering 8)


sitoplasma masih
satu

pigmen
berkelompok

sitoplasma 2/3
eritrosit
inti 8-36 (sering 824)

pigmen
menggumpal

inti 6-12 (sering 8)

pigmen
berkelompok

Skizon
Matang

sitoplasma disetiap inti


inti 12-14 (sering 12-18)

inti 6-12
sitoplasma disetiap
inti

inti 8-36 sering (824)


sitoplasma disetiap
inti

inti 6-12
sitoplasma disetiap
inti

Mikrogamet

inti diffuse, tidak padat,


ditengah
pigmen tersebar disekitar
inti

inti diffuse, tidak


padat, ditengah
pigmen disekitar
inti
sitoplasma pucat
kemerahan

inti
lonjong
sitoplasma biru /
pink pucat
inti merah, tidak
padat, ditengah
pigmen disekitar
inti

inti pucat ditengah

sitoplasma
kemerahan
pigmen tersebar
disekitar inti

Makrogamet

inti padat, eksentrik


pigmen banyak disekitar
inti

inti
padat,
eksentrik

sitoplasma
kebiruan
pigmen disekitar
inti

inti lonjong, merah


tua
sitoplasma lebih
biru
pigmen disekitar
inti

inti kompak merah,


eksentrik

sitoplasma
kebiruan
pigmen tersebar
disekitar inti

Bentuk infektif Plasmodium :


Pada nyamuk : makrogametosit
Pada manusia : sporozoit

MASA INKUBASI MALARIA


Masa inkubasi ekstrinsik
mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk
sampai terjadinya stadium sporogani dalam tubuh nyamuk
yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk ke dalam
ke lenjar air liur.

Masa inkubasi intrinsik


waktu mulai saat masuknya sporozoit ke dalam darah
samapai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai
pecahnya sizon darah.

Rekrudensi
Terjadi karena parasit
eritositer bertambah
banyak gejala klinik &
parasitemia timbul dalam
waktu 8 minggu setelah
serangan primer.

Rekuren
Terjadi karena parasit
eksoeritrositer yang masuk
dalam peredaran darah
gejala klinik dan
parasitemia timbul kembali
24 minggu / lebih setelah
serangan pertama hilang.

Plasmodiu
m

Masa
inkubasi

Tipe
panas
(jam)

Relaps

Rekrudens
i

Manifestasi klinik

24,36,48

Gejala gastrointestinal,
hemolisis, anemia, ikterus
hemoglobinuria, gejala
serebral, edema paru,
hipoglikemia, gangguan
kehamilan, kematian

Vivax

12 17
hari

48

++

Anemia kronik,
splenomegali, ruptur limpa

Ovale

13 17
hari

48

++

Anemia kronik,
splenomegali, ruptur limpa

Falciparum

Malariae

9 14
hari

28 -30
hari

72

Rekrudensi sampai 50
tahun, splenomegali
menetap, limpa jarang

GEJALA UMUM MALARIA


Pada akhir masa inkubasi, dapat ditandai dengan gejala
prodromal nonspesifik:

Sakit kepala, photophobia, nyeri sendi, anorexia, mual,


terkadang muntah-muntah
Gejala nonspesifik ini dapat tidak terjadi pada infeksi p.vivax,
dan biasanya ringan pada infeksi p.ovale

Demam yang intermitten (gejala


khas malaria)
Chill Stage:
Badan tiba-tiba menggigil kedinginan (15menit 1 jam). Pasien akan mengeluh sangat
dingin walaupun temperatur meningkat, wajah pucat, nadi cepat, muntah. Pada anak
dapat tjd kejang.

Hot Stage
p. vivax & ovale : 2 6 jam ; p.malaria : 6 jam ; p. falciparum : > 6 jam
pasien akan merasa panas, wajah memerah, merasa khawatir, disorientasi ataupun
mengalami delirium, sakit kepala bagian frontal, nyeri punggung umum terjadi.

Sweating stage:
pasien akan berkeringat banyak, merasa lebih baik. Ketika tahap ini berakhir, pasien akan
merasa sangat lemah dan cenderung ingin tidur

Ketika bangun, suhu tubuh akan normal ataupun sedikit subnormal.


Pasien akan merasa lebih baik sampai terjadi paroxysm berikutnya (pada p.falciparum
dapat terjadi beberapa jam berikutnya)

ANEMIA
Karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi.
Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah
merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel
darah merah,
P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya
hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya
terjadi pada keadaan kronis.
Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.

MALARIA BERAT
Gejala :
SSP: delirium, disorientasi, stupor, koma, kejang, gangguan
neurologis foklat
GIT: muntah, diare hebat, perdarahan, malabsorpsi
Ginjal: nekrosis tubular akut, hemoglobinuria, gagal ginjal akut
Hati: icterus, billous remittent fever dengan muntah hijau
empedu
Paru: edema paru
Lain-lain: anemua, malaria hiperpireksia, hipoglikemi, black
water fever

MALARIA BERAT
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang
khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses
sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke
pembuluh kapiler alat dalam tubuh.
Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk
knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum.
Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag,
monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor
endotel kapiler.
Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel
kapiler terjadilah proses sitoadherensi.

Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan)


dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses
terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah
merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik
yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin
(TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut
mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan
tertentu.

MANIFESTASI KLINIK
Tergantung pada :
Imunitas penderita
Tingginya transmisi infeksi malaria
Berat/ ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium
(P.Falciparum sering memberikan komplikasi)
Daerah asal infeksi
Umur
Ada dugaan konstitusi genetik
Keadaan kesehatan dan nutrisi
Kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala p.vivax dapat berlangsung 3 minggu 2bulan
atau lebih. Tingkat keparahan Paroxysm akan menurun,
dan periodisitasnya menjadi lebih ireguler. Seringkali
pada masa-masa asimptomatik dapat terjadi relaps
hingga masa 5-8 tahun
P. ovale dapat sembuh secara spontan setelah 6-8
paroxysm. Kasus relaps jarang terjadi 1 tahun setelah
gejala awal

MANIFESTASI KLINIK
P. malariae dapat berlangsung 3 minggu 24 minggu
(whites). Berakhirnya gejala pada p.malariae dapat
mempunyai arti:

Infeksi telah sepenuhnya hilang, atau mungkin masih terdapat


seri rekrudesensi. Pada masa ini apabila darah pasien
ditransfusikan
pada
orang
normal,
orang
tersebut
berkemungkinan mendapatkan p.malariae

P. falciparum biasanya tidak


Berakhirnya dapat berarti:

melebihi

2-3minggu.

Terdapat seri rekrudesensi, atau sudah terjadi komplikasi atau


kematian

CARA PENULARAN MALARIA


Secara alamiah (natural infection) Penularan secara
alamiah dari nyamuk anopheles ke tubuh manusia
hingga sakit.
Penularan yang tidak alamiah Penularan yang tidak
alamiah ada 3 macam yaitu :
Malaria bawaan (congenital): Terjadi pada bayi yang baru
dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
biasanya melalui tali pusat.
Secara mekanik:Penularan terjadi melalui tranfusi darah
atau melalui jarum suntuk.

DIAGNOSIS MALARIA
Anamnesis
Diperhatikan :

Keluhan
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

utama : demam, menggigil, berkeringat


berkunjung dan bermalam 1 - 4 minggu ke daerah endemik malaria
tinggal di daerah endemik malaria
sakit malaria
minum obat malaria 1 bulan terakhir
transfusi darah

Pemeriksaan fisik :
Dapat didapatkan :

Demam
Konjungtiva / telapak tangan pucat
Splenomegali
Hepatomegali

Manifestasi malaria berat dapat berupa :

Penurunan kesadaran
Demam tinggi
Konjungtiva pucat
Telapak tangan pucat
Ikterik, oliguria
Urin berwarna coklat kehitaman (black water fever )
Kejang dan sangat lemah (prostration).

Rapid Diagnostic Test (RDT)


Mekanisme kerja berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria dengan metoda imunokromatografi dalam
bentik dipstik.
Ini berguna pd kejadian luar biasa atau di daerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab.

Pemeriksaan Penunjang Untuk


Malaria Berat :

Hb dan Ht
hitung jumlah leukosit dan trombosit
kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, albumin, dll)
EKG
foto toraks
analisis cairan serebrospinalis
uji serologi
urinalisis

PENCEGAHAN MALARIA
Kontrol vector malaria dengan cara :
Intervensi pengendalian vektor berhasil mengurangi penularan
penyakit di daerah endemik malaria.
Penyemprotan ruangan residual (irs)
Penggunaan jaring insektisida tahan lama
Manajemen sumber larva
Penggunaan larvasida untuk daerah dimana tempat perkembang biakan
nyamuk

Perlindungan pribadi
Seperti menggunakan pakaian yang melindungi diri dr gigitan nyamuk,
penggunaan penutup jendela, dll

Pengelolaan resistensi insektisida yang tepat di vektor malaria

PENGENDALIAN MALARIA

TATALAKSANA MALARIA
Klasifikasi Biologi obat malaria

Skizontosida jaringan primer: proguanil, pirimetamin

Membasmi parasit praeritrosit sehingga mencegah masuknya parasit dalam


eritrosit

Skizontosida jaringan sekunder: primakuin

Membasmi parasit daur eksoeritrosit / stadium jaringan P.vivax & P.ovale


Untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps

Skizontosida darah: kina, amodiakuin, halofantrine, gol artemisinin,


proguanil, pirimetamin
Membasmi parasit stadium eritrosit
Menghancurkan stadium seksual di eritrosit P.vivax, P.ovale, & P.malariae

Gametositosida: primakuin, kina, klorokuin, amodiakuin


Menghancurkan semua stadium seksual

Sporontosida: primakuin, proguanil

Mencegah/menghambat gametosit dalam darah utk membentuk ookista &


sporozoit dalam nyamuk Anopheles

Obat antimalaria yang lazim


digunakan
Nama umum

Dosis dasar

Klorokuin
(fosfat/sulfat)

Tablet 100 mg, Aralen


150 mg, dan Avloctor
300 mg basa
Resochin
Nivaquin

Kuinin
(dihidroklorida/
sulfat)

Tablet 222 mg

3x/hari 3 tablet
selama 7-10 hari

Amodiakuin
(dihidroklorida/
basa)

Tablet
mg/150
basa

Hari 1-2 600 mg


basa (dosis total
30 mg/kgBB)

Pirimetamin
sulfadoksin

Nama
dagang

200 Camoquine
mg Flavoquine
Pasoquine

& Tablet 25 mg + Fansidar


500 mg

Dosis
pencegaha
n

Dosis terapi

300-600 mg 600
mg
dosis
sekali
tunggal, hari 2
seminggu
600 mg, hari 3
300 mg/hari (dosis
total 25 mg/kgBB)

3
tablet
tunggal

dosis
utk

Primakuin
(difosfat)

Tablet 15 mg Primakuin
basa

Hanya sebagai
anti relaps 1
tablet
sehari
selama 14 hari

Tetrasiklin

Kaspul 250 mg

4x sehari 250
mg selama 7
hari

Doksisiklin

Kaplsul 100 mg

1x
100
mg
sehari selama
7 hari

Artesunat
Amodiakuin

Tablet 50 mg
Artesdiakuin
Tablet 150 mg Arsuamon
basa

2-8 tablet/hari
selama 7 hari

Artemether
Lumefantrine

Tablet 20 mg
Tablet 120 mg

2x
1-4
tablet/hari
selama 3 hari

Coartem

Pengobatan malaria
WHO menetapkan memakai obat ACT (Artemisinin base
Combination Therapy).
ART(artemisinin) sebagai obat utama
ART dapat membunuh plasmodium dalam semua
stadium.

Golongan artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisis annua.L
Bekerja cepat dengan waktu paruh kira-kira 2 jam
Larut dalam air, bekerja sebagai sizontocidal darah.
Sediaan obat : oral, parenteral , suppositoria

Pengobatan ACT
Penggunana
ART
secara
monoterapi
akan
mengakibatkan
rekrudensi
maka
dikombinasiakn
dengan obat anti malaria lain : ACT .
ACT ada kombinasi dosis tetap dan kombinasi dosis
tidak tetap.
Kombinasi dosis tetap : Co-Arterm = artemeter(20mg)+
lumefantrine(120mg).dengan dosis 4 tablet 2 X 1 hari
selama 3 hari.

Pengobatan ACT
kombinasi dosis tidak tetap misalnya :
- Artesunat + amodiakuin
- Artesunat + klorokuin
- Artesunat + meflokuine
Untuk pemakaian obat ACT HARUS disertai dengan
pemeriksaan parasit yang positif. Bila tidak ada hasil
pemeriksaan parasitologik menggunakan obat Non- ACT.

Pengobatan Non-ACT
Klorokuin Difosfat/ Sulfat utk P. falciparum dan P.
vivax
Sulfadoksin-Pirimetamin (SP) utk P. falciparum
Kina Sulfat P.falciparum dan P. vivax
Primakuin

DERAJAT ENDEMISITAS :
Dilihat berdasarkan:
Angka limpa : % orang dengan pembesaran limpa dalam suatu
masyarakat.
Angka parasite : % orang dengan darah positif mengandung parasit
Angka sporozoit : % nyamuk yang sporozoitnya positif mengandung
parasit.

Penilaian hasil :

Non endemik: 0%
Hipo endemik : <10 % (terbatas)
Meso endemik: 10-50% (ada)
Hiper endemik: 50-75% (musiman)
Holo endemik: >75% (sepanjang tahun)

Anda mungkin juga menyukai